Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

FITRAH DAN POTENSI EDUKATIF MANUSIA


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu :
- Dr. H. Undang Burhanudin M.Ag.
- Muhammad Sofyan, M.Pd.

Disusun oleh : Kelompok III/PAI/IV/F


Salsabila 1182020221
Yusti Hayuningtias 1182020261
Yuanaidin Ali Lutfi 1182020257

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020

2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Fitrah dan Potensi Edukatif Manusia”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap


supaya makalah yang telah kami buat ini mampu memberikan
manfaat kepada setiap pembacanya.

Bandung, Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................i


Daftar Isi .....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. QS. Ar-Rum (30): 30 ......................................................................2
B. QS. Qaf (50): 37 ..............................................................................6
C. QS. Al-‘Ankabut (29): 43 ...............................................................9
D. QS. As-Syams (90): 7-10 ...............................................................11

BAB III PENUTUP


A. Simpulan .........................................................................................16

Daftar Pustaka

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandangan Islam secara global menyatakan bahwa fitrah merupakan
kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir. Penciptaan terhadap sesuatu ada
untuk pertama kalinya dan struktur alamiah manusia sejak awal kelahirannya telah
memiliki agama bawaan secara alamiah yakni agama Tauhid. Islam sebagai
agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga
menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya. Hal ini menjadikan
eksistensinya utuh dengan kepribadiannya yang sempurna.

Al-Quran yang merupakan sumber utama dalam Islam tidak jarang


berbicara mengenai fitrah, yang secara normatif syarat dengan nilai-nilai
transendental-ilahiyah dan insaniyah. Artinya, di satu sisi memusatkan perhatian
pada fitrah manusia dengan sumber daya manusianya, baik jasmaniyah maupun
ruhaniyah sebagai potensi yang siap dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya
melalui proses humanisering sehingga keberadaan manusia semakin bermakna.
Sementara di sisi lain, pengembangan kualitas sumber daya manusia tersebut
dilaksanakan selaras dengan prinsip-prinsip ketauhidan, baik Tauhid rububiyah
maupun Tauhid uluhiyah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja mufrodat dan terjemah dari QS. Ar-Rum (30): 30, QS. Qaf (50):
37, QS. Al-‘Ankabut (29): 43, dan QS. As-Syams (90): 7-10?
2. Apa asbabun nuzul dan munasabah dari QS. Ar-Rum (30): 30, QS. Qaf
(50): 37, QS. Al-‘Ankabut (29): 43, dan QS. As-Syams (90): 7-10?
3. Apa saja aspek tarbawi dari QS. Ar-Rum (30): 30, QS. Qaf (50): 37, QS.
Al-‘Ankabut (29): 43, dan QS. As-Syams (90): 7-10?

C. Tujuan
Untuk mengetahui redaksi ayat, mufrodat, terjemah, asbabun nuzul,
munasabah, dan aspek tarbawi dari QS. Ar-Rum (30): 30, QS. Qaf (50): 37, QS.
Al-‘Ankabut (29): 43, dan QS. As-Syams (90): 7-10.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fitrah dan Potensi Edukatif Manusia dalam Q.S.Ar-Rum (30): 30


1. Redaksi Ayat

َ ِ ‫ق اللّٰهِ ۗ ذٰل‬
‫ك‬ ْ َ ْ ‫س ع َلَيْهَ ۗا اَل تَبْدِي‬
ِ ‫ل لِخَل‬ َ ‫ي فَط َ َر النَّا‬
ْ ِ ‫ت اللّٰهِ الَّت‬ َ ‫حنِيْفً ۗا فِط ْ َر‬
َ ‫ن‬ َ َ‫جه‬
ِ ْ ‫ك لِلدِّي‬ ْ َ‫م و‬ْ ِ‫فَاَق‬
ُ َ ‫اس اَل يَعْل‬
‫موْ ۙ َن‬ َ َّ ِ ‫ن الْقَي ِّ ۙ ُم وَلٰك‬
ِ َّ ‫ن اكْث َ َر الن‬ ُ ْ ‫الدِّي‬
2. Terjemah
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S.Ar-Rum (30): 30)
3. Mufradat

Ayat Arti
‫فَأَقِ ْم‬ Maka tegakkan/hadapkanlah

َ‫َوجْ هَك‬ Wajahmu

‫ِّين‬
ِ ‫لِلد‬ Kepada agama

‫َحنِيفًا‬ Yang lurus


ْ ِ‫ف‬
َ‫ط َرت‬ Fitrah/Ciptaan

ِ ‫ٱهَّلل‬ Allah SWT


‫ٱلَّتِى‬ Yang

‫فَطَ َ`ر‬ Menciptakan

َ َّ‫ٱلن‬
‫اس‬ Manusia
‫َعلَ ْيهَا‬ Atasnya (menurut fitrah)
‫اَل‬ Tidak Ada
َ ‫تَ ْب ِد‬
‫يل‬ Perubahan

ِ ‫لِخَ ْل‬
‫ق‬ Bagi Ciptaan

ِ ‫ٱهَّلل‬ Allah SWT

َ‫ٰ َذلِك‬ Demikian itu


ُ‫ٱلدِّين‬ Agama
‫ْٱلقَيِّ ُم‬ Yang lurus

2
‫َو ٰلَ ِك َّن‬ Akan tetapi

‫أَ ْكثَ َر‬ Kebanyakan

ِ َّ‫ٱلن‬
‫اس‬ Manusia
‫اَل‬ Tidak
َ‫يَ ْعلَ ُمون‬ Mereka mengetahui

4. Asbabun Nuzul
Tidak ada

5. Munasabah Ayat
Sebelum Surat Ar-Rum ayat 30, Allah SWT menjelaskan tentang sikap
orang-orang dzalim yang selalu mengikuti hawa nafsunya, padahal mereka tidak
memiliki ilmu untuk menunjukkan jalan yang mereka tempuh. Dengan kondisi
semacam itu Allah SWT menyampaikan bahwa bersikap tanpa dilandasi dengan
ilmu akan mudah tersesat dan siapakah orang yang memberi petunjuk jika telah
disesatkan oleh Allah SWT.

Jika mereka telah meninggalkan (agama) fitrah dan tersesat, pada ayat
selanjutnya (Surat Ar-Rum ayat 31) Allah memerintahkan untuk bertaubat dan
bertaqwa kepada-Nya. Perintah bertaubat dengan mendirikan shalat, menunaikan
zakat, dimaksudkan agar mereka kembali kepada jalan yang lurus dan
terhindarkan masuk ke dalam golongan orang-orang yang menyekutukan Allah
SWT.1

6. Tafsir
a. Tafsir Jalalayn2
(Maka hadapkanlah) hai Muhammad (wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah) maksudnya cenderungkanlah dirimu kepada agama Allah, yaitu
dengan cara mengikhlaskan dirimu dan orang-orang yang mengikutimu di dalam
menjalankan agama-Nya (fitrah Allah) ciptaan-Nya (yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu) yakni agama-Nya. Makna yang dimaksud ialah,
tetaplah atas fitrah atau agama Allah. (Tidak ada perubahan pada fitrah Allah)
pada agama-Nya. Maksudnya janganlah kalian menggantinya, misalnya
menyekutukan-Nya. (Itulah agama yang lurus) agama tauhid itulah agama yang
lurus (tetapi kebanyakan manusia) yakni orang-orang kafir Mekah (tidak
mengetahui) ketauhidan atau keesaan Allah.

1
Susanti Rachman: “Penafsiran Surat Ar-Rum ayat 30 tentang Fitrah Keagamaan” (Surabaya: UIN
Sunan Ampel), hlm. 42.
2
Tafsirq. Tafsir Qur’an Surat Ar-Rum ayat 30. Tafsirq.com. https://tafsirq.com/id/30-ar-rum/ayat-
30 (diakses pada 20 Maret 2020)

3
b. Tafsir Quraish Shihab3
Dari itu, luruskanlah wajahmu dan menghadaplah kepada agama, jauh
dari kesesatan mereka. Tetaplah pada fitrah yang Allah telah ciptakan manusia
atas fitrah itu. Yaitu fitrah bahwa mereka dapat menerima tauhid dan tidak
mengingkarinya. Fitrah itu tidak akan berubah. Fitrah untuk menerima ajaran
tauhid itu adalah agama yang lurus. Tetapi orang-orang musyrik tidak mengetahui
hakikat hal itu.

c. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia4


َ ``َ‫( فَ``أَقِ ْم َوجْ ه‬Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
 ‫ك لِل``دِّي ِن َحنِيفًا‬
kepada agama Allah)
Yakni lurus dan istiqamah kepada agama itu, tanpa menengok sedikitpun
kepada agama-agama lain yang batil.

ْ ِ‫(( ف‬tetaplah atas) fitrah Allah yang telah


َ َّ‫ط` َرتَ ٱهَّلل ِ ٱلَّتِى فَطَ` َر ٱلن‬
 ‫اس َعلَ ْيهَا‬
menciptakan manusia menurut fitrah itu)
Allah menjadikan fitrah mereka di atas keislaman; kalaulah bukan karena
halangan yang menghalanginya sehingga mereka tetap dalam kekafirannya. Hal
ini selaras dengan hadits Abu Hurairah dalam kitab shahih Muslim, ia berkata,
Rasulullah bersabda: “Tidak ada anak yang dilahirkan melainkan ia terlahir
dalam keadaan fitrah, namun kedua orangtuanya menjadikannya Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.” Dan hadits dalam Musnad dari ‘Iyadh bahwa Rasulullah
berkhutbah pada suatu hari dengan mengatakan dalam khutbahnya,
menghikayatkan dari Allah: “Sungguh Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semua
di atas jalan yang lurus, namun setan-setan mendatangi mereka dan menyesatkan
mereka dari agama mereka, dan Aku haramkan atas mereka apa yang telah Aku
halalkan bagi mereka.”

ِ ‫ ( اَل تَ ْب ِدي َل لِ َخ ْل‬Tidak ada perubahan pada fitrah Allah)


 ِ ‫ق ٱهَّلل‬
Yakni janganlah kalian ubah ciptaan Allah dengan menyembah selain-
Nya, namun tetaplah kalian di atas fitrah keislaman dan tauhid.

َ ِ‫(( ٰ َذل‬Itulah) agama yang lurus)


 ‫ك ٱلدِّينُ ْٱلقَيِّ ُم‬
Yakni tetap di atas fitrah merupakan agama yang lurus.

7. Aspek Tarbawi
 Nilai Pendidikan Islam, dalam ayat ini menjelaskan bahwa fitrah itu
merupakan sesuatu yang murni dan berada dalam jiwa yang belum
kemasukan pengaruh lain. Dan dijelaskan bahwa agama Islam sebagai

3
Ibid.
4
TafsirWeb. Tafsir Qur’an Surat Ar-Rum ayat 30. tafsirweb.com. https://tafsirweb.com/7394-
quran-surat-ar-rum-ayat-30.html (diakses 20 Maret 2020)

4
cermin yang sejalan dan menjadi tuntunan bagi fitrah, tidak wajar
diganti, dirubah dan dibatalkan oleh manusia, karena ia melekat dalam
kepribadian setiap insan.
 Nilai Pendidikan, tentang pembinaan orang tua terhadap fitrah
beragama pada anak, yaitu Hakikat kewajiban orang tua sebagai
hamba Allah SWT yaitu membina, mempertahankan, dan menjaga
keutuhan fitrah beragama pada anak.
 Nilai Tauhid, perintah Allah SWT untuk mengarahkan perhatian
kepada agama yang disyariatkan-Nya yakni agama Islam serta perintah
supaya tetap mempertahankan fitrah Allah dan menjaga keutuhan
fitrah.
 Hubungan Fitrah Manusia dengan Pendidikan Islam5
 Potensi akal secara fitrah mendorong manusia memahami simbol-
simbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, memperbandingkan
maupun membuat kesimpulan dan akhirnya memilih maupun
memisahkan yang benar dan salah. Akal dapat mendorong manusia
berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan serta
peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta
merekayasa lingkungannya, menuju situasi kehidupan yang lebih
baik, aman dan nyaman.
 Konsep fitrah dalam hubungannya dengan pendidikan Islam
mengacu pada tujuan bersama yaitu dalam melakukan perubahan
tingkah laku, sikap dan kepribadian setelah seseorang mengalami
proses pendidikan. Dan yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana sifat dan tanda-tanda (indikator) orang yang beriman
dan bertaqwa.
 Secara ilmiah dengan adanya teori pendidikan Islam, maka secara
disiplin ilmu merupakan konsep pendidikan yang mengandung
berbagai teori yang dikembangkan dari hipotesa-hipotesa yang
bersumber dari Al-Qur’an ataupun Hadits, baik dari segi sistem,
proses, dan produk yang diharapkan mampu membudayakan umat
manusia agar bahagia dan sejahtera dalam hidupnya.
 Implikasi konsep fitrah secara pendekatan ilmiah memiliki
kekuatan mempengaruhi benda dan peristiwa. Sedangkan
pendidikan bila diberikan pengertian dari al-Qur’an maka kalangan
pemikir pendidikan Islam meletakkan pada tiga karakteristik di
antaranya rabb, ta’lim, dan ta’dib.

5
Kadir, Syamsudin. 2016. Artikel. Fitrah Manusia Menurut Surat Ar-Rum Ayat 30.
http://kumpulanidependidikan.blogspot.com/2016/12/fitrah-manusia-menurut-surat-ar-rum.html
(diakses pada 20 Maret 2020)

5
B.Fitrah dan Potensi Edukatif Manusia dalam QS. Qaf (50) : 37
1.
Redaksi Ayat
ٌ‫هيْد‬ َ ‫و‬
ِ ‫ش‬ َ ‫ه‬
ُ ‫و‬
َ ‫ع‬
َ ‫م‬
ْ ‫الس‬
َّ َ ْ ‫و اَل‬
‫قى‬ ْ َ‫ب ا‬
ٌ ْ ‫قل‬ ٗ َ ‫ان ل‬
َ ‫ه‬ َ َ‫ن ك‬
ْ ‫م‬ ِ َ‫ك ل‬
َ ِ ‫ذك ْ ٰرى ل‬ َ ِ ‫ي ذٰل‬
ْ ‫ف‬
ِ ‫ن‬
َّ ِ ‫ا‬
2. Terjemah
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar benar terdapat peringatan
bagi orang orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf (50) : 37).

3. Mufrodat

Pendengaran ‫س ْم َع‬
َّ ‫ال‬ Benar benar peringatan ‫لَ ِذ ْك َر ٰى‬

Menyaksikan ‫ش ِهيد‬
َ Hati ٌ ‫قَ ْل‬
‫ب‬

dia menggunakan ‫أَ ْلقَى‬

4. Asbabun Nuzul
Tidak ada

5.Munasabah Ayat
Ayat ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yang mana ayat ayat
sebelumnya menegaskan tentang kuasaNya membinasakan para pembangkang.
Ayat tersebut bagaikan menyatakan : Dan disebutkan (baca ayat ayat 31-35 dari
surah ini), berapa banyaknya yang Kami binasakan sebelum mereka kaum
musyrikin itu dari generasi yakni umat umat lalu yang telah Kami binasakan
yang mereka yakni generasi yang lalu itu lebih besar kekuatannya dari mereka
kaum musyrikin Mekkah itu. Sedemikian besar kekuatan mereka maka mereka
telah berhasil menggali yakni menjelajah melakukan penelitian dan pencarian
di beberapa negeri. Adakah mereka mendapat sedikit tempat lari untuk
berlindung dari kebinasaan? Sama sekali tidak! Sesungguhnya pada yang
demikian itu yakni keadaan serta siksa yang menimpa mereka benar benar
terdapat peringatan bagi orang orang yang mempunyai hati yang lapang untuk
mengetahui kebenaran atau orang yang menggunakan pendengaran untuk
mendengar petunjuk, sedang dia saat itu dalam sangat menyaksikan yakni hadir
dengan seluruh totalitas dirinya memperhatikan apa yang di dengar atau di
bacakan kepadanya.6

6
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Mishbah(Jakarta:Lentera Hati, 2002) hlm 312-313

6
6.
Tafsir
a) Tafsir Al Misbah
Ayat ini menegaskan dari ayat sebelumnya bahwa sesungguhnya di
dalam siksa yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu itu terdapat
peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati untuk mengetahui
kebenaran, atau mendengarkan petunjuk dengan memperhatikannya.

Kalimat (‫ب‬ٌ ‫هُ قَ ْل‬Q َ‫ )ل‬lahu qalb/mempunyai hati dipahami oleh al Biqa’i
demikian juga Thabatha’i dalam arti seseorang yang memiliki potensi
pengetahuan yang sempurna sehingga dia tidak membutuhkan kecuali
memperhatikan atau menggunakan apa yang dimilikinya dari potensi itu untuk
memahami apa yang diingatkan oleh ayat ayat Allah yang terbaca atau
terhampar. Sedang kalimat ( ‫ ْم َع‬QQQQ‫الس‬ َّ ‫ )أَ ْلقَى‬alqa’ as sam’/ menggunakan
pendengaran adalah orang yang tidak mencapai kesempurnaan potensi
sehingga memerlukan pengajar agar dapat memperoleh peringatan. Orang
seperti ini dapat berhasil dengan syarat ia syahid yakni hadir dengan seluruh
totalitasnya serta dengan menyingkirkan segala hambatan yang merintangi.
Seseorang yang tidak memiliki Qalb yakni tidak menggunakan potensi pikir
dan kalbu adalah seorang bodoh. Namun masih dapat tertolong jika dia mau
mendengar tuntunan. Jika keduanya dia abaikan, maka itulah penghuni neraka
sebagaimana pengakuan mereka yang direkam dalam QS. Al Mulk: 10, yang
artinya “Mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau berikir niscaya
tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala nyala.”

Kata (ٌ‫ش ِهيد‬


َ ) syahid yang biasa diartikan saksi, dipahami di sini dalam arti
hadir, sesuatu yang disaksikan adalah hadir di hadapan Anda. Karena itu pula
lawan kata dari kata ini adala gaib. Karena yang tidak hadir sama dengan
sesuatu yang gaib dari pandangan Anda dan tentu saja sesuatu yang gaib tidak
harus berarti tidak berwujud.7

b) Tafsir Ibnu Katsir


‫إِنَّ فِي ٰ َذلِ َك لَ ِذ ْك َر ٰى‬
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar benar terdapat
peringatan. Maksudnya pelajaran
‫ب‬ٌ ‫لِ َمنْ َكانَ لَهُ قَ ْل‬
Bagi orang orang yang mempunyai hati.yaitu hati yang hidup dan
menyadarinya.
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah akal.

‫ش ِهي ٌد‬ َّ ‫أَ ْو أَ ْلقَى ال‬


َ ‫س ْم َع َو ُه َو‬
7
Ibid.,

7
Atau yang menggunakan pendengarannya, sedangkan dia
menyaksikan.
Yakni mendengar kalam dan menghafalnya, memikirkannya serta
memahaminya dengan hatinya. Mujahid bilang sehubungan dengan makna
firman Allah swt. atau yang menggunakan pendengarannya. Artinya, tidak
berbicara kepada dirinya sendiri dlam hati saat mendengarkannya.

Ad dahhak mengatakan bahwa orang orang Arab mengatakan terhadap


yang menggunakan pendengarannya, bahwa dia mendengarkan dengan kedua
telinganyadan hatinya hadir, tidak alpa dari apa yang di dengarkannya itu. Hal
yang sama telah dikatakan oleh As sauri dan lain lainnya yang bukan hanya
seorang.

7. Aspek Tarbawi
Seseorang yang mengambil faedah dari ayat ayat Allah atau tanda tanda
kebesaran Allah yang diperlihatkan oleh Allah swt. dengan 3 syarat
diantaranya:
1. Hati yang hidup
Hati yang hidup, yang cerdas, yang suci dan bersih hati seperti ini dapat
dengan segera mengambil pelajaran dan segera pula mengingat kepada Allah
swt. mengambil pelajaran sebagaimana contoh yang disebutkan oleh orang
orang yang memiliki hati tapi tidak sekedar memiliki hati, namun hatinya harus
hidup, bersih, adapun hati yang kotor dia tidak bisa mengambil pelajaran serta
manfaat dari tanda tanda kebesaran Allah swt.
2. Menghadirkan hati
Ada orang yang hatinya hidup karena ia lalai maka ia tidak mengambil
faedah dan manfaat dari apa yang ia dengar, sebagai contoh orang yang hadir di
majelis ilmu menunjukkan hati mereka hidup akan tetapi ketika ia sibuk dengan
hal yang lain boleh jadi ia tidak mendapatkan faedah dan manfaat dari apa yang
disampaikan. Jadi yang dapat mengambil pelajaran ayat ayat Allah swt. adalah
yang memiliki hati yang ia hadirkan kemudian hatinya bersih tidak seperti
dengan hati orang orang kafir.
3. Ia mendengarkan dengan seksama
Tidak sekedar hanya menghadirkan hati dengan hati yang bersih saja,
akan tetapi dikatakan bahwasannya orang yang mengambil manfaat ketika Al
Qur’an dibacakan adalah orang orang yang mendengarnya dengan baik dan
tidak hanya itu, ia juga harus menyimaknya dengan sangat teliti. Terkadang
orang mendengarkan murrotal Al Qur’an atau ceramah namun dia juga
disibukkan dengan beberapa kegiatan lain, tentu ia tidak maksimal dalam
mengambil faedah dari apa yang ia dengarkan. Mengapa demikian, karena tentu
konsentrasinya pecah padahal yang lainnya.

8
C. Fitrah dan Potensi Edukatif Manusia dalam QS. Al Ankabut (29) :
43
1. Redaksi Ayat

٤٣ ‫ن‬ ُ ِ ‫ما يَعْقِلُهَٓا اِاَّل الْعٰل‬


َ ْ ‫مو‬ ِ ۚ ‫ضرِبُهَا لِلنَّا‬
َ َ‫س و‬ ْ َ ‫ك ااْل‬
ُ ‫مثَا‬
ْ َ‫ل ن‬ َ ْ ‫وَتِل‬

2. Terjemah Ayat

“Dan perumpamaan perumpamaan ini kami buat untuk manusia; dan tiada
yang memahaminya kecuali orang orang yang berilmu.” (QS. Al Ankabut
[29] : 43).

3. Mufradat

Dapat ‫يَ ْعقِلُ َها‬ Perumpamaan ‫اأْل َ ْمثَا ُل‬


memahaminy perumpamaan
a

Orang orang َ‫ا ْل َعالِ ُمون‬ Kami ْ َ‫ن‬


‫ض ِربُ َها‬
yang berilmu membuatnya

Untuk ِ ‫لِلنَّا‬
‫س‬
manusia

4. Asbabun Nuzul
Tidak ada

5. Munasabah
Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya yakni 41-42. Ayat yang lalu
mempersamakan berhala hala yang disembahkaum musyrikin dengan sarang
laba laba, ayat tersebut menegaskan, bahwa jangan heran atau keberatan dengan
perumpamaan ini. Karena memang demikianlah hakikat sembahan sembahan
kaum musyrikin. Berhala berhala itu hanya diberi nama tuhan atau pelindung
oleh penyembah penyembahnya, tetapi tanpa substansi ketuhanan. Ayat
tersebut menyatakan: Sesungguhnya Allah senantiasa mengetahui hakikat dan
substansi apa saja yang mereka seru selain Allah baik berhala, benda langit
atau makhluk hidup sebagainya. Semua amat lemah, lagi tidak mengenal
mereka, bahkan berhala berhala itu adalah benda benda mati yang tidak
mengenal dirinya sendiri, maka bagaimana mereka dapat memberi
perlindungan. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui dan Dia Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan itulah perumpamaan perumpamaan, Kami

9
buatkan yakni paparkan untuk manusia; dan tiada yang maemahaminya secara
baik dan sempurna kecuali orang orang alim, yakni yang dalam keilmuannya.8

6. Tafsir
1. Tafsir Al Misbah
Thabathaba’i cenderung memahami ayat ini dalam arti: Allah mengetahu
apa yang mereka sembah selain Allah, bukannya tidak tahu. Ini adalah
perumpamaan yang benar dan tepat, tidak seperti dugaan kaum musyrikin. Ulama
ini mengukuhkan pendapat tersebut dengan penutup ayat di atas yang menyatakan
bahwa Allah awt. Maha Perkasa, tidak ada yang dapat mengalahkanNya, tidak
juga satu pun sekutu bagiNya dalam mengatur dan mengendalikan kerajaanNya,
sebagaimana tidak ada sekutu bagiNya dalam penciptaan dan Dia Maha Bijaksana
melakukanyang paling baik dan yang paling tepat dalam perbuatan dan
pengaturanNya, dan dengan demikian Dia tidak perlu menyerahkan pengaturan
segala ciptaanNya kepada siapapun.

FirmanNya yang beerbicara tentang amtsal al qur’an sebagai: Tiada ada


yang memahaminya kecuali orang orang alim mengisyaratkan bahwa
perumpamaan perumpamaan dalam Al Qur’an mempunyai makna makna yang
dalam, bukan terbatas pada pengertian kata katanya. Masing masing orang sesuai
kemampuan ilmiahnya dapat menimbadari matsal itu pemahaman yang boleh jadi
berbeda, bahkan lebih dalam dari oranglain. Ini juga berarti bahwa perumpamaan
yang dipaparkan di sini bukan sekedar perumpamaan yang bertujuan sebagai
hiasan kata kata, tetapi ia mengandung makna serta pembuktian yang sangat jelas.
Bukti itu terurai lebih jauh pada ayat berikutnya.9

2. Tafsir Ibnu Katsir


Dan beginilah perumpamaan perumpamaan Kami perbuatkan untuk
manusia. (pangkal ayat 43). Maka banyaklah Allah membuat perumpamaan,
sudah mendekatkan pemahamannya kepada pikiran manusia. Ada Tuhan
mengambil perumpamaan dengan bau’udhatan (nyamuk). Pernah Tuhan
mengambil perumpamaan dengan dzubab ( lalat). Berkali kali menyebutkan
zarrah (atom), zat yang paling kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Pernah
mengambil perumpamaan dengan keledai membawa beban misal yang lain lain.
Tetapi ada tersebut bahwa orang orang musyrikin di Makkah, yang menentang
semata mata hendak menantang, masih saja mencari cari yang akan ditantangnya
dalam perumpamaan perumpamaan seperti ini.

Perumpamaan seperti demikian masih mereka cemuhkan. Mereka


katakan : “Tuhannya si Muhammad itu menurunkan apa yang disebut wahyu,
8
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Mishbah(Jakarta:Lentera Hati, 2002) hlm.501-502
9
Ibid.,

10
tetapi yang dibicarakan hanya dari laba laba dan lalat.” Oleh karena itu maka
ujung ayat ini ditutup dengan : Dan tidaklah dapat memahaminya melainkan
orang orang yang berpengetahuan. Allah swt membuat perumpamaan seperti laba
laba atau jaring lawah. Tegasnya, orang yang perasaannya kasar karena ilmunya
memang tidak ada, perumpamaan itu tidaklah akan dapat dipahaminya.
Sebaliknya orang yang memiliki ilmu akan merasa takjub melihat bagaimana
Allah memberikan naluri kepada segala yang diberi Allah hak hidup.

Mereka akan berfikir, meskipun Allah swt. telah mengatakan bahwa


sarang laba laba itu buat berusaha mencari makan ajaib sekali. Dia diberi
kesanggupan membuat jaring itu merangkap jadi tempat tinggalnya. Maka kalau
ada binatang kecil, berbagai serangga terbang melewati jaring itu dia benar benar
terjaring, tidk dapat membebaskan diri lagi. Pada saat binatang itu terjaring, laba
laba dengan pelan pelan akan mendekatinya lalu memakannya.10

7. Aspek Tarbawi
1. Manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu
Kewajiban ini bukanlah tanpa alasan, manusia terlebih khususnya yang
bagi yang beragama islam mestilah menuntut ilmu guna mengetahui
isyarat/perumpamaan ayat Al Qur’an lebih dalam. Ilmu pengetahuan adalah kunci
menuju keselamatan dan kebahagiaan akhirat selama lamanya.
2. Manusia berbeda dengan makhluk lain
Pengangkatan manusia sebagai khalifah, serta dibedakannya manusia dari
makhluk lain dikarenakan ilmu yang dimiliknya. Dengan ilmu manusia akan
terlihat derajat kemuliaannya serta dimudahkan jalannya menuju surga.
3. Manusia tidak dapat dipisahkan dari kemampuan mengembangkan
ilmu.
Karena pada dasarnya seseorang memiliki tingkat kecerdasan yang
berbeda beda. Kecerdasan atau intelegensi dapat dipandang sebagai kemampuan
memahami dunia, berpikir rasional dan menggunakan sumber sumber secara
efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan. Dengan masing masing
kecerdasannya manusia akan terus menerus mengembangkan ilmu pengetahuan.

D. Fitrah dan Potensi Edukatif Manusi dalam QS. As-Syams (91) : 7-10
1. Redaksi Ayat

١٠ ‫خَاب َمن َد َّس ٰىهَا‬


َ ‫ َوقَ ۡد‬٩ ‫ قَ ۡد أَ ۡفلَ َح َمن زَ َّك ٰىهَا‬٨ ‫ فَأ َ ۡلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوت َۡق َو ٰىهَا‬٧ ‫س َو َما َس َّو ٰىهَا‬ ۡ
ٖ ‫َونَف‬
2.
Terjemah
“7.dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8.maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Tafsir Ibnu Katsir. (Jakarta:Pustaka Imam Asy
10

Syafi’i,1999) hlm. 188-189

11
9.sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10.dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. As-Syams (91) : 7-
10)11

3. Mufrodat
ٖ ‫وَن َ ۡف‬
‫س‬ ‫ما‬
َ َ‫و‬ ‫سوَّىٰهَا‬
َ
dan dan apa penyempurnaany
manusia/jiwa a
‫نفس‬ ‫سوي‬
َ
َ َ‫فَأ ۡله‬
‫مهَا‬ ‫ورهَا‬
َ ‫ج‬ُ ُ‫ف‬ ‫وَت َ ۡقوَىٰهَا‬
maka Dia kedurhakaanya dan
mengilhamkan ketaqwaannya
padanya
‫لهم‬ ‫فجر‬ ‫وقي‬
َ
‫قَ ۡد‬ َ َ ‫أ ۡفل‬
‫ح‬ ‫من‬َ ‫َزكَّىٰهَا‬
sesungguhnya beruntung siapa/orang mensucikannya
‫فلح‬ ‫زكو‬
‫وَقَ ۡد‬ ‫َاب‬
َ ‫خ‬ ‫من‬
َ ‫سىٰهَا‬
َّ َ ‫د‬
dan celaka/rugi orang mengotorinya
sesungguhnya
‫خيب‬ ‫دسو‬

4. Asbabun Nuzul
Tidak ada

5. Munasabah Ayat
Hubungan surat ini dengan surat sebelumnya dapat ditinjau dari berbagai
segi :
1. Allah SWT. mengakhiri surat yang lalu dengan menjelaskan tentang
Ashabul-Maimanah (golongan kanan) dan Ashabul-Masy’amah
(golongan Kiri).
2. Pada akhir surat yang lalu Allah menjelaskan keadaan orang-orang kafir
diakhirat. Pada surat ini Allah menjelaskan keadaan mereka di dunia.

Surah Asy-Syams terdiri dari 15 ayat. Kata Asy-Syams, yang berarti


"Matahari", diambil dari ayat pertama. Ayat-ayat surah Asy-Syams disepakati
turun sebelum Nabi berhijrah ke Madinah. Namanya yang dikenal dalam Mushaf
surah asy-Syams. Imam Bukhari dalam kitab shahih-nya menamainya surah wa
Asy-Syams wa Dhuhaha, sesuai bunyi ayat pertamanya. Nama ini lebih baik dari
pada sekedar menyebut surah Asy-Syams karena ada surah lain yang juga
menyebut kata Asy-syams pada awalnya, yaitu surah at-Takwir. Tidak ada nama
untuknya kecuali yang disebut ini.

11
Qur’an Kemenag in word

12
Tujuan utama surah ini adalah anjuran untuk melakukan aneka kebajikan
dan menghindari keburukan-keburukan. Itu ditekankan dengan aneka sumpah
yang menyebut sekian macam hal agar manusia memerhatikannya guna mencapai
tujuan tersebut sebab, kalau tidak, mereka terancam mengalami bencana
sebagaimana yang dialami oleh generasi terdahulu.

6. Tafsir Tarbawi
a) Tafsir Ibn Katsir
Firman Allah SWT:
"Demi jiwa serta penyempurnaannya." (QS. Asy-Syam [91]: 7)
Rasulullah SAW. mengatakan; "Setiap anak dilahirkan di atas fitrah,
kemudian kedua orangtua-nya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
Majusi." (HR. Bukhari & Muslim)
Kemudian pada jiwa yg fitrah itu,
"Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya." (QS. Asy-Syam [91]: 8)
Ibnu Abbas menerangkan; "Maksudnya Allah menjelaskan pada jiwa itu
tentang kebaikan dan kejahatan."
Maka jelaslah mana yg baik dan mana yg buruk.
"Sesungguhnya beruntunglah orang yg menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yg mengotorinya." (QS. Asy-Syam
[91]: 9-10)
Beruntung jiwa yg mengikuti kebaikan yg telah dijelaskan kepadanya dgn
ketaatan kepada Allah, merugilah jiwa yg mengikuti keburukan yg telah
dijelaskan kepadanya bahwa hal itu buruk.
Rasulullah SAW. ketika membaca ayat ini, beliau berdoa yang artinya:
"Ya Allah, limpahkanlah ketaatan kepada jiwaku ini. Engkaulah
pemiliknya dan Pelindungnya, dan Engkaulah sebaik-baiknya Dzat yg
menyucikan." (HR. At-Thabrani)

b) Tafsir Al-Mishbah
Dalam tafsir Al-Misbah dikatakan bahwa Allah swt bersumpah demi jiwa
manusia serta penyempurnaan ciptaanya sehingga mampu menampung yang baik
dan yang buruk. Kemudian Allah mengilhaminya yakni memberi potensi dan
kemampuan bagi jiwa itu untuk menelusuri jalan ketakwaan dan jalan keburukan.

Ilham dan intuisi memang datang secara tiba-tiba tanpa disertai analisis
sebelumnya bahkan kadang-kadang tidak terpikirkan sebelumnya. Kedatangannya
bagaikan kilat dalam sinar kecepatannya, sehingga manusia tidak mampu untuk
menolaknya. Potensi ini terdapat pada setiap insan walaupun peringkat atau
kekuatannya berbeda antara seseorang dengan yang lainnya. Kata ilham dapat
juga dipahami sebagai pengetahuan yang diperoleh seseorang dalam dirinya tanpa
diketahui secara pasti dari mana sumbernya. Ia serupa dengan rasa lapar, ilham

13
berbeda dengan wahyu, walaupun wahyu termasuk pengetahuan yang diperoleh,
ia diyakini bersumber dari Allah.

Thabathaba’I menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mengilhami jiwa


adalah penyampaian Allah kepada manusia tentang sifat perbuatan apakah dia
termasuk kedalam takwa atau durhaka. Ayat ini berhubungan juga dengan ayat
yang lain seperti pada QS. Al-Balad (90):10 yang artinya dan kami telah
menunjukan kepadanya dua jalan. Dengan demikian bahwa potensi-potensi
terdapat dalam diri manusia, kehadiran rasul dan petunjuk serta faktor eksteren
lainnya hanya berfungsi sebagai pembangkit potensi itu, mau berbuat baik dan
buruk itu kehendak manusia itu sendiri.

“Sungguh telah beruntunglah siapa yang mensucikannya


dan sungguh merugilah siapa yang mengotorinya.” Didalam ayat
selanjutnya Allah menjelaskan sungguh telah beruntunglah merih
segala apa yang diharapkannya siapa yang mensucikan dan
mengembangkannya dengan mengikiuti tuntunan Allah dan
Rassulnya serta mengendalikan nafsunya dan sungguh
merugilah siapa yang memendamnya, yakni menyembunyikan
kesucian jiwanya dengan mengikuti rayuan nafsu dan godaan
setan atau menghalangi jiwa itu untuk mencapai kesempurnaan
dan kesucian dengan melakukan kedurhakaan serta
mengotorinya. 12

c) Tafsir Al-Maraghi
Aku bersumpah memakai nama jiwa dan zat yang menciptakannya, serta
membekalinya dengan kekuatan ruhani dan jasmani. Sehinngga kedua kekuatan
tersebut berfungsi pada pekerjaanya masing-masing, kemudian jasad hanya
tinggal menuruti kemauan jiwa tersebut dengan anggota tubuh sebagai
pelaksaannya.

Kemudian allah memberikan isnpirasi ( ilham ) kepada setiap jiwa


manusia tentang kefasikan dan ketakwaan serta memperkenalkan keduanya,
sehingga ia mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana
petunjuk dan mana kesesatan. Semua itu bisa diketahui dan dipahami mealalui
mata hati ( ilmu). Setelah mengilhami jiwa manusia dengan pengetahuan tentang
kebaikan dan keburukan, selanjutnya allah menjelaskan balasan yang akan
diterima keduanya melalui firmanya:, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mau mensucikan jiwanya dan meningkatkannya menuju kesempurnaan akal dan

12
M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta. Lentera Hati, hlm 156

14
perbuatan, sehingga membuahkan hasil yang baik bagi dirinya dan orang lain
yang ada disekelilingnya.”

Sungguh merugi orang yang telah mengotori jiwanya dan mencampakan


dirinya ke dalam kehancuran melalui pengarangan hak-haknya dengan melakukan
berbagai kemaksiatan, menjauhi amal kebajikan serta menjauhkan diri dari allah,
sesungguhnya orang yang mengambil jalan kefasikan dan menuruti bisikan hawa
nafsu syahwatnya, tingkah lakunya tidak berbeda dengan hewan, dengan demikian
dia telah melenyapkan kekuatan akal sehatnya, yang pada fitrahnya manusia
menjadi mahkluk paling utama dan kini ia masuk kedalam golongan binatang.

7. Aspek Tarbawi
Dalam ayat ini Allah menganugrahi (mengilhami) manusia dengan
pengetahuan yang mendasar tentang hal-hal yang bersifat aksiomatik, bermula
dari dorongan naluriah kepada hal-hal yang bermanfaat, seperti keinginan bayi
untuk menyusu, manusia lapar dia makan dan lain-lain hingga mencapai tahap
awal dari kemampuan meraih pengetahuan yang bersifat akliah. Allah juga
menganugrahi manusia potensi untuk mengetahui hal-hal yang mendasar
menyangkut kebaikan dan keburukan.

Daya-daya atau potensi manusia sangatlah banyak dan dapat terus menerus
dikembangkan, kita sebagai manusia harus mengembangkan potensi itu karna
Allah menjanjikan bagi orang yang berpengetahuan akan dinaikan derajat setinggi
tingginya, oleh karena itu mereka lah yang mengembangkan potensinya kearah
kebaikan yang akan memproleh kebahagian didunia maupun di akhirat.

Dengan diberikannya ilmu untuk mengetahui mana yang baik dan mana
yang buruk maka jika seorang pelajar yang akan berbahagia yakni dia yang
mempergunakan ilham atau ilmu itu kejalan yang baik, dan dia akan memperoleh
kenikmatan dalam kehidupan. Akan tetapi jika seorang pelajar itu
mempergunakan ilham atau ilmu itu kedalam yang kotor atau buruk, maka
balasannya hidup tidak akan tentram dan mungkin di ahkirat akan mendapat
balasan yang pedih.
BAB III
PENUTUP

15
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim
Kadir, Syamsudin. 2016. Artikel. Fitrah Manusia Menurut Surat Ar-Rum Ayat 30.
http://kumpulanidependidikan.blogspot.com/2016/12/fitrah-manusia-
menurut-surat-ar-rum.html (diakses pada 20 Maret 2020)

16
Rachman, Susanti. 2016. Penafsiran Surat Ar-Rum ayat 30 tentang Fitrah
Keagamaan. Skripsi. Pendidikan Agama Islam. Universitas Sunan Ampel
Surabaya.
Tafsirq. Tafsir Qur’an Surat Ar-Rum ayat 30. Tafsirq.com.
https://tafsirq.com/id/30-ar-rum/ayat-30 (diakses pada 20 Maret 2020)
Tafsir Web. Tafsir Qur’an Surat Ar-Rum ayat 30. tafsirweb.com.
https://tafsirweb.com/7394-quran-surat-ar-rum-ayat-30.html (diakses pada
20 Maret 2020).
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Tafsir Ibnu Katsir. (Jakarta:Pustaka Imam Asy Syafi’
i,1999)
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Mishbah(Jakarta:Lentera Hati, 2002)
http://mim.or.id/tafsir-surah-qaf-ayat-37-peringatan-bagi-orang-yang-berakal/
http://yaumulmarkhamah17.blogspot.com/2016/09/vbehaviorurldefaultvmlo.ht
ml?m=1
https://ahairudin10.blogspot.com/2018/10/kelebihan-orang-berilmu-qs-al-
ankabut.html?m=1
https://m.republika.co.id/berita/pn3zge458/bagaimana-fitrah-manusia-
menurut-alquran-2habis
Qur’an Kemenag in word
Burhanudin Undang & Anwar Cecep. 2014. Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan. Bandung.
Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh. 2008.
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Pustaka Imam Asy-Syai’i
Ahmad Musthafa Al-Mraghi. 1993. Tafsir Al-Maraghi. Semarang. CV. Toha
Putra Semarang
M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta. Lentera Hati

17

Anda mungkin juga menyukai