PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama dengan Kementerian
Kesehatan. 3. Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh Pemberi
Pelayanan Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan kepada peserta
walaupun tidak memiliki perjanjian kerjasama. 4. RS/BKMM/BBKPM
melaksanakan pelayanan rujukan lintas wilayah dan biayanya dapat diklaimkan
oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang bersangkutan ke Kementerian
Kesehatan.
B. TUJUAN
C. RUMUSAN MASALAH
4. Apa saja Fasilitas kesehatan yang menjadi pemberi pelayanan dalam program
jamkesmas?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN JAMKESMAS
Jaminan social masyarakat (JAMKESMAS) adalah bantuan social
untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu yang iurannya
dibayar oleh pemerintah, diselenggarakan oleh kementerian kesehatan sejak
tahun 2008 dan merupakan perubahan dari program jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau dikenal dengan program
ASKESKIN yang diselenggarakan pada tahun 2005-2007.
3
C. DASAR HUKUM JAMKESMAS
Pelaksanaan program Jamkesmas dilaksanakan sebagai amanah Pasal
28 H ayat (1) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang
menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidupyang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Selain itu berdasarkan Pasal
34 ayat (3) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia dinyatakan
bahwa ’Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”
Dasar hukum penyelenggaraan program Jamkesmas adalah:
1. Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
2. Undang–Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN Tahun 2008
3. Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negar
4. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
4
b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada puskesmas
perawatan, meliputi pelayanan :
1) Akomodasi rawat inap
2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
3) Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
4) Tindakan medis kecil
5) Pemberian obat
6) Persalinan normal dan dengan penyulit (PONED)
7) Persalinan normal dilakukan di puskesmas/bidan di
desa/polindes/dirumah pasien fasilitas kesehatan tingkat pertama
swasta.
8) Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria gawat darurat
tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit (Nomor 856 tahun
2009).
5
6) Pelayanan KB, termasuk kontap efektif (sterilisasi dan alat
kontrasepsi dalam rahim), kontap pasca persalinan/keguguran,
penyembuhan efek samping dan komplikasinya (alat/obat KB
(kontrasepsi) disediakan BKKBN)
7) Pemberian obat yang mengacu pada daftar obat (Formularium)
8) Pelayanan darah
9) Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit.
6
c. Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria gawat darurat
tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit (Nomor 856 tahun 2009).
1) Seluruh penderita Thalasemia dijamin, sebagai peserta Jamkesmas
non-kartu.
Pelayanan tingkat lanjut sebagaimana di atas meliputi :
Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di rumah sakit
dan balkesmas.
Pelayanan rawat jalan lanjutan yang dilakukan pada
balkesmas bersifat pasif (dalam gedung) sebagai FASKES
penerima rujukan. Pelayanan balkesmas yang ditanggung oleh
program Jamkesmas adalah Upaya Kesehatan Perorangan
(UKP) dalam gedung.
E. PELAYANAN YANG TIDAK DIJAMIN OLEH JAMKESMAS
Pelayanan yang tidak dijamin oleh Jamkesmas:
1. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan
2. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika
3. General check up
4. Gigi tiruan
5. Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan
pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah
6. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat
keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi
7. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, kecuali
memang yang bersangkutan sebagai peserta Jamkesmas
8. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, baik
dalam gedung maupun luar gedung
7
F. KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN
a. Situasi Kepesertaan Jaminan Kesehatan Penduduk Indonesia berdasarkan
sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 237.556.363 jiwa, data
Kementerian Kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk
Indonesia yang telah memiliki Jaminan Kesehatan adalah 60,24% atau
sejumlah 142.179.507 jiwa, dan 39,76% atau 95.376.856 penduduk yang
belum memiliki jaminan Kesehatan.
8
Kab/Kota atau 67,4% dari 497 Kabupaten/Kota di Indonesia, yang telah
memberikan jaminan kesehatan bagi penduduknya melalui program
Jamkesda2.
9
Dari grafik di atas tampak porsi paling tinggi peserta jamkesmas berada di wilayah
Jawa-Bali (51,8%) dan diikuti dengan wilayah Sumatera (23,5%). Secara total
tidak tampak kesenjangan yang bermakna kepesertaan Jamkesmas menurut jenis
kelamin. Namun bila dilihat berdasarkan wilayah kerja pembangunan tampak
kesenjangan kepesertaan perempuan terhadap laki-laki, pada wilayah Papua
sebanyak 8,8%, wilayah Sulawesi kesenjangan sebanyak 4,38%, wilayah
Kalimantan 3,55% dan wilayah Maluku 2,84%.
Bila dilihat lebih jauh, proporsi peserta menurut jenis kelamin terhadap jumlah
penduduk berdasarkan wilayah pembangunan tahun 2010 seperti tampak pada
tabel 1 di bawah, masih terlihat ada kesenjangan kepesertaan perempuan terhadap
laki-laki. Kesenjangan tertinggi terjadi pada wilayah Papua (3,1%) dan Sulawesi
(3,1%) kemudian diikuti wilayah Nusa Tenggara (2,4%).
Kesenjangan ini perlu dikaji lebih lanjut apakah hal ini dapat berdampak terhadap
pencapaian target program kesehatan pada maternal.
10
Grafik 4. Proporsi Peserta Jamkesmas Menurut Kelompok Umur
Dari grafik 4 di atas tampak proporsi kelompok umur terbesar peserta Jamkesmas
adalah kelompok umur 15-49 tahun (56%), diikuti oleh kelompok umur > 50 tahun
(21%). Proporsi kelompok umur 0-14 tahun sebanyak 23%, jumlah ini sedikit lebih
rendah dari proporsi kelompok umur penduduk 0-14 tahun (28,8%) hasil sensus
penduduk 2010 oleh BPS.
2. Kelengkapan Laporan Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Rawat Inap Tingkat Pertama
11
Tabel 2. Kelengkapan Laporan RJTP Dari Provinsi Yang Melapor Tahun 2010
Dari tabel di atas terlihat bahwa kisaran kelengkapan laporan RJTP kabupaten/kota
dari provinsi yang melapor berada antara 100% - 5,26% rata-rata 62,83%, sedangkan
laporan RJTP puskesmas antara 93,42% - 1,65% dengan ratarata 50,27%. Sebanyak 7
Provinsi persentase pelaporan RJTP Kabupaten Kota di bawah 50%, dan laporan
Puskesmas sebanyak 11 Provinsi dibawah 50%. Kelengkapan laporan
Kabupaten/Kota terendah adalah Provinsi Sumatera Barat (5,26%), sedangkan
laporan Puskesmas terendah adalah Provinsi Sumatera Selatan (1,65%). Adapun
distribusi kelengkapan laporan RJTP Kabupaten/Kota dan kelengkapan Puskesmas
yang melaporkan RJTP dapat terlihat dalam grafik berikut :
12
Grafik 5. Persentase Kabupaten/Kota Yang Melapor RJTP Menurut Provinsi Tahun
2010
Grafik 6. Persentase Puskesmas yang melapor RJTP Menurut Provinsi Tahun 2010
Pada grafik 6 di atas tampak kelengkapan laporan RJTP puskesmas bila dibandingkan
terhadap 33 provinsi, maka secara nasional hanya 48,09%.
Seperti halnya pada rawat jalan tingkat pertama, pada pelaporan rawat inap tingkat
pertama (RITP) juga tidak seluruh Provinsi melapor, dari 33 Provinsi sebanyak 20
Provinsi (60,6%) yang melapor, dari 497 Kabupaten/Kota sebanyak 164
13
Kabupaten/Kota (32,9%) yang melaporkan jumlah kunjungan rawat inap tingkat
pertama dan dari 2920 Puskesmas Perawatan, yang melaporkan jumlah kunjungan
rawat inap tingkat pertama adalah sebanyak 953 Puskesmas (32,6%), hal ini dapat
dilihat pada tabel 3 berikut :
Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa kisaran kelengkapan laporan RITP kabupaten/kota
dari provinsi yang melapor berada antara 100% - 6,67% rata-rata 52,13%, sedangkan
laporan RITP puskesmas antara 82,61% - 1,22% dengan rata-rata 42,03%. Sebanyak
8 Provinsi persentase pelaporan RITP Kabupaten Kota di bawah 50%, dan laporan
Puskesmas sebanyak 11 Provinsi di bawah 50%. Kelengkapan laporan
Kabupaten/Kota terendah adalah Provinsi Sumatera Selatan (6,67%), demikian pula
untuk laporan Puskesmas yang terendah adalah Provinsi Sumatera Selatan (1,22%).
14
Grafik 7 :Persentase Kabupaten/Kota Yang Melapor RITP Menurut Provinsi Tahun
2010
Pada grafik 7 di atas tampak kelengkapan laporan RITP puskesmas bila dibandingkan
terhadap 33 provinsi, maka secara nasional hanya 34,21%.
Grafik 8 : Persentase Puskesmas yang melapor RITP Menurut Provinsi Tahun 2010
15
Terlihat pada grafik 8 di atas kelengkapan laporan RITP puskesmas bila
dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka secara nasional hanya 31,51%.
16
Bila dibandingkan tingkat distribusi anggaran Jamkesmas dengan kelengkapan
laporan data puskesmas di tingkat Kabupaten/Kota, tampak kesenjangan yang
mencolok. Persentase laporan data puskesmas baik rawat inap maupun rawat jalan
tampak sangat rendah dibandingkan dengan persentase distribusi anggaran, seperti
tampak pada grafik 8 dan 9. Persentase laporan rawat jalan tampak relatif lebih baik
daripada laporan rawat inap.
Dari grafik 9 di atas tampak ada ada 10 provinsi yang telah didistribusikan anggaran
Jamkesmas namun tidak ada laporan data RJTP dari Kabupaten/Kota maupun dari
puskesmas yaitu provinsi Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Penyebab kesenjangan % distribusi anggaran dan % kelengkapan laporan pada RJTP
dan RITP adalah kemungkinan karena anggaran yang didistribusikan oleh
Kementerian Kesehatan, tidak dapat dimanfaatkan/ diserap oleh Puskesmas. Hal ini
17
kemungkinan karena mekanisme pertanggungjawaban anggaran Jamkesmas yang
tidak mudah, sehingga puskesmas enggan memanfaatkannya.
Dari grafik 10 di atas tampak ada ada 13 provinsi yang telah didistribusikan anggaran
Jamkesmas namun tidak ada laporan data RITP dari Kabupaten/Kota maupun dari
puskesmas yaitu provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Banten, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara,
Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Rendahnya dan tidak adanya laporan
RITP, kemungkinan disebabkan rendahnya minat peserta Jamkesmas untuk dirawat
di puskesmas perawatan, kemungkinan lain karena kemampuan puskesmas perawatan
untuk merawat inap pasien masih rendah. Sehingga kemungkinan kasus-kasus yang
seharusnya dapat dirawat di tingkat pelayanan dasar (Puskesmas Perawatan) akan
ditemukan dirawat di tingkat pelayanan rujukan (RS).
18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jaminan social masyarakat (JAMKESMAS) adalah bantuan social untuk
pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu yang iurannya
dibayar oleh pemerintah, diselenggarakan oleh kementerian kesehatan sejak
tahun 2008 dan merupakan perubahan dari program jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau dikenal dengan program
ASKESKIN yang diselenggarakan pada tahun 2005-2007.
1. Tujuan Umum
Program JAMKESMAS bertujuan meningkatkan akses dan mutu
pelayanan keesehatan yang dapat diakses dan bermutu sehingga terjadi
derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh
peserta JAMKESMAS.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta
diseluruh jaringan PPK (penyedia pelayanan kesehatan)
JAMKESMAS.
b. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi
peserta, tidak berlebihan, sehingga terkendali mutu dan biayanya.
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan (AKUNTABEL).
d. Meningkatkan jumlah peserta (Masyarakat tidak mampu) yang dicakup
agar mendapat pelayanan kesehatan dijaringan PPK JAMKESMAS.
e. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.
B. SARAN
19