Anda di halaman 1dari 4

TEORI TRANSFORMASI STRUKTURAL DAN MODEL PERUBAHAN

STRUKTURAL
2.1 Definisi Teori Transformasi Struktural
Teori transformasi struktural merupakan teori yang berfokus pada
mekanisme yang diterapkan oleh negara-negara terbelakang yang awal mulanya
menekankan pertanian subsisten tradisional menjadi perekonomian yang lebih
modern lebih berorientasi perkotaan, serta industri manufaktur dan jasa yang lebih
beragam. Hal itu dilakukan untuk mengubah struktur perekonomian domestik
mereka. Teori ini menggunakan pendekatan teori neoklasik tentang harga dan
alokasi sumber daya serta ekonometrik modern untuk mendeskripsikan bagaimana
proses transformasi terjadi. Terdapat 2 contoh model terkenal dari pendekatan
perubahan struktural yaitu “surplus tenaga kerja dua-sektor“ model teoretis dari
W. Arthur Lewis dan “pola pembangunan” analisis empiris dari Hollis B.
Chennery dan kawan-kawan.

2.2 Teori Pembangunan Lewis

 Model Dasar
Pada model Lewis, perekonomian terbelakang terdiri dari 2 sektor yaitu
pertama, sektor subsisten pedesaan yang tradisional dan kelebihan
penduduk yang mempunnyai ciri-ciri produktivitas marginal tenaga kerja
yang sama dengan nol yang digolongan Lewis sebagai surplus tenaga
kerja, karena tenaga kerjanya diambil dari sektor pertanian tradisional
tanpa mengakibatkan kerugian output apapun. Yang kedua yaitu sektor
industri modern perkotaan yang sangat produktif sebagai sektor
penampung tranfer tenaga kerja dari sektor subsisten secara berangsur-
angsur. Fokus utama dari model Lewis adalah proses pengalihan tenaga
kerja, pertumbuhan output dan penyerapan tenaga kerja pada sektor
modern. Transfer tenaga kerja dan pertumbuhan lapangan kerja terjadi
karena perluasan output yang dihasilkan dari sektor modern. Cepat nya
perluasan yang terjadi ditentukan oleh tingkat invetasi industri dan
akumulasi modal sektoor modern. Investasi tersebut karena jumlah
keuntungan sektor modern melebihi upah, dengan asumsi bahwa pemilik
modal menginvestasikan kembali semua keuntungan mereka. Lewis
mengasumsi bahwa upah pada sektor industri modern tidak berubah yang
ditentukan sebagai jumlah bayaran diatas rata-rata tingkat upah di sektor
pertanian tradisional. Dengan begitu, kurva penawaran tenaga kerja
pedesaan ke sektor modern dipandang elastis sempurna.
Model pertama Lewis mengasumsi bahwa tingkat transfer tenaga kerja dan
penciptaan lapangan kerja di sektor modern berbanding proporsional
dengan tingkat akumulasi sektor modern. Semakin cepat laju akumulasi
modal maka semakin cepat pula pertumbuhan sektor modern sehingga
menyebabkan semakin banyak lapangan kerja yang tersedia. Model kedua
yaitu surplus tenaga kerja terdapat di wilaya pedesaan sedangakan
lapangan kerja terdapat di wilayah perkotaan. Model Lewis yang ketiga
yaitu pasar tenaga kerja sektor modern yang kompetitif akan menjamin
keberlangsungan eksistensi tingkat upah riil di pedesaan yang konstan
hingga keadaan ketika surplus tenaga kerja pedesaan habis terserap. Lewis
berasumsi bahwa tingkat upah di perkotaan lebih tinggi dari pendapatan
rata-rata di pedesaan sehingga pemberi kerja di sektor modern dapat
mempekerjakan sebanyak mungkin surplus tenaga kerja yang dapat
mereka lakukan tanpa menaikkan upah.
 Kritik Terhadap Model Lewis
Walaupun model pembangunan Lewis ini terlihat tampak sederhana,
namun terdapat 4 asumsi dasar yang tidak sesuai dengan realitas
perekonomian di kebanyakan negara berkembang saat ini.
1. Model Lewis mengasumsi bahwa tingkat transfer tenaga kerja dan
penciptaan lapangan kerja di sektor modern berbanding proposional
dengan tingkat akumulasi model di sektor modern. Semakin cepat
tingkat akumulasi modal di sektor modern, semakin cepat pula
pertumbuhan sektor modern, dan semakin cepat pula tingkat
penciptaan lapangan kerja. Tetapi, bagaimana jika laba tersebut
diinvestasikan kembali ke peralatan modal yang lebih canggih dan
bukan untuk penyerapan tenaga kerja seperti yang diasumsikan dalam
model Lewis?
Gambar 3.2 menunjukkan kurva permintaan tenaga kerja tidak
bergeser ke arah luar tetapi menyilang. Kurva permintaan D2(KM2)
tersebut menunjukkan kemiringan yang lebih besar dari D2(KM1) untuk
menunjukkan bahwa kenyataannya tambahan stok modal digunakan
untuk peningkatan teknik penghematan tenaga kerja, dimana K M2
membutuhkan jauh lebih sedikit tenaga kerja di banding teknologi KM1.

2. Asumsi kedua dari model Lewis adalah gagasan bahwa surplus tenaga
kerja terdapat di wilayah perdesaan sedangkan lapangan kerja di
wilayah perkotaan penuh. Dari buku yang dibaca, hasil terkahir
penelitian paling akhir menunjukkan tidak banyak surplus tenaga kerja
yang ada di perdesaan, kecuali ada pengecualian dalam kaitannya
dengan musim dan geografi. Tetapi pakar-pakar mengasumsi bahwa
model Lewis tentang surplus tenaga kerja diperdesaan tidak benar.
3. Asumsi ketiga dari Lewis adalah gagasan bahwa pasar tenaga kerja
sektor modern yang kompetitif akan menjamin keberlangsungan
eksistensi upah riil di perdesaan yang konstan, hingga tercapainya
keadaan ketika persediaan surplus tenaga kerja diperdesaan telah habis
terserap. Sebalum tahun 1980an, keistimewaan yang menonjol dari
pasar tenaga kerja perkotaan dan penentuan upah disebagian besar
negara berkembang merupakan kecenderungan untuk upah naik secara
besar dari waktu ke waktu dalam kaitannya dengan rata-rata
pendapatan di perdesaaa, bahkan ketiga peningkatan jumlah
pengangguran di sektor modern dan rendahnya produktivitas marjinal
di sektor pertanian rendah. Perusahaan akan meniadakan faktor-faktor
kompetitif seperti daya tawar serikat pekerja, tingkat gaji pegawai
negeri, dan praktik penerimaan tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja
sektor modern di negara-negara berkembang.
4. Kritik yang keempat adalah gagasan tentang tingkat hasil yang
semakin menurun dalam sektor industri modern. Berbanding terbalik,
banyak bukti menunjukkan sektor industri modern mengalami tingkat
hasil yang semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah khusus
dalam perumusan kebijakan pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai