Gejala infeksi hiv pada ibu bayi (Orang dewasa), terdapat 4 stadium penyakit AIDS, yaitu:
1. Stadium awal infeksi HIV, gejala-gejalanya Demam, Kelelahan, Nyeri sendi, dan
pembesaran kelenjar getah bening (di leher , ketiak, lipatan paha) gejala-gejala ini
menyerupai influenza/monokleosis.
2. Stadium tanpa gejala : Stadium dimana penderita tampak sehat, namun dapat merupakan
sumber penularan infeksi HIV.
3. Stadium ARC (AIDS related complex) dengan gejala: Demam >38 oC secara berkala/terus
menerus, menurutnya BB >10% dalam waktu 3 bulan, pembesaran kelenjar getah bening,
diare/mencret yang berkala/terus menerus waktu yang lama (<1 bulan tanpa sebab yang jelas),
kehamilan tubuh yang menurukan aktifitas fisik, dan kegiatan malam.
4. Stadium AIDS, gejala-gejalanya : Gejala klinis utama yaitu: terdapatnya kanker kulit yang
disebut sarcoma Kaposi ( tampak bercak merah kebiruan dikulit), kanker kelenjar getah
benih, infeksi penyakit penyerta misalnya pneumonia yang disebabkan oleh
pneumocystiscarinii, TBC dan peradangan otak0selaput otak.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda vital, selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan usia kehamilan , ibu hamil, riwayat persalinan ibu dan jarak
kehamilan.
1. Penampilan umum tampak sedang sakit dan lemah
2. Terdapat rush steohen jhonson
3. Mata merah, ikterik dan gangguan pengelihatan
4. Leher mengalami pembesaran kelenjar getah bening
5. Telinga dan hidung mengalami sinusitis berdengung
6. Rongga mulut terdapat adanya lesi dan candidiasia
7. Paru-paru mengalami gangguan sesak nafas, effuse pleura dan penggunaan otot bantu
pernafasaan
8. Jantung mengalami pembesaran
9. Abdomen mengalami ascites, distensi abdomen dan pembesaran hepar
10. Genelatelia dan rectum terdapat lesi karena herpes
11. Neurologi dapat terjadi kejang otot, gangguan memori dan neuropati
3. Pemeriksaan penunjang
Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu)bayi dapat menunujukan tes
negative pada usia 9 sampai 15 bulan penelitan mencoba mengembangakan prosedur siap
pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons anthybody bayi dan ibu.
1) Pemeriksaan histologis, sitologis urin, hitung darah lengkap , feces, cairan spina ,
luka, sputum, dan sekresi.
2) Tes neuorologis EEG, MRI, CT scan otak EMG.
3) Tes lainya : sinar x dada menyatakan perkembangan filtrasi intersitisial dari PCV
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain tes funsgi pulmonal untuk deteksi awal
pneumonia interstisial, scan gallium, biopsy, branskokopi
4) Tes antibody
i. Tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Untuk menunjukan
bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV.
ii. Westrem blot assay/indirect fluorescent antibody (IFA), untuk mengenali
antibody HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
iii. Inderct immunoflouresence, sebagai pengganti pemeriksaan westrn blot
untuk memastikan seropositifitas.
iv. Radion immune precipitation assay , mendeteksi protein pada antibody
v. Pendeteksi HIV
Dilakukan dengan pemeriksan P24 antigin capture assay dengan kaar
yang sangat rendah, bias juga dengan pemeriksaan kultur HIVatau kultur
plasma kuantitatif untuk mengevaluasi efek anti virus, dan
pemeriksaanviremia plasma untuk mengujur beban virus (VIRAL
BURDEN).
Antibody yang ditimbulkan oleh infeksi HIV terjadi sejak infeksi
berusia 2-3 bulan antibody ini akan masuk melalui plasenta menuju janin,
infeksi lagsung pada janin mulai sejak 13 minggu dengan mekanisme yang
tidak diketahui. Infeksi ini disebut sebagai infeksi vertical karena
berlangsung semasih intrauterine. Cara infeksi lainnya pada bayi adalah saat
pertolongan persalinan karena melalui jalan lahir dengan virus HIV.
Penatalaksanaan
Pengalamaan program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV dan pemberian makanan untuk
bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO untuk pemberian makanan bayi dalam konteks HIV
terakhir kali direvsi pada tahun 2006. Secara khusus, telah dilaporkan bahwa antiretroviral (ARV)
intrvensi baik ibu yang terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIV secara signifikan dapat
mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui menyusui. Bukti ini memiliki implikasi
besar untuk bagaimana perempuan yang hidup dengan HIV mungkin dapat memberi makan bayi
mereka, dan bagaimana para pekerja kesehatan harus nasihati ibu-ibu ini. Bersama-sama , intervensi,
ASI dan ARV memiliki potensi secara signifikan untk meningkatkan peluang bayi bertahan hidup
sambil tetap tidak terinfeksi HIV.
Dimana otoritas nasional mempromosikan pemberian ASI dan ARV, ibu yang diketahui terinfeksi
HIV sekarang direkomendasikan untuk menyusui bayi mereka setidaknya sampai usia 12 bulan.
Rekomendasi bahwa makanan pengganti tdiak boleh digunakan kecuali jika dapat diterima, layak,
jangkau, berkelanjutan dan aman (AFASS).
Pemberian antiretroviral bertjuan agar viral load renadah sehingga jumlah virus yang ada dalam
darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV, obat yang bisa dipilih untuk Negara
berkembang adalah neviraoine, pada saat ibu persalinan diberikan 200mg dosis tunggal, sedangkan
bayi bias diberikan 2mg/kgBB/72 Jam pertama setelah lahir dosis tunggal. Obat lain yang bisa dipilih
adalah AZT yang diberikan mulai kehamilan 36 minggu 2x300mg setiap jam selama persalinan
berlangsung.
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, tapi apabila terinfeksi human immonudeficiency virus( HIV) maka terapinya
yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik, bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan
pemulihan infeksi opurtuniti, nosocomial atau sepsis, tindakan ini harus dipertahankan
bagi pasien dilingkungan perawatan yang kritis.
2. Terapi AZT (azidotimidin). Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan
menghambt enzim pembalik transcriptase.
3. Tes anti viral baru. Untuk meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini
adalah didanosina, ribavirin, diedaxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
replikasi HIV
6. Rehabilitas, bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologi, membantu mengubah
perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang beresiko atau tidak berisiko, meningkatkan
cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.
7. Pendidikanuntuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat ,
hindari stress, gizi, yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi turun imun.
Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana meghadapi
kenyataan ketika anak mengidap AIDS kemungkinan isolasi dari masayrakat.
Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa dilakukan mulai
saat masa kehamilan, saat persalinan, setalah persalinan, dan setelah presalinan. Cara tersebut yaitu :
1. Penggunanan obat antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan an untuk bayi yang
baru dilahirkan. Pemberian antiretrovil bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah
sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV. Satu tablet nevirapin pada waktu mulai sakit melahirkan ,kemudian 1
tablet lagi diberi pada bayi 2-3 hari setelah lahir, menggabungkan nevirapine dan AZT
selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode section caesaria karena
metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%.
Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunanan terapi antivetrolviral, maka resiko
dapat diturunkan sampai 87% walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai
resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bias memperlambat penyembuhan
luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau section caesaria harus dipertimbangkan
sesuai kondisi gizi, keuangan, dan factor lain.
3. Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan unutk bayi dengan ibu
yang posotif HIV, karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ±14% bayi
terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
Prognosis
Pemaparan terhadap HIV tidak selalu megakibatakan penularan. Beberapa orang yang terpapar
HIV selama bertahun-tahun bias tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi bias tidak
menampakkan gejala selama lebiih dari 10 tahun tanpa pengobtan. Infeksi HIV mempunyai resiko 1-
25 untuk menjadi AIDS pada tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada tahun berikutnya teknik
perhitungan jumla virus HIV (plasma RNA) dalam darah polymerase cahin reaction (PCR) dan
brenched deoxyribo nucleid (Bdna) test membantu dokter untuk memonitor efek pengobatan dan
membantu prognosis penderita kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus
sampai lebih dari sejuta virus RNA.
Dengan HIV akan menghasilkan antibody dalam jangka waktu 3-8 minggu. Tahap berikutnya
sebelm antibodi terebut dideteksi dan dikenal sebagai (window) pengujian dapat dilakukan denagn
samppel darah, air kencing dan air liur.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat dialami oleh ibu hamil dengan HIV/AIDS adalah :
a) Oral lesi : karena herpes simpleks, sarcoma Kaposi, penderita HIV, penurunan BB, kelitahan
dan cacat.
b) Neurologic : kerusakan motoric, kelemahan, enselopthy akut karena reaksi
meningitis/ensefalitis, neuropati karena inflamsi serangan HIV.
c) Gastrointestinal : diare karena bateri dan vius , hepatitis karena bakteri atau virus, penyakit
anorektalkarena abses dan infeksi perianal sebagai akibat infeksi.
d) Respirasi : infeksi karena pneumocystic carinii, dan pneumococus denagan efek gagal nafas,
batuk nafas pendek.
e) Dermatologic : lesi kulit stafilokus virus herpes simpleks dan zotter, lesi scabies, dan
decubitus denagn efek infeksi sekunder, gatal dan sepsis.
f) Sensorik : pandangan srkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutuhan, pada pendengar
otitis eksternal akut dan otitis media kehilangan pendengaran dengan efek nyeri