Anda di halaman 1dari 33

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Tanggul dan Tembok Penahan Banjir


2.1.1 Definisi dan Bahan Penyusun
Yang dimaksud dengan tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang
dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai
terhadap limpasan air sungai. Tanggul biasanya dibangun dari material tanah yang
dipadatkan, pasangan batu, pasangan beton, turap baja, atau material lain yang
sesuai.

2.1.2 Sempadan Sungai dan Alinyemen


Berdasarkan Pertimbangan Sosial :
 Tanggul biasanya digunakan sebagai jalan untuk pejalan kaki, pemakai sepeda
dan sepeda motor. Oleh karena itu dalam merancang alinyemen harus
mempertimbangkan persyaratan mineral geometri jalan.
 Produksi pertanian bisa tumbuh di dataran banjir karena tingginya kebutuhan
akan tanah pertanian.
 Memperhatikan resiko pemukiman penduduk yang sudah ada.
 Jalan masuk ke desa dapat terganggu adanya kontruksi tanggul.
 Kontruksi tanggul bisa mengakibatkan pemindahan penduduk ke beberapa
daerah setempat dalam satu desa atau desa lain yang terdekat. Oleh karena itu
dalam merencanakan alinyemen perlu dikonsultasikan dengan pemerintah
daerah setempat, terutama Lurah (Kepala Desa).

Berdasarkan Faktor Teknis dan Biaya :


Penentuan alinyemen tanggung sebaiknya mempertimbangkan faktor – faktor
teknis sebagai berikut :
 Untuk meminimalkan biaya tanggul dibuat selurus mungkin konsisten dengan
topografi, garis batas yang ada fasilitas bangunan yang ada dan kelokan meander
sungai.

2
 Jarak antara tanggul dengan tebing sungai (bantalan sungai) harus mempunyai
lebar yang cukup untuk menimbung debit banjir rencana. Jarak standar tanggul
terhadap tebing sungai bervariasi tergantung pada kondisi setempat jarak tanggul
terhadap tebing sungai yang disarankan adalah 10 – 25 m untuk daerah
perkotaan dan lebih dari 25m untuk daerah pedesaan.
 Kelayakan perbaikan hidraulik sungai dengan membuat alur sudetan di daerah
meander sungai yang ekstrim harus diperhitungkan, karena sudetan
memungkinkan pemendekan dan pelurusan tanggul.
 Untuk melindungi dataran banjir dari genangan akibat pembendungan bisa
dibuat tanggul pada kedua sisi kanan dan kiri anak sungai sejauh daerah
pengaruh pembendungan tersebut.

2.1.3 Debit Banjir Rencana


Debit banjir rencana dari proyek pengendalian banjir digunakan untuk
perencangan teknis elevasi tanggul dan dinding penahan banjir. Penetapan debit
banjir rencana berdasarkan pada pertimbangan ekonomi dan status daerah yang
dilindungi.

2.1.4 Teknik Sungai


Tahapan kegiatan – kegiatan berikut ini harus dilaksanakan untuk
memperkirakan dampak pembangunan tanggul dan dinding penahan banjir
disungai.
 Peninjauan kembali terhadap rencana tanggul atau tembok penahan banjir yang
diusulkan serta identifikasi terhadap daerah dimana laju erosi lateral dan
meander di hilir mempunyai potensi merusak tanggul.
 Perkiraan pilihan alinyemen sedemikian sehingga meminimalkan biaya
pengendalian erosi tebing sungai. Pertimbangan pembatas – pembatas seperti
tata guna lahan, ketersediaan biaya pengendalian erosi, dan biaya penempatan
tanggul yang jaraknya lebih besar dari ketentuan di atas.
 Pilihlah bentuk dasar dan kekarasan hidraulik yang tepat untuk perhitungan
hidraulik secara komputansi untuk kondisi bankfull dan banjir rencana.
 Bandingkan kecepatan aliran di alur dengan dan tanpa tanggul atau tembok
penahan banjir untuk debit banjir rencana. Jika perubahan kecepatan lebih kecil

3
dari 30% dan 50%, akan mempengaruhi angkutan sedimen, erosi tebing, dan
stabilitas sungai yang ditinjau. Jika perubahan kecepatan lebih besar dari 50%,
maka akan terjadi perubahan geomorfologi yang berarti, dalam hal ini lokasi
tanggul atau tembok penahan banjir disesuaikan. Langkah pengaturan sungai
dan pengendalian erosi dibutuhkan jika lokasi tanggul tidak dapat disesuaikan.

2.1.5 Analisa Hidraulik


Tujuan :
Tujuan dari analisis hidraulik adalah untuk menggambarkan profil muka air
banjir rencana sepanjang sungai yang di tinjau. Profil muka air yang dihasilkan
memberi suatu dasar untuk menentukan elevasi tanggul atau dinding penahan
banjir.

Analisis dengan Anggapan Kondisi Aliran Permanen:


Kondisi aliran permanen dan tidak seragam (stedy state non-uniform flow)
dapat sebagai asumsi, jika tampungan pada dataran banjir sangat kecil sehingga
hidrogaf inflow banjir tidak cukup lama menggenang dalam tampungan (terendam).
Model komputer HEC-2 yang dikembangkan ole U.S Anny Corps of Engineer
bisa digunakan untuk menghitung profil muka air. Modek HEC-2 dibicarakan
secara rinci dalam manual yang dipersiapkan Hoggen (1969).
Sebagai alternatif metode “slofe ered” yang dibahas oleh USBR (1987), dapat
digunakan untuk menghitung tinggi muka air. Metode ini berdasarkan persamaan di
bawah ini:
A . R 2/ 3 S1 /2
Q=
n

Dimana :

Q = debit (m3/detik)

A = luas tamopang melintang (m2)

R = jari – jari hidraulik didefinisikan sebagai A/P, dimana P adalah keliling

basah

4
S = gradien energi

N = koefisien kekasaran Manning

Analisis dengan Anggapan Kondisi Aliran tidak Permanen:

Analysis dynamic routing atau analisis aliran tidak permanen diperlukan untuk
menghitung tinggi muka air puncak pada dataran banjir dengan besar sehingga
mengakibatkan penurunan puncak banjir yang berarti beberapa model komputer dipakai
untuk dynamic routing meliputi 1-D, DWOPER, MIKE-11 dan NETWORK.

Koefisien kekasaran Manning:

Faktor – faktor berikut harus diperhitungkan untuk menetapkan besarnya koefisien


kekasaran Manning.

 Digunakan koefisien kekasaran yang berbeda untuk alur sungai dan daerah dataran
banjir.
 Koefisien kekasaran yang berbeda sepanjang alurnya bervariasi.
 Pengaruh potensial pada pengembangan daerah datarab banjir di masa datang terhadap
besarnya koefisien kekasaran harus diperhitungkan.
 Koefisien kekasaran dapat dihitung secara pasti berdasarkan pengukuran debit dan
tinggi muka yang tinggi.
 Koefisien kekasaran dipengaruhi oleh perubahan bentuk dasar sungai atau tingkat
pertumbahan tanaman.

Koefisien kekasaran Manning telah digunakan dalam perencangan teknis beberapa


proyek pengendalian banjir di indonesia dituliskan dalam tabel 1.2.

Tabel 2.1. koefisien kekerasan manning yang untuk proyek di indomesia.

n (Angka Manning)
Nama Proyek/ sungai
Alur air rendah Alur air tinggi (Dataran Banjir)
Cimanuk 0,025 0,035
Citanduy 0,030 0,12-0,20
Kedu Selatan 0,030 0,04
Bengawan Solo 0,030 0,04
5
Porong Brantas
Hilir 0,025 0,030
Gunung Merapi 0,0030-0,035 0,045-0,050
Krueng Acerh 0,026-0,040 0,050

Tabel 1.2. menyajikan nilai (Manning) untuk berbagai kondisi alur yang diberikan
oleh USBR (1987). Sedangkan Tabel 1.2. memberikan prosedur yang dibuat Chow
(1959) untuk menghitung nilai n (Manning) untuk alur sungai dengan
mempertimbangkan berbagai faktor.

Petunjuk tambahan pemilihan koefisien kekasaran Manning untuk alur alami diberikan
Myers (1990), Chow (1958), dan US Geological Survey (1984).

Pertimbangan Lain:

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan analisis hidraulik


adalah seperti berikut :

 Potensi perubahan morfologi sungai seperti agradasi dan degradasi, baik secara alami
perbuatan maupun buatan manusia.
 Halangan pada alur sungai yang ada sekarang akan datang seperti jembatan.

Tabel 2.2. Koefisien kekasaran manning dari USBR (1987)

6
Tabel 2.3 Metode perhitungan koefisien kekasaran manning menurut Chow
(1959)

Tabel 2.4 Bantuan untuk memilih berbagai nilai n

7
2.1.6 Geoteknik

Kriteria
Kriteria berikut dapat dipertimbangkan untuk menjamin kestabilan kinerja tanggul dan
tembok penahan banjir.
 Tanggul, tembok penahan banjir, dan pondasi harus stabil, tidak berubah bentuk
secara berlebihan karena pengaruh berbagai beban yang mungkin terjadi selama
umur konstruksi atau umur pelayanan, termasuk beban gempa.

 Rembesan melalui tanggul, dinding penahan banjir, dan pondasi harus dikendalikan
untuk mencegah terjadinya gaya angkat, piping, ketidakstabilan, sloughing dan erosi
yang berlebihan.

 Tinggi jagaan harus cukup untuk mencegah terjadinya overtopping (limpasan)


selama terjadi banjir.
8
 Tinggi tanggul sebaiknya dilebihi untuk kemungkinan terjadinya settlement.

 Kemiringan talud tanggul direncanakan untuk menahan erosi selama aliran sungai
normal, hujan, dan saat terjadi banjir.

Pelaksanaan
Langkah-langkah berikut dipertimbangkan untuk menjamin pelaksanaan perbaikan
tanggul dan tembok penahan banjir.
 Pelaksanaan perbaikan pondasi.

 Penggunaan material timbunan

 Pengendalian gradasi butiran.

 Pengendalian Kadar air (moisture content)

 Pengendalian kepadatan.

 Pemasangan fasilitas pengendali rembesan dan piping.

Contoh tindakan pengendalian rembesan dan piping adalah seperti berikut ini,

 Fondasi sudetan untuk meminimalkan rembesan ke bawah.

 Inti tanggul dengan lebar yang mencukupi dari material yang kedap air dan tidak
mudah retak akibat terjadinya retak (cracking), piping, dan kembang-susut.

 Lapisan kedap air impervious; di hulu.

 Zona transisi dan filter.

 Darinasi internal
 Toe drains dan relief wells

Faktor-Fakror Perencanaan Teknis Geoteknik

9
Beberapa faktor dalam aspek geoteknik berikut ini harus dipertimbangkan alam
perencanaan teknis tanggul dan dinding penahan banjir.
 Kondisi Geologi di Lapangan
Menetapkan material pondasi yang menjadi dasar bangunan termasuk tipe dan
tingkat perbaikan pondasi yang diperlukan, Tipe material pondasi bisa juga
berpengaruh pada perencanaan teknis tanggul seperti dibicarakan di bawah ini.
- Batuan harus yang baik, memenuhi syarat digali jika basah, dan digrouting jika
lolos air.

- Kerikil harus dipadatkan jika lepas, Tindakan penanggulangan rembesan mungkin


diperlukan.

- Lumpur (silt) atau pasir halus punya potensi mencair jika dapat lepas di lapangan
dan kemudian dijenuhkan atau mendapat getaran aktifitas seismik.

- Tindakan pengurangan mungkin diperlukan dalam perencanaan teknis tanggul


untuk menjamin bahwa penurunan (setlement) pada lapisan lempung tidak
membahayakan kestabilan tanggul,

- Endapan yang beriapis-lapis rawan terhadap perpindahan tekanan air pori dan built
up di bawah toe tanggul yang dapat menyebabkan ketidakstabilan tanggul.
 Daerah Seisrnik
Apakah lokasi terletak pada daerah yang berpotensi seismik aktif atau tidak,
sehingga bisa menentukan tipe atau bangunan penahan banjir yang digunakan,
 Bahan Konstruksi Yang Tersedia
Perencanaan teknis tanggul dapat menggunakan bahan terbaik yang berasal dari
tempat terdekat.
 Ekonomi
Perencanaan teknis bangunan harus mampu memberikan keseimbangan antara ekonomi,
penggunaan, keamanan, dan lingkungan.

Stabilitas
Kemiringan talud 1 V : 2 H sangat baik untuk tanggul homogen yang dipadatkan
dengan baik yang dibangun di atas pondasi batu yang memenuhi syarat dengan
menggunakan grafik stabilitas seperti yang diberikan Taylor (1948), Morgenstem & Price
10
(1965), Sowers (1979). Analisis stabilitas sebaiknya dilakukan untuk menentukan
kemiringan talud untuk tanggul yang lebih tinggi dari 3 meter dengan kondisi pondasi yang
jelek, Ada beberapa program komputer yang dapat dipakai untuk melakukan analisis
stabilitas talud.

Tabel 2.5. Program Komputer untuk analisis stabilitas talud

USBR Design Standard, No.13, Bagian 4 - Analisis Stabilitas Statis (1987) menyajikan secara
detail kondisi pembebanan tanggul untuk analisis stabilitas statis, dan pemilihan parameter
kekuatan materil serta faktor keamanan minimum untuk menghindari kerusakan talud, Bab
13-Rancangan dan Analisis gempa (1989) dari buku yang sama, memberikan cara untuk
memperkirakan liquefaction Potensial of Loose dari tanah pondasi yang kohesif dan untuk
memperkirakan stabilitas tanggul terhadap gempa.

Settlement (Penurunan) dan Rembesan


USBR Design Standard No.13, Bab 9 - Analisis Defonnasi Statis (1992) menyajikan langkah-
langkah perhitungan penurunan tanggul dan pondasi, serta merancang langkah-Iangkah
pengurangan yang tepat jika terjadi penurunan yang berlebihan. Penurunan yang telah
dihitung sepanjang puncak tanggul tidak boleh melebihi 0,05 H, dengan H adalah tinggi
tanggul diatas elevasi pondasi.
USBR Design Standard No.13, Bab 8 - Analisis dan Pengendalian Rembesan (1987)
memberikan metoda untuk memperkirakan aliran rembesan dan mengendalikan aliran
rembesan yang berlebihan melalui tubuh dan bawah tanggul.

2.1.8 Tinggi Jagaan (FreeBoard)


11
Tinggi jagaan disediakan untuk mencegah terjadinya overtopping (limpasan)
tanggul atau dinding penahan banjir, karena faktor – faktor berikut ini :

 Run Up dan Setup gelombang.


 Kenaikan elevasi air (super elevation) di belokan luar alur.
 Kemungkinan penurunan tanggul dan rusaknya puncak tanggul.
 Variasi tinggi muka air setempat disebabkan gangguna setempat.
Disarankan untuk menambahkan tinggi jagaan sebesar 0,3 meter sepanjang daerah
kritis dimana resiko terhadap jiwa atau harta benda apabila terjadi kegagalan tanggul
adalah besar. Penambahan tinggi jagaan sebesar 0,3 meter juga dilakukan jika tanggul
lebih tinggi dari 3,5 meter.
Resiko terhadap jiwa atau harta benda ini besar manakala :
 Kecepatan aliran melebihan 2 m/detik.
 Jika tanggul bobol atau terjadi overtopping akan menyebabkan air banjir mengenangi
daerah pemukiman
 Kedalaman air disekitar tempat tinggal penduduk melebihi kriteria berikut ini:

D = 1,1 – 0,35v

Dimana :

D = kedalaman (m)

V = kecepatan (m/detik)

Konsep alternatif dari bangunan pelimpah atau bangunan pelimpas untuk


melindungi daerah beresiko tinggi kurang diperlukan, tetapi mungkin tepat untuk
beberapa lokasi tertentu.

12
Tabel 2.6 Tipikal parameter tanggul untuk proyek pengendalian banjir di
Indonesia

Tabel 2.7. Tinggi jagaan nominal dari Sosrodarsono (1987)

13
2.2 Bendungan Pengendali Banjir
2.2.1 Jenis bendungan
Waduk pengendalian banjir dapat diklarifikasikan menurut pemaikaian,
perencanaan teknis hidraulik dan bahan bangunan seperti ditunjukkan di bawah ini :
 Waduk (storage), Pengelak (diversion), waduk sementara atau kombinasi dari
padanya.
 Dengan atau tanpa pelimpah.
 Timbunan tanah, urugan batu, tailing, hydraulic fill, beton, pasangan batu dan
pasangan batu bata.

Bendungan pengendalian banjir umumnya dibangun sebagai waduk tanpa pelimpah


atau detention atau detention dam, karena dam harus menahan air selama waktu air
surplus tanpa terjadi kebocoran. Bahan bangunan dipilih berdasarkan kesesuaian,
ketersediaan di tempat dan tinjauan ekonomis.

Bendungan urugan tanah (Earthhill dam) paling dipakai karena bahan bangunannya
biasanya tersedia di dekat lokasi, dan lebih mudah dikerjakan. Kerugian utama dalam
urugan tanah adalah bisa rusak atau bobol jika terjadi limpasan (overtopping).

Bendungan urugan tanah umumnya memerlukan bangunan pelengkap yang


berfungsi sebagai spillway dan outlet.

Bendungan urugan batu (Rockwill dam) juga biasa dipakai. Bangunan urugan batu
ini akan sesuai jika banyak tersedia batuan dengan kualitas yang cukup baik, batu yang
kuat dan tahan lama, pondasi batu berada pada atau di dekat permukaan tanah. Selain
itu bendungan urugan dapat menahan cuaca buruk untuk periode yang lama. Namun
bendungan urugan batu juga dapat rusal ole overtopping, oleh karena itu harus diberi
spilway atau outlet. Untuk mencegah rusaknya membran kedap air, bendungan urugan
batu harus direncanakan dan dibuat untuk dengan penurunan (seatment) seminimal
mungkin dan pondasinya harus terdiri dari batu yang relatif dapat terkompresi atau
pasir dan kerikil yang padat.

14
2.2.2 Faktor – faktor yang menentukan pemilihan lokasi dan jenis bendungan
Faktor – faktor berikut harus diperhitungkan dalam perencanaan teknis
bendungan:
 Topografi
Topografi umumnya menetukan tipe bendungan contoh bendungan urugan
batu untuk lembah sempit berbentuk V, dan bendungan urugan tanah untuk
lembah lebar berbentuk U.
 Kondisi geologi
Kondisi geologi menentukan jenis material pondasi yang terletak di bawah
bangunan dan dengan demikian menentukan jenis dan luasnya perbaikan
pondasi yang diperlukan. Jenis material ini pondasi juga berpengaruh pada
perencanaan teknis unggul seperti dibicarakan di bawah ini :
1. Batu harus yang baik jika sesuai, digali jika lapuk, dan digrounting jika
lulus air.
2. Kerikil harus dipadatkan jika lepas. Tindakan pengendalian rembesan
mungkin diperlukan.
3. Lumpur atau pasir halus punya potensi untuk menjadi cair jika lepas
ditempat kemudian jenuh di air atau terkena getaran atau aktivitas seisrnik.
4. Tindakan pengurangan mungkin diperlukan dalam perencanaan teknis
tanggul untuk menjamin agar penurunan dalam lapisan lempung tidak
membahayakan stabilitas tanggul.
5. Pada endapan yang berlapis – lapis cenderung terjadi perubahan tekanan
pori dan terkumpul di luar embekment yang bisa menyebabkan tanggul
tidak stabil.
 Daerah seismik (gempa bumi)
Apakah lokasi terletak di daerah potensi seismik atau tidak, dapat
menentukan tipe bendungan yang digunakan.
 Material bangunan yang tersedia
Tanggul bendungan harus direncanakan untuk dapat menggunakan bahan
terbaik dari lokasi yang terdekat.

15
 Bangunan pelengkap
Bangunan outlet (terowongan, pipa, dan alur) dan bangunan spilway
mempengaruhi perencanaan teknis tanggul dan pelaksanaan konstruksinya
seperti berikut :
1. Bangunan outlet dapat digunakan untuk mengendalikan tinggi waduk
selama pelaksanaan konstruksi dan untuk drawdown waduk untuk
mencegah banjir.
2. Bangunan spilway berperanan penting pada bendungan untuk mencegah
pelimpasan (overtopping) selama banjir.
3. Bangunan spilway dan bendungan harus ditempatkan dengan tepat untuk
bangunan yang cocok untuk bendungan.
4. Tanah hasil penggalian spilway dapat digunakan untuk material bahan
bangunan yang cocok untuk bendungan.
5. Pemadatan material bendungan secara manual pada tempat – tempat di
sekitar bangunan biasanya diperlukan, karena permukaan antara
rembesan dan piping.

16
2.3 Kolam Penampungan
2.3.1 Umum
Kolam penampungan dirancang untuk menangkap seluruh atau sebagian air
banjir pada bagian hulu areal banjir. Tampungan secara temporer berpengaruh
mereduksi laju aliran dan elevasi banjir pada bagian hilir kolam penampungan.
Bendung urugan rendah kala dibangun melintang sungai untuk menahan air atau
bendunga pengelak digunakan untuk memindah air ke daerah penampungan alami
dari alur utama. Dalam beberapa kasus, air dialihkan ke dalam tanggul yang
diletakkan sepanjang sungai.
Struktrur mungkin dapat dibangun untuk mengendalikan laju aliran yang
mungkin masuk ke dalam kolam penampungan dan untuk memecah energi yang
berlebihan jika terjunan muka air terjadi.
Dalam kasus bendungan urugan, pelimpah, dan bangunan outlet dibutuhkan
untuk melindungi urugan dan overtopping dan mengendalikan laju debit dari kolam.
Outflow dapat dikendalikan dengan struktur pintu yang dihubungkan dengan
bendung atau tanggul, tergantung pada karakter hidrogif banjir dan penampungan
daerah tangkapan, hal ini mungkin diperlukan untuk menjaga posisi lebar bukaan
pintu pada awal banjir, dan hanya digunakan untuk mengurangi puncak banjir.

2.3.2 Pertimbangan – Pertimbangan pembebasan tanah


Daerah tampungan secara umum merupakan suatu daerah cekungan, misalnya
daerah rawa sepanjang sungai, atau kadang – kadang berupa dataran banjir yang
dikembangkan untuk tujuan pertanian. Di daerah berkembang, kolam penampung
menimbulkan dampak besar misalnya diperlukan pemindahan penduduk dan fasilitas
– fasilitas termasuk sering perlu bangunan – bangunan permanen.
Biaya konstruksi daerah tampungan (retensi) umumnya lebih rendah jika
dibandingkan dengan struktur pengendali banjir, walaupunn biaya pembebasan tanah
dan penurunan tanah yang dibutuhkan untuk kolam penampung terkadang
membutuhkan biaya yang lebih besar dari biaya konstruksi.
Dengan adanya pengaturan kembali tentang tataguna lahan, dimungkinkan
aktivitas pertanian masih dapat diteruskan dengan beberapa syarat sebagai berikut :
 Harus ada peraturan yang tepat untuk mencegah kerugian – kerugian akibat
banjir.

17
 Sistem peringatan dan perkiraan banjir yang mudah diterima harus diberikan
untuk dapat dilakukan pengosongan/pemindahan penduduk atau untuk
melalukan pencegahan banjir sementara.
 Bangunan drainase harus diberikan untuk pengetusan di daerah banjir tertentu
setelah banjir terjadi.

Lapangan / site untuk daerah retensi yang dibangun dari pemindahan penduduk
sebaiknya terbatas untuk tempat rekreasi, seperti taman, lapangan bermain, dan
daerah parkir. Sehubungan dengan konsep perancangan kolam rekreasi dalam tahap
perencanaan pengembangan kota yang hanya melindungi dari banjir akibat limpasan
lokal dan dan sedikit sekali dapat melindungi banjir akibat sungai utamanya. Konsep
daerah tampungan di dalam kota yang dikembangkan secara umum tidak cocok
untuk kondisi di indonesia.

2.3.3 Debit Banjir Rencana


Tingkat kemampuan penurunan elevasi banjir karena adanya daerah retensi
bergantung pada karakteristik hidrogaf inflownya, volume tampungan kolam yang
tersedia, dan hubungan antara debit dan bangunan outletnya.

Gambar 2.1. Konsep kolam penampungan banjir


18
Jika tanggul tanah, bendung atau struktur yang lain dibutuhkan, maka banjir
rancangan standar harus digunakan untk bangunan – bangunan tersebut. Dengan
mempertimbangkan adanya kegagalan, perencanaan banjir dapat menggunakan
kejadian banjir ekstrim untuk bangunan – bangunan tersebut yang diperoleh dari
banjir rancangan untuk hilir. Sebagai contoh, tingkat perlindungan banjir di hilir
digunakan kejadian banjir 25 tahunan, maka dapat digunakan debit banjir rencana
100 tahunan untuk bangunan – bangunan tersebut.
Tampungan yang ada pada daerah tampungan hanya mampu menurunkan
puncak banjir untuk banjir – banjir yang rendah, namun tidak mampu menurunkan
banjir – banjir yang melebihi debit banjir rencana, yang dalam hal ini akan
mempengaruhi pada tingkat keamanan.
Untuk memperbesar debit banjir rencana harus dievaluasi secara menyeluruh
potensi – potensi yang menyebabkan terjadinya banjir yang lebih besar, dan harus
dibuat satu prosedur untuk pengamanan/pengosongan penduduk juga tatacara untuk
pengaturan banjirnya.

2.3.4 Angkutan Sedimen


Ketika aliran dari sungai masuk ke daerah tampungan sebagian dari sedimen
akan diendapkan, karena kecepatan air yang relatif rendah pada daerah tampungan.
Ketika daerah tersebut sudah terisi dan terjadi overflow maka hanya sedikit saja
sedimen yang dapat dikembalikan ke sungai.
Karakteristik angkutan sedimen dan pengendapannya pada kolam harus
diperhitungkan sehubungan dengan faktor – faktor berikut :
 Pengendapan sedimen akan mengurangi kapasitas tampungan pada kolam. Namun
pada saat air surut tanah yang subur yang mengendap dapat diolah.
 Berkurangnya sedimen menuju alur sungai dapat mempengaruhi regim angkutan
sedimen dan stabilitas sungai.

Pada dasarnya air sungai yang masuk ke daerah berasal tampungan dari aliran
yang melintasi tanggul, atau struktur sejenis. Partikel halus yang terbawa aliran
seperti lempung, lumpur dan hasir halus terdistrubusi merata antara permukaan

19
sampai dasar sungai, sementara partikel yang lebih kasar seperti kerikil dan pasir
kasar terkonsentrasi pada dasar sungai.
Dengan demikian aliran yang masuk daerah penampungan rata – rata
membawa partikel harus, namun kemungkinan terbawanya partikel kasar dapat juga
terjadi walaupun dalam konsentrasi yang kecil jika dibandingkan dengan keseluruhan
sedimen yang terbawa.
Sebagian sedimen pada daerah dataran banjir terbawa oleh aliran yang menuju
daerah tampungan, dan menyebabkan bertambahnya jumlah sedimen yang
meninggalkan sungai. Jumlah tambahan sedimen yang masuk daerah tampungan
tergantung pada layout alur yang masuk daerah tersebut, dan kemampuan tanah
menahan kikisan. Ukuran sedimen ini harus karena berasal dari tanah aluvial dataran
banjir.
Jumlah sedimen yang mengendap pada daerah tampungan dapat dihitung
dengan cara yang sama, dengan sedimentasi reservoir (waduk). Komponen –
komponen utama yang diperlukan untuk analisis daerah tampungan diberikan berikut
ini :
 Tentukan ukuran gradasi sedimen yang representatif yang terangkut ke kolam
oleh limpasan sungai. Kisaran ukuran sedimen pada bagian atas air sungai selama
banjir diperlukan untuk menentukan sedimen yang terendapkan sepanjang kolam
tampungan.
 Hitung efesiensi tiap kolam tampungan berdasar pada volume tampungan dan
volume air yang masuk dengan kurva.
 Gunakan persamaan berat jenis untuk menghitung volume endapan sedimen.
 Tetapkan pola pengendapan pada daerah tampungan dengan menggunakan
metode Borfanddan Miller (1958) atau Mirarki (1983).

20
Gambar 2.2. Distribusi vertikal dari ukuran sedimen

21
2.3.5 Analisis Hidraulik
Jika daerah tampungan merupakan penahan dengan ripe ‘on-stream’, maka
prosedur untuk memperkirakan redaman banjir sama dengan ditentukan dengan
simulasi penyelusuran banjir.
Jika daerah tampungan merupakan penahan dengan tipe ‘of-stream’ (diluar
sungai), maka prosedur routing banjir harus mempertimbangkan prosedur
perancangan struktur inlet dan outlet. Sangatlah penting untuk merancang elevasi dan
kapasitas bangunan inlet untuk memastikan bahwa debit sungai yang harus direndam
telah tertampung.
Operasi pintu yang dilakukan dan perkiraan waktu banjir yang tepat sangatlah
penting untuk memberikan peredaman banjir optimum. Prosedur penyelusuran banjir
untuk tampungan diluar sungai sama dengan simulasi penyelusuran banjir untuk
resevoir tetapi terdapat beberapa penyesuaian, sebagai berikut.
Langkah 1 : inflow pada waktu t dari “rating curve” bangunan inlet (yaitu : elevasi vs
kapasitas pengangkutan) berdasar pada hirogaf inflow dan pembagian
aliran yang dimaksudkan yang akan dielakkan ke daerah tampungan
dan yang akan dialirkan ke sungai utama.
Langkah 2 : tambahkan langkah 12 untuk menentukan put flow yang masuk ke alur
bagian hilir dimana sama dengan pengaliran ke sungai di seluruh alur
utama (langkah 2) ditambah laju aliran out flow dari daerah
penampungan (langkah 5).

22
2.4 Kegiatan Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kualitas dan
kualitas untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun
yang akan datang.
Konservasi sumber daya air sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya air
dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan dan keberadaan sumber
daya air, termasuk daya dukung, daya tampung, dan fungsinya. Konservasi sumber daya
air dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya air,
pengawetan air, pengelolaan kualitas air, serta pengendalian pencemaran air, dengan
mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai, dan dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan tata ruang.
Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa,
cekungan air tanah, sistem irigasi daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan
pelestarian alam, kawasan hutan dan kawasan pantai.

2.4.1 Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air


Perlindungan dan pelestarian sumber daya air dimaksudkan untuk melindungi dan
melestarikan sumber air beserta linkungannya terhadap kerusakan dan gangguan yang
disebabkan oleh daya alam dan aktifitas manusia, dan dipakai sebagai dasar untuk
penatagunan lahan, agar sumber daya air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan
rusaknya sumber air dan prasarananya, menurunnya potensi sumber air, serta
mengakibatkan terjadinya pencemaran air dan sumber daya air.

Upaya pelestarian sumber air yang menjadi dasar dalam penatagunaan lahan,
secara umum dapat dilakukan melalui :

a. Pemeliharaan dan mempertahankan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air
b. Pengendalian pemanfaatan sumber air, berupa perizinan yang ketat, atau pelarangan
pemanfaatan sumber air.

23
c. Pengisian air pada sumber air, seperti pemindahan aliran air dari satu daerah aliran
sungai ke daerah aliran sungai lainnya, dengan pekerjaan sudetan, interkoneksi, atau
suplesi, serta melakukan imbuhan air tanah
d. Pengaturan sarana dan prasarana sanitasi, seperti pengelolaan air limbah dan
persampahan
e. Perlindungan sumber air, dalam kaitannya dengan kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan lahan di sekitar sumber air
f. Pengendalian pemanfaatan lahan di daerah hulu
g. Pengaturan daerah sempadan sumber air
h. Rehabilitasi hutan dan lahan pertanian
i. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam

Metode pelestarian sumber daya air yang dapat dilakukan melalui pendekatan sosial,
ekonomi, dan budaya, adalah sebagai berikut:

1. Cara Vegetatif
Pelestarian sumber daya air secara vegetatif ini menggunakan tanaman, tumbuhan atau
sisa tanaman sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi laju erosi, dengan cara
mengurangi daya rusak butiran air hujan yang jatuh dan daya rusak aliran permukaan.

Pelestarian sumber daya air dengan cara ini menjalankan fungsinya melalui :

a. Pengurangan daya rusak butiran air hujan yang jatuh, karena proses intersepsi
butiran air hujan oleh daun atau tajuk tanaman
b. Pengurangan volume air permukaan, karena meningkatnya kapasitas infiltrasi
oleh perakaran tanaman
c. Memperlambat aliran air permukaan, karena meningkatnya panjang lintasan aliran
permukaan oleh keberadaan tanaman
d. Pengurangan daya rusak aliran air permukaan, karena pengurangan kecepatan dan
volume aliran air permukaan karena meningkatnya panjang lintasan dan
kekasaran permukaan.
2. Cara Mekanis
Pelestarian sumber daya air dengan cara ini pada prinsipnya adalah mengurangi
banyaknya butiran tanah yang hilang karena erosi, serta memanfaatkan air hujan yang

24
jatuh seefisien mungkin, mengendalikan kelebihan air di musim hujan, dan
menyediakan air yang cukup di musim kemarau.

Pelestarian sumber daya air secara mekanis mempunyai fungsi :

a. Memperlambat aliran air permukaan


b. Menampung dan mengalirkan aliran air permukaan, sehingga tidak merusak
c. Memperbesar kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah
d. Menyediakan air bagi tanaman.
Adapun usaha pelestarian sumber daya air secara mekanis, antara lain meliputi
pengolahan tanah menurut garis kontour, pembuatan terasering, pembuatan saluran air,
pembuatan sumur resapan, dan pembuatan dam pengendali.

3. Cara Kimiawi
Pelestarian sumber daya air dengan cara ini pada prinsipnya adalah memperkuat
struktur permukaan tanah dengan mencampur bahan kimiawi atau pemantap tanah,
sehingga tidak mudah tererosi oleh butiran atau aliran air hujan.

Bahan pemantap tanah yang dapat dipakai untuk pelestarian sumber daya air
harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a. Mempunyai sifat yang adhesif, serta dapat bercampur dengan tanah secara merata
b. Dapat merubah sifat hidropobik tanah, sehingga dapat merubah kurva penahanan
air tanah

c. Dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, sehingga dapat mempengaruhi


kemampuan tanah dalam menahan air.

d. Daya tahan sebagai pemantap tanah cukup memadai


e. Tidak bersifat racun

Berbagai jenis bahan pemantap tanah yang sering dipakai antara lain polylinyl
acetate, polyvinyl pyrrolidone, aspalt, latex, dan sebagainya.

25
2.4.2 Pengawetan Air
Pengawetan air dimaksudkan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air
atau kuantitas air, baik air permukaan maupun air tanah sesuai dengan fungsi dan
manfaatnya.

1. Pengelolaan Kuantitas Air Permukaan


pengelolaan kuantitas air permukaan dimaksudkan untuk mempertahankan dan
meningkatkan potensi/kuantitas air permukaan yang tersedia, sebagai salah satu cara
untuk melakukan konservasi sumber daya air, sebagai berikut:

a. Pengendalian Aliran Permukaan


Pengendalian air permukaan dilakukan dengan memperpanjang waktu air
tertahan dipermukaan tanah dan meningkatkan air yang dapat masuk ke dalam
tanah. Berdasarkan hasil penelitian air permukaan pada tanaman di lahan kering
untuk bebagai jenis tanah dan berbagai metode konservasi yang berbeda (Pusat
Penelitian Tanah, Bogor), dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang besar
antara penurunan aliran permukaan dengan penerapan metode konservasi,
terutama untuk lahan kering/tegalan dengan permeabilitas yang rendah.

b. Pemanenan Air Hujan


Pemanenan air hujan dalam skala kecil dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga dan ternak, terutama menjelang dan selama musim kemarau
panjang, dengan mengumpulkan air hujan yang mengucur dari atap rumah. Air
hujan yang berkualitas baik dapat dikumpulkan dari atap rumah yang bersih dan
terbuat dari bahan yang tahan korosi, demikian pula dengan bak penampungnya.
Sebaiknya air hujan yang jatuh.

pada awal musim hujan tidak dimasukan ke dalam bak penampung air hujan.

26
Untuk skala yang lebih besar, pemanenan air hujan pada dasarnya dapat
dilakukan di daerah tangkapan air, dengan menampung aliran permukaan pada
suatu kawasan kedalam suatu bak penampungan. Besarnya air hujan yang dapat
dipanen dipengaruhi oleh topografi dan kemampuan lapisan tanah atas dalam
menahan air hujan yang jatuh.

Persiapan pemanenan air hujan dari suatu lahan yang luas, dapat
dikemukakan sebagai berikut :

1) Membuat saluran sejajar dengan garis kontour


2) Membersihkan dan memadatkan bidang/lahan tangkapan air
3) Bila diperlukan dapat pula dilengkapi dengan saluran searah lereng
4) Menampung air hujan yang jatuh dan mengalir di saluran tersebut.

c. Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi Tanah


Kapasitas infiltrasi tanah sangat mempengaruhi volume air yang dapat masuk
ke dalam tanah, dan dalam rangka konservasi sumber daya air, dapat ditingkatkan
dengan memperbaiki struktur tanah.

Cara yang paling efektif dalam meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah adalah
dengan menutup permukaan tanah dengan tanaman, atau mencampurnya dengan
bahan organik.

2. Pengelolaan Kuantitas Air Tanah


Pengelolaan kuantitas air tanah dimaksudkan untuk mempertahankan dan
meningkatkan potensi/kuantitas air tanah yang tersedia, sebagai salah satu cara untuk
melakukan konservasi sumber daya air, sebagai berikut :

a. Pengisian Air Tanah Secara Buatan


Meskipun bendungan telah dibangun di suatu sungai, sebagian air yang
mengalir dimusim hujan masih akan terbuang keluar waduk, dan kelebihan air ini
dapat dikonservasi melalui pengisian akuifer di dalam tanah secara buatan.
Pengisian buatan akuifer tersebut merupakan upaya meningkatkan yield total dan
merupakan salah satu sarana untuk manajemen sumber daya air.

27
Simpanan air dalam tanah ini merupakan sumber air yang dapat
dihandalkan untuk menambah potensi sumber daya air, dan kemampuan tanah
untuk menyimpan air tergantung dari tinggi muka air tanah dan pori-pori tanah.

Syarat-syarat fisik yang diperlukan untuk pengisian air tanah secara buatan,
antara lain :

1) Tersedia akuifer dengan kapasitas dan permeabilitas yang memadai


2) Tersedia cukup air untuk melakukan pengisian
3) Pemompaan air tidak boleh berlebihan, agar tingkat pengimbuhannya tidak
rendah

4) Kualitas air yang akan diisikan cukup memadai bila dibandingkan dengan air
tanah yang ada.

Pengisian resevoir air tanah secara buatan ini dapat dipakai untuk :

1) Menyimpan kelebihan air permukaan menjadi air tanah


2) Memperbaiki kualitas air tanah dengan mencampur air tanah lokal dengan air
pengisian
3) Membentuk tabir tekanan untuk mencegah instrusi air laut
4) Meningkatkan produksi pertanian karena lebih terjaminnya air irigasi
5) Menurunkan biaya pemompaan air tanah karena kedalaman air tanah yang
relatif menjadi kecil
6) Mencegah terjadinya penurunan muka tanah

b. Pengendalian Pengambilan Air Tanah


Pengambilan air tanah melalui sumur-sumur akan menyebabkan lengkung
penurunan muka air tanah. Makin besar laju pengambilan air tanah akan semakin
curam lengkung permukaan air tanah di sekitar sumur-sumur tersebut, sampai
terjadi keseimbangan baru bila terjadi pengisian di daerah resapan.

Keseimbangan baru ini akan terjadi bila laju pengambilan air tanah lebih
kecil dari pengisian air hujan di daerah resapan, namun bila laju pengambilan air
tanah lebih besar dari pengisiannya maka lengkung penurunan muka air tanah di
28
antara sumur-sumur tersebut akan semakin curam, dan akan terjadi penurunan
muka tanah secara permanen.

Untuk itu dalam kerangka konservasi sumber daya air, maka pemanfaatan
air tanah harus dapat dikendalikan, dan disesuaikan dengan besarnya
pengimbuhan atau pengisian oleh air hujan di daerah resapan.

2.4.3 Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk mempertahankan dan


memulihkan kualitas air yang masuk dan yang berada pada sumber air, dengan cara
memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber air.

1. Kualitas Air

Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan


tertentu dalam memenuhi kebutuhan manusia dan lingkungannya, kualitas air
dapat dibedakan atas sifat dan karakteristiknya sebagai berikut :

A. Sifat Fisik
Karakteristik fisik yang mempengaruhi kualitas air antara lain :

a. Bahan-bahan padat, diukur dengan melakukan penyaringan, pengendapan


dan penguapan, zat padat ini dapat mempengaruhi kualitas air.
b. Kandungan sedimen, mempengaruhi tingkat/proses pendangkalan saluran,
sungai dan waduk, serta mempengaruhi biaya pengolahan air bersih. Air
tanah dan air waduk yang kurang mengandung sedimen, kurang baik
untuk air irigasi.
c. Kekeruhan, karena adanya kandungan material yang kasat mata dalam air,
seperti tanah liat, lempung, bahan organik dan non organik, tingkat
kekeruhan air diukur dengan turbidmeter.
d. Warna, air murni tidak berwarna, dan warna air diakibatkan oleh adanya
material yang larut atau koloid dalam suspensi atau mineral. Sinar
matahari secara alamiah mempunyai sufat disinfeksi dan mengelantang
terhadap bahan pewarna air, tapi sifatnya terbatas.

29
e. Bau dan rasa, rasa dalam air biasanya akibat adanya garam-garam terlarut.
Bau dan rasa dalam air pada umumnya disebabkan keberadaan mikro-
organisme, bahan organik, bahan mineral, dan gas terlarut. Untuk
menghilangkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki dapat dilakukan
aerasi, pemakaian potassium permanganat, pemakaian karbon aktif,
koagulasi, sedimentasi, dan filtrasi.
B. Sifat Kimia
Kandungan zat kimia yang berpengaruh terhadap kesesuaian penggunaan
air, antara lain :

a. pH, sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air, dapat diukur dengan
potensiometer untuk mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion
H+ atau bahan celup penunjuk warna seperti methyl orange atau
phenolphthalerin. Air murni mempunyai nilai pH = 7, sedangkan air dengan
pH nilai diatas 7 bersifat asam, dan dibawah nilai 7 bersifat basa.
b. Alkalinitas, karena adanya garam-garam alkalin yang berada di kandungan
air, seperti karbonat dan bikarbonat dari kalsium, sodium dan magnesium,
yang dinyatakan dalam mg/lt ekivalen kalsium karbonat.
c. Kesadahan, terkait dengan penyediaan air bersih, air dengan
kesadahan tinggi memerlukan sabun lebih banyak sebelum membentuk
busa. Kesadahan air sementara karena keberadaan kalsium dan magnesium
bikarbonat dapat dihilangkan dengan mendidihkan air atau menambah kapur
dalam air, sedangkan kesadahan permanen karena kalsium, magnesium
sulfat, chlorida dan nitrat dapat dilunakkan dengan perlakuan khusus.

C. Sifat Biologi
Air permukaan umumnya mengandung berbagai macam organisme hidup,
sedangkan air tanah relatif lebih bersih karena adanya proses penyaringan oleh
akuifer.

Jenis organisme yang terdapat dalam kandungan air meliputi :

1) Macroskopik, seperti ganggang dan rumput laut, dapat menurunkan kualitas


air, dalam hal rasa, warna dan bau, dapat dihilangkan dengan proses
purifikasi.

30
2) Microsopik, seperti jamur dan alga dapat mempengaruhi kekeruhan dan
warna air, serta memberi andil terhadap rasa dan bau air yang tidak
diinginkan, dapat dikendalikan dengan sulfat atau chlorida.
3) Bakteri, baik yang menimbulkan penyakit (pathogen), maupun yang tidak
menimbulkan penyakit (non pathogen), kebeadaannya dapat diketahui dengan
melalui E-colli Test.
Virus merupakan organisme penyebab infeksi, lebih kecil dari bakteri, dapat
dikendalikan dengan clorinasi dikombinasikan dengan penonaktifan virus.

2. Pengelolaan Kualitas Air Irigasi


Pengelolaan kualitas air untuk irigasi pada dasarnya adalah mempertahankan
kualitas air, baik air pemukaan maupun air tanah agar memenuhi syarat untuk dipakai
sebagai air irigasi.

Kualitas air sungai di daerah tropis pada umumnya telah memenuhi syarat untuk
air irigasi, kecuali sungai yang melalui daerah industri, atau yang telah tercemar oleh
limbah industri yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pemberian air irigasi
dengan kualitas yang baik, dapat memperbaiki struktur tanah, karena kandungan
kalsium dalam air, dan proses pencucian garam-garam yang dikandung dalam tanah.

2.4.4 Pengendalian Pencemaran Air

Pengendalian pencemaran air dimaksudkan untuk mempertahankan dan


memulihkan kualitas air yang masuk dan yang berada pada sumber air, dengan cara
mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber air.

1. Sumber Pencemar
Berbagai jenis limbah yang terjadi karena proses alam dan/atau aktifitas
manusia, dan dapat mencemari air dan sumber air, antara lain :

a. Limbah Domestik, meliputi air buangan sanitari, dari toilet, dapur, restoran,
hotel, rumah sakit, laundry dan sebagainya, yang dibuang ke saluran drainase
atau sungai. Limbah ini terutama mengandung bahan organik yang dapat
membusuk atau terdegradasi oleh mikro organisme, bakteri yang berbahaya,

31
serta bahan detergen yang dapat mengganggu atau mematikan kehidupan
organisme air dan merusak lingkungan.
b. Limbah Industri, sering mengandung bahan kimia seperti asam, alkali, minyak,
phenol, dan mercury yang dapat masuk/diserap kedalam rantai makanan
tumbuhan, dan hewan air, dan bahkan sampai ke tubuh manusia.
c. Limbah Pertanian, karena penggunaan pupuk, pestisida dan herbisida yang
berkelebihan pada usaha pertanian. Limbah ini di dalam air sulit, atau
memerlukan waktu yang lama untuk terdegradasi oleh mikro organisme.
Limbah pertanian dapat pula berupa kotoran hewan, sisa makanan ternak dan
poultry
2. Pengendalian Pencemaran
a. Cara Teknis
Pengendalian pencemaran air secara teknis dapat dilakukan dengan cara preventif
maupun kuratif. Tindakan preventif ditujukan untuk menjaga regim sungai,
dimana limbah buangan yang masuk kedalamnya sudah dalam kondisi yang baik.

Beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk mengendalikan


pencemaran air, antara lain :

1) Pengolahan air limbah, baik limbah domestik maupun limbah industri.


Pengolahan limbah domestik dipengaruhi oleh karakteristik bahan padat yang
dikandungnya dan ketersediaan fasilitas buangan. Limbah domestik perlu
diolah lebih dulu sebelum dibuang ke sungai, terutama pada musim kemarau
dimana debit sungai relatif kecil. Untuk menghilangkan atau
mendekomposisi polutan padat yang terdapat dalam air limbah domestik, air
limbah tersebut diolah melalui proses fisik, biologi dan kimia. Pertama kali
air limbah dialirkan melalui saringan untuk memisahkan polutan padat yang
berukuran besar, yang umumnya mencakup 1/3 dari beban polutan.
Kemudian air limbah tersebut dilewatkan pada kolam pengendapan untuk
mengendapkan pasir dan kerikil, dan selanjutnya dialirkan ke tangki
pengendapan besar dan diendapkan untuk beberapa saat, sehingga sisa
material padat yang lolos akan mengendap di dasar tangki atau terapung di
permukaan sebagai busa atau sampah. Air yang berada di kedua komponen
tersebut dikeluarkan dari tangki, dan diklorinasi untuk membunuh bakteri

32
yang ada, untuk selanjutnya dialirkan ke sungai. Sedangkan endapan yang
terjadi dikeluarkan dari tangki dan dikeringkan untuk dijadikan pupuk atau
bahan yang bermanfaat lainnya. Pengolahan limbah buangan industri pada
prinsipnya tidak berbeda dengan pengolahan limbah domestik, yaitu meliputi
penyaringan, penampungan, sedimentasi dengan atau tanpa netralisasi,
koagulasi dan pengolahan secara biologis.
2) Pemilihan Lokasi industri, jenis-jenis industri yang membuang air limbah
dalam jumlah yang besar, seperti industri baja, kertas dan sebagainya, akan
lebih baik bila ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu dimana biaya sosialnya
rendah.
3) Penggunaan kembali, pengolahan air limbah khususnya untuk industri lebih
baik dilakukan di lokasi industri itu sendiri, sehingga biaya pengolahan
limbah dapat dimasukan dalam biaya operasi/produksi, dan air limbah yang
telah diolah tersebut dapat dipergunakan kembali (recyling). Dengan cara ini
konservasi sumber daya air akan dapat berjalan dengan baik, dan kebutuhan
air yang semakin meningkat akan dapat dipenuhi.
4) Penempatan lokasi buangan yang tepat, pembuangan air limbah harus berada
pada suatu lokasi yang cukup tersedia air pengencernya, sehingga tidak
membahayakan air di badan air penerima. Lebih baik bila lokasi buangan
berada di bagian hilir suatu kota atau permukiman, sehingga kemungkinan
pencemaran terhadap pengambilan air baku untuk air minum tidak terjadi.
5) Pengendalian Limbah pertanian, pemakaian pupuk dan insektisida dalam
dosis dan waktu yang tepat, yang disertai dengan sistem drainase yang
memadai, sehingga sisa air buangan dari areal pertanian dapat mengalir
lancar, dan tidak terjadi genangan air dan pengendapan garam dalam tanah.
Selain cara preventif tersebut di atas, pengendalian pencemaran air dapat pula
dilakukan dengan cara kuratif. Kemampuan air untuk mengembalikan kualitas
dirinya sendiri tergantung dari besarnya cemaran yang dikandungnya. Tergantung
pada besar kecilnya cemaran yang timbul, serta karakteristik sungai, maka
pemurnian kembali air sungai yang besar dapat berlangsung dalam beberapa hari.

33
b. Cara Non-teknis

Cara ini dilakukan dengan membuat peraturan perundangan yang dapat


merencanakan, mengatur dan mengawasi berbagai kegiatan sedemikian rupa,
sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan sebagai akibat dari kegiatan
tersebut. Selain itu hal lain yang tidak kalah penting adalah pelaksanaannya, serta
menanamkan perilaku disiplin bagi semua pihak terkait dan masyarakat, dalam
mencegah terjadinya pencemaran air.

Semua pihak yang terkait dan masyarakat dituntut untuk berdisiplin, dan
bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan, dengan tidak membuang
sampah atau limbah sembarangan, yang dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan.

34

Anda mungkin juga menyukai