Anda di halaman 1dari 7

Kondisi Sektor Informal Perkotaan

dalam Perekonomian Jayapura-Papua

Arung Lamba
Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih, Kampus Baru Waena, Jl. Raya Sentani Abepura, Jayapura

Abstract: The aims of this article is to search about the condition informal sector of cities in
Jayapura, Papua, the main useful in economics sides, flexibilities grade and productivties.By
using the methodology of result research have been done , so that written can be concludes(1)
the condition of informal sector in Jayapura very flexible to recruit the employeers that have dif-
fernce background of their live (gender, ages, tribes, education grade eventhough the capital).
whether by seeing the productivity sides almost of them can be get more advantages better than
the cost of production. (2) the factors can be influences the grade of flexibility informal sector in
Jayapura are the human resources and demand of product are positively, and the influences of
flexibilities is negative.

Keywords: informal sector, flexibility and productivity

Abstrak: Tulisan ini bertujuan mengkaji kondisi sektor informal perkotaan dalam perekonomi-
an kota Jayapura–Papua, utamanya dalam hal tingkat fleksibilitas dan produktivitasnya. Dengan
menggunakan metode kajian pustaka atas hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa: (1) Kondisi sektor informal di kota Jayapura sangat fleksibel dalam men-
erima tenaga kerja dengan latar belakang yang berbeda-beda (jenis kelamin, umur, suku, tingkat
pendidikan, bahkan modal). Produktivitas mereka juga sangat tinggi, karena omzet yang dihasil-
kan oleh seorang pelaku sektor informal jauh lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. (2)
Faktor yang mempengaruhi tingkat fleksibilitas sektor informal kota Jayapura adalah sumberdaya
manusia dan permintaan, yang berpengaruh negatif, berkebalikan dengan pengaruhnya terhadap
produktivitas. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya memberi perhatian terhadap sektor infor-
mal melalui pelatihan, pengembangan infrastuktur, proyek-proyek padat karya dan juga dengan
penegasan status politik Papua agar menarik investor luar

Kata Kunci: sektor informal, fleksibilitas dan produktivitas

Wilayah Papua yang sebelumnya bernama Irian Jaya, menjadikan Papua incaran sebagian besar pencari
adalah merupakan wilayah NKRI yang paling muda, kerja di seluruh wilayah Indonesia, baik yang memiliki
karena baru terintegrasi dengan Republik Indonesia pendidikan dan keterampilan memadai maupun yang
pada bulan Mei 1963. Sebelumnya, wilayah ini merupa- kurang memiliki pendidikan dan keterampilan. Bagi
kan pertikaian antara Kerajaan Belanda dengan Repu­ yang mempunyai pendidikan dan keterampilan yang
blik Indonesia (United Nation dalam Kaiwai, 2007:1). memadai kurang mengalami permasalahan, karena
Kaiwai menyebutkan semenjak berintegrasi dengan sebagian besar dari mereka langsung diterima seba-
Indonesia, maka pembangunan Papua mulai dilakukan gai pegawai negeri dan swasta yang formal. Namun
untuk mengejar ketertinggalan dari wilayah-wilayah bagi mereka yang kurang memiliki pendidikan dan
lainnya di Indonesia. Sebagai wilayah yang baru dibuka keterampilan yang memadai, sebagian besar mencari
dengan potensi sumberdaya alam yang melimpah, usaha-usaha yang sifatnya informal.

155 155
JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 2, JULI 2011

Kehadiran sektor informal perkotaan dianggap se- tidak seimbang dengan pertumbuhan perekonomian
bagai salah satu sektor ekonomi yang muncul sebagai dan ketersediaan lapangan kerja dalam suatu wilayah.
akibat dari situasi pertumbuhan tenaga kerja yang tinggi Sedang menurut Rahmatia (2004) sektor informal
di kota. Mereka yang memasuki usaha berskala kecil perkotaan muncul disamping sebagai ketakseimbangan
ini, pada mulanya bertujuan untuk mencari kesempatan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan keterse-
kerja dan menciptakan pendapatan. Kebanyakan dari diaan lapangan kerja juga sebagai pertanda kegagalan
mereka yang terlibat adalah orang-orang migran dari pemerintah dalam penataan sistim ketenagakerjaan,
golongan miskin,berpendidikan rendah dan kurang peningkatan pendidikan serta lemahnya pemerintah
terampil. Latar belakang mereka bukanlah pengusaha dalam perencanaan pengembangan wilayah yang
dan juga bukan kapitalis yang mengadakan investasi menciptakan lapangan kerja.
dengan modal yang besar. Namun harus diakui bahwa Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Alis-
banyak di antara mereka telah berhasil mengembang- jahbana (2006) melihat sektor informal sebagai akibat
kan usahanya dan secara perlahan-lahan memasuki dari daya dorong pedesaan dan daya tarik perkotaan.
dunia usaha berskala menengah bahkan berskala besar. Banyaknya sektor informal diberbagai kota besar di
Ada tiga fenomena penting yang perlu disikapi sedang dunia, termasuk di Indonesia tidak lepas dari adanya
terjadi dalam ketenagakerjaan pada berbagai kota di urbanisasi dan daya dorong sulitnya mendapatkan
negara yang sedang berkembang, khususnya Jayapura, pekerjaan, serta tingkat upah yang sangat rendah di
yaitu:(1) Kecenderungan semakin meningkatnya per- desa. Pandangan yang sama di kemukakan oleh Set-
anan usaha sektor informal dalam ketenagakerjaan iono (2004:12) yang menyebutkan bahwa kota dengan
dan mampu memberikan pendapatan bagi pelakunya; berbagai kemajuan dan fasilitasnya merupakan daya
(2) Kecenderungan fleksibelnya sektor informal dalam tarik, sementara desa dengan berbagai keterbatasan dan
menerima tenaga kerja dari berbagai latar belakang keterbelakangannya akan merupakan daya dorong, se­
yang berbeda (jenis kelamin, umur, pendidikan, kete­ hing­ga menjadikan kehidupan di kota menjadi alternatif
rampilan/ keahlian dan modal); dan (3) Adanya peluang utama bagi sebagian mereka yang ingin menyelamatkan
sektor informal perkotaan untuk berkembang/produktif diri dari tekanan kemiskinan di desa. Akibatnya secara
sama seperti sektor formal. berangsur-angsur terjadilah sebuah situasi akilbalik
Teori tentang sektor informal pertama kali diper- yang sangat dramatis yang disebut sektor informal atau
kenalkan Keith Harth, seorang antropolog Inggris sering disebut ekonomi dibawah tanah (underground
dari Manchester University dalam penelitiannya yang economy) atau ekonomi bayangan.
berjudul Informal Income: Opportunities and Urban Banyak ahli seperti B.J. Habibie yang mendukung
Employments in Ghana pada tahun 1971 (Rahmatia, keberadaan sektor informal perkotaan dalam suatu
2004:49; Hidayat, 1998). Harth menggambarkan sek- tatanan perekonomian suatu wilayah karena sektor
tor informal sebagai angkatan kerja perkotaan (urban ini telah terbukti lebih tahan terhadap resesi ekonomi
labour force), yang berada di luar pasaran tenaga kerja dibandingkan dengan usaha-usaha yang berskala be-
yang terorganisir dan teratur. Kemudian istilah tersebut sar. Salatta (2007:46), dan Haris (2004:73), juga ber-
diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1977 melalui sepakat bahwa sektor informal telah menyelamatkan
penelitian Moir (Manning, 2001) dengan mengem- ketenagakerjaan di kota-kota besar di Indonesia dengan
bangkan konsep ILO dan menyatakan bahwa sektor menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan tam-
informal perkotaan di Indonesia disamping merupa- bahan pendapatan bagi pelakunya. Setiono (2004:5)
kan urban labour force yang berada di luar pasaran menyebutkan bahwa sektor ini telah memberikan
tenaga kerja yang terorganisir dan teratur, juga tidak andil ± 65% dalam penyerapan tenaga kerja. Kondisi
mempunyai hubungan formal dengan pemerintah dan ini sangat berarti bagi kelangsungan hidup penduduk
tidak tergantung pada bahan-bahan atau teknologi Indonesai yang telah berjumlah ± 40 juta yang hidup
im­por, serta jangkauan (radius) pemasarannya tidak dibawah garis kemiskinan. Sisi positifnya juga dirasa-
terlalu luas. Hidayat (1998) menyatakan bahwa sektor kan ditempat asal mereka, karena para pelaku sektor
informal di Indonesia muncul berhubungan dengan be- informal perkotaan umumnya mengirim uang ke desa
sarnya populasi dan pertumbuhan angkatan kerja yang minimal sekali setahun. Pengiriman uang tersebut
156
Arung Lamba, Kondisi Sektor Informal dalam Perekonomian Jayapura-Papua

mampu menambah dinamika kehidupan ekonomi luar masuk, karena tidak terlalu memerlukan skill dan
wilayah pedesaan. Pandangan yang sama juga di modal besar; (6) Metode dan teknologi yang digunakan
kemukakan Manning (2001) yang menyatakan bahwa masih bersifat tradisional; (7) Modal yang digunakan
sebagian besar (63%) tenaga kerja yang ada di Indo- relative kecil dan perputarannya agak lambat; (8) Tidak
nesia bergerak di sektor informal. memerlukan pendidikan, keterampilan maupun pen-
Namun ada beberapa ahli menentang keberadaan galaman yang tinggi; (9) Tidak mempekerjakan orang,
sektor informal, dengan argumentasi bahwa sektor dan kalau memperkerjakan orang, maka sebagian be-
ini merupakan lambang tidak sehatnya perekono- sar berasal dari anggota keluarga, atau kenalan; (10)
mian suatu daerah, serta menghambat pengemban- Sumber modal umumnya berasal dari tabungan sendiri,
gan, penataan serta ketertiban wilayah perkotaan pinjaman dari kenalan, atau lembaga tidak resmi; dan
(Manning,1996). Kemudian Sadoko (2000) menyata- (11) Hasil produksi yang dihasilkan dan ditawarkan
kan bahwa suatu saat ekonomi informal di perkotaan terutama barang kebutuhan pokok atau barang yang
akan menghilang secara perlahan-lahan, karena sektor dikonsumsi oleh golongan masyarakat ekonomi me-
informal hanya bersifat sementara. Mereka merupakan nengah kebawah.
fungsi dari suatu sistem perekonomian yang tradisionil Dalam waktu yang bersamaan, Rilis (2009:37)
dalam suatu wilayah, dan selalu berada pada fase memberikan batasan bahwa pelaku sektor informal
masyarakat agraris ke masyarakat industri. Pada saat adalah mereka yang bekerja sendiri ataupun usaha-
target industrialisasi tercapai, maka tenaga kerja akan usaha yang mempunyai pekerja kurang dari lima orang,
terserap dengan sendirinya oleh sektor-sektor formal, peraturan upah minimum dan faktor-faktor institu-
sehingga daya beli masyarakat meningkat, dan pada sional kurang berpengaruh terhadap penghasilan, serta
akhirnya masyarakat tidak butuh lagi barang dan jasa penghasilan yang tetap rendah (karena suplai tenaga
yang dihasilkan oleh sektor-sektor informal. kerja berlebih). Kemudian Manning (2001) meman-
Terlepas dari perbedaan kedua pendapat tersebut, dang sektor informal sebagai kutub pengaman dalam
seharusnya sektor ini bisa dianggap sebagai bagian dari menampung ledakan angkatan kerja di perkotaan,
asset negara yang perlu diperhatikan dan dibina agar mereka umumnya berasal dari desa-desa yang ada di
lebih berperan dalam perekonomian dan ketenagaker- sekitarnya dengan membawah berbagai latar belakang
jaan, sehingga tidak menghambat pengembangan, pe- keterbatasan.
nataan, dan ketertiban wilayah perkotaan. Hal ini searah Jika dilihat dari sisi penyerapannya terhadap te­
dengan pendapat Haris (2004:124) yang menyatakan naga kerja, secara nasional peranan sektor informal
“sekalipun dilihat dari segi produksi sektor informal sudah sangat jelas (Manning, 2001; Setiono, 2004:5).
secara ekonomi kurang menguntungkan, tetapi ternyata Secara regional, di beberapa kota yang ada di provinsi
dapat menunjang kehidupan dari sebagian besar pen- Papua dan Papua Barat juga menampakkan kondisi
duduk perkotaan yang terbelenggu kemiskinan”. yang sama. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
Belum ada kesepakatan yang jelas tentang batasan kondisi tersebut, seperti yang dilakukan Nuralam
sektor informal. Berbagai ahli mencoba mengiden- (2006: 36) yang menyebutkan bahwa tidak kurang dari
tifikasikan ciri-ciri batasan tersebut. Hidayat (1998) 2/3 tenaga kerja yang ada di distrik Abepura, kota Jay-
misalnya, mencoba memberikan batasan tentang sektor apura merupakan pekerja yang ada di sektor informal,
informal di Indonesia dengan mengacu pada beberapa sebagian besar dari mereka adalah orang-orang migran.
hasil penelitian. akhirnya Hidayat menyimpulkan Rumalatur (2001: 28) dalam studinya menyebutkan
ciri-ciri pokok sektor informal sebagai berikut: (1) bahwa sekitar 75% pekerja wanita Papua berada pada
Merupakan kegiatan yang tidak terorganisir dengan sektor informal, dimana sebagian merupakan peker-
baik, karena itu keberadaannya tidak menggunakan jaan pokok keluarga maupun penunjang pendapatan
atau berhubungan dengan lembaga formal dan fasilitas suami yang mempunyai pekerjaan lain. Lamba (2007;
yang tersedia; (2) Umumnya tidak memiliki izin usaha,; 41) yang meneliti beberapa kota di diwilayah Papua,
(3) Kegiatannya tidak teratur, baik lokasi maupum jam juga menemukan bahwa ada ±60-70% tenaga kerja
kerja; (4) Kebijakan maupun bantuan pemerintah tidak yang ada di berbagai kota di Papua bekerja pada sek-
menyentuh sektor ini; (5) Para pelakunya mudah ke- tor informal, mereka memasuki semua sektor seperti;
157
JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 2, JULI 2011

perdagangan, industri, jasa, transportasi, pertanian Tingginya pengaruh faktor sumber daya manu-
sam­pai perbankan. sia ini, disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (a)
Demikian juga, jika melihat sektor informal dari Tingkat pendidikan pelaku sektor informal yang ada
sisi pendapatan, maka banyak peneliti di kota-kota di kota Jayapura masih relatif rendah, yaitu cenderung
besar telah menemukan bagaimana peran sektor in- terkonsentrasi pada tingkat pendidikan SMA sederajat
formal ini sebagai sumber pendapatan. Moir dalam ke bawah. Dalam kondisi seperti ini maka tingkat
Chandrakirana dan Sadoko (1995) menyatakan “pada kepekaan pendidikan, keterampilan dan pengalaman
tahun 1981 sektor informal dapat menyumbangkan ± terhadap lapangan kerja sektor informal akan sangat
30% total pendapatan regional kota Jakarta”. Papanek tinggi, sehingga begitu ada masyarakat pencari kerja
dalam Salatta, (2007:96) menyebutkan bahwa kendati yang mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan
mereka kelihatan miskin, para migran dalam sektor dan pengalaman sedikit lebih tinggi dan ingin menjadi
informal mempunyai tingkat pendapatan yang jauh pelaku atau pekerja dalam sektor informal, maka akan
lebih tinggi dari pada waktu mereka masih berada sangat mudah (sangat fleksibel); (b) Jumlah sumber
di desa. Sementara itu secara regional, di beberapa daya manusia yang terlibat sebagai pelaku dan pekerja
kota yang ada di provinsi Papua, juga menampakkan pada sektor informal di kota Jayapura, disamping
kondisi yang sama. Seperti hasil penelitian Lamba persentasenya belum sebesar di kota-kota besar, juga
(2009:42) yang menemukan bahwa sebagian besar masih terkosentrasi pada penggunaan 1 (satu) tenaga
(75%) pelaku sektor informal yang ada di kota-kota kerja, bahkan ada yang belum menggunakan tenaga
di Papua mempunyai tingkat pendapatan di atas dari orang lain. Sehingga sektor ini disamping masih sangat
Upah Minimum Regional (UMR), bahkan ada sekitar banyak peluang untuk membuka usaha di sektor ini,
7- 15% yang memiliki tingkat pendapatan 5- 10 juta juga masih sangat fleksibel dalam menerima tenaga
perbulan. Rumalatur (2001:29) dan Nuralam (2006: 36) kerja.
juga menemukan bahwa sebagian besar penghasilan Permintaan adalah faktor yang mempunyai
pelaku sektor informal sangat cukup untuk membiaya pengaruh terbesar kedua terhadap fleksibilitas sektor
kebutuhan keluarga mereka, bahkan bisa mengirim informal di kota Jayapura (Lamba, 2010). Besarnya
uang ke kampung secara rutin. pengaruh faktor permintaan ini, disebabkan beberapa
Tingginya peranan sektor informal perkotaan hal: (a) Kondisi penyebaran penduduk kota Jayapura
dalam perekonoian provinsi Papua, utamanya pada yang tidak merata yang mengakibatkan penduduk
bidang penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masa- cenderung memenuhi kebutuhannya dari apa yang
yarakat, sebenarnya tidak terlepas dari akibat kondisi ditawarkan di daerah sekitar mereka. Suasana tersebut
tingkat fleksibilitas dan produktivitasnya. akan membuat permintaan terhadap suatu barang dan
Fleksibilitas sektor informal yang ada di Papua jasa meningkat, yang pada akhirnya akan mendorong
umumnya dan khususnya kota Jayapura sangat tinggi, masyarakat pencari kerja untuk menjawab permint-
hal ini dapat dilihat dari kelonggaran sektor ini dalam aan tersebut dengan membuka berbagai usaha-usaha
menerima tenaga kerja dengan berbagai latar bela- kecil yang sifatnya informal; (b) Setiap konsentrasi
kang yang berbeda-beda (jenis kelamin, umur, suku, pemukiman penduduk cenderung mengarah kepada
tingkat pendidikan bahkan modal) (Lamba, 2009: 42). satu jenis pekerjaan, seperti kosentrasi pemukiman
Ada tiga faktor apa yang mempengaruhi fleksibelnya pegawai negeri dan pegawai swasta formal. Kesibu-
sektor informal tersebut (Syamsu, 2005) yaitu; lokasi, kan mereka di kantor, membuat mereka cenderung
permintaan dan sumberdaya manusia. memenuhi kebutuhannya dari apa yang ditawarkan di
Sedangkan Lamba (2010:236) menemukan bahwa sekeliling pemukiman, sehingga mendorong sebagian
sumber daya manusia adalah faktor yang mempunyai dari mereka yang tidak terlalu sibuk atau yang belum
pengaruh paling besar terhadap fleksibilitas sektor bekerja untuk membuka usaha kecil-kecilan/informal.
informal di kota Jayapura. Diikuti oleh permintaan Sehingga konsentrasi pemukiman ini menjadi fleksibel
sebagai faktor kedua. Sedangkan lokasi tidak berpenga­ terhadap usaha sektor informal; dan (c) Kesenjangan
ruh terhadap fleksibilitas sektor informal. ekonomi masyarakat penduduk di kota Jayapura masih

158
Arung Lamba, Kondisi Sektor Informal dalam Perekonomian Jayapura-Papua

sangat tinggi, sehingga masyarakat yang hidup pada Lamba (2010:238) menemukan bahwa sumber
tingkat ekonominya menengah-bawah, cenderung daya manusia merupakan faktor yang paling besar
memenuhi kebutuhannya dari barang dan jasa yang pengaruhnya terhadap produktivitas sektor informal di
ditawarkan oleh sektor informal, karena harganya kota Jayapura. Akibatnya persentase pertumbuhan atau
relatif lebih murah dari pada barang dan jasa yang kenaikan pelaku sektor ini di Jayapura sangat tinggi,
ditawarkan oleh sektor formal, walaupun kualitasnya sehingga walaupun jumlah sumberdaya manusia yang
mungkin juga sedikit lebih rendah. Kecenderungan terlibat sebagai pelaku dan pekerja pada sektor ini be-
ini merupakan peluang baik bagi masyarakat atau lum sepadat kota-kota besar lainnya, namun perilaku
pencari kerja untuk melayani permintaan tersebut persaingan diantara mereka sudah mulai kelihatan. Na-
dengan membuka usaha-usaha kecil yang sifat infor- mun para pengusaha sektor informal di kota Jayapura
mal, sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi seperti mayoritas hanya menggunakan satu, bahkan ada yang
ini akan dapat mendorong meningkatkan fleksibilitas belum menggunakan tenaga orang lain, sehingga sektor
sektor informal. ini masih potensial untuk meningkatkan produktivitas
Faktor lokasi tidak mempunyai pengaruh terhadap mereka dengan cara menggunakan/menambah tenaga
fleksibilitas sektor informal di kota Jayapura, karena kerja.
pelaku sektor informal di kota Jayapura jumlahnya Faktor lain yang berpengaruh terhadap produk-
masih tergolong sedikit dibandingkan dengan kota-kota tivitas sektor informal di kota Jayapura adalah per-
lain di Indonesia, sehingga masih terbuka banyak pelu- mintaan. Penyebaran penduduk kota Jayapura yang
ang bagi pencari kerja atau pengusaha yang mempunyai tidak merata, terkosentarsi pada wilayah-wilayah
minat untuk masuk dalam sektor ini di wilayah kota tertentu karena dibatasi oleh lembah, gunung, laut dan
Jayapura. Hal ini mengakibatkan indikator-indikator danau, mengakibatkan adanya kecenderungan untuk
lokasi, utamanya yang bersifat menghambat, tidak da- memenuhi kebutuhannya dari apa yang ditawarkan
pat mempengaruhi tingkat fleksibilitas sektor informal di daerah sekitar mereka. Pada akhirnya permintaan
yang ada di kota Jayapura. Selain itu, kota Jayapura terhadap suatu barang dan jasa akan meningkat di
merupakan daerah pantai dan dekat dengan beberapa daerah-daearah tersebut, sehingga mendorong pelaku
daerah belakang (pedesaan), sehingga ketepatan dalam atau pekerja sektor informal untuk menjawab per-
menerima barang dari luar, baik itu barang industri yang mintaan tersebut dengan meningkatkan produktivitas
melalui pantai maupun barang hasil pertanian yang be- mereka. Disam­ping itu, kosentrasi penduduk yang
rasal dari pedesaan, tidak menjadi masalah dimanapun cenderung mengarah kepada satu jenis pekerjaan,
mereka berusaha dalam wilayah kota Jayapura. Karena seperti konsentrasi pemukiman pegawai negeri, pe-
itu lokasi tidak berpengaruh terhadap fleksibilitas sek- mukiman pegawai swasta formal, membuat penduduk
tor informal Jayapura. Tingkat keamanan Jayapura juga cenderung memenuhi kebutuhannya dari barang dan
cukup baik dan relatif merata, utamanya dari gangguan jasa yang ditawarkan di sekeliling pemukiman mer-
pencuri dan pengemis atau pungutan-pungutan lainnya eka. Sehingga pelaku sektor informal yang berada di
yang tidak resmi. Suasana tersebut merupakan pelu- sekitar pemukiman pegawai negeri dan swasta lebih
ang bagi pencari kerja atau yang mau berusaha dalam produktif daripada pemukim­an yang terpencar. Adanya
sektor ini, untuk melakukan aktivitas dimanapun juga kesenjangan ekonomi masyarakat kota Jayapura yang
dalam wilayah kota Jayapura tanpa perlu memikirkan cukup tinggi, membuat masyarakat yang hidup dengan
masalah keamanan. tingkat ekonominya menengah kebawah, cenderung
Produktivitas sektor informal yang ada di Jayapura untuk memenuhi kebutuhannya dari barang dan jasa
sangat tinggi, karena rata-rata omzet yang dihasilkan yang ditawarkan oleh sektor informal, karena harganya
oleh seorang pelaku sektor informal jauh lebih besar relatif lebih murah dari pada barang dan jasa yang
(2–4 kali) dari biaya yang digunakan (Lamba, 2007). ditawarkan oleh sektor formal, walaupun kualitasnya
Syamsu (2005) menemukan ada empat variabel yang kemungkin juga sedikit lebih rendah. Kecenderungan
mempengaruhi produktivitas sektor informal, yaitu ini merupakan peluang besar bagi pelaku atau pekerja
lokasi, permintaan, sumberdaya manusia dan flek- sektor informal untuk memenuhi permintaan tersebut
sibilitas. dengan meningkatkan produktivitas mereka.
159
JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 2, JULI 2011

Faktor lokasi ditemukan tidak berpengaruh terha­ kota Jayapura sangat fleksibel dalam menerima tenaga
dap produktivitas sektor informal yang ada di kota kerja dengan latar belakang yang berbeda-beda (jenis
Jayapura, karena Jayapura sebagai kota yang baru kelamin, umur, suku, tingkat pendidikan, bahkan
berkembang, penataan tata ruang belum menjadi pri- modal). Produktivitas sektor ini juga sangat tinggi,
oritas, bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah belum kare­na omzet yang dihasilkan oleh seorang pelaku sek-
menyentuh tentang bagaimana menata ketertiban dan tor informal jauh lebih besar dari biaya yang digunakan.
keindahan kota, tata kelola tenaga kerja yang baik, Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
sehingga kehadiran sektor informal belum mendapat- fleksibilitas sektor informal di kota Jayapura adalah
kan perhatian yang serius. Suasana ini juga merupakan sumberdaya manusia dan permintaan, karena tingkat
peluang yang dapat mendorong bagi para pelaku dan pendidikan pelaku sektor informal di kota Jayapura
pekerja sektor informal untuk meningkatkan produk- masih relatif rendah, mayoritas hanya menggunakan
tivitas dimanapun mereka berlokasi dalam wilayah 1 (satu) tenaga kerja, penyebaran penduduk kota Jay-
kota Jayapura. Kondisi alam Jayapura yang tidak rata apura juga tidak merata, sehingga bersifat lokal, dan
karena dibatasi oleh banyak lembah, gunung, laut dan terakhir adalah karena adanya kesenjangan ekonomi
danau, membuat pola kehidupan masyarakat kota Jay- masyarakat Jayapura. Namun, ada beberapa hal yang
apura bersifat lokal dalam memenuhi kebutuhannya. berpengaruh negatif terhadap fleksibilitas, misal karena
Sehingga faktor lokasi tidak berpengaruh terhadap fleksibelnya sektor ini, menyebabkan adanya kecend-
produktivitas. Dimanapun pelaku sektor informal ber­ erungan peningkatan jumlah pelaku dan pekerja sektor
ada, mereka tetap mempunyai konsumen. informal yang melebihi peningkatan jumlah penduduk.
Temuan lain yang menarik adalah adanya pengaruh Oleh karena lebih tingginya persentasi peningkatan
negatif yang cukup besar dari faktor fleksibilitas ter- jumlah pelaku dan pekerja sektor informal diband-
hadap produktivitas sektor informal di kota Jayapura. ing peningkatan jumlah penduduk, akan menurunkan
Fleksibelnya sektor informal di kota Jayapura dalam jumlah konsumen untuk setiap pelaku sektor informal.
menerima tenaga kerja, menyebabkan adanya kecend- Kualitas sumberdaya manusia yang ada didalam sektor
erungan peningkatan jumlah pelaku dan pekerja sektor iniformal tidak akan mempunyai kemampuan untuk
informal yang ada di kota Jayapura lebih tinggi dari dapat meningkatkan produksi mereka.
pada peningkatan jumlah penduduk. Hal ini berarti
secara rata-rata masyarakat sebagai konsumen untuk
setiap pelaku sektor informal akan menurun. Dalam Saran
kondisi seperti ini, maka produktivitas untuk setiap
usaha sektor informal lambat laun akan dapat bekurang. Mengingat hasil kajian pustaka sebelumnya, perlu
Fleksibilitas sektor informal di kota Jayapura dalam dibuat penelitian yang melihat faktor-faktor lain selain
menerima pelaku dan pekerja dengan latar belakang dari faktor lokasi, permintaan dan SDM, sehingga
karekateristik yang berbeda-beda (pendidikan, pengala- dapat diketahui peranan faktor lainnya dalam mem-
man, dan keterampilan yang rendah) mengakibatkan pengaruhi fleksibilitas dan produktivitas sektor infor-
kecenderungan kualitas sumberdaya manusia yang ada mal. Perlunya penelitian tentang fleksibilitas maupun
di dalam sektor ini tidak akan meningkatkan produksi produktivitas pada sektor lain (bukan sektor informal)
mereka. Dengan demikian, kondisi ini akan dapat agar dapat diperbandingkan mana yang lebih fleksibel
mengganggu produktivitas yang sudah ada. dan produktif.
Pemerintah seharusnya membina dan meningkat-
kan kemampuan sumberdaya manusia pelaku sektor
KESIMPULAN DAN SARAN informal melalui pelatihan, kursus atau magang, agar
mereka lebih mampu dalam mengembangkan usahanya
Kesimpulan menjadi usaha yang lebih besar, sehingga suatu saat da-
pat memungkinkan untuk beralih masuk sebagai pelaku
Dari keseluruhan uraian tulisan di atas, dapat di­ usaha formal. Pemerintah perlu meningkatkan penda-
sim­pulkan bahwa kondisi sektor informal yang ada di patan masyarakat melalui pembuatan proyek-proyek
160
Arung Lamba, Kondisi Sektor Informal dalam Perekonomian Jayapura-Papua

padat karya, agar dapat menyerap lebih banyak tenaga setiap aktivitas, sehingga mereka lebih leluasa dalam
kerja. Pemerintah juga harus tegas dan mensosialisasi- meningkatkan produktivitas mereka tanpa harus takut
kan tentang status politik Papua agar investor-investor digusur. Infrastruktur transportasi (jalan raya) perlu
dari luar Papua tertarik untuk datang menanamkan ditingkatkan, agar para pelaku ekonomi baik sebagai
modalnya, dan bagi pengusaha-pengusaha sudah ada konsumen maupun sebagai produsen lebih leluasa
di Papua dapat menambah modalnya, dengan cara dalam menjalankan aktivitasnya. Terkahir, membantu
membuka industri-industri atau usaha-usaha yang industri-industri rumah tangga dan pengusaha-pengu-
dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah saha kecil lainnya dalam merintis jaringan pemasaran,
dan penyerapan tenaga kerja. Penataan dan penertipan agar produk-produk mereka dapat cepat laku, pada
tata ruang juga perlu dilakukan, agar para pelaku akhirnya akan memungkinkan untuk meningkatkan
ekonomi mempunyai kejelasan tentang lokasi dari usahanya.

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana. 2006. Marginalisasi Sektor Informal Papua Penelitian Hiba Prioritas Nasional
Perkotaan. ITS Press., Surabaya. Batch IV, Dirjen Dikti, Universitas Cende­
Haris, M. 2004. Faktor-faktor Penentu Pertum- rawasih, JayapuraLian Verlyt. 2008. Teori,
buhan Usaha Kecil Di Sulawesi Selatan. Analisis Produktivitas dan aplikasinya dalam
Desertasi Program Pascasarjana Universitas dunia usaha,. PT Gramedia Pustaka Ilmu.
Hasanuddin. Makassar. Jakarta.
Hidayat. 1998. Pengembangan sektor informal Lanvba, A. 2010. Fleksibilitas dan Produktivitas
dalam pembangunan nasional: masalah dan Sektor Informal Perkotaan di Kota Jayapura-
prosepek. PPESM. Fakuitas Ekonomi Padja­ Papua, Desertasi Universitas Brawijaya,
djaran. Bandung. Raharjo, A. 2005. Teori Malang
Lokasi dan Pengembangan Wilayah. lembaga Kaiwai, H. 2007. Perilaku Konsumsi Rumah Tangga
Penerbit Universitas Hasanuddin (Lephas). Petani Pendudk Asli dan Petani Transmigrasi
Makassar. Di Kabupaten Jayapura, Disertasi S3. Pasca
Iskra, B. & Tsanov. 2007. Labour Market Flexibility Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
and Employment Security. Employment Paper Manning, C. 2001. Angkatan Kerja Dan Kesem-
2007. Geneva Internasional Labour Office. patam Kerja Di Indonesai Dewasa Ini; CV
Syamsu, A. 2005. Faktor-faktor yang mementu- Rajawali, Jakarta
kan produktivitas usaha sektor informal Di Manning, C, Noer, E.T dan Tukiran. 1996. Struk-
Sulawesi. Desertasi Program Pascasarjana tur pekerjaan sektor informal dan kemiski-
Universitas hasanuddin. Makassar. nan di Kota. Yogyakarta. Pusat I’enelitian
Lamba, A. 2007. Masalah Ketenagakerjaan dan Kependudukan. Universitas Gadjah Mada.
upaya pemerataan kesempatan kerja bagi Yogyakarta.
Etnis Papua dengan Kaum Migran dalam Sadoko, I. 2000. Dinamika Kehidupan Ekonomi
sektor Informal perkotaan di Provinsi Papua. Sektor Informal Di Indonesia, UI –Press,
Penelitian Hiba Fundamental Dikti. Lem- Jakarta
baga Penelitian Universitas Cenderawasi,. Teri, C. 2007. Collective Labour Rights & Labor
Jayapura. Market Flexibility in East Asia Anunpublished.
Lamba, A. 2009. Kajian Kehadiran Dan Strategi Paper in the Dept. Of Political Sciences Univ
Pembinaan Usaha Sektor Informal Di Provinsi of Minnesota Twin Cities..

161

Anda mungkin juga menyukai