Disusun
Oleh:
1
ASUHAN KEPERAWATAN
HALUSINASI
A. PENDAHULUAN
1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2003). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Menurut
Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus (Yosep, Iyus, 2009).
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien
memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal
tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
4. Tingkat Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya Stuart
& Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan
dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan
makin dikendalikan oleh halusinasinya.
3
Fase Karakteristik Perilaku pasien
halusinasi
1 2 3
Fase 1 : Klien mengalami Menyeringai atau
Comforting- keadaan emosi seperti tertawa yang tidak sesuai,
ansietas tingkat ansietas, kesepian, rasa menggerakkan bibir tanpa
sedang, secara bersalah, dan takut serta menimbulkan suara,
umum, halusinasi mencoba untuk berfokus pergerakan mata yang cepat,
bersifat pada penenangan pikiran respon verbal yang lambat,
menyenangkan untuk mengurangi ansietas. diam dan dipenuhi oleh
Individu mengetahui bahwa sesuatu yang mengasyikkan.
pikiran dan pengalaman
sensori yang dialaminya
tersebut dapat dikendalikan
jika ansietasnya bias diatasi
(Non psikotik)
Fase II: Pengalaman sensori Peningkatan sistem
Condemning- bersifat menjijikkan dan syaraf otonom yang
ansietas tingkat menakutkan, klien mulai menunjukkan ansietas, seperti
berat, secara umum, lepas kendali dan mungkin peningkatan nadi, pernafasan,
halusinasi menjadi mencoba untuk menjauhkan dan tekanan darah;
menjijikkan dirinya dengan sumber yang penyempitan kemampuan
dipersepsikan. Klien mungkin konsentrasi, dipenuhi dengan
merasa malu karena pengalaman sensori dan
pengalaman sensorinya dan kehilangan kemampuan
menarik diri dari orang lain. membedakan antara halusinasi
dengan realita.
(Psikotik ringan)
Fase III: Klien berhenti Cenderung mengikuti
Controlling- menghentikan perlawanan petunjuk yang diberikan
ansietas tingkat terhadap halusinasi dan halusinasinya daripada
berat, pengalaman menyerah pada halusinasi menolaknya, kesukaran
sensori menjadi tersebut. Isi halusinasi berhubungan dengan orang
berkuasa menjadi menarik, dapat lain, rentang perhatian hanya
berupa permohonan. Klien beberapa detik atau menit,
mungkin mengalarni adanya tanda-tanda fisik
kesepian jika pengalaman ansietas berat : berkeringat,
sensori tersebut berakhir. tremor, tidak mampu mengikuti
(Psikotik) petunjuk.
Fase IV: Pengalaman sensori Perilaku menyerang-
Conquering menjadi mengancam dan teror seperti panik, berpotensi
menakutkan jika klien tidak kuat melakukan bunuh diri atau
Panik, mengikuti perintah. membunuh orang lain, Aktivitas
umumnya halusinasi Halusinasi bisa berlangsung fisik yang merefleksikan isi
menjadi lebih rumit, dalam beberapa jam atau halusinasi seperti amuk,
melebur dalam hari jika tidak ada intervensi agitasi, menarik diri, atau
halusinasinya terapeutik. katatonia, tidak mampu
berespon terhadap perintah
(Psikotik Berat) yang kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih dari
satu orang.
B. PENGKAJIAN
Proses terjadinya halusinasi pada klien akan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stres adaptasi Stuart (2013) yang meliputi stresor dari faktor predisposisi dan
faktor presipitasi
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan
yang berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian
tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan
seseorang berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal
adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut
:Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal dan limbic
paling berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia otak dikaitkan
dengan gejala skizofrenia antara lain : dopain, neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural.
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada
lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
yang mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga memiliki hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
5
2. Faktor Presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,
stressor juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang
mal adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara efektif menanggapi
rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak
nyaman, gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan bahwa hakikat
keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-
unsur bio-psiko-sosio-spiritual seehingga dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
● Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan
oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan
obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
● Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
● Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang
akan mengontrol semua prilaku klien.
● Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
● Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar.
Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak
terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi
sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya
individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri.
7
C. TANDA DAN GEJALA
1. Menurut Mary C. Townsend, 1998
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa
sesuatu tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
j. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
k. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
l. Muka merah dan kadang pucat.
m. Ekspresi wajah tenang.
n. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.
D. POHON MASALAH
Faktor Faktor
Predisposisi : Presipitasi :
Biologi Stres lingkungan
Psikologi Biologis
sosiokultural Mekanisme koping
E. PENATALAKSANAAN
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling
percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum
mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa
nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang
halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu
perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa
keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus
sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien
saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan
klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi
perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya
adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan
perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi
yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu
dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi.
Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada
beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu
mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan,
sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu dengan
cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa
dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
9
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
11
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler
setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah
nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik.
Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya
adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul
kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi
pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg
dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung
dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya
peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi
biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping yang hebat.
Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif,
atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine ISO,
(2008)dalam Pambayun (2015).
13
F. ASUHAN KEPERAWATAN
Dx Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Gangguan TUM: Klien dapat 1. Setelah dilakukan intervensi 1.1 B
sensori persepsi: mengontrol halusinasi yang keperawatan selama 1x24 jam m
halusinasi dialaminya interaksi klien menunjukkan t
(lihat/dengar/penghidu/r tanda – tanda percaya kepada a
aba/kecap) perawat :
TUK 1 :
˗ Ekspresi wajah bersahabat. b
Klien dapat ˗ Menunjukkan rasa senang.
membina hubungan saling ˗ Ada kontak mata. c
percaya ˗ Mau berjabat tangan.
˗ Mau menyebutkan nama. d
˗ Mau menjawab salam. e
˗ Mau duduk berdampingan
f
dengan perawat.
˗ Bersedia mengungkapkan
g
masalah yang dihadapi.
h
15
c
5.4 a
5.5 b
TUK 4 : Setelah dilakukan intervensi 1.1 Bu
Keluarga dapat keperawatan selama 1x24 jam pe
merawatklien dirumah dan keluarga dapat : 1.2 D
menjadi sistem pendukung 1. menyatakan setuju untuk pe
yang efektif untuk klien mengikuti pertemuan dengan a.
perawat b.
2. keluarga dapat menyebutkan c.
pengertian, tanda dan gejala, d.
proses terjadinya halusinasi dan
tindakan untuk mengendali kan e.
halusinasi f.
3. keluarga dapat menyebutkan;
˗ Manfaat minum obat
˗ Kerugian tidak minum obat
˗ Nama,warna,dosis, efek terapi
dan efek samping obat
˗ mendemontrasikan
g.
penggunaan obat dgn benar
˗ menyebutkan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi
dokter
˗ tanda dan gejala kambuh
17
SP HALUSINASI PASIEN DAN KELUARGA
a. Orientasi
▪ Salam Terapeutik : “Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh
Saya kenalan dengan Ibu? Nama Saya………….. boleh panggil
Saya……… Saya Mahasiswa Akper Muhammadiyah Kendal, Saya
sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00
WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil
dengan sebutan apa?”
▪ Evaluasi/validasi : “Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana
tidurnya tadi malam? Ada keluhan tidak?”
▪ Kontrak waktu
˗ Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak
tampak wujudnya?”
˗ Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
˗ Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???
Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???
b. Kerja
19
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik.”
“Caranya seperti ini:
✔ Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya
tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan!
Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
✔ Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak
mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-
ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
c. Terminasi
▪ Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang
tidak dengan latihan tadi?”
▪ Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar
tidak muncul lagi.”
▪ Rencana tindak lanjut : “Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul
lagi, silakan Ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”. (Masukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien, Jika ibu
melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu
melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka
ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu
mengerti?).
▪ Kontrak yang akan datang
Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB,
bisa?”
Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya?
Sampai jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………
2. Strategi Pelaksanaan 2 (Sp 2)
a. Fase Orientasi :
b. Fase kerja
● ”kalau mas mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu dan
membuat mas jengkel. Apa yang mas lakukan pada saat itu? Apa yang
telah saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?”
● ”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada
perawat bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak
mas mengobrol sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.\
c. Fase terminasi
▪ Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama.
Saya senag sekali mas mau berbincang-bincang denagan saya.
Bagaimana perasaan mas setelah kita berbincang-bincang?”
▪ Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang mas katakan tadi, cara yang mas
pilih untuk mengontrol halusinasinya adalah......
▪ Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, mas terus
praktekkan cara yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak
menguasai pikiran mas.”
21
d. Kontrak yang akan datang :
Topik : ”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri
dengan kegiatan yang bermanfaat.”
waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam .....? mas setuju?”
tempat :
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih mas
sudah berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”
a. Fase Orientasi :
▪ Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
▪ Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya
hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan
kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara-
suara yang kita bicarakan kemarin
▪ Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang-
bincang tentang suara- suara yang sering mas dengar agar bisa
dikendalikan engan cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana mas
setuju?”
b. Fase Kerja
▪ ”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi
yaitu caar ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan
yang bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
▪ ”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri dengan
kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan kegiatan
lain.”
c. Fase Terminasi
▪ Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
▪ Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi
yang ketiga?
▪ Tindak lanjut : ”tolong nanti mas praktekkan cara mengontrol halusinasi
seperti yang sudah diajarkan tadi?
a. Fase Orientasi :
● Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Masih ingat saya ???
● Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya
hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan
kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara-
suara yang kita bicarakan kemarin.
● Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang-
bincang tentang obat-obatgan yang mas minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih ..... menit, bagaimana
mas setuju?”
b. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali
sehari. Obat yang warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang
sering mas dengar sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa
gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering,
mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas
mas? Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa yang mas rasakan setelah
minum obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Kemudian mas jangan berhenti minum obat tanpa
23
sepengetahuan dokter, gejala seperti yang mas alami sekarang akan muncul
lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh mas pada saat mionum
obat yaitu beanr obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar
frekuensi. Ingat ya mas..?!!”
c. Fase Terminasi
▪ Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
▪ Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi?
Kemudian berapa dosisnya?
▪ Tindak lanjut : ”tolong nanti mas minta obat ke perawat kalau saatnya
minum obat.”
25