OLEH :
Dokumentasi
3.2 PEMBAHASAN
Menurut Raharjo dan Wasito (2002), sosis merupakan produk daging yang digaram
dan dibumbui, berasal dari bahasa latin Salsus (garam). Produk ini lebih populer karena
bentuknya lonjong bulat. Lebih lanjut, sosis yang dibuat dari daging segar mempunyai tingkat
kekenyalan yang lebih tinggi dibandingkan bila dibuat dari daging yang dilayukan lebih
dahulu. Untuk kualitas sosis dapat ditentukan dari ; warna, bau, rasa, bentuk, jumlah mikroba
dan hygiene. Nah sosis yang berwarna seperti apa yang baik, warna untuk sosis yang baik
yaitu pink/jingga, sedangkan urutan dari tingkatan baik sampai kurang baik adalah pink,
merah darah, merah tua, merah hitam, merah kehijau-hijauan, dan pada akirnya merah
hangus. Jika dilihat dari uji organoleptik warna yang kita dapatkan adalah coklat tua dan
putih dikarenak kami tidak menggunakan campuran apapun pada bahan ataupun bumbu itu
yang menyebabkan warna asli dari daging nya tersebut. Sedangkan sosis mempunyai bau
yang khas atau spesifik yaitu flavor khusus dari asap, biasanya sangit, dan tidak berbau amis.
Sosis yang terbaik mempunyai bau gurih, harum karena nitrit dan sirup jagung serta tomato
juice, dan sedikit sangit. Sosis yang kami buat tidak berbau sangit dikarenakan sosis yg kami
buat dikukus bukan dipanggang.
Penggunaan tepung tapioka dimaksudkan sebagai penambah atau campuran, untuk
mengurangi biaya penggunaan susu skim sebagai bahan pengikat (filler), selain itu tepung
tapioka juga dapat sebagai bahan pengisi dan perekat (binder) untuk mempertahankan ukuran
sosis saat perebusan, meski kadar airnya tinggi. Penggunaannya tidak lebih dari 30% dari
daging yang digunakan, karena jika berlebih, sosis akan terasa seperti tepung.
Penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk (1) melarutkan garam dan
mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging, (2) memudahkan
ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi dan (4) mempertahankan
suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan.
Penambahan garam pada produk daging olahan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa
produk, melarutkan protein myosin, sebagai pengawet dan meningkatkan daya mengikat air
(Pearson dan Tauber, 1984). Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan
protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang biasa digunakan adalah 2,5% dari
berat daging. Penggunan garam tergantung pada faktor luar, dalam lingkungan, pH dan suhu.
Garam menjadi efektif pada suhu yang lebih asam (Buckle et al., 1987). Sedangkan bahan
selanjutnya yang digunakan adalah penyedap.
Fosfat sebagai salah satu bahan dalam pembuatan sosis mempunyai fungsi untuk
meningkatkan kemampuan mengikat air (WHC) dari daging, meningkatkan keempukan
dan juiceness (Forrest et al., 1975), meningkatkan pH daging, meningkatkan kestabilan
emulsi dan kemampuan mengemulsi (Ockerman, 1983).
Menurut Forrest et al. (1975), penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun
kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada
produk tersebut. Bahan penyedap alami dapat ditambahkan pada produk daging olahan dalam
bentuk yang belum digiling atau dilumatkan misalnya merica pada pembuatan sosis. Garam
dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis. Bumbu merupakan
senyawa nabati yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama
ditujukan untuk menambah/meningkatkan flavor(Soeparno, 1994). Menurut Forrest et
al. (1975), fungsi bumbu yaitu sebagai penyedap, penambah karakteristik warna atau pola
tekstur serta sebagai agen antioksidan.
Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan dalam makanan atau produk
sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkan dan
Budiarti, 1992). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatile yang
mengandung komponen sulfur.
SNI 01-3717-1995 menyatakan bahwa merica atau lada putih bubuk adalah lada putih
(Piper ningrumlinn) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khas lada. Biasanya
penambahan lada adalah untuk menguatkan rasa yang terdapat pada makanan terutama rasa
pedas. Selain itu menurut Ting dan Diebel (1992) pada konsentrasi lebih dari 3%, lada dapat
menghambat pertumbuhan Listeria monocytogeneses.
3.3 KESIMPULAN
Pembuatan sosis sangat mudah dan praktis, tetapi tetap harus memperhatikan emulsi dan
formula bahan-bahan yang digunakan, agar memperoleh hasil yang baik, baik dari segi
aroma, warna, kekenyalan dan rasanya. Berdasarkan analisa STP, analisa SWOT, analisa
biaya dan uji hedonik,