Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MANAJEMEN KLB DAN BENCANA

PENANGANAN DAMPAK PSIKOLOGIS PADA PENGUNGSI PASCA BENCANA

Diusulkan oleh:

NAMA : ACKNES LEONITA

NIM : 101711535028

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan Makalah Manajemen KLB dan
Bencana dengan materi “Penanganan Dampak Psikologis Pada Pengungsi Pasca Bencana”
tepat pada waktunya. Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan
didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu saya dalam merampungkan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, saya
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa
dan aspek lainnya.

Oleh karena itu, dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini. Akhirnya
penyusun sangat berharap makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar
keinginan saya dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang
relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Banyuwangi, 21 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4

1.3 Tujuan...............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5


2.1 Definisi Dampak Psikologis Pada Korban Bencana.........................................5

BAB III PEMBAHASAN.........................................................................................6


3.1 Dampak Psikologis pada Pengungsi Pasca Bencana........................................6

3.2 Upaya Penanganan Dampak Psikologis Pada Pengungsi Pasca Bencana........8


BAB IV PENUTUP...................................................................................................9
4.1 Simpulan...........................................................................................................9

4.2 Saran ......................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................10

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana dapat terjadi kapanpun dan dimanapun, ada dua penyebab terjadinya
bencana, yakni faktor alam dan faktor manusia. Bencana alam adalah bencana yang
dikarenakan oleh sesuatu kekuatan alam dan peristiwanya tidak dapat dikontrol oleh
manusia. (Iskandar, 2013: 32). Bencana dapat mengakibatkan kerusakan fisik (korban
dan infrastruktur) dan gangguan psikologis (trauma, stres, depresi, kecemasan, dan
sebagainya). Seringkali setelah terjadinya bencana, yang menjadi titik pusat perhatian
hanya penanganan fisik semata, namun penanganan psikis korban bencana yang selamat
(survivor) terabaikan.

Pendapat peneliti di atas didukung oleh Hawari (2011: 85-86) yang mengemukakan
bahwa pada umumnya masyarakat dan pemerintah dalam menyikapi korban berbagai
macam peristiwa, lebih menitikberatkan pada aspek yang sifat fisik; misalnya bantuan
pengobatan, sandang, pangan dan papan. Aspek kejiwaan atau mental atau psikologik
yang mengagarah pada gangguan stress pasca trauma kurang diperhatikan. Stress pasca
trauma itu sendiri bila tidak ditangani dengan sungguh-sungguh dan profesional dapat
berlanjut pada gangguan jiwa seperti kecemasan, depresi psikosis (gangguan jiwa berat)
bahkan sampai pada tindakan bunuh diri.

Dalam situasi yang demikian maka diperlukan upaya penanganan dampak sosial
psikologis terhadap korban agar terhindar dari gangguan psikologis dan permasalahan
sosial yang lebih luas. Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui upaya penanganan
dampak sosial psikologis pada pengungsi pasca bencana yang telah dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dari dampak psikologis pada korban bencana?

1.2.2 Apa dampak psikologis pada korban bencana?

1.2.3 Bagaimana upaya dalam penanganan dampak psikologis pada pengungsi pasca
bencana?

4
1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui apa definisi dari dampak psikologis korban bencana.

1.3.2 Mengetahui dampak psikologis pada korban bencana.

1.3.2 Mengetahui upaya dalam penanganan dampak psikologis pada pengungsi pasca
bencana.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dampak Psikologis Pada Korban Bencana

Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 Pasal 1 angka 1: “peristiwa atau


rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis”.

Berdasarkan hasil penelitian empiris, dampak psikologis dari bencana dapat


diketahui berdasarkan tiga faktor, yaitu faktor pra bencana, faktor bencana dan faktor
pasca bencana. (Tomoko, 2009).

1. Faktor pra bencana. Dampak psikologis pada faktor pra bencana ini dapat ditinjau
dari:
a) Jenis kelamin. Perempuan mempunyai resiko tinggi terkena dampak psiklogis
dibanding laki-laki.
b) Usia dan pengalaman hidup. Kecenderungan kelompok rentan stres masing-
masing negara berbeda karena perbedaan kondisi sosial, ekonomi, politik.
c) Faktor budaya, ras, karater khas etnik.
d) Keluarga
2. Faktor bencana
a) Tingkat keterpaparan

5
b) Ditinggal mati oleh sanak keluarga atau sahabat
c) Merasakan ancaman keselamatan jiwa atau mengalami ketakutan yang luar
biasa.
d) Pengalaman berpisah keluarga, terutama pada korban usia muda.
3. Faktor pasca bencana. Faktor psikologis pasca bencana dapat diakibatkan oleh
kegiatan tertentu dalam siklus kehidupan dan stres kronik pasca bencana yang terkait
dengan kondisi psykitrik korban bencana. Hal ini perlu adanya pemantauan dalam
jangka panjang oleh tenaga spesialis.

Secara khusus dampak bencana pada psikis ini adalah terhadap emosi dan kognitif
korban. Pada aspek emosi terjadi gejala seperti: shock, rasa takut, sedih, marah, dendam,
rasa bersalah, malu. Pada aspek kognitif korban, korban bencana ini juga mengalami
perubahan, seperti: pikiran kacau, salah persepsi, menurunnya kemampuan untuk
mengambil keputusan, daya konsentrasi berkurang dan terkadang menyalahkan diri
sendiri.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Dampak Psikologis pada Pengungsi Pasca Bencana

Peristiwa bencana membawa dampak bagi warga masyarakat khususnya yang


menjadi korban. Beberapa permasalahan yang dihadapi pada korban bencana, yaitu:

1. Kehilangan tempat tinggal untuk sementara waktu atau bisa terjadi untuk seterusnya,
karena merupakan kawasan rawan bencana (termasuk dalam zona merah).
2. Kehilangan mata pencaharian karena kerusakan lahan pertanian dan hancurnya tempat
usaha.
3. Berpisah dengan kepala keluarga karena ayah atau suami banyak yang memilih untuk
tetap tinggal di rumah dengan alasan menjaga rumah, harta benda dan tetap bekerja
sebagai petani, berkebun atau peternak.
4. Hilangnya harga diri dan kemampuan baik sebagai individu maupun sebagai keluarga
karena di tempat pengungsian mereka menerima belas kasihan dari pihak lain dan
bahkan seringkali menjadi tontonan. Kecewa pada pemerintah atau pihak-pihak lain

6
yang tidak dapat meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan oleh letusan gunung
berapi dan kecewa terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah yang
berpotensi menjadi aksi sosial.
5. Kejenuhan akibat ketidakpastian berapa lama harus mengungsi, perasaan tidak
berdaya, ketakutan dan bahkan perasaan putus asa menghadapi kemungkinan bencana
yang tidak mungkin dihindari (tidak dapat melawan kehendak Tuhan). Akibatnya
timbul perasaan marah, stres atau frustrasi dengan situasi dan kondisi yang serba tidak
menentu, trauma, putus asa, merasa tidak berdaya dan ketidakpastian terhadap masa
depannya. supra natural untuk mencegah terjadinya bencana. Kekecewaan spiritual
yaitu kecewa pada Tuhan karena diberi ujian atau hukuman bahkan cobaan kepada
orang-orang yang merasa dirinya sudah melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama.
(Marjono, 2010).

Berikut dibawah ini dampak-dampak yang dirasakan oleh pengungsi pada saat
terjadinya bencana:

a. Stress
Stress terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari dalam diri yang
memunculkan gangguan, dan menuntut individu berespon secara tidak sesuai. Pada
pengungsi yang mengalami bencana, diantaranya terjadi rasa gelisah, tegang, cemas,
mengalami kelelahan, tekanan darah naik dan detak jantung meningkat, stres juga
dapat merubah perilaku seseorang.
b. Depresi
Depresi adalah suatu gangguan mental yang paling sering terjadi pada para korban
bencana alam dahsyat. Depresi karena kehilangan kebersamaan hidup sekeluarga
dengan tetangga, kehilangan sawah ladang, ternak dan kehilangan harta benda
c. Trauma
Trauma adalah perasaan menghadapi sebuah kejadian atau serangkaian kejadian yang
berbahaya, baik bagi fisik maupun psikologis seseorang yang membuatnya tidak
aman, menjadikannya merasa tidak berdaya dan peka dalam menghadapi bahaya.
d. Pasca trauma
Gangguan stres pasca trauma adalah gangguan mental pada seeorang yang muncul
sesudah orang itu mengalami suatu pengalaman traumatik dalam kehidupan maupun
peristiwa yang mengancam keselamatan jiwanya.

7
3.2 Upaya Penanganan Dampak Psikologis pada Pengungsi Pasca Bencana

Dalam upaya penangan dari dampak psikologis pada pengungsi pasca bencana adalah
sebagai berikut:

1. Terapi kritis.
Tidak sedikit masyarakat yang menolak untuk direlokasi, tidak puas dan merasa tidak
berdaya dengan situasi dan kondisi baru yang berbeda dengan keseharian mereka
sebelumnya. Terapi yang dilakukan antara lain pengungkapan perasaan-perasaan
negatif yang dilanjutkan dengan pembelajaran sederhana mengenai cara membangun
perasaan-perasaan yang positif dan bekerja bersama-sama dengan kelompok untuk
menginventarisasi hal-hal positif yang dapat dilakukan di daerah yang baru dan
menyusun rencana kegiatannya.
2. Mediasi dan fasilitasi relokasi dengan penyuluhan terhadap masyarakat di daerah
tujuan yang baru agar dapat menerima kehadiran para pengungsi yang direlokasi ke
daerah mereka. (Marjono, 2010).
3. Intervensi keluarga. Keluarga-keluarga pengungsi yang kehilangan kepala
keluarganya perlu mendapatkan pelayanan khusus karena (barangkali) seorang istri
atau ibu harus mengambil alih tanggung jawab sebagai kepala keluarga sekaligus
pencari nafkah.
4. Menghilangkan trauma bagi para korban dengan menghibur mereka, memberi
pelatihan dan pembinaan serta aktivitas lain agar mereka tidak jenuh. Untuk
menghilangkan kejenuhan tersebut mereka diberi hiburan dan pencerahan, walaupun
hiburan hanya sementara sifatnya paling tidak mereka mendapatkan ketenangan dan
melupakan sejenak beban mental mereka. Mereka diberi konseling ringan untuk
mengurangi stress atau depresi.

8
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Korban bencana, khususnya pengungsi memerlukan berbagai kebutuhan agar dirinya


dapat bertahan hidup dan bangkit kembali semangatnya untuk hidup bermasyarakat.
Pengungsi juga membutuhkan pelayanan psikososial, keagamaan, pendidikan,
kependudukan, informasi, reintegrasi dan pelayanan untuk berusaha atau bekerja termasuk
permodalan. Untuk itu diperlukan penanganan agar permasalahan kebutuhan dasar pengungsi
dapat terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan korban bencana tidak mungkin dilakukan oleh satu
lembaga atau satu organisasi saja, tetapi diperlukan koordinasi dan keterpaduan program baik
dari pemerintah, LSM, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan pihak-
pihak yang peduli terhadap masalah korban bencana. untuk menghilangkan trauma sosial
psikologis dan kejenuhan di tempat pengungsian telah dilakukan berbagai aktivitas seperti
hiburan, konseling, advokasi, tracing dan reunifikasi, penyuluhan dan bimbingan sosial serta
pelatihan-pelatihan sebagai bekal hiduo dikemudian hari.

4.2 Saran

a. Dalam memberikan bantuan kepada korban bencana (pengungsi) perlu, melakukan


analisa kebutuhan agar tepat sasaran yaitu sesuai dengan kebutuhan, baik jenis
maupun jumlahnya,
b. Peningkatan koordinasi antar lembaga terkait dan keterpaduan program dalam satu
komando supaya efektif dan berfungsi sebagai mekanisme penanggulangan bencana
melalui pendidikan dan latihan di bidang kebencanaan (Tagana),
c. Melakukan pemberdayaan agar masyarakat siaga akan bencana yang mungkin terjadi
setiap waktu, sehingga dapat meminimalisir resiko bencana.

9
DAFTAR PUSTAKA

Rusmiyati, Chatarina Dan Enny Hikmawati. 2012. Penanganan Dampak Sosial Psikologis
Korban Bencana Merapi. Puslit Kemkos. Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012.

Irma, S Martam. 2009. Mengenai Trauma Pasca Bencana. Newsletter Pulih, Vol 14,
Desember 2009.

Suroso. (2006). Kebijakan Dan Strategi Penanggulangan Bencana Dan Penanganan


Pengungsi. Jurnal Pusdiklat Kesos, Vol. 1 No. 2 Juni 2006.

10

Anda mungkin juga menyukai