Anda di halaman 1dari 11

Menurut hukum kewarisan islam, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang dapat

menjadi ahli waris orang lain.

1. Penyebab utama adalah hubungan darah atau kekerabatan

 Ke bawah: anak-anak baik laki-laki maupun perempuan serta keturunannya

 Ke atas: orang tua baik ibu atau ayah dan yang menurunkannya

 Kesamping: anak ayah atau anak ibu,anak nenek atau kakaek, sambung menyambung satu
dengan yang lain menentukan jarak dekatnyahubungan masing-masing dengan pewaris.

2. Hubungan perkawinan.

Hukum perkawinan merupakan penyebab seseorang menjadi ahli waris orang lain. Dalam
hal ini suami isteri. Disamping hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi ahli waris, ada
juga hal yang menghalangi seseorang menjadi ahli waris seseorang. Kendatipun ia termasuk
dalam kedua kategori penerima ahli waris.

A. Penghalang seseorang menjadi ahli waris:

1. Pembunuhan yang dilakukan oleh calon ahli waris terhadap pewaris.

Dalam sistem kewarisan islam melarang pengalihan harta peninggalan seseorang kepada ahli
warisnya secara terpaksa, apalagi dengan cara kejidiluar proses yang lazim yaitu kematian
biasa.

2. Perbedaan agama.

Perbedaan agama merupakan halangan untuk saling mewarisi. Orang muslim tidak dapat
mewarisi harta peninggalan orang bukan muslim begitu sebaliknya.

3. Kelompok keutamaan dan hijab.

Prinsip keutamaan adalah prinsip yang menentukan jarak dekatnya seseorang dengan
pewaris.

 Kelompok keutaman yang pertama

Misalnya:kelompok 1 bergabung anak-anak dengan orang tua, kelompok 2 saudara-saudara


pewaris. Dalam hukum islam jelas hubungan anak dan orang tua yang paling dekat dengan
pewaris.

 Kelompok keutaman yang kedua

Hubungan perkawian yang menjadi ahli waris adalah suami atau isteri yang masih hidup.
Hijab menurut etimologi adalah menutup atau halangan. Menurut hukum islam hijabberarti
terhalang atau tertutupnya seseorang menjadi ahli waris karena ada ahli waris lain yang
lebih berhak. Ada 2 macam hijab:

o Hijab penuh adalah tertutupnya hak kewarisan seseorang secara menyeluruh.

Misal: nenek terhalang oleh ibu, cucu terhalang anak.

o Hijab tak penuh atau hijab kurang yaitu, Berkurangnya perolehan ahli waris dalam
kasus tertentu, dalam kasus tertentu.

Misal: ibu yang dihijab oleh anak cucunya bagianya menjadi berkurang dibandingkan
tidak dihijab, bagian yang diterima sebelum dihijab sepertiga kalau dihijab menjadi
seperenam.

Ada tiga unsur dalam islam yang memungkinkan peralihan harta peninggalan seseorang
sebagaimana mestinya.

 Pewaris adalah seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan sesuatuuntuk keluarga
yang masih hidup. Berdasarkan asas ijbari pewaris tidak berhak menentukan siapa yang
berhak mendapat warisan, berapa banyak, dan bagaimana cara mengalihkannya. Sebab,
semuanya telah diatur oleh Allah dan secara pasti yang wajib dilaksanakan.

 Harta warisan atau harta peninggalan adalah Segala sesuatu yang ditinggalkan oleh
pewarisyang sepenuhnya milik pewaris. Sedangkan benda yang sepenuhnya bukan milik
pewaris tidak dapat tidak dapat dialihkan menjadi milik ahli waris.Mengenai hutang ahli
waris tidak berhak membayar hutang-hutang pewaris dengan harta pribadinya jika hutang-
hutang melebihi harta yang diwariskan, namunorang muslim sering membayar hutang-
hutang pewaris hingga semuanya sah.

 Ahli waris merupakan orang yang berhak mendapatharta peninggalan dari pewaris atau
orang yang sudah meninggal. Disamping karena hubungan darah dan perkawinan ada
beberapa syarat agar seseorang dapat menjadi ahli waris yaitu:

 Masih hidup saat pewaris meninggal

 Tidak ada sebab-sebab yang menghalanginya menjadi ahli waris

 Tidak tertutup ahli waris yang utama

Perincian pokok ahli waris menurut hubungan darah: Anak laki-laki atau perempuan, Cucubaik laki-
laki atau perempuan, Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, Saudara laki-laki atau perempuan seayah atau seibu,
Anak saudara, Paman, Anak-anak paman. Sedangkan karena hubungan perkawinan adalah suami
isteri. Kedudukan suamiisteri dalam ahli waris diatur dengan tegas dalam Al-Qur’an surat an-Nisa
ayat 12. Kewarisan karena hubungan ini tidak menyebabkan hak kewarisan apapun bagi kerabat
suami atau isteri.
B. Ada 2 macam ahli waris dalam hukum islam,

 Ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya (zul fara’id)

Ahli waris yang sudah ditentkan secara pasti bagianya, setengah, seperempat, ,
seperdelapan, sepertiga, dua pertiga seper enam.

 Ahli waris yang tidak ditentukan bagianya (Zul Qarobath) / Ashobah

Ahli waris yang memperoleh bagian tertentu dalam keadan tertentu, atau yang mendapat
sisa harta sesudah dikeluarkan bagian zul fara’id dengan pembagian yang bersifat terbuka.
Misal : didalam Al-Qur’an disebutkan kewarisan anak laki-laki tetapi tidak dirinci jumlahnya.

C. Macam-macam Ashabah

Berdasarkan indicator yang terdapat dalam ayat dan hadis tentang kewarisan, kemudian
para ulama membagi ashabah kepada tiga macam, yaitu:

1. Ashabah bin nafsi, yaitu Ahli waris laki-laki, dalam menerima warisan sebagai ashabah
dengan sendirinya tanpa terikat dengan ahli waris lainnya. Ada empat (4) golongan yang
termasuk ashabah bin nafsi, yaitu:

 Golongan anak. Meliputi: anak laki-laki dan keturunannya yang laki-laki betapapun
jauh kebawah, golongan ini menerima warisan secara ashabah manakala tidak ada
bersamanya anak perempuan dan keturunannya kebawah baik laki-laki maupun
perempuan.

 Golongan ayah. Meliputi: ayah, ayahnya ayah (kakek) dan seterusnya.

 Golongan saudara. Meliputi : saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, dan
keturunanya yang laki-laki. Mereka ini mewaris secara ashabah bin nafsi manakala
tidak ada bersamanya saudara perempuan.

 Golongan paman. Meliputi: paman kandung, paman seayah, anak-anak dari paman
tersebut,dan seterusnya kebawah.

2. Ashabah bil ghair, yaitu Ahli waris perempuan yang semula berkedudukan sebagai
dzawil furudh, tetapi karena ia mewaris bersama-sama dengan ahli waris laki-laki, maka
kedudukannya berubah menjadi ashabah karena ada ahli waris laki-laki tersebut.
Ketentuan besarnya perolehan antara ahli waris perempuan dengan ahli waris laki-laki
adalah dua berbanding satu (2;1), yaitu sebagai ahli waris laki-laki mendapat dua kali
bagian atas ahli waris perempuan.

Terdapat empat (4) macam ahli waris perempuan yang semula berkedudukan ahli waris
dzawil furudh, tetapi karena adanya mereka mewaris bersama ahli waris laki-laki, maka
kemudian kedudukannya berubah menjadi ashabah bil ghair, yaitu:

 Anak perempuan kandung, ketika mewarisi bersama anak laki-laki kandung seayah.
 Cucu perempuan dari anak laki-laki. ketika mewaris bersama cucu laki-laki. atau
cucu perempuan dari anak perempuan ketika mewaris besama saudarnya yaitu cucu
anak laki-laki dari anak perempuan.

 Saudara perempuan kandung ketika mewaris bersama saudara laki-laki kandung.

 Saudara perempuan seayah ketika mewaris bersama saudara laki-laki.

3. Ashabah ma’al ghair, Menurut ulama sunni, ashabah ma’al ghair hanya dapat terjadi
manakala ahli waris terdiri dari saudara perempuan dan anak perempuan. Yang
dimaksud saudara perempuan adalah saudara perempuan kandung, atau seayah,
sedangkan yang dimaksud anak perempuan adalah termasuk juga perempuan dari anak
laki,-laki. Disini saudara perempuan tersebut tidak menarik anak perempuan sebagai
ashabah, tetapi keberadan anak perempuan itu menyebabkan saudara perempuan
berkedudukan sebagai ashabah ma’al ghair. Para ulama mendasarakan ashabah ma’al
ghair ini kepada hadis riwayat Bukhari, yang artinya: “abu musa al-asy’ar i ditanya
tentang bagian waris anak perempuan bersama cucu perempuan dari anak laki-laki dan
saudara perempuan. Beliau menjawab, bagian anak perempuan setengah dan untuk
saudara perempuan setengah bagian”

D. Dalam hukum kewarisan islam ada berbagai langkah atau cara untuk menyelesaikan
pembagian warisan secara tuntas. Sebelum warisan dibagi, ada persoalan yang harus
diselesaikan terlebih dahulu,

1. Soal-soal yang berhubungan dengan pengurusan jenasah hingga pemakaman,

2. Menyelesaikan pembayaran hutang, baik hutang kepada Allah yang berupa nazar, zakat, dan
hutang kepada sesama manusia.

3. Menyelesaiakan wasiat pewaris. Batas wasiat telah diatur oleh nabi Muhammad yaitu tidak
boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan.

E. Tidak setiap orang mendapatkan bagian yang sama dengan ahli waris lainnya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan Allah Swt dalam surat al-Nisa ayat 11, 12, 17, dan 176
dan beberapa hadis lainnya.Adapun ringkasannya dapat dilihat pada keterangan berikut ini:

 Anak Perempuan : Pertama. Anak perempuan mendapatkan 1/2. Apabila anak sendiri (QS. 4:
11). Kedua, mendapatkan 2/3 apabila terdapat dua atau lebih. Mereka berbagi rata dari 2/3
tersebut (4:11). Ketiga, mendapatkan sisa / ashabah spabila bersama dengan anak laki-laki
(ashabah bil ghair).

 Anak laki-laki : Laki-laki mendapat sisa dengan sendirinya atau disebut ashabah bi al-Nafs

 Suami : Pertama, suami mendapat bagian 1/2 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak
(4:12). kedua, suami mendapatkan 1/4 apabila pewaris meninggalkan anak (4:12)

 Istri : Pertama. Istri mendapatkan 1/4 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak (4:12).
Kedua mendapatkan 1/8 apabila ahli waris meninggalkan anak (4:12)
 Ibu : Pertama, ibu mendapatkan bagian 1/3 apabila pewaris tidak meninggalkan anak. Kedua
mendapatkan 1/6 apabila pewaris meninggalkan anak atau dua saudara atau lebih (4:11)
Apabila tidak meninggalkan anak namun meninggalkan saudara (4:11). Ketiga, mendapatkan
1/3 sisa (tsulutsul baqi) apabila ahli waris hanya terdiri dari ayah, ibu dan suami/istri.
Pembagiannya adalah dibagi dulu bagian istri, kemudian sisanya dibagi 1/3, kemudian
sisanya diberikan kepada ayah, ajaran ini dianut oleh Syafi'i (Patrinileal)

 Ayah : Pertama. Ayah mendapatkan 1/3 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak. (4:11).
Kedua, Ayah mendapatkan 1/6 apabila ahli waris meningglkan anak. (4:11). Ketiga, Ayah
mendapatkan semua sisa apabila tidak ada ahli waris yang mendapatkan sisa, dan masih ada
sisa warisan maka diberikan kepada Ayah, namun sebelumnya Ayah tetap mendapat bagian
zawil furud (ahli waris yang telah mendapatkan bagian yang ditentukan).

 Saudara perempuan kandung : Pertama. Saudari kandung mendapatkan bagian waris 1/2
apabila kalalah dan sendiri. Kedua, mendapatkan 2/3 apabila kalalah dan bersama dua orang
atau lebih, maka mereka berbagi rata dari 2/3 tersebut. Ketiga, mendapatkan sisa warisan.
Apabila kalalah dan bersama dengan seorang anak perempuan (ashabah maal ghair) atau dia
bersama dengan saudara kandung (ashabah bil ghair).

 Saudara laki-laki kandung : Saudara kandung mendapatkan sisa warisan apabila kalalah

 Saudara seayah : Pertama. Saudara seayah mendapatkan 1/2 warisan apabila kalalah dan
tidak ada saudari kandung. Kedua mendapatkan 2/3 apabila kalalah, tidak ada saudari
kandung dan saudari seayah terdiri dari dua orang atau lebih. Mereka berbagi rata dari
bagian tersebut. Ketiga, mendapatkan sisa warisan apabila kalalah, dia bersama saudara
sebapak, dan tidak ada suadara kandung. Keempat. Tidak mendapatkan warisan apabila ada
saudara kandung atau apabila ada dua saudari kandung

 Saudara seibu : Pertama, Saudara/I seibu mendapatkan 1/6 warisan apabila kalalah dan
mereka satu orang. Kedua mendapatkan 1/3 apabila kalalah dan mereka terdiri dari dua
orang atau lebih

 Adapun untuk cucu, anak angkat, ibu angkat, saudara sesusuaan dan lain-lain akan kami
jelaskan dalam artikel pembagian warisan dalam hukum islam lainnya

 AWL : dalam hukum waris Islam dikenal asas keadilan berimbang. Asas ini dalam kompilasi
hukum Islam terdapat, terutama, dalam pasal-pasal mengenai besarnya bagian masing-
masing ahli waris yang disebut dalam Pasal 176 dan Pasal 180 KHI. Juga dikembangkan
dalam penyesuaian perolehan yang dilakukan pada waktu penyelesaian pembagian warisan
melalui pemecahan secara aul dengan membebankan kekurangan harta yang akan dibagi
kepada semua ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. Hal ini
disebutkan dalam Pasal 192 KHI yang berbunyi:

Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka
penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan
secara aul menurut angka pembilang.
 RADD : Agar asas keadilan berimbang dapat diwujudkan waktu penyelesaian pembagian
warisan, penyesuaian dapat dilakukan melalui rad yakni mengembalikan sisa (kelebihan)
harta kepada ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagian masing-masing.

Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yng
berhak menerima pengembalian itu. Namun, pada umumnya ulama mengatakan bahwa
yang berhak menerima pengembalian sisa harta itu hanyalah ahli waris karena hubungan
darah, bukan ahli waris karena hubungan perkawinan.

Dalam KHI soal rad ini dirumuskan dalam Pasal 193 KHI yang berbunyi:

Apabila dalam pembagian harta warisan di antara ahli waris Dzawil furud menunjukkan
bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut sedangkan tidak ada ahli
waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai
dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang di antara
mereka.

Dalam rumusan tersebut tidak dibedakan antara ahli waris karena hubungan darah dengan
ahli waris karena hubungan perkawinan. Penyelesaian pembagian warisan dapat dilakukan
dengan damai berdasarkan kesepakatan bersama.

Di dalam KHI hal tersebut dirumuskan dalam Pasal 183 KHI yang berbunyi:

Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan,
setelah masing-masing menyadari bagiannya.

Catatan Pak Munthe

 Radd : penyebutnya lebih besar

 Hazairin : jika penyebutnya lebih besar maka pembilang dijadikan penyebut - Hazairin > Jika
semua berhak menerima radd maka cukup mengganti pembilang mjd penyebut misal (23/24
diubah mjd 23/23)

 Syafi'i : radd hanya diberikan kepada orang yg memiliki hub darah

 Awl : penyebutnya lebih kecil

Menururt syafi'i

Jika pewaris meninggalkan anak dan Jika pewaris meninggalkan saudara 2 orang atau lebih dari 2
maka, Ibu mendapat 1/6

Menurut Hazairin

Ibu mendapat 1/6 , jika pewaris meninggalkan saudara dan anak

Sisa harta dalam islam (Hazairin : zul qarobat) (Sayfi'i : Ashobah)


 Hazairin : semua ahli waris berhak mendapatkan radd (sisa harta peninggalan)

 Syafi'i : hanya ahli waris yg mempunya hubungan darah yang berhak mendapatkan radd,
berarti istri/suami tidak berhak mendapatkan radd karena hanya hubungan perkawinan

Gambar :

Syafi'i > Gambar

Tsulutsul : 1/3 Baqi : sisa

 Yang berhak mendapatkan adalah ibu (ibu mendapatkan dari sisa)

 Yang dapat sisa harta disebut (zul qarobah)

Kalo ada 8 pasti penyebutnya 24

KHI MENGIKUTI HAZAIRIN (176(2)) AHLI WARIS PENGGANTI TIDAK BOLEH LEBIH BESAR BAGIANNYA
DARI AHLI WARIS SEDERAJAT

Kedudukan Cucu adalah Mawali (Ahli waris pengganti)


Menurut syafi'i : cucu hanyalah dari keturunan laki laki, kalo dari anak perempuan tidak disebut
cucu yg tampil hanya cucu dari anak laki laki (Melihat dari zaid bin zabith)

1. Cucu tdk tampil sbg ahli waris jika masih ada anak lakilaki dari pewaris sbg mahjub
2. Jika hanya ada cucu maka semuanya dapet tergantung cucu laki/perempuan (QS Annisa 33)
3. Ketika ada anak 1 perempuan brsm dgn 1 cucu perempuan atau lebih maka mendapat 1/6
takmilah (penyempurna 2/3 (2/3 - 1/2 = 1/6 )bagian anak perempuan dari pewaris) buat
cucu perempuan
4. Ketika ada anak perempuan/lebih, dan ada cucu perempuan. maka cucu perempuan tdk
tampil sbg ahli waris karena anak perempuan sebagai mahjub, namun
5. jika masih ada (anak perempuan 1 orang maka menadapat 1/2) (jika lebih dari 1 anak
perempuan maka 2/3 untuk 2 orang anak pr) ( jika ada anak laki dan pr maka 2 banding 1
dan cucu tidak tampil menjadi ahli waris karna ada anak laki sbg mahjub) dan ada cucu
lakilaki maka mendapatkan sisa harta (ashobah) dan jika ada cucu perempuan maka cucu pr
tsb dapat tampil untuk mndptkan ashobah (sisa harta)

Gambar :

KHI mengikuti sistem hazairin cucu sebagai pengganti

 Menurut Hazairin : cucu adalah baik dari keturunan perempuan meupun lakilaki besar
bagiannya mengambil besar bagian yang digantikan/ahli waris pengganti (ayah/ibunya)
 Ahli waris pengganti tidak boleh lebih besar dari pada ahli waris yg digantikan sederajat
 Menurut hazairin jika ada anak yg meninggal dan meninggalkan anak maka dianggap hidup

Gambar :
 Takmilah : penyempurna dari 2/3

 Hijab/mahjub : pengahlang/pelindung/menutup

 Cucu sbg mawali : pengganti bagian anak

Bagian warisan untuk saudara

1. Kandung : ayah dan ibu sama

2. Seibu : yang sama ibunya

3. Se ayah : yang sama ayahnya

Kapan saudara dpt tampil sbg ahli waris?

Kalau pewaris / jika pewaris meninggal dalam keadaan kalalah (punya anak)

KALALAH

 Hazairin : kalalah adalah ketika pewaris tidak memiliki keturunan

 KHI : kalalah ketika pewaris tidak memiliki keturunan seperti yg dipahami oleh hazairin atau ayah
telah meninggal terlebih dahulu seperti yang di pahami oleh syafi'i

 Syafi'i : kalalah adalah ketika pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki atau cucu laki-laki dari
anak lakilaki dan ayah telah meninggal terlebih dahulu dari pada dia , jika ada cucu laki laki dari
anak perempuan maka disebut kalalah

Gambar :
Di QS An Nisa ayat 12 : tidak membedakan perempuan dan laki laki

 1 saudara lk/pr 1: 1/6


 2 saudara / lebih : 1/3

Jika QS An Nisa ayat 176 : membedakan perempuan dan lakilaki

 1 saudara perempuan : 1/2


 2 saudara perempuan atau Lebih : 2/3
 Ada saudara laki laki dan perempuan : 2:1 (2 banding 1)

1. Menurut Hazairin menggunakan ayat 12 ketika ayah masih hidup, sedangkan jika ayah
sudah meninggal menggunakan ayat 176. Bagi hazairin tidak ada perbedaan antara saudara
kandung seibu atapun seayah sama sama semua saudara
2. Kalau menurut KHI ayat 12 digunakan ketika ibu masih hidup, jika ibu sudah meninggal
dunia maka digunakanlah ayat 176
3. Menurut Syafi'i ada bbrp ketentuan, ayat 12 digunakan hanya pada saudara seibu,
sedangkan ayat 176 digunakan untuk saudara sekandung dan saudara seayah.

WARISAN KAKEK DAN NENEK

Menurut Hazairin, kakek / nenek mendapat harta warisan dpat dilihat dari kelompok keutamaan.
Kakek / nenek dapat tampil menjadi ahli waris kalau muncul kelompok keutamaan ke-4

 kalau tidak ada ayah Yang ada hanya


 kalau tidak ada ibu -kakek/nenek
 kalau tidak ada saudara mawali -janda/duda
 kalau tidak ada anak dan mawali

 kakek mendapatkan sisa terbuka Kakek dan nenek


 nenek mendapatkan 1/3 adalah mawali dari
 jika nenek mawali ayah maka mendapatkan 1/3 ayah/ibu

kakek dan nenek tidak dapat menjadi ahli waris jika :


 Ada ayah dan ibu
 Ada anak Bersama mawalinya
 Ada saudara Bersama mawalinya

Menurut KHI kakek dan nenek tampil apabila tidak ada ahli waris yang masih hidup. Besar bagian
antara kakek dan nenek itu sama. Jika kakek ke-2 dan kakek ke-3 masih hidup maka yang lain akan
tehijab mau dia Bersama anak ataupun cucu maka ia tetap tampil sebagai ahli waris.

Menurut Syafi’i, kakek dan nenek dibagi menjadi 2 yaitu :


1. Jenis kakek shahih (Dari pihak ayah) dan nenek shahihah (dari pihak ayah dan ibu)
2. Jenis kakek ghairul shahih dan nenek ghairul shahihah
Cara menetukan sahih atau tidak
 Kalau dia sahih maka dapat men-sahihkan diatasnya dia
 Perempuan hanya bisa men-sahihkan yang perempuan
 Laki-laki bisa men-sahihkan laki-laki dan perempuan
Besar bagian Syafi’I :
NENEK
 Jika ada nenek dua atau lebih Bersama, maka mendapatkan 1/6
 Kalau ibu masih hidup, maka semua nenek tidak tampil menjadi ahli waris baik dari pihak
ayah maupun pihak ibu.
 Kalau ayah masih hidup maka hanya menghijabi nenek dari pihak ayah, maka nenek dari
pihak ibu dapat.
 Kakek sahih hanya men-hijabi nenek dari pihak ayah.
 Nenek yang dekat dapat menghijabi nenek yang jauh
KAKEK
 Jika Kakek sahih menduduki posisi ayah, maka besar bagiannya seperti ayah apabila tidak
ada saudara sekandung atau seayah.
 Kakek sahih menghijabi saudara seibu
 Besar bagian kakek adalah 1/6, jika ada keturunan dari pewaris maka bagian kakek adalah
1/3 dari sisa
 Muqasamah (berbagi rata dengan saudara laki-laki sekandung atau seayah dari pewaris)
yaitu 1/3
 Jika masih ada anak maka kakek mendapat 1/6
 Jika kakek bersama saudara yang ashobah (saudara laki-laki dan perempuan sekandung atau
seayah) 1/3
 Yang diterapkan adalah yang mengungtungkan bagi kakek/ ambil yang paling
menguntungkan untuk kakek
 Jika kakek Bersama saudara ashibah dengan ahli waris zul faraid (ibu, janda/duda) maka
terdapat 3 cara. Yang nantinya diambil adalah cara yang menguntungkan untuk kakek.
 Jika kakek Bersama saudara zul faraid, maka setidak-tidaknya kakek mendapat bagian 1/3
 Jika kakek Bersama saudara atau ahli waris lain yang zul-faraid, maka AWL

Kesimpulannya :
 Jika kakek Bersama keturunan dari ahli waris maka mendapat 1/6
 Jika kakek Bersama saudara zul faraid maka mendapat 1/3
 Jika kakek Bersama saudara yang ashobah maka muqashamah

Anda mungkin juga menyukai