Anda di halaman 1dari 24

A.

Latar Belakang
Promosi kesehatan bukanlah sebuah konsep baru di bidang kesehatan. Istilah
ini pertama kali diperkenalkan oleh Henry E. Sigerist pada tahun 1945 yang
menjelaskan empat tugas utama dalam pengobatan yaitu promosi kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit dan rehabilitasi (Kumar, S, 2012).
Konsep promosi kesehatan ini ditegaskan kembali di dalam Ottawa Charter oleh World
Health Organization (WHO) pada tahun 1986. Di dalam Ottawa Charter disebutkan
bahwa kesehatan didapatkan dan dinikmati oleh manusia dalam suatu tempat (setting)
dimana mereka belajar, bekerja, bermain dan memberi kasih sayang (WHO, 1986).
Pendekatan setting based pada promosi kesehatan ini mendasari munculnya konsep
promosi kesehatan kota, promosi kesehatan di sekolah, promosi kesehatan di
universitas, promosi kesehatan di hospital dan lain-lain. Strategi promosi kesehatan
melalui pendekatan setting based ini telah menjadi pilar utama reformasi promosi
kesehatan di seluruh dunia (Groene, O, 2005).
Salah satu strategi dalam pendekatan setting ini adalah dengan
mengorientasikan kembali promosi kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit merupakan
tempat yang strategis dalam pengimplementasian promosi kesehatan karena
menyediakan kesempatan luas untuk berinteraksi dengan pasien, keluarga, karyawan
dan komunitas sekitarnya (Kar, 2012). Rumah sakit merupakan institusi yang banyak
dikunjungi oleh masyarakat dan dapat menjangkau sektor populasi yang luas. Di
beberapa negara, jumlah populasi yang datang ke rumah sakit sebagai pasien
mencapai 20% setiap tahunnya bahkan lebih besar lagi jumlahnya jika ditambah oleh
keluarga atau relasi pasien (WHO, 2007). Dalam interaksi tersebut, petugas kesehatan
tidak hanya dapat memberikan intervensi klinis tetapi juga intervensi lain seperti
pendidikan kesehatan mengenai gaya hidup yang sehat sehingga pasien bisa
mengambil keputusan yang tepat bagi kesehatannya. Dari semua setting yang ada,
rumah sakit mendapatkan perhatian khusus sebagai institusi yang memberikan
pengaruh yang kuat dalam kesehatan dan kesejahteraan pasien serta karyawannya
(Kar, 2012).
Berbagai penelitian mendorong rumah sakit untuk berpindah dari yang hanya
memberikan pelayanan klinis dan kuratif menjadi layanan yang juga memprioritaskan
sumber dayanya untuk pelayanan promosi kesehatan (Dierscher, C et al 2014).
Promosi kesehatan pada pasien telah terbukti dapat meningkatkan hasil pengobatan,
pemulihan setelah operasi (Thomsen, 2014, Egholm, 2018, Beier, 1996, Nielsen, 2008),
pada bagian obstetric (Cnattingius, 2004, Rasmussen, 2013, Ota, 2015), penyakit
dalam (Heiwe, 2011, Anderson, 2014, Thomas, 2006, McKeough, 2016, Oellgaard,
2018), dan psikiatri (Taylor, 2014. Promosi kesehatan pada pasien juga terbukti cost-
effective, dapat diterima baik oleh pasien dan dalam jangka panjang dapat berkontribusi
pada kesehatan populasi atau masyarakat umum. Petugas kesehatan di rumah sakit
juga memiliki dampak jangka panjang dalam mempengaruhi perilaku pasien dan
keluarga dimana mereka lebih patuh pada saran yang diberikan saat kondisi sakit
(Florin, D & Basham, S, 2000). Hal ini saat penting terutama untuk dua alasan yaitu
pertama prevalensi penyakit kronis (stroke, diabetes, penyakit jantung dan cancer)
meningkat di seluruh dunia (Murray, C, 1996) yang mengakibatkan peningkatan pasien
dan biaya yang dihabiskan untuk pengobatan di rumah sakit. Rata-rata negara
menghabiskan pembiayaan pengobatan di rumah sakit sebesar 40%-70% dari
anggaran kesehatan nasional (WHO, 2005). Kedua banyak metode penanganan di
rumah sakit tidak hanya mencegah kematian prematur tetapi juga meningkatkan
kualitas hidup pasien. Untuk mempertahankan kualitas ini, perubahan perilaku pasien
dan dukungan keluarga pada saat keluar dari rumah sakit merupakan hal yang sangat
penting. Program promosi kesehatan dapat mendorong perilaku sehat, mencegah
masuk rumah sakit kembali dan mempertahankan kualitas hidup pasien.
Promosi kesehatan merupakan pendekatan yang paling relevan dalam
mengatasi masalah kesehatan masyarakat dimana dunia saat ini mengalami triple
burden of diseases yang terdiri dari penyakit menular, penyakit yang baru muncul
(newly emerging) dan muncul kembali (re-emerging) serta penyakit tidak menular yang
mengalami peningkatan signifikan (Kumar, 2012). Managemen penyakit kronik
membantu pasien untuk tetap sehat melalui tindakan pencegahan dan penemuan dini
komplikasi dan pengelolaan penyakit. Management penyakit kronik merupakan
pendekatan yang menekankan dan mendorong individu dengan penyakit kronis untuk
bisa mandiri dalam menjaga kondisi kesehatan dan kapasitas fungsionalnya. Intervensi
organisasi dan struktural sangat penting dalam pengelolaan penyakit kronik karena
berbeda dengan penyakit akut (Siantz E, 2014).
Berdasarkan Lancet Global Burden Disease Report 2018, terlihat bahwa
penyakit Stroke, Jantung dan Diabetes Melitus menempati 3 peringkat teratas penyebab
kematian di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, menunjukan
bahwa prevalensi penyakit tidak menular mengalami kenaikan dibandingkan dengan
tahun 2013. Prevalensi kanker meningkat dari 1.4% menjadi 1.8%, prevalensi stroke
meningkat dari 7% menjadi 10.9%, prevalensi diabetes melitus meningkat dari 6.9%
menjadi 8.5%, prevalensi gagal ginjal kronik meningkat dari 2% menjadi 3.8% dan
prevalensi hipertensi naik dari 25.8% menjadi 34.1%.
Rumah sakit di Indonesia hanya menekankan pada pelayanan kuratif dan
rehabilitatif saja, keadaan inilah yang menyebabkan rumah sakit menjadi sarana
kesehatan elit dan terlepas dari sistem kesehatan sehingga adanya reformasi rumah
sakit di Indonesia pun sangat diperlukan (Depkes RI, 2012). Menurut Lee, C (2014)
berdasarkan penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Taiwan, faktor yang
menjadi penghambat terlaksananya kegiatan promosi kesehatan oleh petugas
kesehatan adalah kurangnya dukungan dari supervisor atau managemen dalam bentuk
kebijakan, guideline, dana (funding), pelatihan, dan fasilitas, kurangnya pehamaman,
kemampuan dan motivasi staf dalam melakukan promosi kesehatan, kurangnya jumlah
sumber daya manusia dan waktu, dan kurang dilibatkannya petugas kesehatan dalam
komite/unit program promosi kesehatan.
Penelitian Ribera menyebutkan dokter dan perawat mengalami kendala dalam
hal waktu, pelatihan serta pedoman terkait pemberian edukasi aktivitas fisik pada
penderita hipertensi sehingga mereka jarang melakukannya (Calderon, 2011). Senada
dengan hasil penelitian sebelumnya, Pace dkk. telah melaporkan faktor kesibukan kerja
dan keterbatasan waktu menjadi hambatan utama bagi dokter umum untuk
melaksanakan promkes di Malta, Eropa. Walaupun banyak bukti penelitian yang
menunjukan keefektifan promosi kesehatan, namun penelitian yang berfokus pada
faktor pendukung intervensi promosi kesehatan masih terbatas (Guldbrandsson, 2005).

B. Tujuan
Tujuan Umum
Memahami persepsi dan pengalaman petugas kesehatan dalam melakukan promosi
kesehatan di rumah sakit.
Tujuan Khusus
 Memahami kegiatan promosi kesehatan yang biasa dilakukan oleh petugas
kesehatan di rumah sakit.
 Memahami persepsi petugas kesehatan mengenai tantangan yang dihadapi dalam
melakukan promosi kesehatan di rumah sakit
 Memahami persepsi petugas kesehatan mengenai faktor yang
mendukung/mendorong petugas kesehatan dalam melakukan promosi kesehatan
di rumah sakit.

C. Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana petugas kesehatan memahami dan mengimplementasikan promosi
kesehatan di rumah sakit?
2. Apa saja hambatan yang dialami oleh petugas kesehatan dalam melakukan
promosi kesehatan?
3. Apa saja yang mendukung pelaksanaan promosi kesehatan oleh petugas
kesehatan di rumah sakit?

D. Tinjauan Pustaka
Konsep Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah proses memampukan manusia untuk meningkatkan
kontrol dan memperbaiki kesehatan mereka (WHO, 1986). Nutbeam (1998)
mengembangkan konsep diatas dengan memasukan poin determinan kesehatan,
sehingga menjadi “suatu proses yang memampukan manusia untuk meningkatkan
kontrol terhadap determinan kesehatan sehingga dapat memperbaiki kesehatan
mereka.” Promosi kesehatan memiliki perspektif yang lebih komprehensif dengan
melibatkan berbagai sektor untuk mengatasi adanya ketidakadilan dalam kesehatan,
perubahan pola konsumsi, lingkungan dan budaya serta keyakinan (WHO,2008).
Promosi kesehatan memiliki konsep yang lebih luas dari pendidikan kesehatan
dan pencegahan penyakit. Promosi kesehatan menekankan pada analisis dan
pengembangan potensi kesehatan individu (Greulich, 2002). Pencegahan penyakit
didefinisikan sebagai cara-cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
(pengurangan faktor resiko) dan juga untuk menghentikan progres dari penyakit
tersebut dan konsekuensinya apabila penyakit tersebut sudah terjadi (WHO, 1998).
Pendidikan kesehatan didefinisikan sebagai suatu kesempatan untuk pembelajaran
dalam berbagai bentuk desain komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengembangan keahlian yang bermanfaat bagi kesehatan individu dan masyarakat
(WHO, 1986). Pendidikan kesehatan merupakan suatu aktivitas menyediakan informasi
kesehatan dan pengetahuan kepada individu dan komunitas serta menyediakan
pelatihan yang memampukan mereka untuk melakukan perilaku sehat.
Didalam Ottawa Charter disebutkan 5 fokus tugas dalam promosi kesehatan yaitu
(WHO, 1986):
1. Mengembangkan kemampuan personal baik melalui pendidikan kesehatan tentang
gaya hidup maupun melalui kerjasama dengan kelompok.
2. Menciptakan lingkungan yang mendukung pada berbagai setting seperti sekolah,
tempat kerja dan rumah sakit sehingga memampukan individu/kelompok dalam
mengambil keputusan yang tepat.
3. Memperkuat aksi komunitas.
4. Mengembangkan kebijakan kesehatan masyarakat yang melibatkan intersektoral,
pemerintah, komunitas target dan organisasi profesi.
5. Mengorientasikan pelayanan kesehatan untuk memiliki sumber daya yang
seimbang antara promosi kesehatan dan pelayanan kuratif serta memperbaiki
pemahaman sistem kesehatan mengenai perannya dalam peningkatan kesehatan.
Terdapat 3 elemen kunci dalam promosi kesehatan yaitu (WHO, 2016):
1. Good governance,
Dalam promosi kesehatan diperlukan kerjasama pemerintah sebagai pengambil
keputusan untuk membuat kebijakan kesehatan yang sesuai. Pemerintah harus
mempertimbangkan faktor kesehatan dalam setiap keputusan yang diambil dan
memprioritaskan kebijakan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan.
2. Health Literacy
Masyarakat perlu mendapatkan pengetahuan, keahlian dan informasi dalam
mengambil keputusan yang sehat, sebagai contoh mengenai makanan yang
mereka konsumsi dan fasilitas kesehatan yang mereka butuhkan. Masyarakat
memiliki kesempatan untuk membuat pilihan.
3. Healthy cities
Suatu kota atau tempat memiliki peran yang penting dalam mempromosikan
kesehatan. Kepemimpinan dan komitmen yang kuat sangat penting dalam
perencanaan kota sehat dan mengembangkan strategi pemcegahan di komunitas
serta fasilitas pelayanan kesehatan primer. Dengan adanya kota yang sehat akan
berkembang menjadi negara yang sehat hingga dunia yang sehat.

Strategi Promosi kesehatan paripurna menurut Kementerian Kesehatan RI (2011)


meliputi 4, yaitu:
1. Pemberdayaan sebagai upaya menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan,
kemauan dan kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah
penyakit dan meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan
berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.
2. Bina suasana/ dukungan sosial sebagai upaya menciptakan suasana yang
mendukung individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan berperan
aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.
3. Advokasi sebagai upaya/proses yang terencana untuk mendapat komitmen dan
dukungan dari pihak terkait agar klien/masyarakat berdaya meningkatkan
kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat
4. Kemitraan, hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih, berdasar atas
kesetaraan, keterbukaan, dan juga saling menguntungkan (memberi manfaat)
untuk mencapai tujuan bersama berdasar atas kesepakatan, prinsip, dan peran
masing-masing.

WHO (1947) mendefinisikan sehat sebagai suatu kesatuan antara fisik, mental
dan sosial, serta tidak hanya terbebas dari penyakit ataupun kelemahan. Pada tahun
1986, dalam konferensi Ottawa di Kanada, WHO mendefinisikan sehat dalam perspektif
yang lebih luas yaitu sebagai suatu sumber yang memampukan manusia untuk
menjalani hidup yang produktif secara individu, sosial dan ekonomi. Salah satu konsep
yang sudah dipahami oleh sebagian besar masyarakat adalah ketika seseorang sedang
sakit berarti ada interaksi yang tidak seimbang antara individu dengan suatu agen
(bakteria, virus atau racun). Tubuh individu tersebut tidak dapat melawan agen yang
masuk ke tubuhnya sehingga dia menjadi sakit kemudian pergi ke pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan obat. Namun banyak penelitian yang menunjukan bahwa kondisi
sakit seseorang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana sebelumnya belum
banyak yang menyadari (Fertman, 2010).
Kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologi,
social, intelektual, spiritual, kultur, ekonomi dan kondisi politik dimana mereka tinggal
(WHO, 2008). Dalam Lalonde report disebutkan bahwa gaya hidup yang tidak sehat
lebih berkontribusi kepada penyakit dan kematian premature dibandingkan
ketidakmampuan dalam mengakses pelayanan kesehatan (Lalonde, 1974). Eksplorasi
mengenai pengaruh interaksi antara individu dan lingkungannya terhadap status
kesehatan telah menjadi kunci utama dalam perkembangan promosi kesehatan.
Konsep interaksi antara individu dan lingkungan menarik banyak perhatian dalam
mencegah penyakit kronis, penyakit menular, cidera dan kelainan perkembangan. Isu
yang menjadi target dalam promosi kesehatan meliputi perilaku merokok, konsumsi
alkohol, pola makan tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik dimana isu-isu ini
merupakan kunci dalam menurunkan beban penyakit tidak menular di dunia (GBD,
2015).
Promosi kesehatan terdiri dari 3 jenis yaitu (Fertman, 2010):
1. Pencegahan primer, dimana program ini dilakukan sebelum timbulnya masalah
kesehatan dengan mencegah atau memodifikasi penyebabnya sebelum
individu/kelompok berhubungan dengan penyebab tersebut. Sebagai contoh adalah
promosi kesehatan mengenai bahaya rokok dan narkotika pada remaja.
2. Pencegahan sekunder, dimana program ini dilakukan untuk mencegah timbulnya
masalah kesehatan pada orang-orang yang beresiko atau sudah melakukan gaya
hidup yang tidak sehat. Sebagai contoh adalah promosi kesehatan bahaya
merokok pada perokok atau promosi kesehatan peningkatan aktivitas fisik pada
orang dengan kelebihan berat badan.
3. Pencegahan tersier, dimana program ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas
hidup seseorang dengan penyakit kronis.
Promosi kesehatan merupakan kombinasi dari 2 tindakan yaitu pendidikan
kesehatan dan intervensi lingkungan untuk mendukung kondisi hidup yang sehat
(Green & Kreuter, 1999).

Tujuan dari promosi kesehatan adalah memodifikasi faktor personal, sosial dan
lingkungan untuk meningkatkan kontrol individu/populasi atas determinan kesehatannya
(Nutbeam, 1998). Program promosi kesehatan dapat memperbaiki kondisi fisik,
psikologi, pendidikan dan pekerjaan seseorang serta membantu mengontrol atau
menurunkan biaya pengobatan dengan menekankan pada pencegahan masalah
kesehatan, promosi gaya hidup sehat, peningkatan kolaborasi dengan pasien dan
memfasilitasi akses ke pelayanan kesehatan. Dalam semua setting, promosi kesehatan
merupakan kebutuhan yang sangat penting, termasuk bagi pasien di rumah sakit
(Oppedal, 2011). Aktivitas promosi kesehatan perlu diorientasikan untuk peningkatan
kompetensi dan kapasitas individu (Fugleholm, 2005). Pengetahuan mengenai faktor
yang mendukung pelaksanaan promosi kesehatan yang berkelanjutan sangat penting
dalam pengembangan kapasitas untuk mendukung promosi kesehatan di masa depan
(Smith et al. 2006).
Setting dalam promosi kesehatan

Promosi Kesehatan di Rumah Sakit


Promosi kesehatan merupakan agenda global (United Nation, 2015), baik dalam
level komunitas maupun dalam setting yang spesifik seperti tempat kerja, kota, sekolah
ataupun institusi kesehatan atau rumah sakit (WHO, 2007). Konsep Health Promoting
Hospital (HPH) dimulai pada tahun 1993 yang melibatkan 20 rumah sakit dari 11 negara
di Eropa. Sejak itu jejaring HPH berkembang di seluruh dunia (Pelikan, 2001). Pada
tahun 2015, tercatat lebih dari 40 jejaring nasional dan regional yang mencakup lebih
dari 1000 rumah sakit di seluruh dunia (Dietscher, 2017).
Perkembangan paradigma promosi kesehatan rumah sakit di Indonesia berawal
pada tahun 1994 dengan nama Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)
yang kemudian berubah menjadi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) pada tahun
2003 (Depkes RI, 2010). Kementerian Kesehatan RI menggalakan implementasi PKRS
di rumah sakit seluruh Indonesia yang pelaksanaannya diatur dalam Permenkes no. 44
Tahun 2018. Dengan meningkatnya biaya pengobatan penyakit kronis atau penyakit
tidak menular membuat perubahan peran rumah sakit yang hanya berfokus pada
pengobatan untuk lebih menekankan juga pelayanan promosi kesehatan (Whitelaw,
2001).
Dalam meningkatkan kualitas rumah sakit berbasis promosi kesehatan, WHO
telah mengembangkan standard yang telah digunakan di seluruh dunia yang terdiri dari
(WHO, 2010):
1. Rumah sakit harus memiliki kebijakan tertulis mengenai promosi kesehatan.
Kebijakan ini harus diimplementasikan sebagai bagian dari sistem kualitas
organisasi yang bertujuan untuk memperbaiki kesehatan pasien, keluarga dan
staff
2. Adanya kebijakan untuk memastikan dilakukannya pengkajian kebutuhan pasien
untuk promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan rehabilitasi
3. Rumah sakit harus menyediakan informasi yang lengkap dan menyuruh bagi
pasien mengenai penyakit, kondisi kesehatan dan intervensi promosi kesehatan
yang harus dilakukan sesuai dengan kondisi pasien.
4. Rumah sakit bertanggung jawab menyediakan kondisi dan lingkungan kerja yang
sehat
5. Dalam menjaga keberlangsungan program dan kerjasama, rumah sakit harus
memiliki pendekatan dan rencana kolaborasi dengan institusi kesehatan lain.

Penelitian membuktikan adanya keuntungan dalam mengaplikasikan standar


promosi kesehatan ini di rumah sakit terutama dalam peningkatan hasil pengobatan dan
keselamatan pasien dalam hitungan minggu (Thomsen, 2014). Dalam sistematik review
yang dilakukan oleh Svane et all (2018) didapatkan bahwa standard promosi kesehatan
di rumah sakit yang telah dibuat oleh WHO dapat meningkatkan kesadaran dan
integrasi promosi kesehatan di rumah sakit. Hal ini membantu petugas kesehatan dalam
proses belajar, peningkatan kompetensi dan pemahaman. Beberapa penelitian
menunjukan adanya dampak positif dari promosi kesehatan rumah sakit dalam
mengembangkan kapasitas dan perubahan organisasi yang memfasilitasi pelaksanaan
promosi kesehatan di rumah sakit (Groene, 2004).
Berdasarkan rekomendasi Vienna, HPH terdiri dari 4 perspektif yaitu promosi
kesehatan pada pasien, promosi kesehatan pada karyawan, perubahan organisasi
menjadi tempat promosi kesehatan dan promosi kesehatan untuk komunitas (McHugh,
2010). Promosi kesehatan di rumah sakit mencakup peningkatan kemampuan pasien
(patient-enablement), pencegahan penyakit, promosi kesehatan dan rehabilitasi yang
disesuaikan dengan kondisi pasien (Tonnesen, 2011). Promosi kesehatan pada pasien
berupa konseling dimana petugas kesehatan memberikan dukungan pada pasien untuk
bisa memegang kontrol dan memperbaiki kesehatannya dan faktor-faktor yang dapat
dimodifikasi seperti merokok, konsumsi alkohol, pola makan tidak sehat, kurang
aktivitas fisik dan faktor resiko lainnya (Tonnesen, 2011).
Promosi kesehatan di rumah sakit merupakan upaya untuk meningkatkan
kemampuan pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit agar dapat berperan secara
positif dalam usaha penyembuhan dan pencegahan terhadap penyakit sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan serta rehabilitasi, meningkatkan kesehatan,
mencegah terjadinya penyakit, serta mengembangkan berbagai upaya untuk
meningkatan kesehatan masyarakat melalui pembelajaran sesuai dengan sosial dan
budaya masing-masing secara mandiri (Depkes RI, 2011). Promosi kesehatan rumah
sakit bukan hanya memberikan pelayanan medis dan keperawatan yang berkualitas
tinggi tetapi juga mengembangkan tujuan promosi kesehatan, mengembangkan
organisasi dengan struktur dan kultur promosi kesehatan yang mencakup peran aktif
pasien dan karyawan, mengembangkan lingkungan fisik yang mendukung promosi
kesehatan dan bekerja sama aktif dengan komunitas (Garcia, 1998).
Rumah sakit merupakan sasaran yang strategis dalam mengembangkan
promosi kesehatan untuk pasien, keluarga, karyawan dan komunitas (Tonnesen H. et
all, 2005).
Pertemuan antara pasien dengan tenaga kesehatan menjadi suatu kesempatan yang
sangat penting untuk bertukar informasi, pengambilan keputusan dan motivasi. Rumah
sakit terbukti dapat memiliki dampak yang kuat dalam mempengaruhi perilaku pasien
dan keluarga karena mereka lebih patuh kepada nasihat yang diberikan pada saat
sedang sakit (Ogden J, 1996). Kemampuan tenaga kesehatan dalam berkomunikasi
secara efektif dapat memberikan dampak yang sangat besar untuk mengoptimalkan
kemampuan pasien dalam menjaga kesehatan dan mengelola penyakitnya (Thorne SE
et all, 2004).
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan rumah sakit, peningkatan kapasitas
organisasi memegang peranan yang sangat penting. Peningkatan kapasitas ini
mencakup pelatihan staf, pengadaan sarana dan prasarana, pembentukan kebijakan
dan prosedur dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi promosi kesehatan (Smith
et al., 2006). Peningkatan kapasitas ini dapat dilakukan secara bertahap, dimulai
dengan pelaksanaan promosi kesehatan yang sederhana yang dapat dilakukan dalam
bentuk spesifik projek yang sifatnya tidak rutin (Johnsin and Baum, 2001; Rothlin et al.,
2013). Ini bisa dijadikan langkah awal untuk terlibat dalam promosi kesehatan rumah
sakit karena projek ini dapat dilakukan tanpa adanya struktur organisasi yang spesifik
(Johnson and Baum, 2001).
Langkah awal dalam pengimplementasian promosi kesehatan di rumah sakit
adalah adanya projek promosi kesehatan rutin yang melibatkan berbagai organisasi
(Rothlin et al., 2013). Manager atau direktur rumah sakit tidak perlu mengkoordinasi
secara khusus karena tugas ini bisa dilakukan oleh unit atau departmen yang ada di
rumah sakit. Akan tetapi pelaksanaan projek seperti ini memerlukan pelatihan kapasitas
dan komitmen yang kuat dari senior managemen untuk mendukung karyawannya.
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah pengembangkan sistem
managemen promosi kesehatan yang spesifik (Johnson & Baum, 2001; Rothlin et al.,
2013) dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
senior managemen terkait program promosi kesehatan. Langkah yang ketiga adalah
pengintegrasian promosi kesehatan yang sistematis dalam sistem managemen yang
ada. Pengenalan promosi kesehatan kepada sistem manajemen dapat
mengembangkan kapasitas belajar mengenai program promosi kesehatan. Hawe dkk.
dalam Costello dkk. menyebutkan, manajemen promosi kesehatan yang dilaksanakan
secara lengkap meliputi penilaian kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi
menjamin perbaikan secara berkelanjutan.

Peran Perawat Dalam Promosi Kesehatan di Rumah Sakit


Peran perawat dalam program promosi kesehatan adalah sebagai penyuluh dan
konselor bagi klien (UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan). Perawat melakukan
kegiatan membimbing dan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan klien tentang kebiasaan hidup sehat, gejala penyakit,
tindakan yang diberikan, mengatasi tekanan atau masalah psikososial klien serta
memberikan dukungan emosional dan intelektual sesuai kondisi klien sehingga terjadi
perubahan perilaku sehat dari klien untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatannya.
Dalam PMK NO. 44 tahun 2018 mengenai promosi kesehatan rumah sakit
disebutkan bahwa petugas kesehatan melakukan pengkajian bagi pasien dan Keluarga
pasien. Pengkajian ini meliputi status merokok, riwayat konsumsi alkohol, aktivitas fisik,
status gizi, status sosial ekonomi, dan faktor risiko lainnya terkait diagnosa penyakitnya,
penggunaan obat yang aman, dan rasional, penggunaan peralatan medis yang aman,
nutrisi, manajemen nyeri, teknik rehabilitasi. Selain itu perawat juga melakukan
pemberdayaan pasien dan keluarga dalam bentuk pelayanan konseling di rawat inap
maupun rawat jalan.
Kegiatan promosi kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk konseling di tempat
tidur (disebut juga bedside health promotion), diskusi kelompok (untuk pasien yang
dapat meninggalkan tempat tidur) terhadap upaya peningkatan kesehatan terhadap
penyakit yang diderita, biblioterapi (menyediakan atau membacakan bahan-bahan
bacaan bagi pasien), konseling penggunaan obat, alat bantu, dan sebagainya. Promosi
kesehatan untuk keluarga pasien misalnya konseling terhadap diagnosa penyakit yang
diderita pasien, diskusi kelompok dengan mengumpulkan keluarga pasien dalam upaya
meningkatan hidup sehat. Pelaksanaan pemberdayaan Pasien dan Keluarga Pasien
dalam konseling/edukasi dicatat dalam rekam medis dan dilaksanakan oleh Profesional
Pemberi Asuhan (PPA).
Kompetensi yang harus dimiliki perawat terkait dengan promosi kesehatan di
rumah sakit juga disebutkan dalam beberapa penelitian yaitu sebagai promotor
kesehatan secara umum yang meliputi pengetahuan tentang promosi kesehatan,
intervensi promosi kesehatan yang efektif, kebijakan kesehatan nasional dan
kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan diatas dalam praktik keperawatan
(Witt and Puntel, 2008; Whitehead, 2009). Kompetensi selanjutnya adalah sebagai
promotor kesehatan yang berfokus pada pasien yang memberikan perawatan,
pengobatan dan promosi kesehatan secara komprehensif (Hopia et al., 2004; Cross,
2005; Jerden et al., 2006; Kelley and Abraham, 2007; Goodman et al., 2011).
Kompetensi ini meliputi pengetahuan mengenai berbagai penyakit dan gejalanya,
mengidentifikasi kebutuhan promosi kesehatan pada setiap kelompok yang spesifik dan
interaksi professional yang berfokus pada penyakit atau masalah kesehatan.
Kompetensi yang ketiga adalah sebagai pengelola program promosi kesehatan.
Perawat harus mampu merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi
promosi kesehatan yang telah dilakukan (Runciman et al., 2006; Whitehead, 2006; Witt
& Pntel de Almeida, 2008; Fagerstrom, 2009).

E. Desain Penelitian
1. Rancangan Penelitian
2. Pemilihan Partisipan
a. Bagaimana partisipan dipilih
Partisipan dipilih dengan menggunakan purposive sampling dimana partisipan
yang dipilih adalah orang memiliki informasi dan pengalaman yang sesuai
dengan tujuan penelitian dan dapat menjawab pertanyaan penelitian yang
diajukan (Cresswell & Plano Clark, 2011). Purposive sampling ini
menggunakan tehnik stratified purposeful dimana pemilihan partisipan
dilakukan dengan membagi keseluruhan populasi menjadi kelompok-kelompok
yang lebih spesifik kemudian menarik sample sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan dari setiap kelompok tersebut (Patton, 2001). Dalam perencanaan
peneliti membagi populasi di rumah sakit menjadi tiga yaitu unit rawat jalan,
unit rawat inap dan farmasi. Selanjutnya dari setiap kelompok tersebut dipilih
sample yang memenuhi kriteria.
b. Bagaimana metode peneliti untuk menemukan/ mendapatkan partisipan
Peneliti menanyakan kepada kolega apakah ada karyawan rumah sakit yang
tertarik dan bersedia untuk menjadi partisipan. Proses ini disertai dengan
menjelaskan secara singkat mengenai topik dan tujuan penelitian, kriteria
partisipan, pertemuan yang diperlukan untuk wawancara serta informasi kontak
peneliti.
c. Perkiraan jumlah partisipan
Perkiraan jumlah partisipan yang dibutuhkan yaitu 10 orang terdiri dari dari 2
dokter dan 2 perawat dari unit rawat jalan, 2 dokter dan 2 perawat dari unit
rawat inap dan 2 apoteker dari unit farmasi.
d. Karakteristik partisipan
Kriteria yang diperlukan dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan (dokter
dan perawat) yang sudah bekerja di rumah sakit minimal 2 tahun.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di RS Sardjito
4. Metode Pengumpulan Data
a. Jenis pengumpulan data dan sasaran
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in-depth
interview) dimana wawancara dilakukan secara tatap muka untuk menggali
informasi yang detail dan mengeksplorasi pemahaman mendalam mengenai
pengetahuan dan pengalaman partisipan. Wawancara mendalam merupakan
tehnik yang efektif dalam pengumpulan data mengenai pemahaman dan
pengalaman hidup partisipan (Van Den Berg, 2005). Selama proses
wawancara, peneliti memeperhatikan partisipan dan mengobservasi ekspresi
wajah dan gerak tubuhnya. Wawancara juga dilakukan dalam kondisi yang
santai sehingga partisipan merasa nyaman dalam menceritakan pengalaman
mereka.
b. Instrument pengumpulan data
Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara
tidak terstruktur (semi-structured interview). Walaupun peneliti sudah
mempersiapkan pertanyaan terbuka tetapi penggunaan kalimat dan urutan
pertanyaan tetap fleksibel untuk membuat wawancara lebih interaktif dan
partisipan merasa nyaman (Merriam, 1998). Sebelum memulai wawancara,
peneliti menjelaskan kembali tujuan dari penelitian, prosedur penelitian, hak
partisipan jika ingin menolak berpartisipasi dalam penelitian serta kerahasiaan
identitas partisipan. Peneliti juga memberikan informasi mengenai identitas
peneliti untuk membangun hubungan baik dan rasa percaya (Patton, 1980).
c. Pihak yang mengumpulkan data
Pihak yang mengumpulkan data adalah peneliti sendiri.
d. Pengulangan wawancara
Peneliti tidak melakukan pengulangan wawancara.
e. Perekaman audio/visual
Atas persetujuan partisipan, proses wawancara direkam dengan menggunakan
aplikasi perekam (recorder) yang ada di telepon genggam untuk memastikan
akurasi dalam proses transkrip (Merriam, 1998).
f. Catatan lapangan
g. Durasi
Proses wawancara dilakukan selama…….menit
h. Saturasi
5. Metode Analisis Data
a. Cara pengembangan tema/analisis konten
Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan model phenomenology
data analisis yang menekankan pada pola konsep yang menjelaskan suatu
proses (Colazzi, 1978). Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah:
 Peneliti membaca dan membaca ulang hasil keseluruhan transkrip
wawancara untuk mengidentifikasi data dan mendapatkan ini dari latar
belakang dan pengalaman partisipan.
b. Software yang digunakan
Software yang digunakan oleh peneliti adalah MAXQDA 2020
6. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2006), keabsahan data merupakan standara validitas dari data
yang diperolah. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi
pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Menurut
Holloway & Daymon (2008), penelitian yang baik memiliki karakteristik keaslian
(authenticity) dan dapat dipercaya (trustworthiness) yang merupakan konsep
untama bagi keseluruhan proses penelitian. Trustworthiness dapat dibuktikan
dengan melakukan member check. Peneliti memberikan hasil wawancara kepada
partisipan untuk mengetahui apakah hasil yang ditulis sesuai dengan apa yang
dijelaskan oleh partisipan. Dalam Holloway & Daymon (2008) dijelaskan bahwa
tujuan spesifik dari member check adalah mengetahu apakah penulis menyajikan
realitas partisipan dengan cara yang tepat bagi mereka, memberi kesempatan bagi
partisipan untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin mereka lakukan pada saat
proses wawancara dan menilai pemahaman dan penafsiran penulis terhadap data
yang ada.
F. Subjektivitas Peneliti
a. Karakteristik personal peneliti
Peneliti merupakan mahasiswa S2 di Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat
dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dengan peminatan Perilaku dan
Promosi Kesehatan (PPK).
b. Hubungan dengan partisipan
Sebelumnya peneliti dan partisipan tidak saling mengenal. Hubungan baru terbina
pada saat partisipan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
G. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Satu orang partisipan berpartisipasi dalam penelitian ini dengan karakteristik
jenis kelamin perempuan, usia 27 tahun dan memiliki pengalaman bekerja sebagai
perawat di rumah sakit selama 4 tahun. Dari data yang didapatkan melalui
wawancara muncul satu tema yaitu praktik keperawatan berbasis promosi
kesehatan. Tema ini terdiri dari 6 kategori yaitu pemahaman promosi kesehatan,
nilai dari promosi kesehatan, strategi promosi kesehatan dan topiknya, partisipasi
pasien, hambatan dalam melakukan promosi kesehatan dan fasilitas dalam promosi
kesehatan.

Praktek keperawatan berbasis promosi kesehatan


Pemahaman promosi kesehatan
Partisipan menjelaskan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu proses memberikan
pendidikan kesehatan dan pencegahan penyakit kepada masyarakat atau kelompok
“emmm..upaya untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang apa kesehatan
yang lebih baik gitu trus untuk pencegahan penyakit juga.
“oh ada ada tp ditempat aku sih kami belum pernah buat tapi di unit stroke mereka pernah
buat karna mereka itu emang group ruangan pasien stroke semua jadi mereka ada hari-
harinya setau aku itu mereka keluarga dikumpulin dan akan diedukasi bagaimana
perawatan dan lain-lain kaya gitu karna homogen orangnya. trus kita juga ada bagian
neurorehabilitasi itu juga ada jadwal-jadwal edukasi.”

“iya klo dari unit PKRS ini mereka dalam setahun itu mereka terjadwal nih misalnya edukasi
ke masyarakat misalnya di poli nih yang sambil nunggu dipoli pasti ada edukasi masyarakat
udah ada jadwalnya satu tahun misalnya terkait hari TB hari paru misalnya hari HIV AIDS
dimanfaatkan adanya edukasi-edukasi kaya gitu.”
Partisipan juga menyebutkan bahwa promosi kesehatan tidak hanya dalam bentuk
penyuluhan tetapi bisa juga dilakukan secara individu.
“kalo promosi kesehatan kan sebenernya tidak hanya misalnya penyuluhan kan tapi
kan individual juga bisa. dari awal pasien masuk kita udah misalnya promosi
kesehatan cara cuci tangan, bagaimana mencegah resiko jatuh, kaya gitu.”

“ya dijelasin gak boleh makan ini makan ini nanti gula darahnya naik. trus gimana
pake insulin yang benar, minum obatnya gimana gitu.”

Partisipan menjelaskan bahwa promosi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan


kualitas hidup pasien dan rehabilitasi.
“….. tentang alat-alat yang ada disitu, misalnya terapi bicara, bagaimana pelayanan
di rumah, nantinya bagaimana fisioterapi yang baik nanti ketika di rumah kaya gitu
jadi udah dari awal udah di edukasi. klo yang promosinya ya dari dokternya kondisi
gitu.”

“kalo pasien post-stroke kan emm biasanya kesulitan bicara karna bagian otaknya
terganggu trus badannya gak bisa gerak juga, tangan, kaki juga. jadi dibantu supaya
bisa ngomong lagi. kalo fisioterapi untuk badan supaya gak kaku apa itu ototnya gitu”

Partisipan menjelaskan bahwa promosi kesehatan mencakup asuhan keperawatan

“nah kalo memang dia butuhnya spesifik misalnya harus di rumah butuh alat-alat nah
baru kita ee lebih dalam edukasinya lagi misalnya cara perawatan makan apa cara
pemberian makan melalui ee nasogastric tube, bagaimana cara pasien di rumah itu
harus miring kanan miring kiri gitu lalu bagaimana cara memandikan pasien itukan
misalnya ia dirumah harus bedrest total kan jadi kita ngajarin keluarga dari segi itu.
jadi dilihat kondisi pasiennya juga”

Partisipan menjelaskan bahwa dia menggunakan media promosi kesehatan dan


kurikulum untuk membantu pelaksanaan promosi kesehatan
“ya ada ada medianya. klo yang saat ini kita ada leaflet. leaflet bergambar ya.. jadi
memang dari unit pkrs memang menyediakan leaflet. trus juga yang saat ini sudah
kita kerjakan itu misalnya edukasi resiko jatuh karena eee apa ee kita pake flipchart
jadi kita ada kan pelatihan perawat-perawatnya diadakan pelatihan bagaimana cara
edukasi resiko jatuh di rumah sakit. jadi itu pakai flipchart. sama pake apa itu apa klo
mau ngajar itu sp apa sih namanya sasaran pembelajaran..kaya ada kurikulumnya.”

“ya membantu..jadi kami habis pelatihan coba satu-satu gitu”

Partisipan menjelaskan bahwa promosi kesehatan meningkatkan partisipasi


pasien/keluarga
“jadi ada awarenessnya lah dengan kondisi misalnya dia dirawat keluarganya berarti
paham mencegah jatuh juga bukan hanya tanggung jawab perawat”

Partisipan menjelaskan hambatan yang dialami dalam melakukan promosi


kesehatan adalah pasien atau keluarga yang merasa sudah paham
“enggak sih biasanya mereka, saya pergi dulu ya gitu ya nanti ya jam segini gitu.
jarang sih nolak ya. cuman kadang misalnya ini ada yang sudah tau kan misalnya
cara cuci tangan..ibu saya jelaskan cara cuci tangan ya, saya orang medis sudah
paham. setelah disuruh ulang cara cuci tangan ternyata dia gak bisa, gak sesuai
dengan langkah yang benar gitu jadi di ulang lagi itu sih biasanya.”

“biasanya sih kaya segan gitu kan misalnya oo pasiennya itu...segannya itu karena
ngeliat pasiennya itu mungkin lebih superior dari kita gitu terus mungkin malas gitu
kan atau misalnya pasiennya susah diajak kerjasama lah. kadang keluarganya
menolak kita tapi pelan-pelan sih klo hari ini dia gak bisa misalnya dia nolak nih hari
ini saya gak bisa karna bukan saya yang ngerawat di rumah yaudah nanti kita
ngomongnya sama keluarga yang ngerawat di rumah yang open sama kita untuk kita
kerjakan. klo misalnya yang jaga itu masih muda atau memang bukan keluarga deket
atau cuma kaya sekedar penjaga gitu kan dia gak mau diedukasi kaya gitu. karna
ngerasa itu bukan tanggung jawab dia. jadi nanti kita tentukan siapa keluarga yang
ini kita tentukan hari apa ntar dia di edukasi bener-bener misalnya perawatan
dirumah”

“iya misalnya pasiennya datangnya mepet pasiennya nanti dioper kan sama yang
berikutnya. misalnya pasiennya mepet waktunya nih dari dines malam ke dines pagi.
biasanya kaya gitu nanti aku coba lihat mana yang belum diedukasi nanti yang kalo gak aku
ya perawat yang megang pasiennya yang edukasi.”
Partisipan menjelaskan bahwa promosi kesehatan yang dia lakukan disesuaikan
dengan kondisi pasien dan kapan pasien/ keluarga bersedia untuk dilakukan promosi
kesehatan.

“oh itu dari kan kita ada namanya form discharge planning. form discharge
planningnya itu diawal udah tau nih pasiennya sakit apa terus ada discharge
planningnya nanti form discharge planningnya dicontreng misalnya selama dia
dirawat ini kebutuhan nanti yang mau diedukasi apa aja. misalnya sesuai dengan
kondisi pasiennya ya misalnya pasien stroke oh dia berarti butuh edukasi fisioterapi,
butuh misalnya ada diabetes berarti harus diedukasi diabetesnya terkontrol. trus
nanti diajarkan bagaimana nanti setelah pulang di rumah itu dia ee masih harus
misalnya komunikasi mengenai post stroke kaya gitu. dari awal ini sudah ditentukan”

“misalnya nih awal kita ngajarin dulu ya gimana di rumah sakit misalnya promosi
tentang cuci tangan, resiko jatuh nah sembari berjalan itu ee misalnya kalo pasien
stroke kan itu kami kalo pasiennya itu strokenya tidak ada apa ya tidak ada
perburukan yang gimana jadi kita udah setting 5 hari lah dia dirawat di rumah sakit.
selama 5 hari itu misalnya dia butuh apa ya kita udah plot-plot in nih ini ee ini sih
biasanya aku ingetin ya bagian ingetin ya untuk gizi edukasi apa trus fisioterapi
edukasi apa kaya gitu. nah kalo memang dia butuhnya spesifik misalnya harus di
rumah butuh alat-alat nah baru kita ee lebih dalam edukasinya lagi misalnya cara
perawatan makan apa cara pemberian makan melalui ee nasogastric tube,
bagaimana cara pasien di rumah itu harus miring kanan miring kiri gitu lalu
bagaimana cara memandikan pasien itukan misalnya ia dirumah harus bedrest total
kan jadi kita ngajarin keluarga dari segi itu. jadi dilihat kondisi pasiennya juga”

Value dari promosi kesehatan adalah terjaminnya keselamatan pasien


“klo sejauh ini ee maksudnya aku evaluasi ya dari yang dulu yang kami asal-asalan
gitu kasih tahu tentang resiko jatuh trus jarang diulang-ulang gitu kan nah sekarang
keluarga sih lebih ini ya pasien di rumah sakit dengan kondisi dia stroke berarti resiko
jatuh jadi dia tau gitu paham. menurut aku sih berguna ya dan baik sih dengan
adanya kegiatan ini.”
“iya mba tapi karena menurutku itu penting buat pasien jadi klo misalnya gak
dilakukan juga lah gimana nanti dia dirumah, gimana nanti klo tiba-tiba dia jatuh.
berarti kita kan gak melakukan tugasnya kita kan kaya gitu.”

Partisipan melihat promosi kesehatan sebagai bagian dari asuhan keperawatan

“sebenarnya di ruangan kami ada PJ edukasinya jadi nanti dia yang nilai kaya gitu,
oo ini masih kurang apa yang kurang misalnya edukasi nyeri, pasien sebelum
operasi gitu ini jarang dilakukan nah setelah ternyata ada yang ngeh juga kan jadi
udah mulai ngeh jadi itu diisi kaya gitu.”

Konten dan Strategi


Konten promosi kesehatan yang dijelaskan adalah mengenai PHBS, pencegahan
pasien jatuh, pengobatan, proses terjadinya penyakit, perawatan luka, peralatan
yang digunakan pasien di rumah sakit. Diberikan secara holistic

“klo obat-obatnya nanti ada farmasi. kalo penyakit-penyakitnya nanti dokternya yang
edukasi gitu terus nanti dari fisioterapi bagaimana rehabilitasinya. kalo kami misalnya
ya cara pemberian makan melalui selang ee perawatan luka dirumah, gimana
merawat dekubitus, bagaimana klo dirumah pasien pakai NGT itu muntah.”

“Disini kadang pasiennya sakitnya gak cuma satu, misalnya stroke juga diabetes
juga, trus ada rawat luka. jadi perlu dijelasin semua-muanya supaya minum obatnya
benar, jenis makan benar, terapinya gimana. supaya gak lama juga di rumah
sakitnya.”

Dengan kolaborasi
“gak bisa mba, karna kan kita gak paham semuanya gitu, misalnya nih tentang obat
atau penyakit ya kita tahu sih tapi kan dokter lebih paham klo nanti apa pasien ada
yang tanya. kita terangin juga sih. Sama sih fisioterapi juga gizi juga farmasi
semuanya beda-beda.”

Nilai dari promosi kesehatan


Strategi promosi kesehatan dan topiknya
Partisipan memberikan contoh mengenai konten dari promosi kesehatan yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis penyakit yang dialami pasien.
“misalnya sesuai dengan kondisi pasiennya ya misalnya pasien stroke oh dia berarti
butuh edukasi fisioterapi, butuh misalnya ada diabetes berarti harus diedukasi
diabetesnya terkontrol. trus nanti diajarkan bagaimana nanti setelah pulang di rumah
itu dia ee masih harus misalnya komunikasi mengenai post stroke kaya gitu. dari
awal ini sudah ditentukan”

“Tanggung jawab sih mba tanggung jawab sama pasiennya ini masuk itu jangan
sampai..dan cuci tangan jangan sampai jatuh maka dikasih resiko jatuh jangan sampe dia
harus operasi itu merasa gak pernah diajarkan cara nyeri, cara mengatasi mengurangi nyeri.
terus ya tanggung jawab sih sebenarnya karena rasa tanggung jawab jadi pasiennya itu ya
harus diajarin sampai bener-bener dia bagus pulang juga dia memang sudah tau gitu harus
ngapain di rumah jadi enggak asal lepas aja pasiennya pulang kaya gitu.”

“kita tuh jadi tau cari cuci tangan yang benar, hahahaha, pasti lega didalam hati ooh
pasiennya udah di edukasi ya udah harusnya kita udah bisa lah melepas dia untuk pulang
kaya gitu istilahnya kita gak punya pr, gak punya utang sama pasien gitu. karna pernah
kepikiran tuh besok pasien pengen pulang mau pasang ini dirumah gak bisa.”

“iyalah kepikiran kalo pasiennya gak bisa ganti pampers gimana, ga bisa mandiin gimana,
gak bisa kasih makan gimana hehehe. yaud justru jadi ada utang donk sama orang lain
donk kalo kita gak ngajarin iya gitu..kita juga jadi tahu ooh ini resiko jatuh ini kaya gitu
bahayanya apa dari kita sendiri sebenarnya diedukasi dulu baru kita bisa edukasi orang lain”

apalagi klo apa yang kita ajarkan bener-bener dilakukan keluarga kan jadi lebih seneng lagi
gitu. dan meringankan kerjaan kita juga. misalnya aku pertama ngajarin yang kedua
supervisi nanti terus mereka bisa mandiri. misalnya nih cara mandiin kan pertama mandiinya
dulu bareng-bareng kita, kedua keluarga nanti kita liatin habis itu nanti bisa dilepas. jadikan
meringankan juga kan pekerjaan kita cara makan juga gitu jadi tetep ada namanya supervisi
sih (transkrip Kualitatif full, Pos. 100)

Faktor pendorong
“biasanya cuma WA di group kan tolong donk kalo misalnya eee ini maksudnya ternyata
pasien belum ngerti kaya gitu tapi dichecklistnya sudah mengerti nanti kalo rapat ruangan
dikasih tau juga. kasih feedback lah”
“nah itu ada pasti ada karna tiap pagi kan kita ada nya tiap keliling aku ada supervisi. waktu
itulah aku ditanyain udah tau belum cara kenapa ini dipasang tanda kuning kenapa
dipasang segitiga jatuh gitu nah kan nanti kelihatan tuh di checklistan nya dibuat udah ngerti
tapi pas ditanya ternyata ada yang belum mengerti kaya gitu. jadi ga sinkron cuma minta
asal tanda-tangan doank. tapi ada juga yang memang akhirnya yauda ngerti kok sampe
ngelotok itu isinya apa.”

“di apa namanya eee uraian jabatan. setiap orang dia punya, namanya siapa, golongan
berapa, dia punya uraian jabatan apa aja. salah satunya melakukan pendidikan kesehatan
kepada pasien terus juga memang masuk ini memang penilaian gitu nanti dari uraian
jabatan itu dilihat. karena kan nanti juga dipenilaian skp dalam memberikan pendidikan
kesehatan, jadi kita tuh sasaran kinerja pegawai. jadi satu tahun sasaran kinerja pegawai itu
memberikan pendidikan kesehatan. itu juga ada penilaiannya. jadi ada di uraian jabatan, tapi
di penilaian skp juga ada.”

“iya materinya paling materi ni udah ada, tapi maksudnya harus struktur SAP nya kan.
Misalnya SAP pengertian berapa menit dijelaskan, satuan pembelajaran harus pakai itu.
sebenernya sudah disusun Cuma belum di publish semuanya”

H. Kesimpulan
I. Daftar Pustaka
J. Lampiran
Sistem kesehatan saat ini menghadapi banyak tantangan seperti kebutuhan untuk
menurunkan pembiayaan pengobatan di rumah sakit dan pencegahan penyakit serta
managemen penyakit tidak menular (Afshari, 2018). Dalam merespon terhadap kebutuhan
ini WHO mengindikasikan bahwa pelayanan kesehatan tidak hanya fokus dalam
pengobatan penyakit tetapi juga dalam pencegahan penyakit dan promosi kesehatan (WHO,
1986).

Ada banyak kritik yang menyampaikan bahwa saat ini petugas kesehatan menghabiskan
waktunya lebih banyak dalam penanganan kilinis saja dan mengesampingkan promosi
kesehatan bahkan pendidikan kesehatan yang paling dasar sekalipun (Whitehead, 2005)
Dalam Gui et al, dijelaskan bahwa tantangan petugas kesehatan dalam melakukan promosi
kesehatan diantaranya keterbatasan dana, sumber daya manusia, waktu dan kompetensi
(Lee et al, 2015). Dalam Lee at al. menyebutkan tidak adanya sistem asuransi yang
mendukung, penolakan karyawan untuk berubah, kebijakan pemerintah yang kurang
mendukung dan kerjasama lintas sektor yang kurang menjadi penghalang terlaksananya
promosi kesehatan. Dalam studi yang lain, penolakan petugas kesehatan untuk
mengintegrasikan promosi kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari menjadi penghalang
yang utama.
Berdasarkan tantangan-tantangan yang telah diidentifikasi, penelitian-penelitian
mengajukakn beberapa strategi untuk memfasilitasi pelaksanaan promosi kesehatan di
rumah sakti seperti pengembangan kapasitas disertai dengan pengadaan sumber daya dan
pengetahuan (Wieczoreck, 2015; Lee, 2015; Lee, 2014)
Tantangan dalam melakukan promosi kesehatan (Afshari et al., 2018) yaitu kurangnya
motivasi pasien untuk meningkatkan pengetahuannya mengenai kesehatan. Selama tidak
ada permintaan dari pasien, petugas kesehatan tidak memprioritaskan pelayanan promosi
kesehatan dan merasa tidak bertanggung jawab melakukan promosi kesehatan. Sikap yang
negatif dari petugas kesehatan khususnya dokter dan manager menjadi penghalang besar
lainnya dalam promosi kesehatan. Perawat menyebutkan bahwa kurangnya motivasi dan
tidak adanya umpan balik yang positif dari managemen dan pasien menjadi faktor utama.
Tidak adanya penghargaan secara financial dan non-financial, penilaian kerja yang tinggi
dan respon yang negatif dari pasien dan keluarga, membuat mereka enggan melakukan
promosi kesehatan.
Prevalensi faktor resiko untuk penyakti tidak menular mengalami peningkatan cukup tinggi
terutama pada negara dengan pendapatan rendah dan menengah. 1,2,3
Pada tahun 2012, penyakit tidak menular menular berkontribusi terhadap 60% angka
kematian di dunia dan 80% dari angka tersebut terjadi di negara berpendapatan rendah dan
menengah. Angka kematian ini semakin mengkhawatirkan dengan 52% merupakan
kematian premature yang terjadi pada populasi dengan rentang usia 30-70 tahun 2
Pada tahun 2012 terjadi 48% angka kematian premature di Kawasan Asia Tenggara.
Penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, kanker dan stroke disebabkan
oleh faktor resiko yang dapat dimodifikasi diantaranya rokok, alcohol, pola makan tidak
sehat dan kurangnya aktifitas fisik, sehingga ada komitmen global untuk mengatasi faktor
resiko tersebut dengan pendekatan promosi kesehatan 4,5
Ada bukit yang mendukung bahwa promosi kesehatan untuk perubahan gaya hidup lebih
efektif jika dilakukan pada suatu setting khusus dibandingkan pada masyarakat luas saja. 6
Oleh karena itu promosi kesehatan dengan pendekatan setting dan mencakup metode yang
komprehenif dan multidisplin sangat penting dalam mengatasi faktor resiko 4 7
Keuntungan utama promosi kesehatan dalam suatu setting adalah adanya kontak yang
berkelanjutkan dengan partisipan. Ini mengindikasikan bahwa dukungan dari staf, sarana
dan lingkungan fisik yang memadai serta kebijakan promosi kesehatan dapat
mempengaruhi kesehatan individu pada setting ini. 8

Penyakit tidak menular secara signifikan telah menggantikan posisi penyakit


menular dan masalah malnutrisi sebagai penyebab kematian terbanyak di dunia.
Penyakit tidak menular juga menjadi penyebab utama terjadinya disabilitas dan
dampaknya semakin meluas (Chen et al, 2018). Peningkatan penyakit tidak menular ini
tidak hanya mempengaruhi negara maju tetapi juga negara berkembang dan negara
berpendapatan rendah (Global Burden Disease Study, 2016). NCD’S Global Economic
Burden memperkirakan biaya kesehatan yang digunakan untuk pengobatan dan
perawatan penyakit tidak menular sebanyak USD 47 triliiun antara tahun 2010-2030
(Bloom et al, 2017; Bloom et al, 2011)
Pada tahun 2016 diperkirakan 40.5 juta kematian terjadi akibat penyakit tidak
menular, sekitar 71% dari seluruh angka kematian di dunia. Dari jumlah tersebut 80%
terjadi akibat kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan kronik dan diabetes.
Sedangkan 20% lainnya diakibatkan dari penyakit menular lain seperti hipertensi dan
stroke (WHO, 2018). Berdasarkan Lancet Global Burden Disease Report 2018, terlihat
bahwa penyakit Stroke, Jantung dan Diabetes Melitus menempati 3 peringkat teratas
penyebab kematian di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018,
menunjukan bahwa prevalensi penyakit tidak menular mengalami kenaikan
dibandingkan dengan tahun 2013. Prevalensi kanker meningkat dari 1.4% menjadi
1.8%, prevalensi stroke meningkat dari 7% menjadi 10.9%, prevalensi diabetes melitus
meningkat dari 6.9% menjadi 8.5%, prevalensi gagal ginjal kronik meningkat dari 2%
menjadi 3.8% dan prevalensi hipertensi naik dari 25.8% menjadi 34.1%.
Salah satu cara yang paling penting dalam menurunkan angka kematian akibat
penyakit tidak menular adalah dengan mengendalikan gaya hidup tidak sehat yang
dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Penelitian membuktikan bahwa lebih dari 80%
penyakit jantung, stroke, hipertensi dan diabetes mellitus dapat dicegah dengan
menghilangkan faktor resikonya seperti penggunaan rokok, pola makan yang tidak
sehat, kurang aktivitas dan konsumsi alkohol yang berlebihan (WHO, 2018).
Pencegahan penyakit tidak menular paling efektif jika menargetkan faktor resikonya
sebagai akar permasalahan yang harus dikendalikan (WHO, 2015)

Motivational interview merupakan strategi yang efektif untuk mempromosikan perubahan


perilaku pada pasien (Berenguera, 2017)
Penelitian membuktikan bahwa individual promosi kesehatan oleh perawat dapat
meningkatkan perubahan gaya hidup yang positif dan menurunkan resiko penyakit kronis
(LeFevre, 2014)
Dalam melakukan promosi kesehatan, perawat perlu memfokuskan pada pemberdayaan
individu untuk mengoptimalkan kapasitas perawatan diri (Lundberg, 2016)
Perawat juga harus berusaha untuk memampukan pasien dan keluarga untuk lebih
bertanggung jawab pada kesehatan dan kesejahteraannya (Aufenthie, 2014)

Untuk melakukan promosi kesehatan secara efektif perawat perlu diperlengkapi denga
pengetahuan dan keterampilan dalam hal perubahan perilaku dan gaya hidup, pengkajian,
komunikasi dan advokasi (Kemppainen, 2012).

Penelitian… pasien mengharapkan hubungan dengan petugas kesehatan: terlibat dala


perawatan diri, independent, didengarkan, saling percaya dan berbagi informasi
(McCormack, 2006)
Menurut Lee, C (2014) berdasarkan penelitian yang dilakukan di salah satu rumah
sakit di Taiwan, faktor yang menjadi penghambat terlaksananya kegiatan promosi kesehatan
oleh petugas kesehatan adalah kurangnya dukungan dari supervisor atau managemen
dalam bentuk kebijakan, guideline, dana (funding), pelatihan, dan fasilitas, kurangnya
pehamaman, kemampuan dan motivasi staf dalam melakukan promosi kesehatan,
kurangnya jumlah sumber daya manusia dan waktu, dan kurang dilibatkannya petugas
kesehatan dalam komite/unit program promosi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai