A. DEFINISI
Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit auto imun yang kronik dan
menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini dapat bermacam-macam,
dapat bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah
orang yang terserang oleh penyakit ini sulit untuk diperoleh.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit SLE belum diketahui dengan pasti. Selain factor keturunan (genetis) dan
hormon, diketahui bahwa terdapat beberapa hal lain yang dapat menginduksi SLE, diantaranya adalah
virus (Epstain Barr), obat (contoh : Hydralazin dan Procainamid), sinar UV, dan bahan kimia seperti
hidrazyn yang terkandung dalam rokok, mercuri dan silica.
Hormon estrogen dapat meningkatkan ekspresi system imun, sedangkan androgen menekan
ekspresi system imun. Hal ini menjelaskan mengapa SLE cenderung lebih banyak terjadi pada wanita
dibanding pria. virus (Epstain Barr), obat obatan, dan bahan kimia dapat menyebabkan produksi
antinuclear antibody (ANA) yang menjadi salah satu autoantibodi. Bagaimana sinar matahari dapat
menyebabkan SLE masih belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu penjelasan adalah DNA
yang tekena sinar UV secara normal akan bersifat antigenic, dan hal ini akan menimbulkan serangan
setelah terkena paparan sinar.
C. MANIFESTASI KLINIS
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada penyakit lain,
dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnyayang tidak diketahui) menentukan gejala mana yang
akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita.
Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat.
Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan
masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di
kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.
Gejala-gejala konstitusional adalah demam, rasa lelah, lemah, dan berkurangnya berat badan
yang biasanya timbul pada awal penyakit dan dapat berulang dalam perjalanan penyakit ini. Keletihan
dan rasa lemah dapat timbul sebagai gejala sekunder dari anemia ringan yang ditimbulkan oleh SLE.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
F. PATOFISIOLOGI
Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau beberapa faktor
pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga
pendorong abnormal terhadap sel TCD 4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-
antigen.
Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi
sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih
belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan
berbagai macam infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutamaterletak pada
nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non histon.Kebanyakan
diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein
RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak
tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini secara bersama-sama
disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks
imun yang beredar dalam sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE
terganggu. Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurun
ARTRITIS REUMATOID
A. DEFINISI
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi
jaringan penyambung. Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan
seluruh organ tubuh. Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri
dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari artritis rhematoid belum dapat diketahui secara pasti, tetapi dapat dibagi dalam
3 bagian, yaitu:
1. Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rheumatoid
factor
2. Faktor metabolic
3. Infeksi dengan kecenderungan virus
C. MANIFESTASI KLINIS
Awitan (onset) 2/3 penderita mengalami awitan perlahan. Sering diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari
dan terjadi arthritis simetris dalam beberapa minggu hingga bulan.
Manifestasi articular Umumnya nyeri, bengkak, kemerahan pada daerah sendi, keterbatasan gerakan.
Kekakuan di pagi hari dengan durasi lebih dari 1 jam. Gejala konstitusional seperti kelemahan, anoreksia dan
penurunan berat badan. Secara klinis, inflamasi synovial menyebabkan bengkak, kemerahan, keterbatasan
ruang gerak. AR sering terjadi simetris dan sering mengenai PIP dan MCP. DIP sangat jarang. Nyeri dan bengkak
pada belakang lutut akibat ekstensi sinovium yang inflamasi ke ruang popliteal dan disebut Baker’s cyst.
‘Z deformity’ = deviasi lengan ke arah radial dan deviasi jari – jari tangan ke arah ulna.
Swan neck deformity = hiperekstensi PIP dan fleksi DIP
Boutonniere deformity = fleksi PIP dan ekstensi DIP
Hiperekstensi sendi IP pertama (jempol) dan fleksi MCP pertama dengan konsekuensi kehilangan
mobilitas jempol
Manifestasi ekstraartikular
a. Stadium Sinovisis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak,
bengkak dan kekakuan
b. Stadium Destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon
c. Stadium Deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali
adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa dan terakhir
ankilosis tulang.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Terutama poli arthritis yang mengenai sendi – sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap
minimal 6 minggu atau bisa ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rongten.
Kriteria diagnosis menurut ARA (American Rheumatism Association) :
Kaku sendi jari tangan pada pagi hari Pembengkakan sendi bersifat simetris
(morning stiffness) Nodul subkutan pada daerah tonjolan
Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tulang di sektar daerah ekstremitas
tekan minimal 1 sendi Gambaran foto rongten yang khas pada AR
Pembengkakan pada minimal satu sendi Uji aglutinasi faktor rheumatoid
Pembengkakan (oleh jaringan lunak yang Pengendapan cairan musin yang jelek
menebal/efusi cairan) pada salah satu Perubahan histologik cairan synovial
sendi secara terus-menerus minimal 6 Gambaran histologik khas pada nodul
minggu
Klasik, 7 kriteria dan berlangsung minimal 6 minggu, definitif, 5 kriteria dan berlangsung minimal 6 minggu,
kemungkinan, 3 kriteria dan berlangsung minimal 4 minggu
Diagnosis Banding :
F. PATOFISIOLOGI
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa
atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi
dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan
pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor
rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.