Anda di halaman 1dari 17

PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN

HYSTEROSALPINGOGRAFI (HSG) PADA KASUS


INFERTILITAS DENGAN MENGGUNAKAN KATETER DI
RUMAH SAKIT CITRA MBC PADANG, PADA TAHUN 2013

Dosen Pembimbing: Dra. Estuasih D.P.,S.Kom.,M.Kes.

Disusun Oleh:

Nama : Anggraeni Mega Hapsari

NIM : P1337430119052

Kelas : 1B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI D III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
2019 / 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekarang ini perkembangan dunia kesehatan sudah sangat maju terutama di bidang

Radiologi. Mulai dari awal ditemukannya Sinar X pada tahun 1895 oleh Wilhelm Conrad

Rongent hingga berkembang sangat pesat seperti telah terciptanya CT – Scan bahkan

yang tercanggih saat ini yaitu MRL. Dalam bidang Radiologi banyak pemeriksaan yang

menggunakan Sinar X seperti pemeriksaan konvensional, salah satunya HSG

(hysterosalpingografi) yang diiringi dengan Fluoroskopi. Ada juga yang tidak

menggunakan radiasi Sinar X seperti USG (Ultrasonografi).

Di Rumah Sakit banyak penyakit yang di diagnosa dengan menggunakan bidang

Radiologi bahkan pemeriksaannya pun menggunakan bidang Radiologi. Salah satu dari

penyakit yang pemeriksaannya menggunakan bidang Radiologi adalah infertilitas atau

yang dikenal dengan sebutan kemandulan. ❑1Penderita infertilitas di Indonesia

jumlahnya berkisar 13,6% - 69,5%, dan bila diekstrapolasi dengan jumlah penduduk

Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa, maka diperkirakan terdapat 13 juta jiwa

penduduk Indonesia mengalami infertilitas (kemandulan). (Fauziah, Yulia 2012).

Untuk dapat melihat adanya gangguan atau penyumbatan pada sistem reproduksi

dapat dilakukan pemeriksaan Radiologi, yaitu HSG (Hysterosalpingografi).

❑2Hysterosalpingografi adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat saluran

reproduksi wanita (uterus dan fallopi) dengan menggunakan media kontras, dengan cara

memasukan media kontras positif ke dalam uterus untuk melihat bentuk, kedudukan dan

kelainan kavum uteri dan tuba uteri. Pada pemeriksaan ini digunakan HSG Set sebagai

2
alat melakukan pemeriksaan, akan tetapi ada juga yang menggunakan kateter. (Rasad,

Sjahriar 2009).

1.2 Rumusan Masalah

1. “Bagaimana Penatalaksanaan Pemeriksaan Hysterosalpingografi (HSG) Pada kasus

Infertilitas dengan menggunakan kateter?”

2. “Bagaimana Hasil Penatalaksanaan Pemeriksaan (HSG) pada kasus Infertilitas dengan

menggunakan Proyeksi AP Supine ?”

1.3 Batasan Masalah

Dalam penulisan penatalaksanaan HSG ini, dibatasi pelaksanaan pemeriksaan hanya

dengan kateter saja, karena rata-rata pasien yang datang adalah pasien yang belum

memiliki keturunan atau anak.

1.4 Tujuan Penulisan

Untuk lebih memahami bagaimana tatalaksana pemeriksaan Hysterosalpingografi (HSG)

pada kasus Infertilitas.

1.5 Manfaat Penulisan

1.5.1 Bagi Penulis

Dengan penulisan ini, maka penulis dapat menambah pengetahuannya di bidang

radiodiagnostik terutama pemeriksaan HSG dengan kasus infertilitas.

Bagi Institusi D III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan

Semarang.

1.5.2 Dapat menambah ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dan

perpustakaan. Program Studi DIII Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Politeknik Kesehatan Semarang.

1.5.3 Bagi Radiografer

3
Menambah wawasan dan pengetahuan Radiografer tentang hasil gambaran

radiograf pada pemeriksaan HSG dengan klinis infertilitas.

4
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

2.1.1 Alat Reproduksi Wanita

Gambar 2.1 : Alat Reproduksi Wanita

Terdiri alat atau organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam

rongga panggul. Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi internal : fungsi

ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi, pertumbuhan fetus,

kelahiran. Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh

hormon-hormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thamalus –

hipothamalus – hipofisis – adrenal ovarium. Selain itu, terdapat organ / sistem

ekstragonal / ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi :

payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.

2.1.1.1 Genetalia Eksterna

a. Vulva

Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),

terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,

vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada

dinding vagina. Mons pubis / mons veneris lapisan lemak di bagian

anterior symphisis os pubis. Pada masa pubertas daerah ini mulai

5
ditumbuhi rambut pubis. Labia mayora lapisan lemak lanjutan mons

pubis ke arah bawah dan belakang, banyak mengandung pleksus vena

Homolog emriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum

rontudum uteri berakhir pada batas labia mayora. Di bagian bawah

perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior)

b. Clitoris

Terdiri dari caput / glans clitoridis yang terletak di bagian

superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam didalam dinding

anterior vagina. Homolog embriologik dengan penis pada pria.

Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh dara

dan ujung saraf, sangat sensitif.

c. Vestibulum

Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, lateral

labia minora. Berasal dari sinus urogenital terdapat 6 lubang /

oroficium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae, ductus

glandulae bartholinii kanan dan kiri dan ductus skene kanan – kiri.

d. Vagina

Rongga muskolumembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi

cervix di bagiang kranial dorsal sampai vulva di bagian kaudal ventral.

Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis.

Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid.

Fungsi vagina adalah untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid,

untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).

e. Perineum

6
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas

otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma

urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra).

Perineal body adalah raphe median m.levator ani antara anus dan

vagina. Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong

(episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

2.1.1.2 Genetalia Internal

a. Uterus

Suatu organ muskular berbentuk seperti sebuah pir, dilapisi

peritoneum (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat

implantasi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan

adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi

konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan

serviks uteri. Serviks uteri bagian terbawah uterus, terdiri dari pars

vaginalis (berbatasan / menembusa dinding dalam vagina) dan pars

supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama : otot polos, jalinan

jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin.

b. Mesosalping

Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya meseterium pada

usus).

c. Ovarium

Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga

peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisis mesovarium, sebagai

jaringan ikat dan jalan pebuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks

dan medula. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematakan

7
folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan

terluar epital ovarium di korteks, ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis

dan sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel,

progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi).

2.2 Bahan kontras

Bahan Kontras merupakan senyawa-senyawsa yang digunakan untuk

meningkatkan visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan

diagnostik medik. Bahan kontras dipakai pada pencitraan dengan Sinar-X untuk

meningkatkan daya attenuasi Sinar X (Bahan kontras posistif) atau menurunkan

menurunkan daya attenuasi Sinar X (Bahan kontras negative dengan bahan dasar udara

atau gas). Ada berbagai macam jenis kontras tergantung dari muatannya, cara pemberian

dan lain sebagainya.

2.2.1 Pembagian Media Kontras

2.2.1.1 Mengandung minyak (oily iodinated CM)

1. Vertikal berupa minyak tumbuhan (poppy seed)

2. Digunakan untuk arthrografi, HSG, Limfografi, Fistulografi, Mielografi.

3. Kekurangan :

a. Eliminasi dalam tubuh sangat lambat, butuh waktu lama

b. Dapat mengakibatkan peradangan meanings (mielografi)

c. Dapat mengakibatkan emboli pilmoner (limfografi)

d. Harus segera dihilangkan setelah tindakan diagnostik selesai

dilakukan.

2.3 Teknik Pemeriksaan Rodiografi Histerosalingografi (HSG)

8
Hysterosalpingografi atau HSG sendiri pengertiannya adalah pemeriksaan secara

radiologi organ reproduksi wanita bagian dalam pada daerah uterus tuba fallopi, servix

dan ovarium menggunakan media kontras positif. Pemeriksaan ini biasanya sering

dilakukan pada ibu-ibu dengan indikasi infertil baik primer maupun sekunder. Akan tetaoi

juga bisa dilakukan indikasi-indikasi lain.

2.3.1 Indikasi Pemeriksaan HSG

Indikasi pemeriksaan Histerosalpingografi adalah :

1. Menentukan keberhasilan tindakan operasi infertilasi

2. Infertilasi primer maupun sekunder untuk melihat normal tuba (paten tidaknya

tuba)

Infertilitas primer adalah dimana seorang wanita belum pernah hamil

sama sekali walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan selama 12 bulan. Sedangkan Infertilitas sekunder adalah dimana

seorang wanita pernah hamil akan tetapi kemudian tidak dapat terjadi lagi

walaupun bersenggama di hadapkan kepada kemungkinan kehamilan 12

bulan.

3. Fibronyoma pada uteri

4. Hypoplasia endometri

5. Perlekatan-perlekatan dalam uterus, adenomiosis.

2.3.2 Kontra Indikasi Pemeriksaan HSG

Kontra indikasi pemeriksaan HSG adalah :

1. Menstruasi

2. Peradangan dalam rongga pelvis

3. Persarafan dalam kavum uteri

4. Alergi terhadap bahan kontras

9
5. Setelah dikerjakannya curettage

6. Kecurigaan adanya kehamilan

2.3.3 Prosedur Pemeriksaan HSG

2.3.3.1 Pelaksanaan Pemeriksaan HSG

Sebaiknya pemeriksaan HSG dilaksanakan pada masa subur /

fertile efektifnya yaitu 10 haru setelah HPHT (hari pertama haid terakhir).

Akan tetapi, pada prakteknya tidak pasti seperti itu. Untuk pasien dengan

siklus haid normal (haid 7 hari), maka pemeriksaan dilakukan 10 – 14 hari

setelah HPHT. Dan untuk pasien dengan siklus haid tidak normal maka

pemeriksaan dilakukan 3-4 hari setelah haid selesai. Pada saat itu biasanya

haid sudah berhenti dan selaput lender uterus sifatnya tenang. Bilamana

masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tidak boleh dilakukan

karena kemungkinan kontras masuk kedalam pembuluh darah balik.

2.3.3.2 Persiapan Pasien

Persiapan penderita untuk pemeriksaan HSG adalah sebagai berikut :

1. Penderita tidak diperkenankan melakukan koitus (persetubuhan selama

2 x 24 jam atau selama dua hari) sebelum pemeriksaan. Hal ini

dikarenakan dicurigai akan terjadi pembuahan setelah melakukan

koitus. Hal ini tentu tidak diperbolehkan dilakukan pemeriksaan HSG

tersebut karena akan membahayakan janin.

2. Pada pemeriksaan sebaiknya rektu dalam keadaan kosong, hal ini dapat

dilakukan dengan member penderita tablet dulcolak suposutoria

beberapa jam sebelum pemeriksaan atau sebelum lavemen.

3. Untuk mengurangi ketegangan dan rasa sakit, atas perintah dokter

penderita dapat diberi obat penenang dan anti spasmodik.

10
4. Sebelum pemeriksaan yang dilakukan penderita untuk buang air kecil

terlebih dahulu untuk menghindari agar penderita tiak buang air selama

jalannya pemeriksaan sehingga pemeriksaan tidak terganggu dan

berjalan lancer.

5. Berikan penjelasan pada pasien maksud dan tujuan pemeriksaan yang

dilakukan, serta jalannya pemeriksaan agar pasien merasa aman dan

tenang sehingga dapat diajakan kerjasama demi kelancaran

pemeriksaan.

2.3.3.3 Pemasukan Media Kontras

Pemasukan media kontras bias dilakukan dengan dua cara yaitu

dengan HSG set dan dengan kateter. Media kontras yang dipakai adalah

media kontras positif jenis iodium water soluble yang sering digunakan

adalah Omnipaque 6 cc dan Iopamiro.

1. Pemasukan media kontras menggunakan HSG set

Gambar 2.5 : HSG SET

a. Setelah pasien diposisikan lithotomic, daerah vagina diberikan

menggunakan desinfektan, diberi juga obat antiseptic daerah

serviks.

b. Speculum digunakan untuk membukan vagina dan memudahkan

HSG Set masuk kemudian bagian dalam vagina dibersihkan

11
dengan betadin, kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur

serta arah uteri.

c. Siapkan HSG set yang telah dimasuki media kontras, sebelum

dimasukan terlebih dahulu semprotkan media kontras sampai

keluar dari ujung HSG Set.

d. Dengan bantuan long forcep, HSG Set dimasukan perlahan ostium

uteri externa.

e. Pasien diposisikan ditengah meja pemeriksaan dan mulai

disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 6 ml atau lebih.

f. Media kontras akan berisi uterus dan tuba fallopii, atur proyeksi

yang akan dilakukan serta ambil radiografinya.

g. Setelah semua proyeksi dilakukan kemudian daerah vagina

dibersihkan.

2. Pemasukan media kontras menggunakan Kateter

Gambar 2.6 : Kateter HSG

a. Setelah pasien diposisikan lithotomic, daerah vagina diberikan

menggunakan desinfektan, diberi juga obat antiseptic daerah

serviks.

b. Speculum digunakan untuk membukan vagina dan memudahkan

Kateter masuk kemudian bagian dalam vagina dibersihkan dengan

12
betadin, kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur serta

arah uteri.

c. Spuit yang telah terisi media kontras dipasang pada salah satu

ujung kateter, sebelumnya kateter diisi terlebih dahulu dengan

media kontras sampai lumen kateter penuh

d. Dengan bantuan long forcep, HSG Set dimasukan perlahan ostium

uteri externa.

e. Balon kateter di isi air dengan air steril kira-kira 3 ml sampai balon

mengembang di antara ostium interna dan eksterna, balon ini harus

terkait erat pada canalis servicalis, kemudian speculum dilepas

f. Pasien diposisikan ditengah meja pemeriksaan dan mulai

disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 6 ml atau lebih.

g. Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii, atur proyeksi

yang akan dilakukan serta ambil radiografinya.

h. Balon dikempeskan dan kateter dapat ditarik secara perlahan.

i. Setelah semua proyeksi dilakukan kemudian daerah vagina

dibersihkan

2.3.4 Proyeksi Pemeriksaan

Untuk pemasukan media konrad dengan HSG set maupun kateter proyeksi

digunakan sama. Foto diambil dengan proyeksi sebagai berikut :

1. AP Plan foto

2. AP dengan Kontras

3. Oblik dengan Kontras

4. AP Post miksi

2.3.4.1 Proyeksi AP

13
Proyeksi AP ini digunakan untuk plan foto, proyeksi setelah

dimasukannya media kontras dan post miksi. Prosedurnya sebagai berikut :

Posisi Pasien : Pasien tidur supine di atas meja pemeriksaan untuk

plan foto dan post miksi, dilakukan posisi Lithotomi

saat pemasukan HSG Set atau kateter dan untuk

proyeksi AP setelah pemasukan media kontras.

Posisi objek : Daerah pelvis true AP dan atur MSP tubuhpada

pertengahan kaset atau meja pemeriksaan. Atur kaset

pada posisi membujur.

Central Ray : vertical tegak lurus film

Central Point : 5 cm proximal symphisis phubis

2.3.4.2 Proyeksi Oblique

Proyeksi Oblique ini digunakan untuk proyeksi setelah

dimasukannya media kontras pada vagina. Prosedurnya sebagai berikut :

Posisi pasien : pasien tidur semi supine ke salah satu sisi tubuh

(LPO atau RPO)

Posisi Objek : atur daerah pelvis posisi oblik kira-kira 45 derajat.

Atur kaset pada posisi membujur

Central ray : vertical tegak lurus film

Central point : 5 cm proximal symphisi pubis

RPO : 2 cm kearah kiri MSP

LPO : 2 cm kearah kanan dari MSP

14
Gambar 2.7 : Hasil Gambaran HSG Proyeksi AP

Gambar 2.8 : Hasil Gambaran HSG Proyeksi Oblique

http://bocahradiography.wordpress.com/2012/05/22/teknik-pemeriksaan-

radiografi-histerosalpingografi-hsg/. Diakses 1 Maret 2013

Kriteria radiografi

Hal berikut ini perlu dibuktikan dengan jelas :

1. Daerah panggul 2 inci (5 cm) di atas simfisis pubis terpusat pada film

radografi

2. Semua media kontras terlihat, termasuk setiap daerah “tumpahan”

3. Sebuah skala pendek dari kontras pada radiograf.

15
BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang kerangka konsep dan metode yang digunakan dalam

menyusun karya tulis ilmiah

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penatalaksanaan dari pemeriksaan HSG

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan permasalahan yang telah diuraikan dan

sebagai masukan.

16
DAFTAR REFERENSI

❑3Bryan G J. Et al. Hystero-salpingography, Diagnostic Radioteraphy, Fourth Edition 1987:


351-355

❑4Hiramatsu Y, MD. Hysterosalpingography, The Asian-Oceanian Textbook of Radiology,


First Edition 2003: 845-848

❑5Rasad S. Hysterosalpingography, Radiologic Diagnostik, Edisi Kedua, 2008: 321-324

❑6Sutton D. Hysterosalpingography, A Textbook of Radiology and Imaging, Fourth Edition


1987: 1246-1252

❑7Hefta, R.M. Sardina. Amiruddin, T. Buku ajar Biologi Reproduksi.2009

❑8Hefta, R.M. Sardina. Buku ajar dan Penuntun Praktikum Fisiologi.2010

❑9http://bocahradiography.wordpress.com/2012/05/22/teknik-pemeriksaan-radiografi-
histerosalpingografi-hsg/.

❑10Meschan I, MA, MD. The Genital Sistem, An Atlas of Anatomy Basic to Radiology,
Volume 2, 1957: 1075-1080

❑11Daffner, R H, MD. Gynecologic Imaging, Clinical Radiology, First Edition1993: 260-262

❑12Ballinger P W. et al. Female Radiography, Merill’s Atlas of Radiographic Positions and


Radiologic Procedures, Tenth Edition, 2003: 260-264

❑13Ubeda B. et al. Hysterosalpingography: Spectrum of Normal Variant and Nonpatologic


Findings. AJR July 2001; 177: 131-135

17

Anda mungkin juga menyukai