DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1:
MATARAM TAHUN
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesehatan sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Medikal Bedah II. Tak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada Dosen yang telah memberikan pengarahan sehingga kami dapat menyesuaikan
tugas ini dengan baik.
Akhirnya, penulis memohon taufik dan hidayahnya-Nya semoga makalah ini dapat
berguna bagi semua orang. Namun kekurangan pasti ada, untuk itu kritik dan saran sangat kami
harapkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
iii
3.10 Konsep Asuhan Keperawatan Syindrome Nefrotik..........................................10
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi GGK, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisisologi,
pathway, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksaan pada GGK.
2. Untuk mengetahui cara penangan pada GGK
3. Untuk mengetahui definisi sindrom nefrotik, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,
patofisisologi, pathway, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksaan pada
sindrom nefrotik.
4. Untuk mengetahui cara penangan pada sindrom nefrotik.
2
BAB II
2.1 Pengertian
Secara definisi, gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease
(CKD). Ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal di bawah batas normal.bila anda
menderita gagal ginjal kronis, itu artinya ginjal anda tidak dapat menyaring kotoran,
tidak mampu mengontrol jumlah air dalam tubuh,juga kadar garam dan kalsium dalam
darah (Eko & Andi,2014).
Perbedaan kata kronis disini disbanding dengan akut adalah akut adalah kronologis
waktu dan tingkat fisiologis filtrasi. Beradasarkan Mc Clellan (2006) dijelasakan bahwa
gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten
(keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan :
1. Kerusakan Ginjal; dan
2. Kerusakan Glomelural Filtrationn Rae(GFR) dengan angka GFR≤60 ml/menit/1.73
m2.
Berdasarkan analisa definisi di atas, jelas bahwa gagal ginjal kronis merupakan gagal
ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan gangguan yang
persisten dan dampak yang bersifat kontinyu. Sedangkan National Kidney Foundation
(NKF) mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi
mikroalbuminuria/over proteinuria, abnormalitas sedimententasi, dan abnormalitas
gambaran ginjal. Oleh karena itu, perlu diketahui klasifikasi dari derajat gagal ginjal
kronis untuk mengetahui tingkat prognosanya (Eko & Andi,2014)..
3
2.2 Etilogi
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering adalah
diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa penyebab lainnya gagal ginjal
kronis, yaitu (Robinson,2013).
1. Penyakit glomerular kronis (glomeluronefritis)
Peradangan pada struktur ginjal (glomerulonefritis). Pengaruh peradangan
pada kedua ginjal sama dan peradangan ini bersifat menyebar ketubular, interstisial
dan vaskular. Suatu gejala yang menggambarkan penyakit peradangan pada
glomerulus tahap akhir, yang ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif
lambat akibat glomerulonefritis yang berkembangannya perlahan-lahan dan
membahanyakan serta berlangsung lama ( 10-30 tahun ), dan merupakan pennyebab
utama penyakit renal tahap akhir.
4
5. Obstruktif saluran kemih (nephrolithisis)
Batu ginjal adalah endapan keras yang dibuat dari mineral dan garam asam yang
mengendap dalam urin yang terkonsentrasi. Ini akan mengurangi atau menghentikan
aliran urin ke uretra (saluran yang membawa urin keluar dari tubuh).
6. Penyakit Kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
Kolagen adalahprotein yang ditemukan pada tendon. Ligamen, kulit, kornea, tulang
rawan, tulang dan pembuluh darah.
Lupus (SLE ) dapat mempengaruhi sendi, kulit, ginjal, sel darah, otak, jantung,dan
paru-paru.
7. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida) (Eko & Andi,2014)..
Obat nefrotoksis megganggu fungsi ginjal yang dapat menyebabkan penyakit ginjal
kronis. Salah satunya konsumsi obat-obatan yang bersifat nefrotoksik yakni, obat
yang berfungsi meracuni atau fungsi ginjal.antara lain, obat anti nyeri, antirematik,
dan antiniotik. Atau aminoglikosida adalah kelompok antibiotic yang digunakan
untuk mengatasi infeksi yang disebabkan bakteri aerob gram-negatif.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal berdasarkan sebabnya
1. Glumerulonefritis
Peradangan pada struktur ginjal (glomerul). Pengaruh peradangan pada kedua ginjal
sama dan peradangan ini bersifat menyebar ketubular, interstisial dan vaskuler. Suatu
gejala yang menggabarkan penyakit peradangan pada glomerulus tahap akhir, yang
ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat
glomerulusnefritis yang perkembangannya perlahan-lahan dan membahayakan serta
berlangsung lama (10-30 tahun), dan merupakan penyebab utama penyakit renal
tahap akhir.
2. Nefrofatik Diabetik
Penyakit ginjal akibat DM yang merupakan penyebab utama ginjal di Eropa dan
USA. Ada 5 fase Nefroti Diabetik. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan
GFR, AER (albumin excretion rate) dan hipertopi ginjal. Fase II eksresi albumin
relative normal (<30/24j) pada beberapa pebderita mungkin masih terdapat
5
hiperfiltarsi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang menjadi
Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-300mh/24j). fase IV,
Difstick positif proteinuria, eksresi albumin >300mg/24j, pada fase ini terjadi
penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat. Fase V merupakan End Stage Renal
Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai
15ml/mnt.
3. Nefrosklerosis Hipertensif
Penyakit ginjal yang disebabkan karena terjadinya kerusakan vaskulariasasi di ginjal
oleh adanaya peningkatan tekanan darah. Nefropati yang yang terjadi akibat
hipertensi (nefroaklerosis hypertensive) terbagi menjadi dua yakni nefrofati hipertensi
benigna (neprosklerosis benigna) dan nefropati hipertensi maligna (nefrosklerosis
maligna).
4. Penyakit ginjal polikistik
Suatu kelainan genetic yang ditandai oleh pertumbuhan banyak kista seperti anggur
yang berisi cairan di ginjal. Kedua ginjal menjadi lebih besar dari waktu ke waktu dan
kista kemudia mengambil alih dan merusak jaringan ginjal. Kondisi ini dapat
menyebabkan penyakit ginjal kronis dan stadium akhir ginjal.
5. Pielonefritis kronis dan nefritis interstitial lain
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial
dari salah satu atau kadua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan
naik ke ginjal. Pielonefritis akut biasanyaakan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu. Pielonefritis yang kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen
akibat inflamasi yang berulangkali dan timbulnya perut dan dapat menyebabkan
terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis.
6. Diabetes Melitus
Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-keduanya, yang
menimbulkan berbagai komplikasi pada seluruh organ tubuh antara lain ginjal.
7. Hipertensi
Terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi oleh karena
adanya hal-hal sebagai berikut dapat menyebabkan gagal ginjal kronik, diantaranya:
6
1) Retensi natrium
2) Peningkatan sistem RRA akibat iskemi relative karena kerusakan regional
3) Aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal
4) Hiperteroid sekunder
5) Pemberian eritropoetin
8. Obstruksi dan infeksi
Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
1. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini keratin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes
GFR yang teliti.
2. Stadium II, dinamakan insufiensi ginjal
Pada stadium ini dimana lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR
besarnya 25 % dari normal. Kadar BUN dan keratin serummulai meningkat normal.
Gejala-gejala nokturia atau pengaturan berkemih di malam hari 700 dan poliuria
(akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia sekitar 90 % dari masa
nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja masih utuh.
Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal. Keratin serum dan BUN akan meningkat
dengan mencolok. Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu : oliguria
karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
2.4 Manifetasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenaka gangguan yang bersifat
sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang
banyak(organ multifunction), sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vaskomotor. Berikut adalah tanda
dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal gijal kronis (Robinson, 2013; Judith, 2006)
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan
turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran
7
(somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah
peningkatan iritabilitas otot ang akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan
cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibtakan acidosis metabolic. Tanda
paling khas adalah terjadinya penuruan urine output dengan sedime yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis, effusi
pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema
periorbital dan edema perifer.
3. Respiratory System
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak napas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulselarasy pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan
juga disertasi parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus
halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mngikuti
seperti anoreksia, nausea dan moving.
5. Integument
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu,
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea
pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan
dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan reflex kedutan, daya memori
menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari
hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolic encephalopathy.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, penuruan sekresi sperma, penigkatan sekresi
aldosterone, dan kerusakan metabolism karbohidrat.
8. Hematopoitiec
8
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis), dan kerusakan system hematologi ditunjukkan dengan adanya
perdarahan (purpura, ekismosis, dan petechiae).
9. Muskuloskletal
Nyeri pada sendi dan tulang,demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan kualifiskasi
(otak, mata, gusi, sendi, miokard).,
(Eko & Andi,2014).
2.5 Patofisiologi
Hampir satu juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada
jumlah akhir laju filtrasi glomelurus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan
jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk
mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan menakanisme kompensasi kerja yaitu
hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan
fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga
bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap
50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG
50%. Walalupun kadar normalnya 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan
penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010).
Bagian nefron yang masih berfungsi mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi,
walaupun amat berguna , tetapi menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini
dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomelurus, yang
seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor
predisposisi terhadap kejadian glomeluroskrosis segmental dan fokal (Aurora, 2010).
Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan keruskaan jaringan ginjal yang bersifat
progresif adalah :
1. Hipertensi sistemik
2. Nefrotoksin dan hiperfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
9
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir
metablolisme protein yang normalnya diekresikan melalui urin tertimbun dalam darah.
Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin
banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan
jumlah glomelurus yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersih substansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.dengan menurunnya LFG, ia
mengakibatkan penurunan pembersihan kratinin dan peningkatan kadar kreatinin serum
terjadi .
Hal ini mengakibatkan gangguan metbolisme protein dalam usus yang
menyebabkan anoreksia. Nausea dan votimus yang menimbulkan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Penumpukan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa
mempengaruhi fungsi kerja, mengabkibatkan ganggaun pada saraf, terutama pada
neurosensory. Selain itu blood urea nitrogen (BUN) biaanya juga meningkat. Pada
penyakit ginjal tahap akhir uri dapat dikonsetrasikan atau diencerkan secara normal
sehingga terjadi ketidak seimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif.penderita akan menjadi sesak
nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan
tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites.
Hal ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh,sehingga perlu
diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi
asidosis metabolic akibat ginjal mengekresikan muatan asam (H+) yang kelebihan. Juga
terjadi penuruna produksi hormone eritoprotein yang mengaibatkan anemia. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomelurus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
penurunan kadar serum kasium. Penurunn kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengangangguan yang mendasari, ekresi protein dalam
urine, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).
2.6 Pathway
Obstruksi saluran glomeluronefritis Penyakit vaskuler Kelainan kogenital Systemic Lupus penyakit metabolic
10
Kerusakan glomelusus
MK : Penurunan curah
jantung
11
3) Berat jenis : kurang dari 1, 010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
4) Osmoalitas : kuarang dari 350 mosm / kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular
dan rasio urin / serum sering 1 : 1
5) Klirens kreatnin : mungkin agak menurun (normal : pria: 85-135 mg/mnt; wanita:
85-120 mL/mnt).
6) Natrium : lebih besar dari 40 mEq / L Karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium (normal : 40-220 mEq/L/24 jam)
7) Protein : derajat tinnggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada (normalnya Dewasa: random: 0-5
mg/dL; 25-150 mg/24 jam.)
2. Darah
1) BUN / keratin : meningkat, kadar keratin 10 mg/ dl diduga tahap akhir
(normalnya 0,5-1,5 mg/dL, 45-132,5 umol/L (unit SI).
2) Ht : menurun pada adanya anemia normal Ht : pria: 40-54%; wanita: 36-46%).
Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/ dl ( normal pria: 13,5-18 g/dL; wanita: 12-16
g/dL
3) SDM : menurun, difisiensi eritropitin. (normal SDM 4,6-6,0 x 10¹² (juta/µL).
4) GDA : asidosis metabolic, PH kurang dari 7,2
5) Natrium serum : rendah (normal 35-145 mEq/L, 135-145 mmol/L (unit SI)
6) Kalium : meningkat (nilai normal 3,5-5,0 mEq/L, 3,5-5,0 mmol/L (unit SI)
7) Magnesium; Meningkat (nilai normal 1,5-2,5 mEq/L)
8) Kalsium : menurun (nilai normal 4,5-5,5 mEq/L, 9-11 mg/dL, 2,3-2,8 mmol/L
(unit SI)
9) Protein (albumin) : menurun nilai normal Dewasa: 3,5-5,0 g/dL, Anak: 4,0-5,8
g/dL.
3. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/ kg
4. Pelogram retrograd : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemilahan pada saluran atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
12
7. Arteritigram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengindentifikasi eksraveskular,
masa
8. EKG : ketidak seimbangan elektrolit dan asam basa ( Doenges, E Marilynn, 2000, hal
628-629)
Sumber : (Fadila, 2012).
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah :
1. Penyakit Tulang
Penurunan kadar kalsium(hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh(osteoporosis) dan
jika berlangsung lama akan mengakibatkan fraktur pathologis.
2. Penyakit Kardiovaskular
Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelianan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering
terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal
(endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4. Dusfungsi Seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan
terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia (Eko &
Andi,2014).
2.7 Penatalaksanaan
Non-faramakologis
1. Mengurangi konsumsi garam
2. Batasi asupan protein dan kalium yang tinggi
3. Mengurangi konsumsi alcohol kalau bisa hentikan
4. Kurangi merokok
13
5. Berolahraga secara teratur
6. Menurunkan berat badan jika berat badan berlebih (obesitas)
Farmakologis
1. Obat-obatan : anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemide.
2. Dialisis: peritoneal dialysis dan hemodialisis
3. Transplantasi ginjal
Nama :-
Umur : pada kasus ini biasanya umur menjadi faktor resiko terjadinya
Penyakit GGK yaitu biasanya pada umur >60 tahun keatas.
Jenis kelamin : biasanya yang lebih banyak terkena GGK adalah yang berjenis
kelamin laki-laki
Agama : untuk mengetahui spritual yang di anut pasien sehingga
memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang kesehatan.
Pekerjaan : pada kasus GGK, pekerjaan tidak mempengaruhi angka terjadinya
GGK.
Alamat :- .
Penanggung jawab : -
B. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
nyeri pinggal bagian kanan ataupun kiri
b) Riwayat kesehatan dahulu
14
Kaji apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama seperti saat ini, apakah
klien memiliki pola kebiasaan yang tidak sehat, gaya dan nutrisi yang tidak baik.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Lamah, mual, nyeri kepala, pucat, nyeri pada sendi,
d) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ada riwayat hipertensi, DM, TBC, obstruktif saluran kemih, penyakit lupus.
e) Riwayat kesehan keluarga
Kaji apakah sebelumnya ada dikeluarga klien mengalami penyakit yang sama
seperti klien.
Fokus Pengkajian
- hipertensi, nadi kuat, Adema jaringan umum dan Piting pada kaki, Telapak tangan
- Disritmia jantung
- Nadi lemah halus, hipotesis Ortostatik
- Friction rub perikardal
- Pucat pada kulit
- Kecenderungan pendarahan
3. Integritas ego
Gejala:
15
- faktor setress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
- Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda:
Tanda:
16
- gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, Stupor,
koma
- Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
- Rambut tipis, kuku rapuh & tipis
7. Nyeri atau kenyamana
Gejala: Nyeri Panggul, sakit kepala, Keram otot atau nyeri kaki
8. Pernapasan
Gejala:
- Nafas pendek, dispnea nokturnal Paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum
Tanda:
17
Pemeriksaan Fisik
Tehnik pemeriksaan fisik
1. Insfeksi
a. Kulit dan membrane mukosa
Catat warna, turgor, rtekstur, dan menunggu keringat. Kulit dan membran
mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia.
Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor merupakan
indikasi dehidrasi, busung, indikasi retensi dan penumpukan cairan.
b. Mulut
Stomatitis anomia.
c. Abdomen
Klien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, keberadaan masa, atau
pembengkakan.
d. Meatus urimari
Laki-laki: posisi duduk atu berdiri, tekan kelenjar penis dengan pakai
sarung tangan untuk dibuka meatus kemih
Wanita: posisi punggung rekumben, litotomi, buka labia, menggunakan
sarung tangan.
2. Palpasi
a. Ginjal
Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan kenjangan. Hal ini untuk
mengetahui bilaman ginjal tampak mengkilap dan tegang, maka
mengindikasikan retensi cairan atau asites, disenti kandung kemih,
pembesaran ginjal. Bila kemerahan adanya ulserasi, bengkak, atau
keberadaan cairan indikasi infeksi
b. Kandung kemih
Palpasi apakah adanya distensi unrin didaerah simpisis pubis dan
umbilicus.
3. Perkusi
a. Ginjal
18
Perkusi dilakukan diatas sudut kostapertebral jika ada nyeri pada perkusi
mengindikasikan glomeluronefritis
b. Kandung kemih
Perkusi apakah adanya distensi
4. Auskultasi
Auskultasi apakah adanya bising pada aurta perut dan arteri renalis, ini
mengindikasikan adanya gangguan aliran arah ginjal ke ginjal (stenosi arteri
ginjal)
C. Analisa Data
19
Hipertrofi ventrikel kiri
CPO
Diagnosa Keperawatan
1. Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme ditandai dengan edema
anasarka atau edema perifer, BB meningkat dalam waktu singkat.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung, perubahan
preload, perubahan kontraksi.
Intervensi
20
pressure (JVP)
dana atau
cental venous
plessure (CVP)
meningkat,
reflex
hepatojugular
positif.
Penurunan Identifikasi
curah jantung tanda dan
berhubungan
gejala
dengan
perubahan ketidakseimba
irama jantung, ngan kadar
perubahan
elektrolit.
preload,
perubahan
kontraksi. Monitor kadar
elektrolit
Berikan
cairan ,jika
perlu
Kolaborasi
pemberian
suplemen
elektrolit
21
A. Implementasi
monitor
kecenderunga
n (arah gejala)
Memonitor
asuapan dan
pengeluaran
22
BAB III
NEFROTIK SYNDROM
23
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan
urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003).
Sindroma nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai
dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine
sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan
hiperlipidemia (Behrman, 2001).
24
4. Hipoalbuminemia: kurangnya kadar albumin dalam darah. Normal: 3,5 - 5,9 gr/dL
3.4 Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan
oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum
diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding
kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari
kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan
osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial.
Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga
menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke
renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin
dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik
plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi
dan yuliani, 2001 : 217).
3.5 Pathway
Penyakit metabolic penyakit infeksi penyakit Imunologik penyakit Genetik
(DM) (malaria)
25
Volume cairan intravaskuler menurun proteinuria
Hipoksia jaringan
3.6 Kompilikasi
1. Hipovolemia
2. Trombeomboli-trombosis vena renal, trombisis vena dan arteri ekskremoli pulmonal,
trombosit arteri koronaria, dan trombosit arteri cerebral.
3. Gangguan metabolisme obat berhubungan dnegan penurunan plasma protein
4. Progresif menjadi gagal ginjal. (Nurs,Frasisca,2009).
26
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48
jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan
penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes
awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan
dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak
hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari
jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total
protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis.
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin >
2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi
nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin
diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena
masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
27
membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian
akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas
radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan
jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap
pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan
pemeriksaan lab urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan.
Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang
(one day care ).
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat
tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah).
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin
melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis
28
karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14
tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8
gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N:
0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal
(N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3
normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
(Siburian, 2013).
3.7 Penatalaksanaan
MEDIS
1 Diuretik
Diuretik ansa henle (loop diuretic) misalnya forosemid (dosis awal 20-40 mg/hari)
atau golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan atau tampa kombinasi
dengan potassium sparing diuterik (spironolakton) digunakan untuk mengobati
edema dan hipertensi.
2 Terapi Antikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa romboebolisme, terapi anti koagulan denga
heparin harus dimulai
3 Terapi Obat
Terapi khusu untuk sindrom nefrotik adalah pemberia kortikosteroid, ada juga
pemberian :
a. IVFD dextrose 5% 15 tpm
b. Predisone tab 2mg/kgbb/hari
c. Ambroxol syr 3x1 cth ihalasi/12 jam.
d. Transfuse albumin
1 Tirah baring
2 Diet
29
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari. Sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Diet rendah garam (1-2 gr/hari), rendah lemak harus diberikab
3 Diet protein
4 Edukasi kepada keluarga tentang penyakit
5 Observasi tanda-tanda vital
3.8 Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Identitas Klien
1) Nama : untuk membedakan
2) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th).
Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan
genetik sejak lahir.
3) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun
terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase
oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan
diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering
bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat
memicu terjadinya infeksi.
4) Agama, untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan pada
penderita sesuai dengan kepercayaannya.
5) Suku/bangsa, menentukan bagaimana kita bersikap sesuai dengan suku yang
dianut, karena beda suku berbeda pula kebudayaan seseorang.
6) Status
7) Pendidikan, untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang ksehatan.
8) Pekerjaan, unutk mengetahui status social, ekonomi, dan pengaruhnya
terhadap penyakit tersebut.
b. Identitas penanggung jawab, unutk mengetahui penanggung jawab klien jika terjadi
sesuatu yang tidak di,inginkan.
30
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya
dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar
(adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal
berikut:
3) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
4) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya
keluhan pusing dan cepat lelah
5) Kaji adanya anoreksia pada klien
6) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya
manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
31
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase
lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan
beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem
saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
Analisa data
32
memiliki tanda mayor vena ditandai dengan ADH naik
seperti pengisisn pengisian kapiler >3
kapiler >3 detik, nadi detik, nadi perifer Penekanan pada tubuh
prifer menurun atau menurun atau tidak terlalu dalam
tidak teraba, akral teraba, akral teraba Nutrisi dan O2 turun
teraba dingin, warna dingin, warna kulit
kulit pucat, turgor kulit pucat, turgor kulit Hipoksia jaringan
menurun. Tanda minor menurun.
Nekrosis
seperti edema,
penyembuhan luka Perfusi jaringan tidak
lambat, indeks ankle- efektif
brachial <0,90, bruit
femoral.
D. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan
atau vena ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun
atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun.
33
b. Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme ditandai dengan
edema anasarka atau edema perifer, BB meningkat dalam waktu singkat.
34
berhubungan gejala
dengan ketidakseimba
penurunan ngan kadar
aliran arteri elektrolit.
dan atau vena
ditandai Monitor kadar
dengan elektrolit
pengisian Berikan
kapiler >3 cairan ,jika
detik, nadi perlu
perifer
menurun atau Kolaborasi
tidak teraba, pemberian
akral teraba suplemen
dingin, warna elektrolit
kulit pucat,
turgor kulit
menurun.
A. Implementasi
35
waktu yang sama sudah mulai
setelah bak/bab, bisa
sebelum sarapan), melakukan
perawatan
diri sendiri
monitor
kecenderungan
(arah gejala)
Memonitor
asuapan dan
pengeluaran
II mengidentifikasi
tanda dan gejala
ketidakseimbanga
n kadar elektrolit.
Monitor kadar
elektrolit
memberikan cairan
,jika perlu
Mengkolaborasi
pemberian
suplemen elektrolit
36
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
37
Secara definisi, gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease
(CKD). Ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal di bawah batas normal.bila anda
menderita gagal ginjal kronis, itu artinya ginjal anda tidak dapat menyaring kotoran,
tidak mampu mengontrol jumlah air dalam tubuh,juga kadar garam dan kalsium dalam
darah. Perbedaan kata kronis disini disbanding dengan akut adalah akut adalah kronologis
waktu dan tingkat fisiologis filtrasi. Beradasarkan Mc Clellan (2006) dijelasakan bahwa
gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten
(keberlangsungan ≥ 3 bulan).
DAFTAR PUSTAKA
38
Nurs Nursalam M, Fransisca. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Selemba Medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Prabowo Eko dan Andi Eka Pranata.2014.ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERKEIHAN.
Yogyakarta: Nuha Medika.
39