Anda di halaman 1dari 5

Darwin terkenal dengan teori evolusinya setelah ia menerbitkan buku berjudul The

Origin of Species pada 1859. Hampir 150 tahun kemudian, tepatnya pada 2007,
Harun Yahya menerbitkan buku berjudul The Atlas of Creation.

Dengan terbitnya buku itu, nama Harun Yahya kemudian dikenal banyak orang
karena ia dengan berani mengajukan pemikiran yang berseberangan dengan Charles
Darwin.

Melalui tulisan dan DVD-DVD-nya, Yahya menjabarkan teori penciptaan atau


kreasionisme berdasarkan pemaknaannya terhadap ajaran Islam. Atas upaya inilah,
namanya kemudian selalu dikaitkan atau identik dengan teori penciptaan atau
kreasionisme Islam yang mengkritik habis-habisan teori evolusi Darwin.

Harun Yahya bahkan dijuluki sebagai pioner kreasionisme Islam. Tak sedikit orang
yang kemudian membandingkan pemikiran dari kedua tokoh yang saling
berseberangan ini.

Apa saja inti pemikiran dari masing-masing teori keduanya mengenai makhluk
hidup dan kehidupan di bumi?

Teori Charles Darwin

1. Spesies tidak diciptakan dalam bentuknya yang sekarang ini, tetapi berevolusi dari
spesies nenek moyangnya.

2. Jika seluruh individu spesies berhasil bereproduksi, populasi spesies tersebut akan
meningkat secara tidak terkendali.

3. Spesies pada dasarnya memiliki fertilitas yang sangat tinggi, dan jumlah
keturunan yang dilahirkan lebih banyak dari jumlah keturunan yang bisa mencapai
usia dewasa.

4. Populasi cenderung tetap dari tahun ke tahun.

5. Sumber makanan yang ada terbatas.

6. Terjadi perjuangan secara implisit di antara spesies untuk bertahan hidup.

7. Tiada dua individu organisme suatu spesis yang persis mirip satu sama lainnya.

8. Beberapa variasi dalam spesies secara langsung memengaruhi kemampuan


individu untuk bertahan dalam kondisi alam tertentu.

9. Kebanyakan variasi dalam suatu populasi dapat diwariskan kepada keturunan


selanjutnya.

10. Individu yang kurang sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya memiliki
kemungkinan bertahan hidup yang lebih kecil dan kemungkinan akan lebih banyak
melakukan reproduksi.
11. Individu yang selamat kemungkinan besar akan menurunkan ciri-ciri yang
dimilikinya kepada generasi berikutnya.

12. Proses ini menghasilkan populasi yang perlahan-lahan bisa beradaptasi dengan
lingkungan, dan pada akhirnya, setelah berlangsung secara terus-menerus akan
terbentuk keragaman yang baru, dan akhirnya spesies baru

Teori Harun Yahya

1. Jenis-jenis makhluk hidup tak bisa berubah. Tidak mungkin terjadi perubahan
dari satu bentuk makhluk hidup ke bentuk lainnya, misalnya dari ikan menjadi
amfibi dan reptil, reptil ke burung, atau mamalia darat ke paus.

2. Tiap jenis makhluk hidup tidak berkerabat satu sama lain dan tidak diturunkan
dari leluhur yang sama. Masing-masing merupakan hasil dari suatu tindakan
penciptaan tersendiri.

3. Seleksi alam adalah kaidah yang berlaku di alam, tapi tidak pernah menghasilkan
spesies baru.

4. Tidak ada mutasi yang memberikan keuntungan berupa peningkatan kelestarian


makhluk hidup. Selain itu, mutasi tak menambah kandungan informasi dalam
materi genetis makhluk hidup.

5. Catatan fosil tak menunjukkan adanya bentuk transisional, tapi menunjukkan


penciptaan tiap kelompok makhluk hidup secara terpisah.

6. Abiogenesis (kemunculan makhluk hidup dari materi tak hidup) tak mungkin
terjadi.

7. Kerumitan dan kesempurnaan yang ditemukan pada tubuh dan DNA makhluk
hidup tak timbul karena kebetulan, tapi merupakan bukti ada yang merancang
kerumitan tersebut.

8. Materi dan persepsi kita adalah ilusi, sedangkan yang nyata adalah Allah, Yang
Meliputi segalanya.

Perbedaan utama antara teori Charles Darwin dan teori Harun Yahya terletak pada
tesisnya mengenai asal-usul suatu spesies. Darwin menyebut spesies saat ini berasal
dari spesies sebelumnya. Adapun Yahya menyebut tiap spesies berbeda dan memang
dengan sengaja diciptakan masing-masing oleh Tuhan.

Jika didalami secara saksama dan disimpulkan secara singkat, Yahya tidak sudi
dengan anggapan bahwa manusia berasal dari kera. Begitulah kira-kira pendapat
Yahya sebagai salah seorang yang kontra terhadap teori Darwin.

Yahya hanyalah salah seorang yang menentang teori Darwin, dan bukan pula yang
pertama.

[Baca juga: Agassiz: Menentang Teori Evolusi]


Sejak awal kemunculannya tahun 1859, teori evolusi Darwin sebenarnya telah
menimbulkan polemik di berbagai kalangan ilmuwan, akademisi, maupun
agamawan.

Ketidaksepakatan terhadap konsep evolusi Darwin muncul pertama kali melalui


pernyataan Uskup Samuel Wilberforce dalam pertemuan British Association for the
Advancement of Science di Oxford University Museum pada 1860.

Kalangan yang kontra menganggap teori evolusi merupakan ajaran atau paham
sesat, karena tidak sesuai dan menyimpang dari ajaran-ajaran agama samawi. Teori
itu dianggap berseberangan ketika dikorelasikan dengan isi teks-teks kitab suci
agama samawi, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam.

Pada tahun 1871 Darwin menambah minyak pada api perdebatan yang masih
berkobar dengan menerbitkan buku berjudul The Descent of Man, and Selection in
Relation to Sex. Buku itu berisi penjelasan yang mendukung teori evolusi dan
pemikiran bahwa manusia merupakan keturunan makhluk mirip kera.

Secara tersurat, sebetulnya Darwin tidak pernah menyatakan ataupun


mengungkapkan bahwa manusia berasal dari kera. Namun, ia mengklasifikasikan
kera ke dalam ordo yang sama dengan manusia, yakni Primates. Pengklasifikasian
ini telah memicu kesimpulan bahwa manusia merupakan keturunan kera.

Ketidaksepakatan bersama terhadap teori Darwin itulah yang kemudian melahirkan


gagasan kreasionisme atau teori penciptaan yang menjadi antitesis terhadapnya.

Salah satu orang gencar membantah teori Darwin pada masa ini adalah Harun
Yahya.

Maurice Bucaille dalam bukunya Asal-Usul Manusia Menurut Bibel,


Alquran, dan Sains (1992) menyebut bahwa Bibel merupakan kitab suci
pertama dari agama monoestik yang memberikan data tentang asal-usul
manusia. Alquran sebagai kitab suci yang datang setelahnya kemudian
tidak lupa memberikan gambaran tentang asal muasal manusia.
Penciptaan manusia yang dijelaskan dalam Alquran pada mulanya
diterima oleh umat Muslim sebagai sesuatu yang berasal dari Tuhan dan
diyakini sebagaimana adanya.

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pola kritis manusia itu


sendiri, telah banyak kajian mendalam yang mengungkap kebenaran dari
penjelasan Alquran tentang penciptaan manusia. Hal ini menunjukkan
adanya kesungguhan umat Muslim untuk semakin menguasai ilmu
pengetahuan beriringan dengan pemahaman terhadap Alquran secara
baik.

Baca juga :  Memaknai Ulang Prokreasi dan Harapan Ruang Hidup di


Bumi
Jika dilihat, Alquran banyak menjelaskan ayat-ayat tentang penciptaan
Adam as. yang dianggap sebagai manusia pertama di dunia ini. Di satu
ayat menyatakan Allah menyebut bahwa manusia tercipta dari nafs
wahidah yaitu Adam as., sebagai bapak manusia dalam QS. az-Zumar 6,
selanjutnya Alquran menyebut bahwa Adam tercipta dari tanah
sebagaimana QS. Shad 71-72, sementara ayat QS. Ath Thariq 5-7
menjelaskan penciptaan manusia dari air mani yang dipancarkan. Lantas
sebenarnya dari apa Adam as. dan manusia seluruhnya tercipta?
Dikutip dalam buku karya Nadiyah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam
Alquran (2013), sifat-sifat manusia itu beraneka ragam berdasarkan sifat-
sifat tanah. Keturunan Adam as. terlahir serupa dengan ragam dan jenis
tanah itu sendiri. Di antara kita ada yang berkepribadian lembut seperti
tanah yang subur. Adapula yang memiliki kepribadian yang sulit bahkan
keras kepala, seperti tanah yang kering yang tak dapat menumbuhkan
tanaman dan tidak mengandung air.

Sifat-sifat manusia tersebut bermacam-macam sesuai dengan sifat-sifat


tanah yang menjadi bahan penciptaan Adam as. Selanjutnya Ada yang
berkulit putih, ada pula yang hitam dan merah warnanya beragam seperti
warna-warna tanah.

Tabiat manusia juga mencerminkan contoh sifat-sifat tanah,


karena Allah mengambil satu genggam tanah yang diambil
dari seluruh macam tanah untuk menciptakan Adam as.
Kembali pada teori Darwin, bahwa manusia bukan saja dekat kepada
binatang mengenai strukturnya melainkan juga berasal dari binatang-
binatang, demikian halnya dengan kera. Melalui kebiasaan-kebiasaan
tertentu yang dilakukan, akhirnya organisme berubah secara turun
temurun dan jadilah manusia. Dari sinilah Darwin sehingga mengklaim
bahwa manusia berasal dari kera.

Baca juga :  Abu Nawas: Perihal Dosa dan Tingkatan Manusia

Bila kita menganalisa teori Darwin, teori ini lebih dapat diterapkan kepada
warna-warna ulat dan binatang serangga semacamnya yang mengalami
perubahan sesuai dengan warna daun-daun. Hal ini sesuai dengan dunia
keilmuan biologi yang menjelaskan kebenaran teori evolusi dalam dunia
tumbuh-tumbuhan dan binatang. Namun apakah teori ini dapat
diterapkan pada manusia?

Penerapan teori ini tidak dapat diterapkan pada manusia karena manusia
sekarang ini berasal dari jenis homo sapiens yang sudah tidak  mengalami
lagi evolusi semenjak 100.000 abad yang lalu. Jika teori ini benar,
seharusnya manusia terus mengalami evolusi hingga saat ini.
Bantahan teori ini juga datang dari pemahaman ulama berdasar pada
pemahaman terhadap Alquran surah al-Baqarah ayat 30. Sebelum
terciptanya nabi Adam sebagai nenek moyang manusia, telah ada
makhluk lain yang mendiami bumi ini. Mereka saling menumpahkan darah
di antara mereka sendiri yang menyebabkan mereka punah dan habis.
Itulah sebabnya Allah menciptakan Nabi Adam as. untuk mengganti
mereka lalu mendiami dan memakmurkan bumi.

Ada pula pendapat bahwa manusia adalah keturunan Adam as. (bani
Adam) sebagaimana banyak ayat Alquran menyebut demikian. Adam as.
bukanlah hasil evolusi dari makhluk sejenis kera, dengan dalih bahwa
Alquran memanggil Nabi Adam as. dengan huruf nida’ (ya Adam) serta
penggunaan kata ganti tunggal (anta) bukan kata ganti jama’ (antum).

Baca juga :  Fase Purnama Manusia Menurut Al-Razi

Pada akhirnya, Alquran memang bukan sepenuhnya kitab ilmu


pengetahuan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa di dalamnya terdapat
isyarat-isyarat atau pesan-pesan moral yang penting untuk
mengembangkan beragam ilmu pengetahuan. Kajian Alquran yang
dipadukan dengan ilmu pengetahuan dapat diterima asalkan tidak ada
pemaksaan terhadap ayat-ayat Alquran dan tidak memaksa diri secara
berlebihan untuk menangkap makna-makna ilmiah dari ayat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai