Anda di halaman 1dari 4

HUKUM MENGIKUTI MASYARAKAT

(Tinjauan dalam Penemumuan dan Aspek-aspek Pengubah Hukum)

Manusia pada mulanya tidak memiliki hukum positif yang wajib


dipatuhi, manusia hidup secara bebas dan hanya bergantung pada
Alam. Pada perkembangannya manusia yang suka berkelompok
kemudian mengalami beberapa ancaman yang datang dari kelompok
yang lebih kuat atau manusia yang lebih kuat menjadi serigala bagi
kelompok yang lemah (homo homini lupus). Kondisi yang demikian
semakin dirasakan kurang baik dan nyaman, karenannya manusia mulai
berpikir kepada sesuatu yang baik yang dapat dipatuhi bersama dan hal
tersebut dipertahankan terus menerus hingga memberikan keterikatan
kepada seluruh kelompok masyarakat. Manusia mulai merasakan
kebiasaan yang mereka wajib patuhi bersama tersebut adalah nilai
yang paling tinggi diantara gejala alam lainnya dalam tatanan sosial
kemasyarakatan.
Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicoon) tidak bisa berbuat
sekehandaknya, karena terikat oleh norma-norma yang ada dan
berkembang di masyarakat serta terikat pula oleh kepentingan orang
lain. Konsekwensinya dalam melaksanakan segala keperluan hidup dan
kehidupan setiapmanusia harus melakukannya dengan berdasarkan
kepada aturan-aturan atau norma-norma yang ada dan berlaku di
masyarakat, baik norma agama, norma susila, norma adat maupun
norma hukum.
Adagium het recht hinkt achter de faiten aan menjadi salah satu
pernyataan hukum bahwa pada hakikatnya Hukum yang mengikuti
Perkembangan masyarakat, dan bukan sebaliknya. Hukum disampaikan
melalui wahana bahasa menjadi tanda yang mewakili dua pihak yaitu
antara lain pembuatnya (legislative atau hakim), dan kondisi
masyarakat (baik ekonomi, social, politik atau budaya). Masing-masing
pihak terdiri dari multi-aktor yang memegang kekuatan atas
kepentingan keberlakuan hukum. Bahasa hukum yang digunakan
diresapi oleh asas hukum dengan menampilkan diri dalam kaidah
hukum.
Sekalipun jauh sebelum lahir dan berkembang norma hukum di
masyarakat, norma-norma susila, norma adat dan norma agama telah
ada dan berkembang, namun masyarakat masih tetap memerlukan
norma hukum. Hal ini dikarenakan :
1.  Tidak semua orang mengetahui, memahami, menyikap dan
melaksanakan aturan-aturan yang ada dan berkembang dalam
norma-norma tersebut.
2.  Masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang tidak dijamin
oleh norma-norma tersebut, misalnya dalam pelaksanaan aturan lalu
lintas yang mengharuskan setiap orang dan atau kendaraan berjalan
di sebelah kiri
3.  Ada sebagian kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan
norma tersebut padahal masih memerlukan perlindungan hukum.

Page 1 of 4
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka diciptakanlah aturan-
aturan hukum yang dibuat oleh lembaga resmi, yaitu untuk menjamin
kelancaran hidup dan kehidupan manusia dalam pergaulan di
masyarakat, dengan tujuan agar terwujud ketertiban di masyarakat
yang bersangkutan. Satjipto Rahardjo  menyatakan, bahwa masyarakat
dan ketertiban merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat,
bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi  dari satu mata uang.
Susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu
ketertiban, bagaimanapun kualitasnya. Kehidupan dalam masyarakat
sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur didukung oleh adanya
suatu tatanan, karena tatanan inilah kehidupan menjadi tertib.
Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan
terhadap kepentingan manusia (seluruh manusia tanpa terkecuali).
Oleh karena itu maka hukum harus dilaksanakan agar kepentingan
manusia tersebut dapat terlindungi. Dalam pelaksanaannya, penegakan
hukum mengandung tiga unsur yang selalu harus diperhatikan:
kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit)
dan keadilan (Gerechtigkeit). Hukum harus dilaksanakan dan
ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum
dalam hal terjadi peristiwa konkrit.
Untuk mencapai tujuan hukum dalam menertibkan masyarakat,
hukum harus bisa mengikuti perkembangan dan gejolak masyarakat.
Sehingga segala kejahatan sosial dapat diatasi dengan hukum yang
ada. Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Masyarakat
mengharapkan adanya kepastian hukum. Karena dengan adanya
kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya masyarakat
mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum.
Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau
penegakan hukum, keadilan diperhatikan.
Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu sistem hukum
untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur.
Sistem hukum inilah yang kemudian disusun berdasarkan kebutuhan,
kondisi ataupun kultur suatu masyarakat (social cultural) pada suatu
bangsa dan Negara. Sistem pemidanaan di Indonesia pastinya berbeda
dengan di Amerika Serikat, selain sistem hukum yang berbeda tapi juga
keadaan masyarakat Amerika dengan Indonesia berbeda. Sistem
hukum di Indonesia telah mengakomodir keberadaan Hukum Adat dan
Hukum Islam yang juga berkembang dan diakui oleh masyarakat di
Indonesia. Hal mana dapat dilihat dengan berdirinya Peradilan Agama
khusus bagi kasus yang berkaitan dengan Perkawinan, Warisan, Anak
bagi masyarakat yang beragama Islam. Ini diberlakukan oleh karena
tuntutan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang secara nurani
menginginkan hukum Agama islam berlaku sebagai hukum Positif di
Indonesia.
Pada kenyataannya hukum atau peraturan perundang-undangan
yang dibuat adakalanya tidak mencakup seluruh perkara yang timbul
dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk
menyelesaikan perkara tersebut. Dalam usaha menyelesaikan suatu

Page 2 of 4
perkara adakalanya hakim menghadapi masalah belum adanya
peraturan perundang-undangan yang dapat langsung digunakan untuk
menyelesaikan perkara yang bersangkutan, walaupun semua metode
penafsiran telah digunakan. Dalam kondisi demikian hakim dituntut
untuk memberikan penafsiran dan penemuan hukum untuk tercapainya
Keadilan. Pemikiran hukum yang progresifpun menjadi jawaban atas hal
ini, oleh karena sangat sesuai dengan kondisi sosial masyarakat.
Hukum merupakan bagian dari karya cipta manusia yang
dimanfaatkan untuk menegakkan martabat manusia. Manusia tidak
menghamba kepada abjad dan titik koma yang terdapat dalam Undang-
Undang sebagai buah perwujudan nalar, tetapi hukum yang
menghamba pada kepentingan manusia untuk menegakkan nilai-nilai
kemanusiaan. Hukum tidak hanya produk rasio, tetapi bagian dari
intuisi. Relevansinya dengan nilai dasar kebangsaan, ialah mewujudkan
konsepsi keadilan yang beradab, seperti sila kedua Pancasila.
Keadilan bukan verifikasi saklek atas maksud umum kalimat
implikatif yang dirumuskan dalam pasal-pasal Undang-Undang. Keadilan
Bukan tugas rutin mengetuk palu digedung pengadilan. Keadilan juga
tidak butuh hakim pemalas dan tumpul rasa kemanusiaannya. Yang
dibutuhkan bahwasanya keadilan adalah keberanian tafsir atas Undang-
Undang untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia.
Sehingga keadilan hanya diasumsikan kepada rutinitas polisi, jaksa,
dan hakim sebagai mata pencaharian didalam sebuah gedung. Sebab,
bagi aparat, menjadi PNS atau polisi bertujuan untuk bekerja. Karena
itu, hukum hanya bagian dari tumpukan file dimeja penegak hukum
yang harus diselesaikan. Isu umum  yang terjadi di Indonesia,
penuntasan masalah hukum mengacu pada prinsip pekerjaan yang
diukur dengan nilai-nilai nominal yang dicapai. Pola pikir itu sejalan
dengan makna dari istilah-istilah yang popular dalam dunia hukum.
Seperti mafia hukum. UUD (ujung-ujung duit), pasal karet, 86 dan
penyelesaian dibalik meja. Keadilan dihayati sebagai pekerjaan mencari
uang didalam institusi pengadilan.
Kondisi yang memprihatinkan tersebut melahirkan suatu pemikiran
atau gagasan yang mengakomodir tuntutan dan keluhan masyarakat
akan keterpurukan hukum di Indonesia. Perkembangan masyarakat
tidak mampu diakomodir oleh hukum, bahkan sering terjadi
pertentangan. Misalnya kasus pencurian sandal jepit, kasus pencurian
kakao yang dilakukan oleh nenek minah, jika hanya mengacu pada
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang notabene adalah
peninggalan colonial belanda, sangat melukai hati masyarakat. Di
Indonesia Keadilan adalah tujuan yang paling utama yang kemudian di
susul oleh kepastian hukum dan kemanfaatan.
Pemikiran hukum Progresif memecahkan kebuntuan itu. Dia
menuntut keberanian aparat hukum menafsirkan pasal untuk
memperadabkan bangsa. Apabila proses tersebut benar, idealitas yang
dibangun dalam penegakan hukum di Indonesia  sejajar dengan upaya
bangsa mencapai tujuan bersama pada tataran realitas. Idealitas itu
akan menjauhkan dari praktek ketimpangan hukum yang tak terkendali

Page 3 of 4
seperti sekarang ini. Sehingga Indonesia dimasa depan tidak ada lagi
dskriminasi hukum. Apabila kesetaraan didepan hukum tak bisa
diwujudkan, keberpihakan itu mutlak. Manusia menciptakan hukum
bukan hanya untuk kepastian, tetapi juga untuk kebahagiaan.
Menurut Satjipto Rahardjo, Penegakan hukum progresif adalah
menjalankan hukum tidak hanya sekedar kata-kata hitam-putih dari
peraturan (according to the letter), melainkan menurut semangat dan
makna lebih dalam (to very meaning) dari undang-undang atau hukum.
Penegakan hukum tidak hanya kecerdasan intelektual, melainkan
dengan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang
dilakukan dengan penuh determinasi, empati, dedikasi, komitmen
terhadap penderitaan bangsa dan disertai keberanian untuk mencari
jalan lain daripada yang biasa dilakukan.
Memasuki situasi transisi dan perubahan yang sangat cepat saat ini,
hukum Indonesia memiliki banyak catatan untuk dikaji. Satu yang
hendak kita bicarakan pada bagian ini, yaitu pandangan seorang yang
dapat disebut pakar yang selama ini senantiasa melihat hukum melalui
cara pandang berbeda. Satjipto Rahardjo, barang kali bukan nama yang
asing bagi kalangan praktisi dan akademisi hukum di Indonesia. Buah
karyanya dalam berbagai tulisan telah memberikan nuansa baru bagi
perkembangan hukum.
Gagasan hukum progresif yang sudah mulai diterima dalam tatanan
hukum di Indonesia memberikan kita pengetahuan akan perkembangan
masyarakat yang sangat cepat. Hukum adalah sebuah tatanan (Hukum
ada dalam sebuah tatanan yang paling tidak dapat dibagi kedalam tiga
yaitu : tatanan transedental, tatanan sosial dan tatanan politik.) yang
utuh (holistik) selalu bergerak, baik secara evolutif maupun
revolusioner. Sifat pergerakan itu merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihilangkan atau ditiadakan, tetapi sebagai sesuatu yang eksis dan
prinsipil. Hukum wajib mengikuti perkembangan masyarakat, baik
dalam hukum positif maupun hukum yang dicita-citakan.

Page 4 of 4

Anda mungkin juga menyukai