Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi
kehidupan manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab
munculnya perkara ini. Selain itu juga adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman
(hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.
Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia juga
mengatur mengenai perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam
pada dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan.
Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk
dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini sedikit demi sedikit mulai menyisihka,
menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena
itulah, perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar nantinya
bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
Maka dari itu dijelaskan tentang hutang piutang dalam alquran dalam surat al
baqarah ayat 188, 280, 282, 283 dan surah al hadid ayat ke 11
B.     Rumusan masalah
Apa definisi hutang piutang ?
Bagaimana hutang putang dalam Al-Qur’an ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hutang Piutang
Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan
istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti
memotong. Diartikan demikian karena orang yang memberikan utang memotong sebagian
dari hartanya untuk diberikan kepada yang menerima utang.
Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan
harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya
dan akan dikembalikan berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati.
Meberikan utang merupakan kebajikan yang membawa kemudahan kepada muslim
yang mengalami kesulitan dan membantunya dalam memenuhi kebutuhan.
Masalah hutang piutang dalam islam diatur dalam Al-Quran di beberapa ayat,
seperti di bawah ini:
1.      Q.S Al baqarah : 188
١٨٨ َ‫اس بِٱإۡل ِ ۡث ِم َوأَنتُمۡ ت َۡعلَ ُمون‬ ْ ُ‫وا بِهَٓا إِلَى ۡٱل ُح َّك ِام لِت َۡأ ُكل‬
ِ َّ‫وا فَ ِر ٗيقا ِّم ۡن أَمۡ ٰ َو ِل ٱلن‬ 0ْ ُ‫ بَ ۡينَ ُكم بِ ۡٱل ٰبَ ِط ِل َوتُ ۡدل‬0‫َواَل ت َۡأ ُكلُ ٓو ْا أَمۡ ٰ َولَ ُكم‬
188. Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
(Dan janganlah kamu memakan harta sesama kamu), artinya janganlah sebagian
kamu memakan harta sebagian yang lain (dengan jalan yang batil), maksudnya jalan yang
haram menurut syariat, misalnya dengan mencuri, mengintimidasi dan lain-lain (Dan)
janganlah (kamu bawa) atau ajukan (ia) artinya urusan harta ini ke pengadilan dengan
menyertakan uang suap (kepada hakim-hakim, agar kamu dapat memakan) dengan jalan
tuntutan di pengadilan itu (sebagian) atau sejumlah (harta manusia) yang bercampur
(dengan dosa, padahal kamu mengetahui) bahwa kamu berbuat kekeliruan.
2.      Q.S Al baqarah : 280
٢٨٠ َ‫ر لَّ ُكمۡ إِن ُكنتُمۡ ت َۡعلَ ُمون‬ٞ ‫خَي‬
ۡ ‫وا‬ َ َ‫َوإِن َكانَ ُذو ع ُۡس َر ٖة فَن َِظ َرةٌ إِلَ ٰى َم ۡي َس َر ٖ ۚة َوأَن ت‬
ْ ُ‫ص َّدق‬
280. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.
Kalau ada yang kesulitan membayar, berilah ia tenggang waktu ketika tiba masa
pelunasan sampai betul-betul mampu. Sedekah kalian kepadanya dengan membebaskan
semua utang atau sebagiannya sungguh baik sekali. Itu jika kalian tahu dan mengerti
pesan-pesan moral dan kemanusiaan yang diajarkan Allah.
(Dan jika dia), yakni orang yang berutang itu (dalam kesulitan, maka hendaklah
diberi tangguh) maksudnya hendaklah kamu undurkan pembayarannya (sampai dia
berkelapangan) dibaca 'maisarah' atau 'maisurah'. (Dan jika kamu menyedekahkannya),
dibaca dengan tasydid, yakni setelah mengidgamkan ta pada asalnya pada shad menjadi
'tashshaddaqu', juga tanpa tasydid hingga dibaca 'tashaddaqu', yakni telah dibuang ta,
sedangkan artinya ialah mengeluarkan sedekah kepada orang yang sedang dalam
kesusahan itu dengan jalan membebaskannya dari utang, baik sebagian maupun
keseluruhan (itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui) bahwa demikian itu baik, maka
kerjakanlah! Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang memberi tangguh orang
yang dalam kesusahan atau membebaskannya dari utang, maka Allah akan melindunginya
dalam naungan-Nya, di hari saat tak ada naungan selain naungan-Nya." (H.R. Muslim).
3.      Q.S Al baqarah : 282
‫ب‬َ ُ‫اتِبٌ أَن يَ ۡكت‬00‫ب َك‬ َ ‫أ‬0ۡ 0َ‫د ۚ ِل َواَل ي‬0ۡ 0‫ بِد َۡي ٍن إِلَ ٰ ٓى أَ َج ٖل ُّم َس ٗ ّمى فَ ۡٱكتُبُو ۚهُ َو ۡليَ ۡكتُب ب َّۡينَ ُكمۡ َكاتِ ۢبُ بِ ۡٱل َع‬0‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِ َذا تَدَايَنتُم‬
‫ق َسفِيهًا‬ ُّ ‫س ِم ۡنهُ َش ٗۡ‍ٔي ۚا فَإِن َكانَ ٱلَّ ِذي َعلَ ۡي ِه ۡٱل َح‬ ۡ َ‫ق ٱهَّلل َ َربَّهۥُ َواَل يَ ۡبخ‬ ۡ ُّ ‫َك َما عَلَّ َمهُ ٱهَّلل ۚ ُ فَ ۡليَ ۡكتُ ۡب َو ۡليُمۡ لِ ِل ٱلَّ ِذي َعلَ ۡي ِه ۡٱل َح‬
ِ َّ‫ق َوليَت‬
‫ َر ُجلَ ۡي ِن‬0‫ا‬0َ‫إِن لَّمۡ يَ ُكون‬0َ‫ف‬ ۖۡ‫الِ ُكم‬00‫ِّج‬
َ ‫ ِهيد َۡي ِن ِمن ر‬0‫ُوا َش‬ ْ ‫ ِهد‬0‫ٱست َۡش‬ ۡ ‫د ۚ ِل َو‬0ۡ 0‫ض ِعيفًا أَ ۡو اَل يَ ۡستَ ِطي ُع أَن يُ ِم َّل ه َُو فَ ۡليُمۡ لِ ۡل َولِيُّ ۥهُ بِ ۡٱل َع‬ َ ‫أَ ۡو‬
ُّ ‫ب‬
‫ا‬00‫هَدَٓا ُء إِ َذا َم‬0‫ٱلش‬ َ ‫أ‬0ۡ 0َ‫ي‬ ‫خ َر ٰۚى َواَل‬ 0ۡ ُ ‫ر إِ ۡحد َٰىهُ َما ٱأۡل‬0َ ‫َض َّل إِ ۡحد َٰىهُ َما فَتُ َذ ِّك‬ ِ ‫ض ۡونَ ِمنَ ٱل ُّشهَدَٓا ِء أَن ت‬ َ ‫َان ِم َّمن ت َۡر‬ِ ‫ُل َوٱمۡ َرأَت‬ٞ ‫فَ َرج‬
‫ا إِٓاَّل أَن‬0ْ‫اب ُٓو‬00َ‫م لِل َّش ٰهَ َد ِة َوأَ ۡدن ٰ َٓى أَاَّل ت َۡرت‬0ُ ‫ص ِغيرًا أَ ۡو َكبِيرًا إِلَ ٰ ٓى أَ َجلِ ِۚۦه ٰ َذلِ ُكمۡ أَ ۡق َسطُ ِعن َد ٱهَّلل ِ َوأَ ۡق َو‬ َ ُ‫َس ُم ٓو ْا أَن ت َۡكتُبُوه‬ ْ ۚ ‫ُدع‬
‍ٔ0ََٔۡ ‫ُوا َواَل ت‬
‫ب َواَل‬ٞ ِ‫ات‬00‫ٓا َّر َك‬0‫ُض‬ َ ‫ايَ ۡعتُمۡۚ َواَل ي‬00َ‫ا إِ َذا تَب‬0ْ‫ ِهد ُٓو‬0‫ا َوأَ ۡش‬0ۗ 0َ‫ا ٌح أَاَّل ت َۡكتُبُوه‬00َ‫س َعلَ ۡي ُكمۡ ُجن‬ َ ‫ ِديرُونَهَا بَ ۡينَ ُكمۡ فَلَ ۡي‬0ُ‫ض َر ٗة ت‬ ِ ‫تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرةً َحا‬
٢٨٢ ‫يم‬ٞ ِ‫م ٱهَّلل ۗ ُ َوٱهَّلل ُ بِ ُك ِّل َش ۡي ٍء َعل‬0ُ ‫وا ٱهَّلل ۖ َ َويُ َعلِّ ُم ُك‬ ْ ُ‫ق بِ ُكمۡۗ َوٱتَّق‬ ُ ۢ ‫وا فَإِنَّهۥُ فُسُو‬
ْ ُ‫ۚيد َوإِن ت َۡف َعل‬ٞ ‫َش ِه‬
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang
yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika
yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada
dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian
dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu),
kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka
tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan
(yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
4.      Q.S Al baqarah : 283
ۡ ۡ ٗ ‫ ُكم بَ ۡع‬0‫ض‬
ِ َّ‫ؤَ ِّد ٱلَّ ِذي ۡٱؤتُ ِمنَ أَ ٰ َمنَتَ ۥهُ َوليَت‬0ُ‫ا فَلي‬0‫ض‬
‫ق‬ ُ ‫إِ ۡن أَ ِمنَ بَ ۡع‬0َ‫ۖة ف‬ٞ ‫ض‬ َ ‫ن َّم ۡقبُو‬ٞ َ‫ُوا َكاتِبٗ ا فَ ِر ٰه‬ ْ ‫۞ َوإِن ُكنتُمۡ َعلَ ٰى َسفَ ٖر َولَمۡ تَ ِجد‬
٢٨٣ ‫يم‬ٞ ِ‫م قَ ۡلبُ ۗۥهُ َوٱهَّلل ُ بِ َما ت َۡع َملُونَ َعل‬ٞ ِ‫وا ٱل َّش ٰهَ َد ۚةَ َو َمن يَ ۡكتُمۡ هَا فَإِنَّ ٓۥهُ َءاث‬
ْ ‫ٱهَّلل َ َربَّ ۗۥهُ َواَل ت َۡكتُ ُم‬
283. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Disini kita tahu bahwa barang tanggungan diperbolehkan ketika tidak ada tulis
menulis dalam hutang piutang, tetapi tidak memakai tangungan tidak masalah asallkan
bisa saling percaya.

5.      Q.S Al hadid : 11

َ ٰ ‫َّمن َذا ٱلَّ ِذي ي ُۡق ِرضُ ٱهَّلل َ قَ ۡرضًا َح َس ٗنا فَي‬
١١ ‫يم‬ٞ ‫ر َك ِر‬ٞ ‫ُض ِعفَ ۥهُ لَهۥُ َولَ ٓۥهُ أَ ۡج‬
11. Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan
melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang
banyak.
Disini ketika kita memnjamkan uang kepada seseorang yang membutuhkan maka
alloh swt akan memberikan pahala yang berlipat lipat ganda, maka tidak akan merugi bagi
orang yang memberikan sebagian hartanya (memberikan hutang).

B.     Sebab Sebab Turunnya Ayat


1.      Al-baqarah:188
Sa’id bin Zubair berkata, “suatu ketika, Qais bin Abas bersengketa tanah dengan
Abdan bin Asywa al-Hadhrami. Lalu Qais hendak bersumpah di hadapan hakim untuk
menguatkan pengakuannya atas kepemilikan tanah yang diperebutkan. Kemudian allah
menurunkan ayat ini (HR. Ibnu Abi Hatim).
2.      Al-baqarah: 282
Ibnu Abas berkata, “ para penduduk madinah terbiasa menyewakan kebunnya
dalam waktu satu, dua, tiga tahun, Rasulullah pun bersabda, ‘siapa yang menyewakan
sesuatu, hendaklah dengan ukuran dan waktu tertentu. Kemudian allah menurunkan ayat
ini (HR. Bukhari).
C.    Isi Kandungan Ayat
1.      Q.S Al baqarah : 188
Ayat tersebut mengidhafatkan (menghubungkan) harta orang lain kepada kita
"amwaalkum" (hartamu), karena sepatutnya seorang muslim mencintai agar orang lain
memperoleh apa yang ingin diperolehnya dan menjaga harta orang lain sebagaimana
dirinya menjaga hartanya sendiri. Di samping itu, memakan harta orang lain akan
menjadikan orang lain akan memakan harta kita ketika mampu.
Yakni dengan sebab yang batil, misalnya dengan sumpah yang dusta, merampas,
mencuri, risywah (suap), riba, khianat ketika dititipi barang atau diberi pinjaman dsb.
Termasuk ke dalam ayat ini adalah mu'amalah yang haram, seperti riba, judi dengan semua
bentuknya, melakukan penipuan (ghisy) dalam jual beli dan sewa-menyewa, jual beli
gharar, mengangkat karyawan namun dimakan gajinya, mengambil upah dari pekerjaan
yang mereka tidak melakukannya. Bahkan termasuk pula orang-orang yang melakukan
ibadah dengan niat memperoleh dunia, di mana asas penggeraknya adalah dunia, mereka
tidak mau menjadi muazzin kecuali jika mendapatkan imbalan, dsb. Demikian pula
mengambil zakat, sedekah, waqf maupun wasiat padahal mereka tidak berhak atau
melebihi haknya. Ini semua merupakan pengambilan harta dengan jalan yang batil,
meskipun sampai terjadi pertengkaran yang kemudian dibawa kepada hakim, kemudian
orang yang hendak memakan harta orang lain dengan jalan yang batil mengemukakan
hujjah-hujjah yang batil untuk mengalahkan orang yang sebenarnya berhak, lalu hakim
memutuskan demikian, maka ketetapan hakim tersebut bagaimana pun juga tidaklah
menghalalkan yang haram, dan hakim hanyalah memutuskan sesuai yang ia dengar. Jika ia
sampai memakan harta itu, maka sesungguhnya ia telah memakannya dengan jalan yang
batil dan berbuat dosa dalam keadaan mengetahui, sehingga hukumannya di akhirat lebih
berat lagi.
Oleh karena itu, seorang wakil jika telah mengetahui bahwa yang mengangkatnya
batil dalam dakwaannya, maka tidak halal baginya menjadi pengacara baginya,
sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Wa laa takul lil khaa'iniina khashiimaa" (janganlah kamu
menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat).

2.      Q.S Al baqarah : 280


Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.
Sepintas, ayat ini menyejukkan. Terlihat bagaimana Islam sangat toleran dalam
memperlakukan orang yang sedang berkesusahan, dalam hal ini seorang yang berhutang. 
Namun, kesejukan ini bisa berbalik menjadi angin dingin yang menusuk tulang
tatkala beberapa orang menafsirkannya sebagai,
"Yes! Dengan ayat ini aku bisa bebas ngutang duit sama orang-orang! Tunda-tunda
aja bayar utangnya! Kan aku ngutang berarti aku lagi susah! Yes!"
Ya, bayangin aja ada orang ngajuin permohonan kredit, misalnya KPR, terus dia
nunda-nunda bayar hutangnya sambil menunjukkan surat Al-Baqarah ayat 280 ini. Kalau
begini caranya, kredit macet bakal merajalela, dan banyak usaha yang bangkrut. doh!
Sebenernya, ini sih bukan "kekurangan" Islam, tapi orangnya aja yang nggak tahu
diri! Seandainya orang yang berhutang itu tahu diri:

1. Dia pasti lebih memilih hidup nggak punya hutang.


2. Kalau pun dia harus berhutang, itu kondisinya kalau sudah kepepet banget.
3. Dia berhutang dalam jumlah sedikit.
4. Dia berusaha bayar hutangnya, setidaknya bayar hutangnya dicicil.
Selain poin di atas itu, mereka yang berhutang adalah orang yang tidak tahu diri.
3.      Q.S Al baqarah : 282
(Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya
muamalah seperti jua beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai),
misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka
hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan
hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis dengan adil)
maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya.
(Dan janganlah merasa enggan) atau berkeberatan (penulis itu) untuk (menuliskannya)
jika ia diminta, (sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya
karunia pandai menulis, maka janganlah dia kikir menyumbangkannya. 'Kaf' di sini
berkaitan dengan 'ya'ba' (Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah
diimlakkan) surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka
hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan janganlah dikurangi darinya), maksudnya
dari utangnya itu (sedikit pun juga. Dan sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau
boros (atau lemah keadaannya) untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu
tua (atau ia sendiri tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak
menguasai bahasa dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya
bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur. Dan
hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu) artinya
dua orang Islam yang telah balig lagi merdeka (Jika keduanya mereka itu bukan), yakni
kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan)
boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamu sukai) disebabkan agama dan
kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan
kesaksian disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka, (maka yang lain
(yang ingat) akan mengingatkan kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca 'tudzkir'
dan ada yang dengan tasydid 'tudzakkir'. Jumlah dari idzkar menempati kedudukan
sebagai illat, artinya untuk mengingatkannya jika ia lupa atau berada di ambang kelupaan,
karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat 'in' syarthiyah dengan baris di
bawah, sementara 'tudzakkiru' dengan baris di depan sebagai jawabannya. (Dan janganlah
saksi-saksi itu enggan jika) 'ma' sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk memikul dan
memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) atau bosan (untuk menuliskannya),
artinya utang-utang yang kamu saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu
atau bosan (biar kecil atau besar) sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai
batas waktu membayarnya, menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'taktubuh'
(Demikian itu) maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di sisi Allah dan lebih
mengokohkan persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena adanya bukti
yang mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk tidak
menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya. (Kecuali
jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat dengan baris di
atas hingga menjadi khabar dari 'takuuna' sedangkan isimnya adalah kata ganti at-tijaarah
(yang kamu jalankan di antara kamu), artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai
waktu berjangka, (maka tidak ada dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya
barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena
demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya
merupakan soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan
yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi
atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya utang,
tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis atau
dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang itu, (maka sesungguhnya itu
suatu kefasikan), artinya keluar dari taat yang sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan
bertakwalah kamu kepada Allah) dalam perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu)
tentang kepentingan urusanmu. Lafal ini menjadi hal dari fi`il yang diperkirakan
keberadaannya atau sebagai kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
4.      Q.S Al baqarah : 283
(Jika kamu dalam perjalanan), yakni sementara itu mengadakan utang-piutang
(sedangkan kamu tidak beroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan) ada
yang membaca 'ruhunun' bentuk jamak dari rahnun (yang dipegang) yang diperkuat
dengan kepercayaanmu. Sunah menyatakan diperbolehkannya jaminan itu di waktu
mukim dan adanya penulis. Maka mengaitkannya dengan jaminan, karena kepercayaan
terhadapnya menjadi lebih kuat, sedangkan firman-Nya, "... dan jaminan yang dipegang",
menunjukkan jaminan disyaratkan harus dipegang dan dianggap memadai walaupun si
peminjam atau wakilnya tidak hadir. (Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai yang
lainnya), maksudnya yang berpiutang kepada orang yang berutang dan ia tidak dapat
menyediakan jaminan (maka hendaklah orang yang dipercayainya itu memenuhi),
maksudnya orang yang berutang (amanatnya), artinya hendaklah ia membayar utangnya
(dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu. (Dan
barang siapa yang menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang berdosa
hatinya). Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat
kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya, hingga
akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua anggota tubuhnya. (Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang tersembunyi bagi-
Nya.

5.      Q.S Al hadid : 11


(Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah) dengan cara menafkahkan
hartanya di jalan Allah (pinjaman yang baik) seumpamanya hartanya itu dinafkahkan demi
karena Allah (maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu) menurut suatu
qiraat dibaca Fayudha' 'ifahu (untuknya) mulai dari sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus
kali lipat, sebagaimana keterangan yang telah disebutkan di dalam surah Al Baqarah (dan
baginya) di samping pahala yang dilipatgandakan itu (pahala yang banyak) juga disertai
mendapat keridaan dari Allah dan disambut dengan baik.

D.    Hubungan Ayat Satu Dengan Ayat Yang Lainnya


Setelah mempelajari beberapa surat-surat yang ada didalam Al Quran yang
berhubungan dengan hutang piutang di atas. Dapat diketahui bahwa ayat ayat tersebut
memiliki keterkaitan antara ayat satu ke ayat yang lainnya. Sehingga terlihat bagaimana
konsep hutang piutang dalam Al Quran, yang termuat dalam ayat ayat berikut ini:
1.      Q.S Al Baqorah :188, dalam ayat ini Kita tidak boleh mengambil harta yang bukan milik kita
dengan jalan yang salah.
2.      Q.S Al Baqorah : 280 dalam ayat ini kita dianjurkan untuk memberikan waktu kepada
orang yang sulit membayar hutangnya, dan sedekahkan jika kita mengetahui dia sangat
kesulitan membayarnya.
3.      Q.S Al Baqorah : 282 dalam ayat ini kita harus menulis apabila hendak berhutang, dan
menghadirkan sanksi minimal 2 orang agar tidak adanya kekeliruan di massa yang akan
datang.
4.      Q.S Al Baqorah : 283 dalam ayat ini ketika kita tidak bisa menlis hutang piutang tersebut
maka kita dianjurkan memberikan tanggungan, tetapi apabila telah saling percaya satu
sama lain maka tidak apa, dan yang hutang harus menunaikan hutangnya.
5.      Q.S Al Hadid : 11 Dalam ayat ini alloh akan memberikan balasan berlipat ganda pahala
kepada orang yang mau memberikan pinjaman karena alloh swt.
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa ayat ayat tersebut saling memiliki
keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Karena dalam hutang piutang kita harus
menulisnya agar tidak ada kekliruan nantinya dan berikan waktu apabila sipenghutang
kesulitan membayar, dan shodakoh kan lah hutang itu jika orang nya benar benar susah
membayarnya karna alloh akan memberikan lipat-lipat pahala apabila kita meminjamkan
sebagian harta kita karena alloh swt.
BAB III
KESIMPULAN
Hutang piutang pada intinya adalah perbuatan atau aktivitas yang mempunyai
tujuan untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan petolongan berupa materi,
dan sangat dianjurkan karena memberikan hikmah dan manfaat bagi pemberi utang
maupun bagi penerima hutang. Dan hutang piutang diperbolehkan selama tidak unsur yang
merugikan salah satu pihak.
DAFTAR PUSTAKA

A.Mahali Mudjab.TT.Asbabun Nuzul.Jakarta:Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai