Anda di halaman 1dari 24

KEGAWATDARURATAN MATERNAL

“ABORTUS”
Dosen Pengampu: Aidha Ratna Wijayanti, M. Keb

Anggota Kelompok 2 :

1. Indah Dian Nirwana (18621642)


2. Chirana Candra Mukti. S (18621637)
3. Helen Ayu Lizia Permata (18621635)
4. Diana Novita Sari (18621631)
5. Juwita Sari (18621623)

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR
Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas berkat dan rahmatnya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan Kegawatdaruratan, dengan judul
“Abortus”.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada ibu Aidha Ratna Wijayanti, M.
Keb selaku dosen pembimbing mata kuliah dan rekan kelompok yang telah
memberikan dan meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya untuk memberikan
petunjuk, pengetahuan dan pengarahan yang sangat bermanfaat bagi kami dalam
menyusun makalah ini.
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan
Kegawatdaruratan Dan untuk para pembaca kususnya untuk para ibu-ibu hamil agar
dapat memperluas pengetahuan tentang tanda-tanda kegawatdaruratan kehamilan.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.

Ponorogo, 25 Januari 2020

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul.............................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................2
D. Manfaat..................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Abortus...................................................................................4
B. Etiologi Abortus...................................................................................5
C. Patofisiologis Abortus..........................................................................8
D. Diagnosis Abortus................................................................................9
E. Klasifikasi dan Penanganan Abortus...................................................10
F. Terapi Abortus.....................................................................................19
G. Komplikasi Abortus.............................................................................19
H. Pencegahan Abortus............................................................................19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................21
B. Saran.....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2007, Kehamilan adalah masa dimulai
saat konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal 280 hari (40 minggu /
9 bulan 7 hari) dihitung dari triwulan/trimester pertama dimulai dari konsepsi
sampai 3 bulan, trimester/trimester ke 2 dari bulan ke-4 sampai 6 bulan, triwulan
/trimester ke-3 dari bulan ke-7 sampai ke-9.
Kehamilan merupakan masa yang cukup berat bagi seorang ibu, karena itu ibu
hamil membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama suami agar dapat
menjalani proses kehamilan sampai melahirkan dengan aman dan nyaman.
Namun, tidak semua kehamilan berlangsung sesuai dengan keinginan, tak jarang
pula terjadi penyulit maupun kegawatdaruratan baik pada TM I, II dan III.
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan
tindakan segera guna menyelamatkan jiwa / nyawa. Kegawatdaruratan maternal
adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau
selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit
dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya.
(Kurniasih, dkk, 2017)
Salah satu kegawatdaruratan maternal yang menjadi momok kehamilan diusia
muda adalah abortus. Abortus / keguguran adalah terhentinya proses kehamilan
sebelum fetus / janin mampu hidup diluar kandungan ibunya dengan atau tanpa
alat bantu. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya
kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenorea,
tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat pervaginam, pengeluaran jaringan
plasenta dan kemungkinan kematian janin. (Kurniasih, dkk, 2017)
Banyak faktor yang dapat menyebabkan abortus, salah satunya adalah faktor
ibu dan juga faktor janin. Dalam penanganan kasus abortus hendaknya dilakukan
secara benar dan tepat sesuai dengan faktor penyebabnya. Penanganan yang tepat
dan cepat dapat meminimalisir resiko termasuk juga menyelamatkan ibu dari
faktor resiko kematian. Karena kegawatdaruratan pada maternal dinilai sangatlah
penting untuk dipelajari, maka dalam makalah ini akan dibahas salah satu
kegawatdaruratan yang terjadi pada maternal yaitu abortus, agar nantinya makalah
ini dapat dijadikan referensi bagi pembaca.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas telah dirumuskan beberapa permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan mengenai abortus,
antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan abortus?

2. Bagaimana etiologi abortus?

3. Bagaimana patofisiologi abortus?

4. Bagaimana diagnosis abortus?

5. Apa saja klasifikasi abortus dan bagaimana cara penanganannya?

6. Bagaimana terapi yang dilakukan untuk penanganan abortus?

7. Apa saja komplikasi yang bisa terjadi karena abortus?

8. Bagaimana pencegahan abortus?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah:
1. Mengetahui pengertian abortus

2. Mengetahui etiologi abortus

3. Mengetahui patofisiologi abortus

4. Mengetahui diagnosis abortus

5. Mengetahui klasifikasi abortus dan cara penanganannya

6. Mengetahui terapi yang dilakukan untuk penanganan abortus

7. Mengetahui komplikasi yang bisa terjadi karena abortus

8. Mengetahui cara pencegahan abortus

D. MANFAAT

2
Dalam penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih
luas kepada masyarakat mengenai kegawatdaruratan maternal, yaitu abortus. Dan
diharapkan dapat dijadikan bahan penunjang dalam pembelajaran di kelas oleh
mahasiswa.

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI ABORTUS

3
Abortus didefinisikan sebagai keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup
diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram / umur kehamilan
kurang dari 28 minggu. (Manuaba, 1998:214). Abortus adalah berakhirnya suatu
kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) atau sebelum kehamilan tersebut berusia
22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan.
(Sarwono, 2006). (Rukiyah, dkk, 2019).
Abortus atau keguguran adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat
bertahan hidup, yaitu sebelum kehamilan berusia 22 minggu atau berat janin
belum mencapai 500 gram. Abortus bisa ditandai dengan terjadinya perdarahan
pada wanita yang sedang hamil, dengan adanya peralatan USG, sekarang dapat
diketahui bahwa abortus dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yang pertama adalah
abortus karena kegagalan perkembangan janin dimana gambaran USG
menunjukkan kantong kehamilan yang kosong, sedangkan jenis yang kedua adalah
abortus karena kematian janin, dimana janin tidak menunjukkan tanda-tanda
kehidupan seperti denyut jantung atau pergerakan yang sesuai dengan usia
kehamilan. (Obstetric Patologi FK UNPAD).
Tanda-tanda umum terjadinya abortus antara lain seperti adanya kontraksi
uterus, terjadi perdarahan, terjadi dilatasi (pelebaran) pada serviks serta ditemukan
sebagian atau seluruh hasil konsepsi. Pada proses kehamilan normal, janin akan
menempel pada endometrium sehingga endometrium harus tebal. Jika
endometrium tipis maka kemungkinan besar janin tidak dapat menempel dengan
sempurna. (Amellia, 2019)
Kondisi tebal atau tipisnya dari endometrium dipengaruhi oleh hormon
progesterone. Semakin banyak jumlah, hormon progesterone, maka endometrium
akan semakin tebal sehingga kemungkinan besar janin dapat menempel dengan
sempurna. Sementara itu, semakin sedikit hormon progesterone, maka
endometrium akan tipis sehingga kemungkinan besar janin menempel secara tidak
sempurna dan dapat menyebabkan terjadinya abortus. Sehingga kekurangan
hormone progesterone dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya abortus.
(Amellia, 2019)

B. ETIOLOGI ABORTUS
Beberapa faktor yang menyebabkan abortus antara lain :
1. Faktor Janin, penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada
50 % - 60 % kasus keguguran, faktor kelainan yang paling sering dijumpai pada

4
abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan
tersebut biasanya menyebabkan abortus pada TM 1 yakni :
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan
kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)
b. Embrio dengan kelainan lokal,
c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hypoplasi trofoblas).
2. Faktor Ibu
a. Kelainan endoktrin (Hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
b. Faktor kekebalan (imunologi) misalnya pada penyakit lupus, antifosfolipid
syndrome.
c. Infeksi diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma, herpes, kianidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e. Kelainan bentuk rahim
3. Faktor Bapak :
Kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus
4. Faktor Genetik sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering
ditemukannya kromosom trisomi dengan trisomi 16. Penyebab dan paling sering
menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin lebih
dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan
beberapa type abnormalitas genetik. Abnormalitas genetik yang paling sering
terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom). Contohnya trisomi
autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi
menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan
kromosom. Sekitar 3 - 5 % pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang
berulang salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang
abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotype dimana
bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi, pemeriksaan
ini belum berkembang di Indonesia dan biaya nya cukup tinggi.
5. Faktor anatomi kongenital dan didapat pernah timbul pada 10 - 15 % wanita
dengan abortus spontan yang rekuren, lesi anatomi kongenital yaitu kelainan
duktus mullerian (Uterus bersepta). Duktus mullerian biasanya ditemukan pada

5
keguguran trimester ke 2 kelainan kongenital arteri uterina yang membahayakan
aliran darah endometrium, kelainan yang didapat biasanya adliesi intra uterin
(synechia), leimioma, dan endometriosis. Abnormalitas anatomi maternal yang
dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang berulang termasuk
inkompetensi serviks kongenital dan efek uterus yang didapatkan (acquired).
Malformasi kongenital termasuk fusi duktus mulleri yang inkomplit yang dapat
menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus
yang acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang
termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan
anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan ultasonografi, histerosalfingografi
(HSG), Histeroskopi dan Laparoskopi (Prosedur diagnostik).
6. Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah USG dan HSG.
Dari pemeriksaan USG sekaligus dapat juga mengetahui adanya suatu mioma
terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat menganggu implantasi hasil konsepsi jika terbukti adanya
mioma pada pasien ini maka perlu diexplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan
harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB
pada pasien ini. Hal ini penting karna mioma yang mengganggu mutlak dilakukan
operasi.
7. Faktor Endokrin
a. Faktor Endokrin berpotensi menyebabkan aborsi pada sekitar 10 - 20 % kasus
b. Insufisiensi fase luteal (fungsi korpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukup nya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan syndrom poligistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran.
8. Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes
Melitus dan defisiensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan
dengan kenaikan insiden abortus (sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa
yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus (sutherland dan pritchard,
1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dan
korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfunsi mempertahankan desi 2, defisiensi hormon tersebut
secara teoritis akan menganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian
turut berperan dalam peristiwa kematiannya.

6
9. Fakor infeksi, termasu infeksi yang di akibatkan oleh TORC (Toksoplasma,
rubela, cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intra uterin sering dihubungkan
dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering di duga
sebagai penyebab antara lain chlamydia, ureaplasma, mikoplasma,
cytomegalovirus, listeriamonocytogenis, dan toksoplasma gondi. Infeksi aktif yang
menyebabkan abortus spontan berulang masih belum dapat di buktikan. Namun
untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang
bahannnya di ambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
10. Fakto imunologi: Terdapat antibody cardiolipid yang mengakibatkan
pembekuan darah dibelakang ari - ari sehingga menyebabkan kematian janin
karena kurangnya aliran darah dari ari - ari tersebut. Faktor imunologis yang telah
terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan berulang antara lain:
antibodi antinuiclear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipm. Adanya
penanda ini meskipun gejala klinik tidak tampak dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan darah A,B,O, dengan reaksi anti
gen anti bodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin
menyebabkan fasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.
11. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan, pada awal kehamilan, penyakit
-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya tuberkulosis atau
karsinomatosis jarang menyebabkan abortus, sebaliknya pasien penyakit tersebut
sering meninggal dunia tanpa melahirkan. Adanya penyakit kronis (diabetes
melitus, hipertensi kronis, penyakit liver atau ginjal kronis) dapat diketahui dengan
anamnesa yang baik. Penting juga dikehatui bagaimana perjalanan penyakit nya
jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan
tepat dan adekuat. Untuk explorasi kuasa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal
untuk menilai apakah ada keluhar fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus
yang kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti pada
kehamilan prematur.
12. Faktor Nutrisi : Mal nutrisi umun yang sangat berat memiliki kemungkinan
yang paling besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum
ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisiensi salah satu atau semua nutrisi
dalam makanan merupakan suatu abortus yang penting
13. Obat - obat rekreasional dan toxin lingkungan, peranan penggunaan obat - obat
rekrasional tertentu yang dianggap teratogonik harus dicari dan ananesa seperti
tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan
salah satu yang berperan.

7
14. Faktor psikologis, dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang
berulang dengan keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya.
Yang peka terhadap adanya abortus adalah wanita yang belum matang secara
emosional dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha - usaha
dokter untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu
kepadanya, sangat membantu.
C. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti nerloisi
jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing
dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minngu, nilai
khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamila 8-14 minggu vili khorialis sudah
menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan daripada plasenta. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta lengkap. (Rukiyah, dkk, 2019)
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada
kalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (bleghted ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed aborted).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Uterus ini dinamakan mola krenta. Bentuk ini
menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya dapat
terjadi organisasi, sehingga semua tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola
tuberosa dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma
antara mnion dan khorion. (Rukiyah, dkk, 2019)
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab
diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus compressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia
menjadi tipis seperti kertas pigmen perkamen. (Rukiyah, dkk, 2019)
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar
karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan. (Sarwono,
2006).
D. DIAGNOSIS ABORTUS

 Klinis

8
Dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum (termasuk
panggul) pada setiap pasien untuk menentukan kemungkinan diperlukannya
pemeriksaan laboratorium tertentu atau pemeriksaan lainnya untuk mendeteksi
adanya penyakit atau status defisiensi.
Secara klasik, gejala-gejala abortus adalah kontraksi uterus (dengan atau tanpa
nyeri suprapubik) dan perdarahan vagina pada kehamilan dengan janin yang
belum viable. Perpaduan pemeriksaan fisik dengan gejala-gejala ini
memungkinkan penegakan diagnosis sementara.

 Pemeriksaan Laboratorium

Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna.


Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi biakan dan uji kepekaan
mukosa serviks atau darah (untuk mengidentifikasi pathogen pada infeksi ) dan
pemeriksaan darah lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar progesterone
berguna untuk mendeteksi kegagalan korpus luteum. Jika terdapat perdarahan,
perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan pencocokan silang serta panel
koagulasi.

 Diagnosa Kematian Janin

Pemeriksaan kehamilan dengan immunoassay (IA) dan radio immunoassay


(RIA) mengidentifikasi hormon-hormon yang dihasilkan oleh trofoblas. Namun,
dengan kematian embrio atau janin muda sekalipun, kelompok-kelompok sel
trofoblastik tetap melekat dan dapat hidup untuk sementara waktu, karena itu, uji
kehamilan ini dapat tetap positif untuk sementara. Pada keadaan apapun, jika
pemeriksaan RIA dilaporkan negative, kehamilan sudah berakhir meskipun debris
kehamilan mungkin masih tertahan.
Pada diagnosis klinis abortus insipiens, ultrasonografi kurang berguna
dibanding pada kasus abortus imminens, ketika ultrasonografi dapat membedakan
kehamilan dengan janin hidup atau mati. Dengan menggunakan real-time, tidak
adanya gerakan janin yang nyata dan terutama denyut jantung menunjukkan
kematian janin. Pada sebagian kasus, tidak adanya janin atau disorganisasi janin
juga dapat dikenali. Terkadang, adanya gas dalam pembuluh darah besar dapat
diamati.
Jika terdapat gerakan jantung, seperti yang normalnya dapat diamati pada
kehamilan < 8 minggu ( rata-rata diameter kantong 2,5 cm ), prognosisnya lebih
baik. (Benson dan Martin L. Pernoll, 2009)

9
E. KLASIFIKASI ABORTUS DAN PENANGANANNYA
a. Abortus Spontan
Abortus spontan merupakan peristiwa terjadinya penghentian kehamilan
sebelum janin mencapai kondisi viabilitas atau mencapai usia kehamilan 22
minggu yang berlangsung tanpa tindakan yang disengaja. Abortus spontan dapat
terjadi disebabkan oleh beberapa hal seperti kurangnya hormon progesterone,
adanya kelainan kromosom, terjadinya infeksi (chlamydia dan mycoplasma),
adanya gangguan endokrin atau hormon, serta terpapar oleh oksidan (rokok,
alkohol, radiasi, dan toksin). Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus
imminen (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus
inkompletus (incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion).
(Cunningham, 2005).
Sebab-sebab abortus spontan selalu didahului oleh kematian janin yang
disebabkan oleh:
- Kelainan Telur (Kelainan chromosome ; trisomy, polyploidy)
- Penyakit ibu
1. Infeksi Akut yang Berat (pneumoni, typus dll).
2. Kelainan endokrin (misal kekurangan progesterone atau disfungsi kelenjar
gondok)
3. Trauma (misalnya laparotomy atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus)
4. Kelainan alat kandungan (hypoplasia uteri, tumor uterus, cervix yang
pendek, retroflexio uteri incarcerate, kelainan endometrium)
(Obstetric Patologi FK UNPAD).
Macam-macam abortus spontan, yaitu:
1) Abortus Imminens
Abortus imminens merupakan ancaman terjadinya abortus atau dapat
dikatakan kehamilan dapat berlanjut. Tanda tanda dari abortus imminens
diantaranya adalah perdarahan pervaginam, ostium uteri internum (OUI) masih
tertutup, ukuran uterus masih sesuai usia kehamilan serta kondisi hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan. (Amellia, 2019)
Abortus imminens yaitu terjadinya perdarahan bercak yang menunjuk
ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan, ditandai dengan

10
perdarahan bercak hingga sedang, serviks tertutup (karena pada saat
pemeriksaan dalam belum ada pembukaan), uterus sesuai usia gestasi, kram
perut bawah. Nyeri memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali, tidak
ditemukan kelainan pada serviks. (Rukiyah, dkk, 2019)
Abortus imminens terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu,
umumnya dapat bertahan bahkan sampai kehamilan aterm dan lahir normal.
Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat abortus spontan.
(Hernawati dan Lia Kamila, 2017)
Penanganan abortus imminens menurut Amellia, 2019:
1. Tidak perlu dilakukan pengobatan khusus seperti baring total
2. Disarankan kepada ibu hamil untuk tidak melakukan aktivitas fisik
berlebihan atau hubungan seksual sementara waktu
3. Apabila perdarahan berhenti, maka asuhan antenatal dilakukan seperti biasa.
Serta jangan lupa untuk melakukan penilaian apabila terjadi lagi perdarahan.
4. Apabila perdarahan uterus berlangsung, maka harus segera menilai kondisi
janin (uji kehamilan atau USG). Selain itu, perlu dilakukan konfirmasi untuk
kemungkinan adanya penyebab lain. Apabila perdarahan masih terus berlanjut,
khususnya jika ditemui uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
kemungkinan menunjukkan terjadinya proses kehamilan ganda atau mola.
5. Tidak perlu dilakukan terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau
tokolitik (seperti salbutamol atau indometasis) dikarenakan obat-obatan
tersebut tidak dapat mencegah abortus.
2) Abortus Insipiens
Abortus insipiens kadang disebut sebagai kondisi kehamilan yang tidak akan
berlanjut dan kemudian berkembang menjadi abortus inkomplet atau abortus
komplet. Peristiwa abortus ini ditandai dengan beberapa hal seperti terjadinya
perdarahan pervaginam, adanya kontraksi yang semakin lama semakin kuat,
serta ostium uteri internum (OUI) yang telah membuka. Hasil konsepsi
memang masih berada dalam kavum uteri namun dalam proses pengeluaran.
(Amellia, 2019)
Abortus insipiens, terjadi perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan
muda dimana hasil konsepsi masih berada didalam kavum uteri. Tandanya,
perdarahan sedang hingga masih/banyak, kadang kadang keluar gumpalan
darah, serviks terbuka, uterus sesuai kmasa kehamilan, kram nyeri perut bawah

11
karena kontraksi rahim kuat, akibat kontraksi uterus terjadi pembukaan, belum
terjadi ekspulsi hasil konsepsi. (Rukiyah, dkk, 2019)
Abortus insipiens terjadi pada usia kehamilan sebelum 20 minggu, dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat dan tes urine kehamilan masih
positif. (Hernawati dan Lia Kamila, 2017)
Penanganan abortus insipiens menurut Amellia, 2019:
1. Melakukan rujukan ibu hamil ketempat layanan sekunder
2. Memberi informasi mengenai kontrasepsi pasca keguguran.
3. Memberi penjelasan mengenai kemungkinan resiko dan rasa tidak nyaman
selama tindakan evakuasi berlangsung
4. Melakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam.
Apabila kondisi ibu baik, maka dapat segera dipindahkan keruang rawat.
5. Melakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik serta mengirimkan
hasilnya untuk dilakukan lagi pemeriksaan patologi ke laboratorium.
6. Melakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
serta jumlah produksi urine setiap 6 jam selama 24 jam.
7. Melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin setelah 24 jam. Apabila hasil
pemantauan dan pemeriksaan baik dengan kadar hb lebih dari 8 gr/dl, maka ibu
dapat diperbolehkan melakukan rawat jalan.
3. Abortus Inkompletus
Abortus Inkompletus merupakan terjadinya pengeluaran sebagian jaringan
hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 22 minggu dan berat janin kurang dari
500 gram. Abortus Inkompletus ditandai dengan adanya perdarahan
pervaginam yang banyak, terjadi kontraksi, serta terdapat pembukaan ostium
uteri internum (OUI). Perdarahan yang terjadi tidak akan berhenti sampai
jaringan hasil konsepsi keluar secara keseluruhan. Kemungkinan dapat terjadi
syok apabila perdarahan yang terjadi sangat banyak. (Amellia, 2019)
Abortus Inkompletus, perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari
hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis serviks yang tinggal
pada desidua atau plasenta ditandai: perdarahan sedang, hingga masih/banyak
dan setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan perdarahan berlangsung
terus; serviks terbuka, karena masih ada benda didalam uterus yang dianggap
orpus alliem maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan

12
kontraksi tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama, servik akan menutup
kembali; uterus sesuai usia kehamilan; kram atau nyeri perut bagian bawah dan
terasa mules-mules; ekspulsi sebagai hasil konsepsi. ( Rukiyah, dkk, 2019 )
Penanganan abortus inkompletus menurut Amellia, 2019:
1. Melakukan konseling mengenai kemungkinan adanya sisa kehamilan.
2. Apabila perdarahan yang terjadi adalah perdarahan ringan dan usia kehamilan
masih kurang dari 16 minggu, maka untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks dapat menggunakan jari atau forceps cincin.
3. Apabila perdarahan yang terjadi adalah perdarahan berat dan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, maka perlu dilalukan evakuasi isi uterus. Apabila
evakuasi tidak dapat segera dilakukan, ibu harus diberikan ergometrin sebanyak
0,3 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
4. Apabila usia kehamilan sudah lebih dari 16 minggu, maka perlu diberikan
infus 30 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9% atau ringer lactat dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi.
5. Apabila dirasa perlu, maka dapat diberikan misoprostol 200 mcg per vaginam
setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
6. Melakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan jumlah produksi urine setiap 6 jam selama 24 jam. Selain itu, perlu
dilakukan juga pemeriksaan kadar Hb setelah 24 jam. Apabila hasil pemantauan
baik dan kadar Hb lebih dari 8 g/dl, maka ibu dapat melakukan rawat jalan
tetapi kondisinya terap harus selalu dipantau oleh petugas kesehatan.
4. Abortus kompletus
Abortus kompletus merupakan peristiwa terjadinya pengeluaran keseluruhan
jaringan hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 22 minggu dan berat janin
kurang dari 500 gram. Peristiwa abortus kompletus ditandai dengan adanya
perdarahan pervaginam yang banyak, terjadi kontraksi pada uterus, ostium uteri
internum (OUI) sudah menutup, tidak ada sisa jaringan hasil konsepsi pada
uterus serta ukuran uterus yang kembali mengecil. (Amellia, 2019 ).
Abortus kompletus yakni perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh
dari hasil konsep telah dikeluarkan dari kavum uteri, ditandai dengan perdarhan
bercak hingga sedang, servik tertutup/terbuka, uterus lebih kecil dari usia
gestasi, sedikit atau tanpa nyeri perut bawah dari riwayat hasil konsepsi,
aboprtus komplet perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan

13
dan selambat- lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali, karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Dan jika
dalam 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, maka abortus
inkompletus atau endometrosis pos abortum harus dipikirkan (Rukiyah, dkk,
2019 )
Penanganan abortus kompletus menurut Amellia, 2019:
1. Tidak perlu dilakukan evaluasi lagi
2. Melakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional serta
menawarkan kontrasepsi pasca keguguran. Selain itu, tetap harus melakukan
observasi terhadap keadaan perdarahan ibu.
3. Apabila terdapat anemia sedang, dapat diberikan tablet sulfat ferosus 600
mg/hari selama 2 minggu. Apabila terdapat anemia berat, maka dapat diberikan
transfusi darah.
4. Melakukan evaluasi keadaan ibu 2 minggu setelah abortus komplitus terjadi.
b. Abortus yang Disengaja
Proses dihentikannya proses kehamilan sebelum janin mencapai kondisi
viabilitas disebut dengan abortus yang disengaja. Proses abortus yang disengaja
disebut dengan abortus terapeutik atau abortus buatan yang dilakukan atas indikasi
medis. Abortus terapeutik dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.
Abortus dilakukan atas pertimbangan atau indikasi kesehatan ibu hamil yang jika
kehamilan tersebut dilanjutkan akan membahayakan dirinya. Contoh indikasi
kesehatan dianggap membahayakan ibu hamil adalah ibu hamil dengan penyakit
jantung, hipertensi atau penyakit ginjal, dan lain sebagainya. Selain atas dasar
pertimbangan kondisi ibu hamil abortus yang disengaja dilakukan dapat
disebabkan pertimbangan atau indikasi kelainan janin yang berat. (Amellia,2019)
Macam – macam abortus sebagai berikut :
1. Abortus provokatus, yaitu abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan
maupun dengan alat abortus.
2. Abortus medisianalis ( Abortus Pheruaoeutica), abortus dengan tindakan kita
sendiri dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis).
( Rukiyah, dkk, 2019)
Penanganan abortus yang disengaja menurut Amellia, 2019:

14
Pada peristiwa abortus yang disengaja (provokatus), penatalaksanaannya hanya
dilakukan atas indikasi medis serta harus dilibatkan minimal 3 dokter, yaitu dokter
ahli yang bersangkutan, dokter ahli kebidanan dan kandungan, serta direktur
rumah sakit umum.
c. Abortus tidak aman
Abortus tidak aman merupakan suatu prosedur abortus yang dilakukan oleh
orang yang tidak berpengalaman atau yang tidak berada dalam lingkungan yang
memenuhi standar medis minimal atau keduanya tanpa alasan medis. Abortus
tidak aman biasanya juga disebut abortus kriminal (Abortus provokatus criminalis)
karena hal tersebut merupakan perbuatan yang melanggar hukum. ( Amellia, 2019)
Berikut macam – macam abortus tidak aman :
1. Abortus kriminalis, merupakan abortus yang disengaja karena tindakan–
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
2. Unsafe Abortion, adalah upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana
pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai cukup kehamilan dan prosedur
standar yang aman sehingga membahayakan keselamatan jiwa pasien. ( Rukiyah,
dkk, 2019)
d. Missed Abortus
Missed Abortus, Perdarahan pada kehamilan muda, diserta retensi hasil
konsepsi yang telah mati, hingga 8 minggu lebih, dengan gejala dijumpai amenore,
perdarahan sedikit yang berulang pada permulaannya serta selama observasi
fundus tidak bertambah tinggi malahan tambah rendah, kalau tadinya ada gejala
kehamilan belakangan menghilang diiringi dengan reaksi yang menjadi negatif
pada 2 – 3 minggu sesudah fetus mati, serviks tertutup dan ada darah sedikit,
sekali kali pasien merasa perutnya dingin atau kosong. ( Rukiyah, dkk, 2019)
Pada beberapa kasus terjadi perdarahan anatara korion dengan desidua dan
darah yang membeku membungkus kantong kehamilan yang mengandung embrio
yang telah mati, sehingga seluruhnya kelihatan dari luar seperti segumpal daging,
disebut mola karnosa. (TMA Chalik, 1997)
Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortion lebih aktif
karena adanya oxytocin dan antibiotic. Segera setelah kkematian janin dapat
dipastikan, diberi Pitocin misalnya 10 satuan dalam 500 cc glucose. (Obstetric
Patologi FK UNPAD).
e. Abortus Habitualis

15
Abortus Habitualis, suatu keadaan dimana penderita mengalami keguguran
berturut turut 3 kali atau lebih. Menurut HERIG abortus spontan terjadi dalam 10
% dari kehamilan dan abortus habitualis 3,6 – 9,8 % dari abortus spontan.
(Rukiyah, dkk, 2019)
Ada 3 kategori abortus habitualis yaitu: keguguran dini, keguguran pada
kehamilan yang lebih tua, keguguran berulang terjadi baik dini maupun pada
kehamilan yang lebih tua. Pada kategori keguguran dini sebabnya terletak pada
kelainan genetik dari embrio dan oleh karenanya tidak dapat cegah. Pada kategori
kehamilan yang lebih tua sebabnya terletak pada kelainan endometrium atau
kelainan utrerus sedangkan fetusnya normal. Pada kategori keguguran berulang
terdapat kelainan baik pada embrio maupun uterus bersama-sama. (TMA Chalik,
1997)
Sebab-sebab abortus habitualis dapat dibagi dalam 2 golongan:
1. Sel benih yang kurang baik: pada saat ini kita belum tau bagaimana
mengobatinya.

2. Lingkungan yang tidak baik: hal-hal yang dapat mempengaruhi lingkungan


ialah :

- disfungsi glandula thyroid


- kekurangan hormone-hormon corpus luteum atau placenta
- defisiensi makanan seperti asam folin
- kelainan anatomis dari uterus yang kadang-kadang dapat dikoreksi secara
operatif.
- cervix yang incompetent (sudah membuka pada bulan 4 keatas), akibatnya
ketuban mudah pecah dan terjadi abortus
- hypertensi essentialis
- golongan darah suami istri yang tidak cocok, sistim ABO atau factor Rh
- toxoplasmose
(Obstetric Patologi FK UNPAD).
f. Abortus Infeksius
Abortus infeksius yaitu abortus disertai dengan infeksi organ genetalia.
(Rukiyah, dkk, 2019)

16
Secara teoritis melalui peredaran darah, kuman dari tempat manapun dalam
badan dapat sampai ke vulva, vagina, dan rahim, akan tetapi yang sering menjadi
jalan masuk adalah melalui:
1. Bersin dan sebagainya yang menyebarkan kuman dari saluran nafas atas tenaga
medik yang memberi pertolongan pada waktu droplet infection.
2. Tangan penolong dan peralatan yang dipakai
3. Tangan pasien sendiri yang bisa memindahkan kuman dari hidung, mulut dan
anusnya
4. Debu yang beterbangan
5. Pakaian, sprei, dsb
6. Kontak langsung dengan orang lain seperti anggota keluarga atau kerabat yang
kebetulan sedang menderita suatu infeksi.
Pada abortus infeksius kuman-kuman yang yang paling sering menyebabkan
infeksi pada keguguran adalah basil koli, streptococcus nonhemolitikus,
streptococcus anaerob, stafilokokus aureus, streptokokus hemolitikus, klostridium
perfringens. (TMA Chalik, 1997)
Abortus ini disertai komplikasi infeksi. Adanya penyebaran kuman atau toksin
kedalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septikemia, sepsi,
atau peritonitis. Penanganan spesifik:
1. Kasus beresiko tinggi terjadi sepsis, rujuk pasien kerumah sakit dengan fasilitas
memadai.
2. Sebelum merujuk, lakukan restorasi cairan yang hilang melalui infus dan
berikan antibiotika.
3. Jika ada riwayat abortus tidak aman beri ATS dan TT.
4. Pada fasilitas lengkap dirumah sakit dengan perlindungan antibiotika
berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga kondisi pasien memadai, dapat
dilakukan pengosongan uterus segera mungkin (lakukan secara hati-hati karena
tingginya kejadian perforasi).
(Runjati dan Syahniar Umar, 2017)
Penanganan abortus infeksisus menurut Amellia, 2019:
1. Memperbaiki kondisi umum ibu

17
2. Memberi obat antiobiotika dosis tinggi seperti amphisilin dan gentamisin, juga
diberi tambahan metronidasol 500 mg melalui infus. Pemberian dosis antibiotika
nantinya disesuaikan dengan tes kepekaan
3. Memberikan dexamethasone 40-60 mg IM diulang setiap 8 jam dengan dosis
yang sama minimal dengan dosis yang sama selama 2 hari
4. Apabila setelah pemberian antibiotika selama rentang waktu 24 jam dan kondisi
kuretase keadaan umum tidak mengalami perbaikan, maka dapat dipertimbangkan
untuk melakukan histerektomi dan SOB.
5. Pelaksanaan histerektomi juga dipertimbangkan apabila besar uterus lebih dari
16 minggu, terdapat infeksi dengan kuman C. welchii, memakai zat yang bersifat
korosifuntuk proses abortus serta adanya perforasi uterus.
F. TERAPI
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan
macrodex, haemaccel, periston, plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti
darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam
nyawa (syok hemorargik) dan memerlukan anastesi harus diakukan dengan sangat
hati-hati jika kehlangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa
anastesi kemudian methergin. Pada abortus dengan demam menggigil, tindakan
utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin dan pemberian infus.
(Benson dan Martin L. Pernoll, 2009)
G. KOMPLIKASI
Perdarahan dan infeksi merupakan penyebab utama kesakitan atau kematian
ibu. Meskipun sangat jarang, sekitar tiga per empat kasus koriokarsinoma terjadi
setelah abortus. Infertiltas dapat disebabkan oleh oklusi tuba yang meradang
setelah abortus terinfeksi. Sensitasi Rh dapat dihindari dengan pemberian imuno
globulin Rh. (Benson dan Martin L. Pernoll, 2009)
H. PENCEGAHAN
Sebagian abortus dapat dicegah dengan mengobati defisiensi atau gangguan
pada ibu sebelum atau selama hamil (misal, diabetes mellitus, hipertensi).
Penutupan serviks yang inkompeten akan mencegah abortus tertentu.
Teknik perbaikan inkompetensi serviks yang umum, pemasangan cincin
serviks, menggunakan benang jahitan atau Mersilence yang tidak dapat diserap
atau benang pita atau tali yang sebanding, di bawah mukosa dan fasia periserviks
pada sambungan servikounteri. Teknik ini dapat dikerjakan selama kehamilan

18
untuk memperbaiki inkompetensi serviks atau dikerjakan di antara dua kehamilan.
Dokter kemudian harus memutuskan apakah akan melepas ikatan tersebut saat
persalinan sehingga memungkinkan pelahiran per vaginam atau melakukan seksio
sesarea ketika mendekati cukup bulan. (Benson dan Martin L. Pernoll, 2009)

BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN

19
Abortus didefinisikan sebagai keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup
diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram / umur kehamilan
kurang dari 28 minggu. Abortus atau keguguran adalah terhentinmya kehamilan
sebelum janin dapat bertahan hidup, yaitu sebelum kehamilan berusia 22 minggu
atau berat janin belum mencapai 500 gram. Abortus bisa ditandai dengan
terjadinya perdarahan pada wanita yang sedang hamil, dengan adanya peralatan
USG.
Abortus dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yang pertama adalah abortus karena
kegagalan perkembangan janin dimana gambaran USG menunjukkan kantong
kehamilan yang kosong, sedangkan jenis yang kedua adalah abortus karena
kematian janin, dimana janin tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti
denyut jantung atau pergerakan yang sesuai dengan usia kehamilan. (Obstetric
Patologi FK UNPAD). Klasifikasi abortus antara lain adalah Abortus Spontan
(Abortus Imminens, Abortus Insipiens, Abortus Inkompletus, Abortus kompletus)
Abortus yang Disengaja (abortus provokatus, abortus medisianalis) Abortus tidak
aman ( Abortus kriminalis, unsafe abortion) Missed Abortus, Abortus hubitualis,
Abortus Infeksius.
B. SARAN
Diharapkan mahasiswa khususnya mahasiswa kebidanan untuk dapat
memahami tentang macam-macan abortus, dan cara penanganannya yang terjadi
pada ibu hamil, serta dapat mengaplikasikannya dalam asuhan kebidanan yang
diberikan pada klien. Dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh
karena itu kami mohon saran yang membangun, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA
Amellia, Sylvi Wafda Nur. 2019. “ASUHAN KEBIDANAN KASUS KOMPLEKS
MATERNAL & NEONATAL”. Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.
Halaman 95-107.

20
Anonim. 1984. “OBSTETRI PATOLOGI”. Bandung: ELSTAR OFFSET. Halaman
7-17.
Chalik, TMA. 1998. “HEMORAGI UTAMA OBSTETRI & GINEKOLOGI”.
Jakarta: Widya Medika. Halaman 1-33.
Dutton, Lauren A., dkk. 2012. “KEBIDANAN”. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Halaman 1-9.
Hernawati, Lia dan Lia Kamila. 2017. “KEGAWATDARURATAN MATERNAL
DAN NEONATAL”. Jakarta: CV. Trans Info Media. Halaman 83-88.
Kurniasih, Hesti, dkk. 2017. “BUKU SAKU KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL”. Jakarta:
CV. Trans Info Media. Halaman 16-19.
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2019. “ASUHAN KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL”. Jakarta:
CV. Trans Info Media. Halaman 46-78.
Runjati dan Syahniar Umar. 2017. “KEBIDANAN TEORI DAN ASUHAN
VOLUME 2”. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 564-566.

21

Anda mungkin juga menyukai