Anda di halaman 1dari 10

BUDAYA ORGANISASI DALAM MENINGKATKAN MUTU

Abstrak

Penelitian ini menerangkan bahwa budaya organisasi sangatlah penting pada sebuah
perusahaan untuk mencapai suatu pendidikan yang sangat efektif dan efesien. Hal ini perlu
adanya budaya organisasi dalam kelompok kinerja khususnya individu yang berkualitas
untuk mejadi lembaga pendidikan yang bermutu. Dipendahuluan kami berikan pengertian
tentang apa yang dimaksud budaya organisasi dalam lingkungan pendidikan serta
memberikan kapn munculnya budaya dan organisasi. Dari berbagai penelitian kami
merumuskan tentang: 1. Pentingnya Budaya Mutu dalam Kehidupan Organisasi. Hal
tersebut mengarah pada seberapa pedulinya para kinerja dan staf dalam mencapai tujuan
bersama serta berani dalam mengambil resiko. 2. Teori siklus kehidupan dalam Institusi.
Ada empat siklus kehidupan dalam institusi yaitu petama kelahiran dan formasi institusi,
kedua pertumbuhan dan perkembangan, ketiga fase kedewasaan, keempat penurunan dan
kenaikan. 3. Organisasi-organisasi kehidupan Tradisional dan TQM. 4. Bentuk yang
Ramping dan Struktur yang Sederhana dalam sebuah organisasi.

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Para ahli ilmu antropologi dan ilmu pendidikan sepakat bahwasanya budaya adalah
suatu dasar terbentuknya sebuah kepribadian manusia, dengan adanya budaya dapat
terlihat identitas seseorang, identitas masyarakat bahkan identitas suatu lembaga
pendidikan. Di suatu lembaga pendidikan dapat terlihat terlihat secara umum adanya
budaya yang sangat melekat dalam tatanan pelaksanaan pendidikan yang menjadi inovasi
pendidikan sangat cepat, budaya tersebut berupa nilai-nilai religius, filsafat, etika, dan
estetika yang terus dilakukan.

Terutama yang lebih mengarah pada suatu lembaga rasanya budaya organisasi
memegang peranan sangat penting. Sebab akan menjadi lembaga tersebut lentur, fleksibel,
dan elastis, sebagaimana budaya yang tidak akan pernahmengalami kejumudan dan akan
menjadi sangat sempurna jika di padu dengan agama yang bersumber dari wahyu ilahi.
Tidak sedikit yang mengatakan bahwa agama termasuk dalam lingkungan keagamaan.
Karena dari itu umat beragama mampu untuk melaksanakan ajaran-ajaran agama dalam
kehidupan budayanya. Sedangkan bila tidak, maka justru akan menjadi budaya umat yang
tersingkirkan dalam persaingan di dunia pendidikan.

Bermacam upaya untuk peningkatan mutu pendidikan kini sebenarnya sedang dan aka
terus dilaksanakan dengan cara bertahap dan terus berkelanjutan. Mulai dari kualitas
peingkatan pendidikan pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah atas
sampaiperguruan tinggi. Total Quality Management (TQM) merupakan salah satu upaya
yang sedang disosialisasikan dan di anggap tepat di kalangan dewasa ini. Esensi dari TQM
merupakan suatu filosofi dan menunjuk pada perubahan-perubahan budaya yang ada pada

1
sebuah organisasi (pendidikan), serta bisa menyentuh hati dan pikiran orang lain untuk
menuju kualitas mutu yang diinginkan.

Menciptakan, memelihara, dan menjaga terhadap berlanjutnya budaya Total Quality


Management (TQM) di sekolah merupakan bagian penting dalam penerapan Total Quality
Management (TQM). Dikarenakan budaya sekolah adalah faktor yang sangat penting
dalam membentuk para siswa menjadikan manusia yang selalu optimis, kreatif, tampil,
berani, dan kecakapan personal dan akademik. Sekolah-sekolah favorit yang memiliki
keunggulan dan kesuksesan pendidikan tertentu biasanya sudah dapat terlihat dari
beberapa faktor-faktor variabel yang mempengaruhinya seperti halnya perolehan nilai-
nilai dan kondisi fisik, akan tetapi sangat jarang memperhatikan hal lain yang tidak
tampak yang justru lebih berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi itu sendiri
yang mencakup (values), nilai-nilai budaya, keyakinan (beliefs), dan norma perilaku yang
disebut sebagai sisi/aspek manusia dan organisasi (the human side of organization).1

2. Pentingnya Budaya Mutu dalam Kehidupan Organisasi

Organisasi memiliki banyak pengertian sehingga setiap organisasi berbeda-beda dalam


memberikan pengertian budaya organisasi. Menurut Robins, budaya organisasi adalah
system nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para
karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga
didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia dalam
menghadapiusaha penyesuaian integerasi ke dalam perusahaan dan permasalahan external,
sehingga masing-masing anggota organisasi harus mengerti bagaimana mereka harus
bertindak dan bertingkah laku serta memahami nilai-nilai yang ada.

Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar terhadap budaya
organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah-langkah
ataupun kegiatan yang dilakukan disetiap organisasinya, baik perencanaan yang bersifat
strategis dan taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan, dimana setiap kegiatan
yang dilakukan tersebut harus berdasar pada budaya kualitas dan mutu.

Ada sepuluh karakteristik dalam budaya mutu dalam kehidupan berorganisasi, antara
lain adalah:

a) Kartu Anggota, yaitu identitas setiap anggota dalam organisasi secara keseluruhan,
dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau individu dibidang profesi
masing-masing.

b) Tekanan Kelompok, yaitu seberapa besar aktifitas kerja bersama dalam organisasi atau
perusahaan yang lebih ditekankan dibandingkan kerja indivisual.

1
Azizy, A. Qodry A., Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial Semarang: Aneka Ilmu, 2003.

2
c) Fokus Kinerja, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil digunakan
untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi seluruh anggota dalam organisasi atau
persahaan.

d) Perubahan Unit, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi atau perusahaan yang
dikondisikan untuk beroperasi secara terkoordinasi dan terarah.

e) Pengawasan, yaitu pengawasan langsung dan banyaknya jumlah peraturan yang


digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan sesuai tujuan
perusahaan.

f) Berani ambil resiko, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan dan stafnya untuk
menjadi lebih agresif, inovatif, kreatif, dan berani mengambil resiko.

g) Berani menghadapi masalah, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan
untuk bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik.

h) Penghargaan, yaitu seberapa besar imbalan yang dialokasikan sesuai dengan kinerja
karyawan dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritisme, atau factor-faktor non
kinerja lainnya.

i) Orentasi, yaitu intensitas manajemen dalam menegakkan organisasi atau perusahaan


pada penyebab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
mengembangkan pencapaian dan hasil.

j) Tebuka, yaitu besarnya pengawasan organisasi atau perusahaan dan respon yang
diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal.

3. Terbentuknya Budaya Mutu dalam Organisasi

Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu
budaya dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari tingkat bawah maupun tingkat
atas,dari perseorangan atau kelompok. Setidaknya ada beberapa sumber-sumber
pembentuk budaya organisasi, diantaranya: (1) pencetus dan pendiri organisasi, (2) yang
mempunyai organisasi, (3) sumber daya manusia asing, (4) sekitar organsasi, (5) orang
yang berkepentingan dengan organisasi (stakeholder), dan (6) masyarakat.

Adapun proses budaya saat ini dapat terjadi dengan cara: (1) Kontrak budaya, (2)
benturan budaya, (3) penggalian budaya. Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan
dalam waktu sekejap, namun harus memerlukan waktu banyak dan bahkan perlu biaya
yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dan lebih baik dalam organisasi.

Dapat diketahui dalam suatu organisasi sesungguhnya tidak ada budaya yang “baik”
atau “buruk”, yang ada hanyalah budaya yang “cocok” atau “tidak cocok”. Jika dalam
suatu organisasi memiliki budaya yang cocok, maka manajemennya lebih berfokus pada
upaya menjaga pemeliharaan nilai-nilai yang ada dan perubahan tidak perlu dilakukan.
Namun jika terjadi kesalahan dalam bekerja atau dalam memberikan asumsi dasar yang

3
berdampak terhadap rendahnya kualitas kinerja dan karyawan, maka perubahan budaya
mungkin diperlukan untuk menjadikan kuliatas budaya organisasi yang leibuh baik.

Bentuk budaya mutu dalam organisasi atau perusahaan sangat komplek. Dalam
membentuk budaya organisasi, nilai dan kepercayaan saling mendukung dan melengkapi
satu sama lain. Agar dapat dimengerti dengan baik dan tidak ada kesalahpahaman antara
para kinerja dan staf pada organisasi tersebut, budaya mutu dalam organisasi atau
perusahaan yang harus diketahui ini dibagi menjadi delapan elemen penting yaitu sebagai
berikut:

a) Etika, adalah kedisiplinan yang terkait dengan kebaikan dan keburukan dalam berbagai
situasi dan kondisi. Ia merupakan dua sisi mata uang yang dilambangkan oleh etika
organisasi (perkelompok) dan etika individu. Etika organisasi membentuk sebuah kode
etik bisnis yang menguraikan petunjuk bagi semua anggota dan karyawannya dan harus
melekat dalam pekerjaan sehari-hari mereka.

b) Integritas, mencakup moral, kejujuran, nilai-nilai, keadilan, dan kesetiaan terhadap


kebenaran dan keikhlasan dalam berbagai hal terutama dalam organisasi atau perusahaan.
Karakteristiknya adalah bahwa apa yang diharapkan oleh pelanggan (internal/eksternal)
dan apa yang memang layak untuk mereka terima.

c) Kepercayaan, merupakan produk dari integritas perseorangan dan prilaku yang beretika.
Tanpa kepercayaan, kerangka kerja dari manajemen mutu tidak dapat dibangun dan
terarah. Kepercayaan membantu perkembangan partisipasi penuh dari semua anggota
organisasi atau perusahaan.

d) Pelatihan (training), bagi karyawan pelatihan dalam memulai sebuah organisasi sangat
penting artinya akan bisa lebih mudah dalam mengurus kinerja organisasi agar bisa
menjadi lebih produktif. Disamping itu para supervisor mesti bertanggungjawab dalam
menerapkan budaya mutu di departemennya.

e) Kepemimpinan, mungkin merupakan hal yang paling penting dalam segala hal terutama
dalam budaya mutu. Ia muncul pada semua tempat dalam organisasi. Kepemimpinan
dalam manajemen mutu membutuhkan Manager-Manager berkualitas yang dapat
memberikan pandangan atau visi yang dapat memberikan masukan dan dorongan, juga
membuat arahan strategis terhadap karyawan yang dapat dimengerti oleh semua orang dan
menanamkan nilai-nilai sebagai pedoman bagi bawahannya.

f) Kerjasama tim juga merupakan sebuah elemen kunci dari budaya mutu, juga yang
menjadi alat bagi organisasi atau perusahaan dalam mencapai kesuksesan dan tujuan yang
diidamkan. Dengan menggunakan tim kerjasama, organisasi akan dapat memperoleh
penyelesaian yang cepat dan tepat serta teratur terhadap semua masalah.

g) Komunikasi, hal ini akan mengikat segala sesuatu secara bersama-sama. Dimulai dari
pondasi yang harus didirikan sampai ke atap dari suatu bangunan sehingga menjadi
budaya mutu, semua elemen diikat oleh campuran pasir dan semen sebagai pengikat

4
berupa komunikasi. Ia bertindak sebagai sebuah mata rantai penghubung antara pemimpin
dan bawahannya kesemua elemen budaya mutu.

h) Penghargaan, merupakan elemen terakhir dari keseluruhan sistem budaya mutu. Ia


sebaiknya diberikan untuk saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang memuaskan baik
dihasilkan oleh suatu tim ataupun individu. Para karyawan akan didorong untuk berusaha
lebih kerasmemperoleh penghargaan untuk dirinya dan untuk tim kerjanya. Mengenal dan
menemukan para kontributor dari saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang baik
tersebut merupakan tugas dari seorang Supervisor. Potensi untuk mengubah budaya kerja
ada karena dengan balaced Scorecad, organisasi lebih transparan, informasi dapat diakses
dengan mudah, pembelajaran organisasi dipercepat, umpan balik menjadi obyektif,
terjadwal, dan tepat untuk organisasi dan individu; dan membentuk sikap mencari
konsensus karena adanya perbedaan awal dalam menentukan sasaran, langkah-langkah dan
strategis yang diambil, ukuran yang digunakan, dll.2

4. Teori siklus kehidupan dalam Institusi

Institusi pendidikan bukan merupakan entitas yang tetap dan tidak berubah. Lembaga
pendidikan akan selalu eksis selama ia dapat meraih tujuan yang bermanfaat. Ia dan
lingkungannya dapat berada dalam suatu kondisi perubahan yang konstan, dan jika ia di
analogikan dengan kehidupan biologis, maka ia memiliki life cycle (siklus kehidupan).
Kehidupan institusi atau siklus perkembangan memiliki empat tahapan pokok, yaitu
formasi, kehidupan, kedewasaan, dan terakhir adalah tahapan yang dapat membawa
institusi pada penurunan dan penjatuhan atau pada pembaharuan dan revitalisasi. Siklus
perkembangan tersebut dapat juga dialami lembaga pendidikan sebagaimana dialami juga
oleh beberapa organisasi yang lain, apalagi sekarang pendidikan berada dalam lingkungan
yang tidak menentu. Setiap tahap dalam siklus kehidupan memiliki tantangan sendiri, dan
kegagalan menghadapinya dapat mengakibatkan bencana bagi sebuah institusi pendidikan.
Pada setiap tahapannya istitusi harus berubah, beraptasi, dan berkembang. TQM dengan
segenap perencanaan strategis jangka panjangnya dan keterlibatan karyawannyadalam
upaya peningkatan yang berkesinambungan, mengandung makna tersendiri dalam
menghadapi perubahan-perubahan dalam setiap tahapan.

Fase pertama dalam siklus tersebut adalah kelahiran dan formasi institusi. Institusi
yang baru didirikan membutuhkan strategi untuk memperolehpengakuan dan dukungan.

2
Baharun, Hasan dan Zamroni. Manajemen Mutu Pendidikan. Tulungagung. Akademia Pustaka. Hal 27

5
Fase pertama harus menemukan bentuknya di pasaran dan menentukan pelanggannya.
Dalam fase pertama ini, organisasi baru ini harus membangun basis pelangggan dan
memastikan bahwa basis tersebut sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
Pondasi institusi yang baru kadangkala di jelaskan sebagai fase kewirausahaan, sebab
sebagian besar pendiri institusi baru biasanya memiliki visi, dan melalui usaha
personalnya ia berani menjamin masa depan institusi dengan segala resikonya.

Jika organisasi baru tersebut berhasil dalam fase pertama, selanjutnya ia akan
memasuki fase kedua yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Dalam fase tersebut ia akan
menghadapi tantangan-tantangan baru. Dalam fase ini sebuah institusi harus tetap yakin
dan selalu optimis bahwa ia bisa terus berkembang. Masalah yang dihadapi dalam fase
pertumbuhan ini adalah bagaimana mengatasi tuntutan peningkatan layanan. Kesalahan
daam sistem manajemen, ketidak-mampuan untuk mendelegasikan serta pengangkatan
karyawan yang tidak memiliki etos kerja yang kuat adalah penyebab kegagalan. Pelayanan
personal yang diberikan oleh organisasi baruyang dinamis harus diterjemahkan dengan
membuat hubungan atau memperluas hubungan dengan pelanggan. Sikap ini akan
melibatkan pengkomunikasian etos kerja terhadap karyawan baru serta melibatkan
pelatihan dalam memberikan layanan.

Ada bahaya besar dalam perjalanan fase pertumbuhan ini, yaitu etika fase tersebut
membutuhkan aturan-aturan dan prosedur-prosedur. Biasanya, bahaya tersebut menggiring
sebuah institusi pada birokrasi yang tidak bermanfaat, yang dapat melumpuhkan terhadap
visi dan misi organisasi yang sesungguhnya. Di samping itu, juga ada resiko bagi
organisasi yang berubah kecendrungan dari pasar menuju kecendrungan pada produk.
Sementara itu, fase kedewasaan juga berpotensi menjadi fase yang paling berbahaya
dalam perkembangan sebuah institusi. Fase ini adalah tahap dimana beberapa institusi
pendidikan berusaha menemukan jati dirinya. Dalam fase ini banyak sekali institusi yang
menolak untuk bertindak proaktif dan hanya memberi reaksi terhadap peristiwa-peristiwa
ekternal. Mereka menolak untuk berinovasi dan mencoba mencetak pelanggan kedalam
bentuk yang mereka idamkan dan dalam cara mereka mengerjakan sesuatu. Hal tersebut
dapat dilihat pada beberapa contoh dalam dunia komersial. Misalnya beberapa nama
industri mobil di inggris. Autin, Morris, MG, Riley, Triumph, Hilman, Sunbeam, dan lain-
lain. Salah satu perbedaan antara mereka dan Nessan, Honda, Toyota adalah kometmen
untuk memperhatikan pasar dan mengembangkan produk sesuai dengan harapan dan
kebutuhan pelanggan. Kegagalan dalam mengadaptasi hal ini dapat menyebabkan
kemunduran dan kegagalan. Hal yang serupa dapat menimpa lembaga-lembaga
pendidikan.

Akan tetapi, fase kedewasaan juga akan dapat menjadi salah satu bentuk fase
pembaharuan apabila institusi terkait mengadopsi pesan mutu terpadu dan
mengembangkan strategi-strategi untuk beradaptasi dan menemukan cara yang tepat
dalam menjaga hubungan dengan pelanggan. Fase ini akan menjadi fase yang dinamis
dimana pengalaman institusi dapat dipergunakan untuk pengembangan selanjutnya.
Memelihara dinamisme dan bakat kewirausahaan merupakan hal yang penting ketika
terjadi perubahan cepat dalam lingkungan ekternal. Institusi secara periodik harus

6
membaca tujuan-tujuannya dan secara terus-menerus mengevaluasi kegiatan-kegiatan
yang penting bagi kontunuitas kesuksesan lembaga. Dalam siklus kehidupan organisasi,
penurunan dan kehancuran organisasi tidak dapat dihindari, namun proses revitalisasi
secara periodik harus dilakukan dan di uji secara terus-menerus.3

5. Organisasi-organisasi Tradisional dan TQM

Institusi-institusi yang menggunakan metode tradisional akan menemukan kenyataan


sulitnya mengatasi tekanan perubahan. Institusi tradisional semacam itu biasanya di tandai
dengan kendala-kendala perdepartemen, hirarki yang berlebihan serta prosedur yang
terlalu kaku. Institusi tradisional tersebut juga tidak dapat mengembangkan sebuah
perhatian terhadap pelanggan. Disamping itu, pelajar seringkali dilihat sebagai beban dan
tanggungjawab, bukan sebagai aset. Bagi mereka perbaikan atau perkembangan hanya
akan membuang-buang dana. TQM menawarkan bagi sebuah institusi untuk berubah 180
derajat. Institusi TQM yang efektif memiliki pandangan yang berbeda, yang sama sekali
bertentangan dengan model tradisional. TQM memiliki karakteristik mutu yang disatu-
padukan dalam struktur dan TQM memandang bahwa mutu memerlukan keterlibatan
setiap orang dalam setip tingkatan serta membutuhkan kontribusi mereka untuk terus
meningkatkan mutu. Untuk mencapai keinginan ini sedapat mungkin institusi melakukan
investasi sumberdaya setiap staf karena mereka adalah kunci mutu dan menentukan
keberlangsungan lembaga di masa mendatang.

Jika sebuah sekolah atau perguruan tinggi bercita-cita untuk menjadi sebuah institusi
terpadu, maka ia harus bersikap dan berperilaku seperti institusi mutu terpadu. Institusi
tersebut harus berinovasi dan melangkah dan meraih visi yang terkandung dalam statemen
misi mereka. Institusi harus yakin bahwa mutu akan selalu menyediakan pasar. Dan yang
terpentig, ia harus membawa pesan mutu tersebut pada stafnya dan ia harus meyakinkan
merekan bahwa mereka adalah patner dalam proses. Dengan demikian, jalan mutu sudah
bisa ditempuh meskipun berliku. Gerakan mutu harus dimulai dari atas dan selalu
diperkuat. Kepemimpinan adalah kuncinya, maka dari itu ia harus diperhatikan dan
dipelajari. Seringkali kepemimpinan tersebut muncul dalam hal-hal sepele namun
memperlihatan bukti mutu yang jelas. Institusi yang berupaya untuk mendekati sebuah
detail dengan cara yang benar, juga akan memiliki pendekatan yang benar dalam
memahami isu-isu utama. Dalam sebuah dunia dengan layanan yang tampak sama dari sisi
luar, perhatian dalam hal yang detail merupakan ciri yang berbeda. Lepas dari semua hal
tersebut, seperti yang diungkap Tom Peters “Yakinlah bahwa mutu selalu didefinisikan
dan disesuaikan dengan presepsi pelanggan.

6. Bentuk yang Ramping dan Struktur yang Sederhana

3
Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, Yogyakarta: IRCiSoD, 2012

7
Tidak ada bentuk organisasi yang baku dalam TQM. Meskipun ada beberapa struktur
yang lebih tepat diaplikasikan dibandingkan yang lain. Struktur yang dipergunakan harus
tepat dan mampu mempermudah proses TQM. Bukti menganjurkan bahwa sebuahinstitusi
yang mengembangkan TQM harus menghilangkan sistem hirarki, dan mengganti sistem
hirarki tersebut dengan struktur yang lebih sejajar dengan hubungan inter-institusional
yang kuat. Bentuk organisasi yang baik dan tepat bagi TQM adalah bentuk yang
sederhana, ramping, dan dibangun di dalam tim kerja yang kuat. Beberapa penulis seperti
Peters mengingatkan bahwa struktur matrik dengan kompleksitas hubungannya dapat
menghalangi proses mutu.

Hirarki yang tinggi dalam sekolah dengan lapisan manajemen yang berlebihan dapat
memunculkan kesulitan dalam ruang kelas, sehingga staf tidak dapat menjalankan
pekerjaannya secara efektif. Dalam konsepnya, TQM menekankan kerja tim.
Pengembangan dan penguatan tim kerja, yang merupakan keistimewaanTQM, dapat
meringankan fungsi perencanaan dan pengawasan para manajer menengah. Dalam
jabatannya, manajemen menengah menjadi pemimpin dan pengendali mutu, dan berperan
untuk mendorong tim dan membantu perkembangan mereka. Peran baru manajer
menengah ini penting sebab kerja tim dapat menurun drastis jika peran ini tidak berfungsi.
Sementara itu, tim yang memiliki otonomi yang terlalu luas dapat mengakibatkan gerak
mereka jadi tidak terkoordinir dan tidak efektif. Sehingga, kerja tim harus di atur dengan
sistem manajemen sederhana yang efektif. tim kerja harus memahami visi dan
kebijaksanaan lembaga. ini adala salah satu alasan kenapa visi dan kepemimpinan sangat
ditekankan dalam TQM.

Organisasi dalam perspektif TQM,, merupakan sistem yang di rancang untuk


melayani pelanggan. Dan untuk melayani pelanggan, seluruh bagian dan sistem institusi
harus cocok dan serasi. Keberhasilan suatu unit organisasi berdampak pada prestasi
organisasi secara keseluruhan. Perbedaan antara struktur yang matang di bawah kendali
TQM dan bentuk organisasi yang biasa-biasa saja adalah bahwa organisasi tradisional
dapat memiliki struktur yang baik menurut fungsinya, sedangkan institusi TQM
terorganisir dalam prosesnya.

Beberapa hal penting yang diperlukan organisasi mutu:

1. Optimisasi unit,
2. Penjajaran vertikal,
3. Penjajaran horizontal,
4. Satu komando pada setiap proses.

7. Penutup

Dari uraian jurnal di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

8
7.1. Budaya didefinisikan sebagai serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat
sehingga menjadi milik bersama, dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah laku
sesuai dengan aturan. Sedangkan Mutu adalah kualitas, ukuran, baik buruk sesuatu, taraf
atau derajat. Mutu mengandung makna sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki
keluaran yang dihasilkan.

7.2. upaya dalam menciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui beberapa cara,
yaitu: Pemahaman tentang budaya sekolah, Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah,
Reward and punishment.

7.3. sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya: (1) pendiri organisasi, (2)
pemilik organisasi, (3) sumber daya manusia asing, (4) luar organsasi, (5) orang yang
berkepentingan dengan organisasi (stakeholder), dan (6) masyarakat.

7.4. Organisasi dalam perspektif TQM,, merupakan sistem yang di rancang untuk
melayani pelanggan. Dan untuk melayani pelanggan, seluruh bagian dan sistem institusi
harus cocok dan serasi. Keberhasilan suatu unit organisasi berdampak pada prestasi
organisasi secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, Yogyakarta: IRCiSoD, 2012

Azizy, A. Qodry A., Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial Semarang:
Aneka Ilmu, 2003.

Fathurrohman, Muhammad dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu


Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2012.

9
Gaspersz, Vincent, Total Quality Management, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2003.

Jerome, Pendidikan Berbasis Mutu Prinsip-Prinsip Perumusan dan Tata Langkah


Penerapan, terj. Yosal Iriantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Poerwadarminto, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006.

Sugian, Syahu, Kamus Manajemen Mutu, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Sallis, Edward, Total Quality Management in Education, Penerjemah Ahmad Ali Riyadi,
(Yogyakarta: IRCiSod, 2008

Baharun, Hasan dan Zamroni. Manajemen Mutu Pendidikan. Tulungagung. Akademia


Pustaka. Hal 27

10

Anda mungkin juga menyukai