Anda di halaman 1dari 18

METODOLOGI PENELITIAN DAN TERAPAN

Disusun untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi penelitian dan terapan

Oleh :

Hans wakhida

Kelas Reguler II Joint Program Angkatan 26

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

Rmk bab 11,12,13 :


Pengukuran variabel definisi operasional

Pengukuran variabel dalam kerangka dasar konseptual adalah sebuah bagian yang
utuh dari penelitian dan sebuah aspek yang penting dari desain penelitian. Pengukuran ini
penting untuk memperoleh hasil atas apa yang hendak diteliti atau diuji.

BAGAIMANA VARIABEL-VARIABEL DIUKUR


Untuk mengukur hipotesis yang beragam di tempat kerja memengaruhi efektivitas
organisasi maka kita harus mengukur keragaman di tempat kerja dan efektivitas organisasi.
Pengukuran adalah penegasan atas angka atau simbol lain untuk karakteristik atau atribut dari
suatu objek sesuai dengan set aturan tertentu. Objek dapat meliputi orang, uni strategi bisnis,
perusahaan, Negara, dan sebagainya. Atribut dari sebuah objek yang dapat diukur secara fisik
oleholeh beberapa instrumen yang dikalibrasi tidak menimbulkan masalah pengukuran.
Pengukuran dari sejumlah atribut abstrak dan subjektif jauh lebih sulit karena tidak
mudah untuk menguji hipotesis tentang hubungan antara keragaman di tempat kerja, keahlian
manajerial, dan efektivitas organisasi.Variabel tertentu membiarkan diri untuk pengukuran
mudah melalui penggunaan alat ukur yang tepat serta atribut fisik tertentu seperti panjang dan
berat. Ada paling tidak dua jenis variabel: satu variabel untuk pengukuran objektif dan tepat
yang lain lebih samar-samar dan tidak untuk pengukuran akurat karena sifatnya abstrak dan
subjektif.

OPERASIONALISASI VARIABEL
Meskipun terdapat kekurangan dari pengukuran fisik untuk mengukur variabel yang
samar-samar namun ada jalan yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini. Salah satu
teknik yang dapat digunakan adalah mengurangi gagasan abstrak atau konsep untuk
menjadikan karakteristik penelitian lebih mungkin untuk diobservasi. Pengurangan abstrak
atau konsep untuk memberikan jalan yang berwujud untuk melakukan pengukuran disebut
mengoperasionalisasikan konsep.
Operasionalisasi konsep dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan dimensi,
aspect dan sifat yang dilambangkan oleh konsep yang digunakan. Ini kemudian
diterjemahkan ke dalam unsur-unsur yang dapat diamati dan terukur sehingga dapat
mengembangkan suatu indeks pengukuran konsep. Operasionalisasi konsep melibatkan
serangkaian langkah. langkah pertama adalah untuk datang dengan definisi konstruk yang
Anda ingin ukur. Langkah kedua adalah pengembangan dari serangkaian memadai dan
perwakilan dari item atau pertanyaan.
Operasionalisasi: dimensi dan elemen
Mengoperasionalkan, atau secara operasional mendefinisikan sebuah konsep untuk
membuatnya bisa diukur, dilakukan dengan melihat pada dimensi perilaku, aspek, atau sifat
yang ditunjukkan oleh konsep. Hal tersebut kemudian diterjemahkan kedalam elemen yang
dapat diamati dan diukur sehinggan menghasilkan suatu indeks pengukuran konsep.
Pengoperasionalan multi dimensi konsep dari motivasi pencapaian
Seorang peneliti harus menyimpulkan motivasi dengan mengukur dimensi perilaku,
fakta, atau karakteristik yang kita harapkan untuk ditemukan pada orang dengan motivasi
berprestasi tinggi. Memang, tanpa mengukur dimensi, aspek, atau karakteristik, kita tidak
akan bisa sampai pada bottom-line pernyataan tentang hubungan antara gender dan motivasi
berprestasi. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah membangun abstrak melalui
tinjauan literature untuk menemukan apakah ada konsep pengukuran, baik melalui jurnal
ilmiah ataupun scale handbooks.
Elemen dan Dimensi dari
Mengoperasionalkan, atau secara operasional mendefinisikan sebuah konsep untuk
membuatnya bisa diukur, dilakukan dengan melihat pada dimensi perilaku, aspek, atau sifat
yang ditunjukkan oleh konsep. Hal tersebut kemudian diterjemahkan kedalam elemen yang
dapat diamati dan diukur sehinggan menghasilkan suatu indeks pengukuran konsep.

Elemen Dimensi 1
Kita dapat menjelaskan seseorang yang digerakkan oleh pekerjaan. Orang semacam
itu akan (1) bekerja sepanjang waktu, (2) enggan untuk tidak masuk kerja, dan (3) tekun,
bahkan dalam menghadapi sejumlah kemunduran. Tipe perilaku tersebut bisa diukur.
Menelusuri seberapa sering orang terus tekun melakukan pekerjaan meskipun diterpa
kegagalan merupakan refleksi ketekunan dalam mencapai tujuan. Ketekunan akan
mendorong seseorang untuk meneruskan usaha. Karena itu, ketekunan bisa diukur dengan
jumlah kemunduran yang orang alami dalam pekerjaan dan tetap melanjutkan pekerjaan
tanpa terhalang oleh kegagalan. Misalnya seorang akuntan mungkin menemukan bahwa ia
tidak berhasil menyeimbangkan saldo neraca. Ia menghabiskan waktu selama 1 jam berusaha
mendeteksi kesalaahn, gagl melakukanya, menyerah dan meninggalkan tempat kerja.
Karyawan lain yang berada dalam posisi serupa tetap sabar bekerja, menemukan kesalahan.
Dalam hal ini, mudah untuk menentukan siapa dari keduanya yang lebih tekun hanya dengan
mengamatinya.
Dengan demikian, jika kita dapat mengukur berapa banyak jam per minggu yang
individu berikan untuk aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan, seberapa tekun meraka
dala menyelesaikan tugasa sehari-hari, serta berapa sering dan untuk alasan apa mereka tidak
masuk kerja, kita akan memiliki suatu ukuran yang menunjukkan sampai tingkat apa
karyawan digerakkan oleh pekerjaan. Variable ini, jika kemudian diukur, akan menempatkan
individu pada sebuah kontinum yang membentang dari mereka yang hidupnya diisi dengan
bekerja . ha; tersebut, kemudian akan member beberapa petunjuk mengenai tingkat motivasi
pencapaian mereka.

Elemen Dimensi 2
Tingkat ketidakinginan untuk bersantai dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan
seperti (1) berapa sering Anda memikirkan pekerjaan ketika tidak sedang berda di tempat
kerja? (2) apa hobi Anda? dan (3) bagaimana anda menghabiskan waktu ketiak tidak
ditempat kerja? Mereka yang dapat bersantai akan menunjukkan bahwa bisanya tidak
memikirkan pekrjaan atau tempat kerja ketika dirumah.
Jadi, kita bias menempatkan karyawan pada sebuah kontinum yang membentang dari
mereka yang sangat dapat bersantai ke yang sedikit bersantai. Dimensi ini kemudian juga
menjadi bias diukur.

Elemen Dimensi 3
Individu dengan motivasi pencapaian tinggi tidak sabar terhadap orang yang tidak
efektif dan enggan bekerja dengan orang lain. Sementara orang bermotivasi pencapaian
dalam organisasi mungkin sangat tinggi dalam kecendurungan perilaku tersebut, tetapi begitu
juga sebaliknya, ada orang yang tidak seperti itu. Jadi , ketidaksabaran orang terhadap
ketidakefektifan juga bisa diukur dengan mengamati perilaku.
Elemen Dimensi 4
Ukuran seberapa senang orang mencari pekerjaan yang menantang bias diperoleh
dengan bertanya mengenai jenis pekerjaan yang mereka pilih. Preferensi karyawan terhadap
jenis pekerjaan yang berbeda kemudian dapat ditempatkan pada suatu kontinum yang
membentang dari yang memilih pekerjaan cukup rutin ke yang memilih pekerjaan dengan
tantangan yang kian sulit.mereka yang memiliki kadar tantangan sedang kemungkinan besar
lebih memiliki motivasi pencapaian disbanding yang memilih kadar tantangan yang lebih
besar atau kecil. Individu yang berorientasi pencapaian cenderung realistis dan memilih
pekerjaan yang tantangannya masuk akal dan dapat dicapai.

Elemen Dimensi 5
Mereka yang menginginkan umpan balik akan mencarinya dari atasa, rekan kerja, dan
bahkan terkadang dari bawahan. Mereka ingin mengetahui pendapat orang lain mengenain
seberapa baik kinerja mereka. Umpan balik, entah positif atau negatif, akan menunjukkan
berapa banyak pencapaian dan prestasi. Bila menerima pesan yang menyarankan perbaikan,
mereka akan bertindak sesuai dengan hal tersebut. Setelah mengoperasionalkan konsep
motivasi pencapaian dengan mereduksi level abstraknya menjadi perilaku yang dapat
diamati, adalah mungkin untuk melakukan pengukuran yang baik dan menelaah konsep
motivasi pencapaian. Kegunaannya adalah bahwa orang lain bisa menggunakan ukuran
serupa, sehingga memungkinkan pengulangan atau peniruan (replicability). Tetapi , perlu
disadari bahwa semua definisi operasional sangat mungkin (1) meniadakan beberapa dimensi
dan elemen penting yang terjadi karena kelalaian mengenali atau mengonsepkannya, dan (2)
menyertakan beberapa segi yang tidak relevan.
Meskipun demikan, mendefinisikan konsep secara operasional adalah cara terbaik
untuk mengukurnya. Tetapi, benar-benar mengobservasi dan memperhitungkan seluruh
perilaku individu dalam cara tertentu, bahkan jka hal tersebut cukup praktis, akan terlalu sulit
dilakukan dan memakan waktu. Jadi, daripada benar-benar mengobservasi perilaku individu,
kita bisa meminta mereka menceritakan pola perilaku mereka sendiri dangan mengajukan
pertanyaan tepat yang bisa direspons pada skala tertentu yang telah disusun.

APA YANG BUKAN DEFINISI OPERASIONAL


Deifinisi operasional tidak menjelaskan korelasi konsep. Misalnya kesuksesan kinerja
tidak dapat menjadi sebuah dimensi dari motivasi pencapaian, meskipun demikian, seseorang
yang bermotivasi sangat mungkin memenuhi hal tersebut dalam ukuran yang tinggi. Dengan
demikian, motivasi pencapaian dan kinerja dan / atau kesuksesan mungkin berkorelasi tinggi,
tetapi tidak mengukur level motivasi seseorang melalui kesuksesan dan kinerja.
Jadi jelas bahwa mendefinisikan sebuah konsep secara opersional tidak meliputi
penguraian alasan, latar belakang, konsekuensi, atau korelasi konsep. Adalah penting untuk
mengingat hal ini, karena jika kita mengoperasionalkan konsep secara tidak tepat atau
mengacaukannya dengan konsep lain, kita tidak akan memperoleh ukuran yang valid. Hal
tersebut bahwa kita tidak akan mendapatkan data yang “baik” dan penelitian akan menjadi
tidak ilmiah.

TINJAUAN DEFINISI OPERASIONAL


Definisi operasional adalah perlu untuk mengukur konsep abstrak seperi hal-hal yang
biasanya jatuh ke dalam wilayah subjektif perasaandan sikap. Variabel yang lebih objektif
seperti usia atau tingkat pendidikan cukup mudah untuk diukur melalui pertanyaan langsung,
sederhana, dan tidak perlu didefinisikan secara operasional.

DIMENSI INTERNASIONAL DARI OPERASIONALISASI


Dalam melakukan penelitian transnasional, penting untuk diingat bahwa variabel
tertentu memiliki makna yang berbeda dan konotasi dalam budaya yang berbeda. Adalah
bijaksana bagi para peneliti yang berasal dari negara yang berbeda berbicara dalam bahasa
untuk merekrut bantuan setempat untuk mengoperasionalkan konsep tertentu saat
menyangkut lintas-budaya penelitian.

Pengukuran : skala, Reliabilitas, validitas.

A.    Skala
Skala adalah suatu instrument atau memaknisme untuk membedakan individu dalam
hal terkait variable minat yang kita pelajari. Menurut Sekaran (2006:15) ada empat tipe skala
dasar: nominal, ordinal, interval, dan rasio.

1.      Skala Nominal


Skala nominal adalah skala yang memungkinkan peneliti untuk menempatkan subyek
pada kategori atau kelompok tertentu. Menurut Indriantoro (2002:97) skala nominal
merupakan skala pengukuran yang menyatakan kategori, kelompok atau klasifikasi dari
kontruk yang diukur dalam bentuk variable.
Skala ini digunakan untuk memperoleh data pribadi seperti gender atau departemen
tempat seorang bekerja, dimana pengelompokan individu atau objek. Contohnya: jenis
kelamin (yang terdiri dari pria dan wanita).
2.      Skala Ordinal
Skala ordinal adalah skala pengukururan yang tidak hanya menyatakan kategori,
tetapi juga menyatakan peringkat kontruk yang diukur (Indriantoro, 2002:98). Kelebihan
skala ini jika dibandingkan dengan skala nominal adalah skala ordinal menyatakan kategori
dan peringkat.
Skala ini digunakan untuk memeringkat preferensi atau kegunaan beragam jenis
produk oleh konsumen dan untuk mengurutkan tindakan individu, objek, atau peristiwa.
Contohnya: kategori dari yang buruk sampai yang baik dengan memberi nomor urut sesuai
dengan tingkatannya.
3.      Skala Interval
Skala interval merupakan sakala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat
dan jarak kontruk. Sedangkan menurut Indriantoro (2002:99) adalah skala menentukan
perbedaan, urutan, dan kesamaan besaran perbedaan dalam variabel sehingga skala interval
lebih kuat disbanding skala nominal dan ordinal.
Skala ini digunakan untuk respon beragam item yang mengukur suatu interval bisa
dihasilkan dengan skala lima atau tujuh point. Contoh: Skala Likert.
4.      Skala Rasio
Skala rasio merupakan skala pengukuran yang menunjukkan kategori, peringkat, jarak
dan perbandingan kontruk yang diukur. Skala ini menggunakan nilai absolute, sehingga
memperbaiki kelemahan skala interval yang menggunakan nilai relatif (Indriantoro,
2002:101). Kegunaan skala ini adalah digunakan dalam penelitian organisasi ketika angka
pasti factor-faktor objektif.
Sekaran (2006:30) & Indriantoro (2008:102-107) membedakan antara empat skala
sebagaimana disebutkan diatas dengan skala yang digunakan dalam mengukur sikap atau
perilaku. Skala tersebut dibagi menjadi dua ketegori yaitu skala peringkat dan skala rangking
(Sekaran, 2006:30). Berikut penjelasan dari masing-masing skala tersebut:
1.      Skala Peringkat
Skala peringkat (rating scale) merupakan skala yang memiliki beberapa kategori
respond an digunakan untuk mendapatkan respon yang terkait dengan objek, peristiwa, atau
orang yang dipelajari. Skala ini terbagi menjadi beberapa skala, yaitu:
a.       Skala dikotomi adalah skala yang menawarkan dua pilihan jawaban yang harus dipilih salah
satunya. Literatur lainnya seperti Cooper (2006:38) dan Indriantoro (2008:102) menyebutnya
sebagai ketegori sederhana.
Contoh: Apakah Anda mempunya kartu kredit? ‘Ya’   ‘Tidak’
b.      Skala kategori adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap yang berisi beberapa
alternative ketegori pendapat yang memungkinkan bagi responden untuk memberikan
alternative penilaian.
Contoh: Sangat Bagus, Bagus, Sedang, Jelek, Sangat Jelek
c.       Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap dengan menyatakan setuju
atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, objek atau kejadian tertentu.
Contoh: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak Setuju, (5) Sangat Tidak Setuju.
d.      Skala Deferinsial Semantik adalah skala pengukuran sikap dengan menggunakan pernyataan
ekstrem yang penilaiannya terdiri dari dua kutup.
Contoh: Baik-Buruk, Kuat-Lemah, Modern-Kuno.
e.       Skala Numerikal adalah skala semantik yang penilaian menggunakan nomor terdiri atas 5
atau 7 alternatif.
Contoh:          ___________________________
Sangat Sering 1       2        3       4      5      6     7 Tidak Pernah                                     
f.       Skala peringkat terperinci adalah skala pengukuran yang menyatakan pilihan responden
dengan melingkari nomor satu dari 5 atau 7 titik yang ada.
g.      Skala jumlah konstan atau tetap adalah skala yang digunakan untuk pengukuran sikap
dengan mendistribusikan sejumlah poin dan mengakumulasikannya.
h.      Skala stapel adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap dengan penilaian mulai dari
+3 sampai -3 atas item yang ada.
i.        Skala peringkat Grafis adalah skala yang pengukuran yang menggunakan peringkat grafis
atas jawaban responden untuk pertanyaan tertentu.
j.        Skala consensus adalah skala pengukuran sikap berdasarkan ketepatan atau relevansinya
dengan konsep.
k.      Selain disebut diatas, skala peringkat juga bisa diukur dengan menggunakan penskalaan
multidimensional.
2.      Skala Rangking
Skala rangking (rangking scale) merupakan skala yang digunakan untuk membuat
perbandingan antar objek, peristiwa, atau orang, dan mengungkap pilihan yang lebih disukai
dan merangkingnya. Adapun metode yang dipakai adalah perbandingan berpasangan, pilihan
yang diharuskan, dan skala komparatif.
a.       Skala perbandingan berpasangan adalah skala yang digunakan ketika diantara sejumlah kecil
objek, responden diminta untuk memilih antara dua objek ‘yang dibandingkan’ pada satu
waktu.
b.      Skala pilihan yang diharuskan adalah skala pengukuran dengan meminta responden untuk
merangking objek secara relatif satu sama lainnya.
Contoh: berilah rangking pada situs berita ter-update!
              www.kompas.com                         ____
                  www.republika.com                      ____   
  www.jawapos.com                         ____
                  www.detik.com                                ____

B.     Reliabilitas
Reliabilitas atau keandalan adalah suatu pengukuran yang menunjukkan sejauhmana
pengukuran tersebut bebas dari kesalahan (bias), sehingga menjamin pengukuran yang
konsisten secara lintas waktu dan beragam item dalam istrumen yang diuji (Sekaran,
2006:40). Keandalan suatu pengukuran merupakan indikasi mengenai stabilitas dan
konsistensi dimana instrumen mengukur konsep dan membantu menilai “ketepatan’ sebuah
pengukuran. Cooper (2006) menambahkan bahwa yang menjadi indikator dari keandalan
juga kesetaraan atau ekuivalensi.
Pengujian dikatakan memiliki stabilitas jika penguji dapat menjamin hasil yang
konsisten atas pengukuran yang dilakukan berulang kali atas orang yang sama dengan
intrumen yang sama (Cooper, 2006:20). Berkaitan dengan indikator stabilitas pada uji
keandalan ada dua alternatif yang bisa digunakan, yaitu keandalan tes ulang dan keandalan
bentuk pararlel.
Indikator pengujian keandalan berikutnya adalah konsistensi. Data yang diuji
dikatakan konsisten manakala hasil pengujian tersebut memiliki korelasi tinggi yang
menginformasikan adanya kesamaan (homogenitas) diantara item-item (Cooper, 2006:22).
Alternatif yang digunakan untuk menguji konsistensi bisa dilakukang dengan menggunakan
keandalan konsistensi antar-item dan keandalan belah-dua. Kemudian yang menjadi kesulitan
dalam pengujian ini adalah jedah waktu dinatara pengukuran, waktu yang tak cukup diantara
pengukuran, ketajaman responden terhadap tujuan kajian yang disandarkan, dan kepekaan
topik.
Sedangkan untuk ekuivalensi (kesetaraan) dilakukan atas keandalan yang
mempertimbangkan banyaknya error yang dapat muncul dengan penyelidik yang berbeda
(dalam observasi) atau sampel-sampel yang berbeda dari hal yang teliti dalam wawancara
atau skala (Cooper, 2006:21).
C.    Validitas
Validitas merupakan pengujian atas instrument penelitian yang menyatakan bahwa
intrumen tersebut memang benar-benar dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (Sugiyono, 2010:172). Hal ini selaras dengan pertanyataan Ghiselli el.al.,
1981: 266 dalam Yogiyanto (2010:120). Misalnya ‘meteran’ yang valid adalah meteran yang
dapat mengukur panjang secara tepat dan teliti, karena meteran memang alat untuk mengukur
panjang.
Adapun cara yang seringkali digunakan dalam melakukan uji validitas terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
1.      Validitas isi merupakan cara uji validitas yang mengukur tingkat dimana isi dari item-item
cukup mewakili keseluruhan item yang relevan sesuai penelitian. Hal ini dapat dilakukan
dengan metode penilaian dan evaluasi panel dengan rasio validitas isi (Cooper, 2006:17).
2.      Validitas berdasarkan kreteria merupakan cara uji validitas dikatakan terpenuhi jika
pengukuran tersebut mampu membedakan individu menurut suatu kreteria yang diharapkan
dapat diprediksi (Sekaran, 2006:43).
3.      Validitas konsep merupakan cara uji validitas yang menunjukkan seberapa baik hasil yang
atas kesesuaian dengan desain teori yang menjadi dasar pengujian (Sekaran, 2006:44).
Validitas konsep dinilai melalui validitas konvergen dan diskriminan.

Sampling

A. Definisi

Populasi adalah wilayah generalisasi berupa subjek atau objek yang diteliti untuk dipelajari
dan diambil kesimpulan. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti.

Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari
populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat
digeneralisasikan pada populasi.

Penarikan sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti memiliki
keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi
target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik
sampling yang digunakan.
B. Ukuran Sampel

Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan tabel yang
dikembangkan para ahli.  Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel
minimal untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30, sedangkan dalam penelitian
eksperimen jumlah sampel minimum 15 dari masing-masing kelompok dan untuk penelitian
survey jumlah sampel minimum adalah 100.

Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan acuan umum untuk
menentukan ukuran sampel :

1.  Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan
penelitian
2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya),
ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat
3. Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel
sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian
4. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen yang ketat,
penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil antara 10 sampai
dengan 20

Besaran atau ukuran sampel ini sampel sangat tergantung dari besaran tingkat ketelitian atau
kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun, dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian
sosial maksimal tingkat kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka
makin kecil jumlah sampel. Namun yang perlu diperhatikan adalah semakin besar jumlah
sampel (semakin mendekati populasi) maka semakin kecil peluang kesalahan generalisasi dan
sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel (menjauhi jumlah populasi) maka semakin besar
peluang kesalahan generalisasi.

Beberapa rumus untuk menentukan jumlah sampel antara lain :

1. Rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005:65)

n = N/N(d)2 + 1

n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.


Misalnya, jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%,
maka jumlah sampel yang digunakan adalah :

N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95


2. Formula Jacob Cohen (dalam Suharsimi Arikunto, 2010:179)

N = L / F^2 + u + 1

Keterangan :
N = Ukuran sampel F^2 = Effect Size u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel

Power (p) = 0.95 dan Effect size (f^2) = 0.1 Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u =
5 adalah 19.76 maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203

3. Rumus berdasarkan Proporsi atau Tabel Isaac dan Michael

Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac dan Michael memberikan kemudahan penentuan
jumlah sampel berdasarkan tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini, peneliti
dapat secara langsung menentukan besaran sampel berdasarkan jumlah populasi dan tingkat
kesalahan yang dikehendaki.

C. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang secara umum terbagi dua yaitu
probability sampling dan non probability sampling.

Dalam pengambilan sampel cara probabilitas besarnya peluang atau probabilitas elemen
populasi untuk terpilih sebagai subjek diketahui. Sedangkan dalam pengambilan sampel
dengan cara nonprobability besarnya peluang elemen untuk ditentukan sebagai sampel tidak
diketahui. Menurut Sekaran (2006), desain pengambilan sampel dengan cara probabilitas jika
representasi sampel adalah penting dalam rangka generalisasi lebih luas. Bila waktu atau
faktor lainnya, dan masalah generalisasi tidak diperlukan, maka cara nonprobability biasanya
yang digunakan.

1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang
sama kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel. Teknik ini meliputi simpel
random sampling, sistematis sampling, proportioate stratified random sampling,
disproportionate stratified random sampling, dan cluster sampling

Simple random sampling

Teknik adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa
memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.

Misalnya :

Populasi adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah 500 orang. Jumlah sampel
ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah sebesar 5%
sehingga jumlah sampel ditentukan sebesar 205.

Jumlah sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas, usia dan
jenis kelamin.

Sampling Sistematis

Adalah teknik sampling yang menggunakan nomor urut dari populasi baik yang berdasarkan
nomor yang ditetapkan sendiri oleh peneliti maupun nomor identitas tertentu, ruang dengan
urutan yang seragam atau pertimbangan sistematis lainnya.

Contohnya :

Akan diambil sampel dari populasi karyawan yang berjumlah 125. Karyawan ini diurutkan
dari 1 – 125 berdasarkan absensi. Peneliti bisa menentukan sampel yang diambil berdasarkan
nomor genap (2, 4, 6, dst) atau nomor ganjil (1, 2, 3, dst), atau bisa juga mengambil nomor
kelipatan (2, 4, 8, 16, dst)

Proportionate Stratified Random Sampling

Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling namun penentuan sampelnya
memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.
Misalnya, populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan rumus Slovin (lihat
contoh di atas) dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95. Populasi sendiri
terbagi ke dalam tiga bagian (marketing, produksi dan penjualan) yang masing-masing
berjumlah :

Marketing         : 15
Produksi           : 75
Penjualan        : 35

Maka jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masinng bagian tersebut ditentukan
kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang
ditentukan

Marketing         : 15 / 125 x 95              = 11,4 dibulatkan 11


Produksi           : 75 / 125 x 95              = 57
Penjualan        : 35 / 125 x 95             = 26.6 dibulatkan 27

Sehingga dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.

Teknik ini umumnya digunakan pada populasi yang diteliti adalah keterogen (tidak sejenis)
yang dalam hal ini berbeda dalam hal bidangkerja sehingga besaran sampel pada masing-
masing strata atau kelompok diambil secara proporsional untuk memperoleh

Disproportionate Stratified Random Sampling

Disproporsional stratified random sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan
proportionate stratified random sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun,
ketidakproporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika anggota
populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya.

Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan
tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak seimbang
yaitu :

SMP     : 100 orang


SMA     : 700 orang
DIII     : 180 orang
S1          : 10 orang
S2          : 10 orang

Jumlah karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil
dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan
sebagai sampel

Cluster Sampling

Cluster sampling atau sampling area digunakan jika sumber data atau populasi sangat luas
misalnya penduduk suatu propinsi, kabupaten, atau karyawan perusahaan yang tersebar di
seluruh provinsi. Untuk menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi
terlebih dahulu ditetapkan secara random, dan menentukan jumlah sample yang digunakan
pada masing-masing daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified
random sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.

Contoh :

Peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar di tingkat SMU.
Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat banyak
dan terbagi dalam berbagai provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan dalam tahapan
sebagai berikut :

Tahap Pertama adalah menentukan sample daerah. Misalnya ditentukan secara acak 10
Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.

Tahap kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya
disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka diambil secara
acak SMU tingkat Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten
Sampel), dan seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan sampel.
Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMU yang dijadikan sampel ini diharapkan akan
menggambarkan keseluruhan populasi secara keseluruhan.

2. Non Probabilty Sampel


Non Probability artinya setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang
yang sama sebagai sampel. Teknik-teknik yang termasuk ke dalam Non Probability ini antara
lain : Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Sampling Insidential, Sampling Purposive,
Sampling Jenuh, dan Snowball Sampling.

Sampling Kuota,

Adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri
tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.

Misalnya akan dilakukan penelitian tentang persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar
guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel kuota dapat ditetapkan masing-masing 10
siswa per sekolah.

Sampling Insidential,

Insidential merupakan teknik penentuan sampel secara kebetulan, atau siapa saja yang
kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan karakteristik
sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel.

Misalnya penelitian tentang kepuasan pelanggan pada pelayanan Mall A. Sampel ditentukan
berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut, maka siapa
saja yang kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang berusia di atas 15 tahun)
akan dijadikan sampel.

Sampling Purposive,

Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus


sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar daya
tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang
mengetahui dengan jelas permasalahan ini. Atau penelitian tentang pola pembinaan olahraga
renang. Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih renang yang dianggap memiliki
kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.
Sampling Jenuh,

Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika
populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Saya sendiri lebih senang menyebutnya total
sampling.

Misalnya akan dilakukan penelitian tentang kinerja guru di SMA XXX Jakarta. Karena
jumlah guru hanya 35, maka seluruh guru dijadikan sampel penelitian.

Snowball Sampling

Snowball sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian
terus membesar ibarat bola salju (seperti Multi Level Marketing….). Misalnya akan
dilakukan penelitian tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula adalah
5 orang Napi, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain sehingga sampel atau
responden teruuus berkembang sampai ditemukannya informasi yang menyeluruh atas
permasalahan yang diteliti.

Teknik ini juga lebih cocok untuk penelitian kualitatif.

C. Yang perlu diperhatikan dalam Penentuan Ukuran Sampel

Ada dua hal yang menjadi pertimbannga dalam menentukan ukuran sample. Pertama
ketelitian (presisi) dan kedua adalah keyakinan (confidence).

Ketelitian mengacu pada seberapa dekat taksiran sampel dengan karakteristik populasi.
Keyakinan adaah fungsi dari kisaran variabilitas dalam distribusi pengambilan sampel dari
rata-rata sampel. Variabilitas ini disebut dengan standar error, disimbolkan dengan S-x

Semakin dekat kita menginginkan hasil sampel yang dapat mewakili karakteristik populasi,
maka semakin tinggi ketelitian yang kita perlukan. Semakin tinggi ketelitian, maka semakin
besar ukuran sampel yang diperlukan, terutama jika variabilitas dalam populasi tersebut
besar.

Sedangkan keyakinan menunjukkan seberapa yakin bahwa taksiran kita benar-benar berlaku
bagi populasi. Tingkat keyakinan dapat membentang dari 0 – 100%. Keyakinan 95% adalah
tingkat lazim yang digunakan pada penelitian sosial / bisnis. Makna dari keyakinan 95%
(alpha 0.05) ini adalah “setidaknya ada 95 dari 100, taksiran sampel akan mencerminkan
populasi yang sebenarnya”.

Anda mungkin juga menyukai