Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PADA KASUS EFUSI PLEURA

DENGAN TINDAKAN WATER SEALED DRAINAGE (WSD)

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Minggu Pertama Departemen Keperawatan
Gadar dan Kritis Profesi Ners FIK Unmuh Ponorogo

OLEH :
IIN CAHYA PUSVITA SARI
19650110

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Allah SWT penulis memanjatkan atas segala rahmat dan anugrah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas minggu ketiga dengan judul “Effusi Pleura
dengan WSD ” untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan program Profesi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam rangka menyusun makalah
ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis. Untuk
itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tak
terhingga kepada:
1. Hery Ernawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Kaprodi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo yang telah memberikan kemudahan dan ijin sehingga
memperlancar profesi ners.
2. Sholihatul Maghfirah, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu, tenaga, danpikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan
proposal ini.
3. Teman-teman Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
Dalam penulisan proposal ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
bidang keperawatan.
Ponorogo, Maret 2020
Penulis

Iin Cahya P.S

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... …...4
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. …..4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................6
C. Tujuan Penulisan ..............................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................6
A. Definisi ………............................................................................................................ …..7

B. Etiologi… …… ........................................................................................................... …..8
C. Klasifikasi……................................................................................................................10
D. Patofisiologi …… ........................................................................................................ …
11
E. Manifestasi Klinis …… .................................................................................................. 11
F. Penatalaksanaan.............................................................................................................. .12
G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................ ….13
H. Komplikasi................................................................................................................. ….14
I. Pathway .......................................................................................................................
….16
BAB III CRITICAL THINGKING.................................................................................... 17
A. Definisi WSD ................................................................................................................ .17
B. Indikasi............................................................................................................................17
C. Tujuan WSD ...................................................................................................................18
D. Tempat pemasangan WSD .............................................................................................19
E. Jenis WSD .................................................................................................................. …19
F. Komplikasi WSD ............................................................................................................21
G. Prosedur WSD ................................................................................................................ 2 1
H. Penanganan WSD ...................................................................................................... ….23
I. Cara mengganti botol…………………………………………………………………...24
J. Pencabutan selang………………………………………………………………………24
BAB IV PENUTUP........................................................................................................... 25
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 25
B. Saran............................................................................................................................... ..25
DAFTAR PUSTAKA. ........................................................................................................26
MENILAI BUKTI SECARA KRITIS………………………………………………….…27

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit
yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat
diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di Negara Negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat
320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta
orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi
pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. WHO
memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara kotor akibat
emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi penyakit
paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.
Menurut Baughman (2000), efusi menunjukkan tanda dan gejala yaitu
sesak nafas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi di atas area yang berisi cairan,
bunyi nafas minimal atau tak terdengar dan pergeseran trachea menjauhi tempat
yang sakit. Umumnya pasien datang dengan gejala sesak nafas, nyeri dada, batuk,
dan demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas dengan bunyi
redup pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas
pada auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura (Khairani dkk., 2012).
Akibat lanjut pada pasien efusi pleura jika tidak ditangani dengan
Water Sealed Drainage (WSD) akan terjadi atalektasis pengembangan paru yang
tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura, fibrosis paru
dimana keadaan patologis terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan,

4
empiema dimana terdapat kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru (rongga
pleura), dan kolaps paru (Headher, 2011).
Tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura adalah pemasangan
WSD untuk mengembalikan kondisi di dalam cavum pleura kembali normal. WSD
adalah suatu sistem drainage yang menggunakan water sealed untuk mengalirkan
udara atau cairan dari cavum pleura (rongga pleura) tujuannya adalah untuk
mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan
negatif rongga tersebut, dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan
negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubricant (Arif, 2008).
Permasalahan efusi pleura pasca pemasangan WSD, antara lain nyeri akut
berhubungan dengan tindakan insisi pemasangan WSD, pola napas tidak efektif,
gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang, risiko infeksi berhubungan dengan
tindakan insisi / invansif akibat pemasangan selang WSD kesakitan ketika bernafas
dan mendadak merasakan sesak. Sesak nafas terjadi karena masih adanya timbunan
cairan dalam ronga paru yang akan memberikan kompresi patologi pada paru
sehingga ekspensinya terganggu, dan berkurangnya kemampuan meregang otot
inspirasi akibat terjadi restriksi oleh cairan (Syahrudin dkk., 2009).
Kebutuhan pemasangan WSD (Water Seal Drainage) misalnya, pada trauma
(luka tusuk di dada) yang disebabkan oleh benda tajam dan tidak mengenai jantung,
biasanya dapat menembus rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu
tusukan kuat ataupun satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi
peradarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-
paru. Oleh karena itu, paru-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita
nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga
disisi yang luka menjadi berkurang (Kartono, M. 2015).
Merupakan sebuah kesatuan antara efusi pleura dan tindakan pemasangan WSD
yang mereukan tindakan kolaboratif untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dari
diagnosa effusi pleura tersebut. Maka berdasarkan uraian dan beberapa asumsi
literature serta latar belakang diatas, maka tindakan pada pasien effuse pleura
dengan penanaganan WSD penulis tertarik untuk berusaha memberikan sebuah

5
rangkuman dan beberapa catatan riset yang disajikan dalam bentuk makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Effusi Pleura dengan Water Sealed Drainage”,
dengan harapan dapat memberikan manfaat yang lebih baik untuk pembaca,
khususnya pada mahasiswa kesehatan yang menjadi bibit terwujudnya cita-cita
yang lebih baik sebagaimana tertulis di atas

B. Rumusan Masalah
a. Untuk mengetahui bagaimana gambaran mengenai konsep teori penyakit efusi
Pleura?
b. Untuk mengetahui bagaimana tindakan penanganan WSD pada pasien efusi
pleura?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Tujuan secara umum dari ditulisnya makalah ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari gambaran umum dari effusi pleura
sebagai salah satu dari penyakit pernafasan.
b. Tujuan khusus
1. Konsep dasar perjalanan penyakit effusi pleura yang dimulai dari
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, cara pencegahan, dan beberapa hal
lain yang dapat memberikan gambaran pengetahuan tentang penyakit
tersebut.
2. Konsep dasar Water Sealed Drainage yang meliputi pengertian, indikasi
pemasangan, kontra indikasi, jenis-jenis WSD, dan beberapa hal lain yang
terkait dengan pemasangan WSD.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Effusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang tidak
semestinya yang disebabkan oleh pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses
absorbsinya. Sebagian besar effusi pleura terjadi karena meningkatnya
pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan absorpsi cairan pleura
tersebut.Pada pasien dengan daya absorpsi normal, pembentukan cairan pleura
harus meningkat 30 kali lipatsecara terus menerus agar mampu menimbulkan suatu
effusi pleura. Di sisi lain, penurunan daya absorpsi cairan pleura saja tidak akan
menghasilkan penumpukan cairan yang signifikan dalam rongga pleura mengingat
tingkat normal pembentukan cairan pleura sangat lambat. (Lee YCG, 2013).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak antara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain (Huda, 2015). Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau
cairan berkumpul di rongga pleura yang dapat mneyebabkan paru kolaps sebagian
atau seluruhnya (Smelzer & Bare, 2017).
Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan dalam jumlah berlebihan
didalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga ini hanya berisi sedikit
cairan (5 sampai 15 ml) ekstrasel yang melumasi permukaan pleura.
Peningkatan produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan mengakibatkan
efusi pleura (Kowalk, 2011).
Untuk mempermudah pengertian dan letak terjadinya effusi pleura,
dapat kita perhatikan gambar fisiologi paru sebagai mana berikut ini:

7
Gambaran Effusi Pleura secara fisiologis.
Maka dengan kata lain sebagaimana
pengertian di atas, Efusi pleura
merupakan suatu keadaan dimana terdapat
cairan dalam jumlah yang berlebihan
didalam rongga pleura, yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan
) cairan pleura.

Dalam keadaa normal, rongga pleura berisi sedikit cairan (sekitar 10 – 20 ml)
untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling
bergerak karena adanya kegiatan bernafas. Cairan masuk ke dalam rongga melalui
pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura
visceralis yang bertekanan rendah. Dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam
pleura parietalis dan pleura visceralis.

B. Etiologi
Menurut pleura Saferi Andra,( 2013) kelebihan cairan pada rongga pleura
sedikitnya disebabkan oleh satu dari empat mekanisme dasar :
1. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
2. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
3. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
4. Peningkatan tekanan negativ intrapleural.
Sedangkan berdasarkan penyebab di atas, effusi pleura dapat dibagi
menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah:
Menurut penyebabnya :

8
a) Bila effusi pleura berasal atau disebabkan karena implantasi sel-sel
limfoma pada permukaan pleura, cairannya adalah eksudat yang berisi
sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik (mengandung darah)
b) Bila effusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairan
dapat berupa transudat atau eksudat dan bercampur dengan limfosit.
c) Bila effusi pleura terjadi akibat obstruksi duktus torasikus,
cairannya akan berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
d) Bila efusi pleura terjadi karena infeksi, biasanya terjadi pada pasien
dengan limfoma maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi,
effusi ini dapat berupa empiema akut atau kronik
Menurut Cairan Yang Terbentuk:
a. Transudat
Transudat merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding
kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena
ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau ankotik. Transudasi
menandakan kondisi seperti asites, perikarditis, penyakit gagal
jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan
cairan.
Effusi pleura transudatif biasanya disebabkan karena:
 Gagal jantung
kongestif
 Sirosis (hepatik
hidrothorax)
 Atelektasis
 Hipoalbuminmia
 Sindroma nefrotik
 Peritoneal dialysis
 Mixedema

9
 Perikarditis konstriktif
b. Eksudat
Eksudat merupakan ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau
kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang
mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi
pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif, TBC,
pneumonia, infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik,
serosis hepatis, embolisme paru, dan infeksi parasitik.
Effusi pleura eksudatif biasanya disebabkan karena:
 Malignansi (karsinoma,
limfoma)
 Emboli pulmoner
 Kondisi kolagen -vaskuler (arthritis reumatoid, lupus)
 Tuberkulosis
 Pankreatitis
 Trauma
 Postcardiac injury syndrome
 Perforasi esophagus
 Pleuritis akibat radiasi
 Penggunaan obat (nitrofurantoin, dantrolene, methysergide,
bromocriptine, procarbazine, amiodarone)
 Chylothorax
 Meig’s syndrome
 Sarcoidosis
 Yellow nail syndrome

C. Klasifikasi
Menurut Berta & Puspita, (2017) effusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Effusi pleura transudat

10
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membrane pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistematik
yang mempengaruhi produksi dan absorb cairan pleura seperti (gagal
jantung kongesif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis
peritoneum)
2. Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan
masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru yang
dilapisi pleura tersebut atau ke dalam paru terdekat.
Kriteria effusipleura eksudat :
1) Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
2) Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase (LDH) lebih dari 0,6
3) LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum
Penyebab effusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema, penyakit
metastasis (mis, kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium) haemotorak,
infark paru, keganasan, repture aneurismaaorta. (Nurarif & Kusuma, 2015).

D. Tanda dan Gejala


Menurut Saferi & Mariza (2013) gambarakn klinis effusi pleura
tergantung pada penyakit dasarnya :
1. Sesak napas
2. Rasa berat pada dada
3. Bising jantung (pada payah jantung)
4. Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok (ca bronkus)
5. Lemas yang progresif
6. Bb menurun (pada neoplasma)
7. Demam subfebril (pada tb)
8. Demam menggigil (pada empiema)
9. Asitesis (pada sirosi hati)
10. Asites dengan tumor pelvis (pada sindrom meig)

11
E. Patofisiologi
Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satusama lain dan
hanya dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa, lapisan cairan ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara transudasi dari kapiler-kapiler pleura
dan reabsorbsi oleh vena visceral dan parietal, dan saluran getah bening. Karena
effusi pleura adalah penumpukan cairan yang berlebih di dalam rongga pleura yaitu
di dalam rongga pleura viseralis dan parientalis, menyebabkan tekanan pleura
meningkat maka masalah itu akan menyebabkan penurunan ekspansi paru sehingga
klien akan berusaha untuk bernapas dengan cepat (takipnea) agar oksigen yang
diperoleh menjadi maksimal dari penjelasan masalah itu maka dapat disimpulkan
bahwa klien dapat terganggu dalam pola bernapasnya, Ketidakefektifan pola napas
adalah suatu kondisi ketika individu mengalami penurunan ventilasi yang aktual
atau potensial yang disebabkan oleh perubahan pola napas, diagnosa ini memiliki
manfaat klinis yang terbatas yaitu pada situasi ketika perawat secara pasti dapat
mengatasi masalah.
Pada umumnya diagnose ini ditegakkan untuk kasus seperti
hiperventilasi. Ketidakefektifan pola napas ditunjukan dengan tanda-tanda
dengan adanya perubahan kedalam pernafasan, dyspnea, takipnea, sianosis,
perubahan pergerakan dinding dada (Somantri,2013).

F. Penatalaksanaan
Menurut Wijaya & Putri (2013) pengobatan spesifik ditunjukan untuk penyebab
dasar, tindaan yang dilakukan yaitu :
a. Torakosintesis
Thorakosintesis dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan
dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg.
Indikasi untuk melakukan thorakosintesis adalah
 Menghilngkan sesak napas yang dapat disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura atau membuang cairan pleura
 Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

12
 Bila terjadi reakumulasi cairan
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian sebagai berikut:
a) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang
berada dalam cairan pleura.
b) Dapat menimbulkan in%eksi di rongga pleura
c) Dapat terjadi pneumothoraks
b. Pemasangan selang dada atau drainage. Hal ini dilakukan jika torakosintesis
menimbulkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit.
c. Obat-obatan seperti antibiotik, jika agen penyebab adalah kuman atau
bakteri
d. Penatalaksanaan cairan
e. Pemberian nitrogen mustard atau tetrasiklin melalui selang dada

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis, penyebab, serta therapy
medis perlu dilakukan sebagai penunjang dalam pelaksanaanya. Adapun
pemeriksaan penunjang yang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Foto rontgen dada (sinar tembus dada)
b. USG pleura, berfungsi untk menentukan adanya cairan dalam rongga
pleura.
c. CT Scan dada.
d. Torakosentesis (untuk mengambil cairan dan mengetahui warna cairan)
 Kekuning-kuningan: warna normal cairan pleura
 Agak Kemerahan atau kemerahan: terjadi pada kasus dengan
trauma, infark paru, keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma
aorta.
 Kehijauan dan agak purulen: menunjukkan adanya empiema.

13
 Merah Coklat: menunjukkan adanya abses karena amuba.
Beberapa hasil dari pemeriksaan Torakosentris dapat diperoleh
keterangan sebagai berikut:
 Biokimia: basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah
merah dan putih, kadar pH, glukosa, amilase. Tabel berikut ini
menunjukkan perbedaan biokimia pada effusi pleura.

 Sitologi: sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel


maligna, sel-sel besar dengan banyak inti, sel lupus eritematosus
sistemik.
 Bakteriologi: menentukan jenis bakteri yang menginfeksi.
 Biopsi pleura.

H. Komplikasi
Pada keadaan lebih lanjut, bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
maka effusi pleura dapat berdampak atas beberapa komplikasi berikut ini:
 Pneumonia
 Penumothorax
 Hipertensi paru
 Hemothorax (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
 Emoli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam menyebabkan
udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
 Laserasi pleura viserali

Sedangkan secara khusus, effusi pleura bila dibiarkan akan memiliki

14
dampak terhadap sistem tubuh, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Sistem pernafasan
Terakumulasinya cairan di rongga pleura menyebabkan penekanan
paru-paru yang mengakibatkan daya pengembangan paru terganggu
sehingga mengakibatkan sesak nafas.
b. Sistem kardiovaskuler
Adanya peningkatan denyut nadi dan manifestasi dari sesak nafas karena
terjadi kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen.
c. Sistem gastrointestinal
Kegagalan nafas mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang, diteruskan
ke hipotalamus, merangsang nervus vagus dan mengakibatkan peningkatan
asam lambung, maka terjadi mual dan tidak ada nafsu makan.
d. Sistem/pola aktivitas dan istirahat
Sesak nafas pada saat istirahat dapat mengganggu atau merubah respon
terhadap aktivitas atau latihan.

15
I. Pathway

16
BAB III
CRITICAL THINGKING

17
A. Definisi
Water Sealed Drainage (WSD) merupakan pipa khusus yang
dimasukkan ke rongga pleura dengan klem penjepit bedah untuk mengeluarkan
udara dan cairan melalui selang dada. Indikasi pemasangan WSD yaitu:
hematotoraks, pneumotoraks, efusi pleura, empiema toraks, dan pasca oprasi
(torakotomi). Sedangkan tujuan pemasangan WSD untuk mengeluarkan udara,
cairan atau darah dari rongga pleura, mengembalikan tekanan negative pada rongga
pleura, mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian, dan
mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada. Salah satu tindakan untuk
pengobatan efusi pleura yaitu dengan tindakan WSD yang bertujuan untuk
mengeluarkan cairan yang terdapat dalam rongga pleura (Sanjaya, 2011).
WSD (Water Sealed Drainage) merupakan tindakan invasive yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura,
rongga thorax, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
B. Indikasi
a. Pneumothorax
 Spontan lebih dari 20% karena rupture bleb
 Luka tusuk tembus
 Klem dada yang terlalu lama
 Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b. Hemothorax
 Robekan pleura
 Kelebihan antikoagulan
 Pasca bedah thorax
c. Thorakotomy
 Lobektomy
 Pneumoktomy

18
d. Effusi Pleura
 Post operasi jantung
e. Emfiema
 Penyakit paru serius
 Kondisi inflamasi
C. Tujuan Water Sailed Drainage
Adapun tujuan dilakukannya tindakan pemasangan water sailed drainage
adalah sebagai berikut:
 Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thoraks.
 Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
 Mengembangkan kembali thoraks yang kolaps
 Mencegah refluks drainage kembali ke rongga dada
D. Tempat Pemasangan WSD
a. Bagian apex paru (apical)
 Anterolateral interkosta ke 1-2
Fungsi: untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Bagian basal
 Postero lateral interkosta ke 5-6 atau 8-9
Fungsi: untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura

19
E. Jenis-jenis Water Sealed Drainage

a. Sistem satu botol


 Merupakan sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada
pasien simple pneumothoraks.
 Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai dua
lubang selang yaitu satu untuk ventilasi dan satu lagi masuk ke dalam
botol.
 Air steril dimasukkan ke dalam botol sampai ujung selang
terendam 2 cm untuk

 mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang


menyebabkan kolaps paru
 Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan
terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura
keluar.
 Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi.
 Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan.
 Inspirasi akan meningkat
 Ekspiras menurun
b. Sistem dua botol
 Digunakan 2 botol: 1 botol untuk mengumpulkan cairan drainage
dan botol ke 2 sebagai botol water seal.
 Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya
kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan

20
dengan selang di botol 2 yang berisi water seal.
 Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari
rongga pleura masuk ke water seal botol 2.
 Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan
mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan
keluar melalui selang masuk ke WSD.
 Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,
hemopneumothoraks, efusi peural.

c. Sistem tiga botol


 Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol
jumlah hisapan yang digunakan.
 Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
 Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol
ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang
yang tertanam dalam air botol WSD.
 Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan.
 Botol ke-3 mempunyai 3 selang
 Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke
dua
 Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
 Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan
terbuka ke atmosfer

21
F. Komplikasi Pemasangan Water Selade Drainage
a. Komplikasi Primer: perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial
aritmia.
b. Komplikasi Sekunder: infeksi, emfiema.
G. Prosedur Pemasangan WSD
1. Pengkajian
 Memeriksa kembali instruksi dokter
 Mencek dan melakukan inform consent
 Mengkaji status pasien: TTV, status pernafasan
2. Persiapan Pasien
- Siapkan pasien
- Memberi penjelasan kepada pasien mencakup :

 Tujuan tindakan
 Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD Posisi klien dapat
duduk atau berbaring
 Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam,
distraksi
 Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena
3. Persiapan Alat
 Sistem drainage tertutup
 Motor suction
 Slang penghubung steril
 Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau

22
jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk
bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor,
set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), masker
4. Pelaksanaan
Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar
prosedur dapat dilaksanakan dengan baik , dan perawat memberi dukungan
moril pada pasien.
5. Tindakan Setelah Prosedur
- Perhatikan undulasi pada selang WSD
Bila undulasi tidak ada, maka berbagai kondisi dapat terjadi, diantaranya
adalah:
 Motor suction tidak berjalan
 Selang tersumbat
 Selang terlipat
 Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa
kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.
 Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
 Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas
yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah
air.
 Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk
mengetahui jumlah
 cairan yg keluar.
 Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama.
 Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
 Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan
jangan sampai slang terlipat
 Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi.

23
 Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu.
 Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat
jumlah cairan yang dibuang.
 Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran.
 Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis,
emphysema subkutan.
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk
efektif.
 Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
 Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD.
 Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan
latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
H. Perawatan Pada Klien Yang Menggunakan WSD
a. Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di daerah paru
yg terkena & TTV stabil.
b. Observasi adanya distress pernafasan.
c. Observasi:
 Pembalut selang dada.
 Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan yang
menggantung, bekuan darah.
 Sistem drainage dada.
 Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien.
 Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang.
 Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah drainase, TTV &
warna kulit.
 Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika penghisap
digunakan.
d. Posisikan klien:
 Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara

24
(pneumothorak).
 Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)
e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase utuh dan
menyatu.
f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien. Rekatkan dengan
plester.
g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras
sampai ruang drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu
bahwa drainase dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat
persiaan botol atau permukaan tertulis sistem komersial yang sekali pakai.
h. Urut selang jika ada obstruksi.
i. Cuci tangan.
j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien.
I. Cara Mengganti Botol WSD
a. Siapkan set yang baru
b. Botol berisi cairan aquadest ditambah desinfektan
c. Selang WSD di klem dulu
d. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
e. Amati undulasi dalam slang WSD
J. Pencabutan Selang WSD
Indikasi pencabutan WSD adalah sebagai berikut:
a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan:
 Tidak ada undulasi.
 Cairan yang keluar tidak ada.
 Tidak ada gelembung udara yang keluar.
 Kesulitan bernafas tidak ada.
 Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara.
 Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara.
b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau
pengurutan pada slang.

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapat cairan dalam jumlah
yang berlebihan didalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan ) cairan pleura.
Water Sealed Drainage merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkanudara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax,
dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
B. Saran
 Pembaca
Diharapkan dengan adanya makalah ini, pembaca dari makalah ini
tidak menganggap bahwa makalah ini dapat digunakan sebagai literatur baru
untuk penyelesaian tugas-tugas perkuliahan maupun literatur penelitian,
makalahini hanya berisi tentang rangkuman dan sebaiknya jika akan
menggunakan literatur, pembaca dapat mengambil dari beberapa literatur yang
tertulis dalam daftar pustaka.
 Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan merupakan sarana utama untuk memperoleh pendidikan
sebagai mana mestinya, karenanya apabila dalam makalah ini adalah
kekurangan, diharapkan institusi pendidikan dapat memberikan masukan dan
saran untuk penulis dengan memberikan revisi gambaran umum dalam makalah
ini.
 Bidang Keperawatan
Dalam bidang keperawatan, beberapa tindakan invasive dan kolaborative
merupakan sebuah standart yang harus menjadi tolak ukur untuk mencegah
sebuah kesalah dalam tindakan, maka dengan makalah ini harapan penulis

26
adalah perawat tau bahwa tindakan WSD hanya boleh dilakukan oleh
seorang dokter, perawat hanya membantu asistensi dalam tindakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf, H. 2010. Patofisiologi dan Konsep Penyakit. Jakarta: Salemba Medika.

Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Ahli Gizi Indonesia. 2015.

Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Carpenito, L. J. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi

Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Doengoes, M, E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.

Khairani, d. (2012). keperawatan medikal bedah . Jakarta : EGC.

Riskesdas (2013). Hasil Riskesdas 2013. Jakarta : Kemetrian Kesehatan RI

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).

Nursing Intervesion Classification (NIC). Oxford: Elsevier.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi.

Jakarta : EGC.

Hadiarto. (2015). Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru. Cv Agung Suseto : Jakarta.

Wuryantoro. (2016). Kerangka Konsep Efusi Pleura. Universitas Sumatra : Sumatra.

Amin, Huda. (2015).Konsep Teori Efusi Pleura. Universitas Airlangga : Surabaya.

Hedu. (2016). Anatomi Dan Fisiologi Paru-Paru.Cv Agung Suseto: Jakarta.

Guyton. (2007). Ilmu Penyakit Paru. Salemba Medika : Jakarta

27
MENILAI BUKTI SECARA KRITIS

LANGKAH-LANGKAH:
1. APA PICO PENELITIAN TERSEBUT? Apakah PICO mirip dengan PICO anda?
Ya
2. SEBAIKNYA APAKAH PENELITIAN TERSEBUT DILAKUKAN?/
seberapa baik penelitian dikerjakan?
Penelitian ini layak diaplikasikan kepada pasien.
3. APA MAKNA HASIL PENELITIAN TERSEBUT DAN APAKAH
HASILNYA KARENA FAKTOR KEBETULAN?
Tidak

LANGKAH I : BANDINGKAN PICO HASIL PENCARIAN DENGAN PICO anda


(KASUS)
• Buat PICO hasil pencarian
• Bandingkan PICO anda (KASUS KELOLAAN)\

PICO ANDA (KASUS KELOLAAN) PICO ANDA (KASUS KELOLAAN)

P : Efusi pleura dengan terpasang WSD P : Pasien dengan Efusi pleura dengan
latihan nafas dalam terpasang WSD
I : WSD
C:- I : Nafas dalam terhadap peningkatan
saturasi oksigen
O : Pemasangan WSD atau suction
C :-
O: Pemberian latihan nafas dalamterhadap
saturasi oksigen pasien terpasang WSD

LANGKAH II: SEBERAPA BAIK PENELITIAN DILAKUKAN


1. Rekrutmen
2. Allocation or adjustmen
3. Maintenance

28
3. Measurement-blinded-objective
Aspek Yang Dinilai
No Artikel Kritik
Dari Artikel

Rekrutmen : Jumlah populasi dalam Jumlah populasi dalam penelitian


1 penelitian ini tidak dicantumkan ini tidak dicantumkan
Populasi

Sampel & Sampling Sampel yang digunakan dalam Teknik pengambilan sample
penelitian ini sebanyak 20 dalam jurnal tidak dicantumkan.
responden pada klien terpasang Sampel dalam penelitian ini
WSD di RSUD Kabupaten mencukupi untuk dilakukan
Tangerang. Menggunakan penelitian.
analisa data univariat dan
bivariat.

2. Allocation Or Penelitian ini merupakan Desain penelitian yang


Adjustmen Acak penelitian pra eksperimen digunakan sudah sesuai.
Sebanding Matching dengan rancangan penelitian
yang digunakan pretest dan
postest kelompok tunggal.
Pada rancangan ini pengaruh
efek atau treatmen diputuskan
berdasarkan perbedaan antara
pretest dan postest.
3. Maintenance Saturasi oksigen sebelum Pada penelitian ini responden
Apakah Status dilakukan nafas dalam dilakukan pra eksperimen
Sebanding Tetap kelompok tunggal dengan rancangan pretest dan
Terjaga Perlakukan post test.
Adequat
4. Pengukuran Berdsarkan rumusan masalah Cara pengambilan data tidak
Objektif dan pengumpulan data Di Rsud dijelaskan apakah dilakukan oleh
Tersamar Kabupaten Tanggerang terdapat peneliti atau peneliti tidak ikut

29
Blind perbedaan yang signifikan dalam pengambilan data.
saturasi oksigen antara sebelum Penyajian data dalam jurnal ini
dan setelah dilakukan nafas konsisten.
dalam. Rata-rata saturasi
oksigen sebelum dilakukan
nafas dalam pada pagi hari:
96,65 sedangkan setelah
dilakukan nafas dalam pada
siang hari : 97,62 dengan P
value : 0,000 (P < 0,05)
terdapat perbedaan yang
signifikan saturasi oksigen
antara sebelum dan setelah
dilakukan nafas dalam.

LANGKAH III: APA MAKNA HASIL PENELITIAN


HASIL DAN INTERPRETASI
1. Pengukuran pretest dan postest 1. Pengukuran pretest dan postest

2. Nilai P (Eksperimen) 1. Nilai signifikansi yang sama yaitu (p) 0,00


dimana nilai p<0,05
3. Tingkat Kepercayaan (Estimasi) 2. Tidak dicantumkan dalam artikel

KEPUTUSAN:

HASIL PENELITIAN :

Ada pengaruh yang signifikan terapi nafas dalam terhadap peningkatan saturasi
oksigen.Usia terbanyak pada responden dewasa pertengahan, klien bekerja, Jenis kelamin
terbanyak: laki – laki, Pendidikan : SMA. Lamanya penyakit : 1- 3 bulan. Rata-rata
saturasi oksigen sebelum dilakukan nafas dalam pada pagi hari: 96,65 sedangkan
setelah dilakukan nafas dalam pada siang hari : 97,62 dengan P value : 0,000 (P < 0,05)

30
terdapat perbedaan yang signifikan saturasi oksigen antara sebelum dan setelah dilakukan
nafas dalam.

TELAAH JURNAL
Judul Pengaruh latihan nafas dalam terhadap peningkatan saturasi oksigen pada
klien terpasang water seal drainage (wsd) di RSUD kabupaten Tanggerang
Peneliti Yuningsih
Tahun 2017
Jurnal Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 3 No. 2, Juli 2017: 72-77
Problem Tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura adalah pemasangan WSD
untuk mengembalikan kondisi di dalam cavum pleura kembali normal,
permasalahan efusi pleura pasca pemasangan WSD diantaranya adalah sesak
nafas. Untuk pemeriksaan oksimetri tidak dilakukan, tetapi dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah apabila klien terasa sesak dan kondisi yang
memburuk. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sejauh
mana pengaruh nafas dalam terhadap saturasi oksigen pada klien terpasang
WSD.
Intervensi Pemberian tindakan latihan nafas dalam sangat efektif dengan manifestasi
klinis dengan sesak nafas dan memaksimalkan ekspansi paru. Tujuan umum
penelitian ini terindentifikasi pengaruh nafas dalam terhadap saturasi
oksigen pada klien terpasang WSD di RSU Kab.Tangerang.
Comparation -
Outcome Ada pengaruh yang signifikan terapi nafas dalam terhadap peningkatan
saturasi oksigen. Usia terbanyak pada klien efusi pleura yang terpasang
WSD adalah usia dewasa pertengahan 75 %, jenis kelamin laki-laki
sebanyak 85 %, pendidikan klien SMA sebanyak 65 %. Lamanya
penyakit : 1 – 3 bulan sebanyak 85% dan bekerja sebanyak 85 %. Rata-rata
saturasi sebelum dilakukan nafas dalam pada pagi hari : 96,86 dan setelah
dilakukan nafas dalam pada siang hari :97,67. Maka didapatkan Value :
0,00 (P <0,05) hasil uji statistik disimpulkan terdapat perbedaan saturasi.

31
32

Anda mungkin juga menyukai