Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TAFSIR TARBAWI

Tentang

POTENSI BELAJAR DALAM AL-QUR’AN

( Tafsir Qs. An- Nahl ayat 78 dan Qs. Ar-Rum ayat 30)

Disusun Oleh :

Nama : Rahmi Syafitri

Nim : 1814080016

No. Absen : 14

Dosen Pembimbing :

Azhariah Fatia, MA.

JURUSAN TADRIS IPA ( FISIKA ) A

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

TAHUN 2020 M / 1441 H

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah Subhana`hu wa ta`ala yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga ananda dapat menyelesaikan
makalah pada mata kuliah Tafsir Tarbawi dengan judul “Potensi Belajar Dalam
Al-Qur’an ( Tafsir Qs. An- Nahl ayat 78 dan Qs. Ar-Rum ayat 30)”.

Shalawat serta salam tidak bosan-bosannya kita sampaikan kepada


junjungan kita Baginda Nabi Muhammad Salallahhu`alaihi wa sallam yang telah
membawa kita selaku umat manusia dari zaman jahiliyyah kepada zaman
Islamiyah dan memerankan fungsi kekhalifahan dengan baik sehingga dipilih oleh
Allah sebagai Uswatun Hasanah bagi seluruh umat seperti yang kita rasakan pada
saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen pembimbing kami Ustadzah


Azhariah Fatia, M.A. yang telah memberikan pengarahan kepada kami. Besar
harapan kami makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai bahan
pembelajaran.

Penulis menyadari dalam permbuatan makalah ini masih banyak


kekuragan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritikan dan saran yang dapat membangun, baik dari dosen maupun pembaca
sekalian, agar kedepannya tulisan kami sesuai kriteria yang di ajukan dosen.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
kita semua.

Padang, 27 Maret 2020

Rahmi Syafitri

2
A. PENGANTAR

Al-Qur’an Merupakan Firman Allah SWT yang dijadikan pedoman


hidup oleh kaum muslim yang tidak ada keraguan di dalamnya. Al-Qur’an
mengandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) yang menyangkut segala
aspek kehidupan manusia dan dalam berbagai permasalahannya. Al-Qur’an
bagaikan sumber mata air yang tidak pernah kering ketika manusia mengambil
dan mengkaji hikmah isi kandungan nya. Manusia sebagai makhluk yang oleh
Allah SWT diberikan Al-Qur’an sebagai pegangan, acuan dalam hidup. Sudah
tentu tergantung kemampuan dan daya nalar setiap orang dan kapanpun
masanya akan selalu hadir secara fungsional memecahkan problem
kemanusiaan.

Al-Qur’an sumber dari semua hukum Islam serta aspek-aspek


kehidupan manusia, termasuk dalam aspek pengetahuan.Sehingga dengan
mempelajari kandungan yang ada dalam al-Qur’an, manusia akan
mendapatkan manfaat yang berguna dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
Salah satu hal yang dapat dipelajari dan diambil manfaatnya bagi manusia
adalah bahwa, dalam al-Qur’an dijelaskan mengenai proses penciptaan
manusia dengan segala kemampuan dan potensi yang ada pada diri manusia.
Sungguh Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya penciptaan,
Hal ini di jelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya.(QS at-Tin.95:4)

Ayat di atas menjelaskan tentang karunia diberikan kepada manusia,


karena manusia diciptakan dengan sebaik-baik ciptaan. Bisa juga diartikan
bahwa kelebihan yang dikaruniakan kepada manusia yaitu berupa potensi
yang ada dalam diri manusia.Diantara makhluk Allah yang lain, Manusia
merupakan makhluk Allah yang memiliki kelebihan dan keistimewaan
dibanding makhluk Allah yang lain. Manusia diberikan potensi berupa akal

3
untuk berpikir. Dengan potensi itu manusia diangkat sebagai khalifah Allah di
muka bumi ini.

Proses belajar dan mengajar sebenarnya telah terjadi sejak


diciptakannya Adam, sebagai manusia pertama di bumi. Dalam kehidupan
manusiapun selalu penuh dengan kegiatan yang dilakukan dengan secara
sengaja ataupun tidak, terencana ataupun tidak, semuah itu menimbulkan
suatu pengalaman hidup yang pada dasarnya adalah hasil belajar.

Untuk lebih mempermudah membahas kajian selanjutnya maka dalam


tulisan ini penulis mengulas tentang belajar dalam perspektif Islam seperti
yang tertera dalam al-Qur’an dan al-Hadits, yang berkaitan dengan Potensi
Belajar Dalam Al-Qur’an.

B. POTENSI BELAJAR DALAM AL-QUR'AN


1. Pengertian Potensi Belajar

Potensi bisa disebut sebagai kekuatan, energi atau kemampuan


yang terpendam yang dimiliki dan belum dimanfaatkan secara optimal
(Prihabdi 2004:6). Potensi manusia secara umum diartikan sebagai
kemampuan yang dimiki manusia yang dapat dikembangkan dan di
optimalkan, jadi potensi dapat juga diartikan sebagai kemampuan
dasar yang dimiliki manusia dan untuk mengoptimalkannya manusia
harus mengembangkan serta melatihnya. Karena potensi dasar setiap
indifidu terpendam dalam diri maka perlu pengalaman serta upaya
untuk mengembangkan potensi tersebut salah satunya melalui
pendidikan.

2. Macam-macam Potensi yang Dimiliki Manusia

Potensi dalam diri manusia di katagorikan dalam empat


instrumen, pertama, insting(al- Gharizah), indra (al- Hawas), kognisi
(al-‘Aql), serta fisik (al-Jasad). Potensi tersebut mampu untuk
dikembangkan manusia dalam mempertajam kemampuanya, hal ini lah
yang membuat kemampuan manusia dapat berbeda beda tergantung

4
sejauh mana manusia tersebut mampu mengembangkanya.
(Hude.2006:)

a. Isting(al- Gharizah)
Dalam pandangan psikolog instink dikenal dengan istilah
dorongan dalam diri manusia berupa bawaan lahir dalam
melakukan sesuatu, semisal dorongan untuk bertahan hidup,
melahirkan perilaku menghisap ASI kemudian makan dan minum,
dorongan untuk mendapatkan keturunan kemudian muncul
perilaku seksual.(Hude 2006:96)
Instink di butuhkan manusia dalam kehidupan untuk
mendorong tingkah laku yang diperlukan sebagai upaya
mempertahankan kehidupan. Instink mendorong manusia berlaku
sesuai dengan fitrah manusia yang telah digariskan. Mengeluarkan
dapat diambil kesimpulan bahwa cara mengembangkan potensi
instink ini adalah dengan mengasah ketajaman instink melalui
pengalaman dalam hidup, karena instink merupakan respons
sepontan yang langsung menanggapi dalamprilaku manusia sehari-
harinya.
b. Indra (al- Hawas)
Potensi kedua yang diberikan pada manusia adalah indra,
Pada umunya kita mengenal lima indra pada diri manusia (panca
indra), yaitu pengelihatan, pendengaran, pengecap dan perasa
namun sebenarnya masih ada beberapa indra lagi yang kurang
populer seperti indra keseimbangan yang terletak pada lorong
dalam telinga, indra kinestetik di persendian. dua indra tersebut
bermanfat dan berfungsi sebagai pengorganisasian gerak tubuh
kita.
c. Kognisi (al-‘Aql)
Kata akal berasal dari bahasa arab yaitu al-‘aql. Kata
tersebut berasal dari ‘iqal (al bai’ir) atau tali kekang onta, yang
mengandung arti mencegah agar orang orang yang berakal sehat
tidak lepas dari jalur yang fisik (al-Jasad). manusia memiliki

5
potensi sebagai anugrah akal dengan kemampuan untuk
mengenal, mengetahui, dan mengungkap kembali berbagai hal
yang telah diketahui, kemampuan Nabi Adam As dalam
menyebut nama-nama benda (al asma) sebagai tanda yang jelas
bahwa potensi ini dianugrahkan sebagai manusia. Akal erat
kaitanya dengan kecerdasan (intellegence).
d. Fisik (al-Jasad).
Potensi fisik adalah potesi yang terkait dengan raga
manusia, salah satu hal yang melatar belakangi anjuran setiap
muslim belajar memanah, berkuda dan berenang adalah upaya
dalam pengoptimalan potensi fisik.
3. Faktor yang Mempengaruhi Potensi
a. Faktor dari dalam ( keturunan)
Keturuan seorang anak dalam keluarganya akan
mempengaruhi potensi yang dimiliki oleh anak tersebut. Misalnya
seorang anak yang eurunan bermain musik, maka tidak khyal jika
anak tersebut berpotensi pula dalam bidang musik. Contoh
keturunan lain ilmu pasti, keturunan bertubuh tinggi, keturunan
olagragawan dan lain sebagainya.
b. Faktor dari luar ( lingkungan)
Faktor dari luar yang amat besar pengaruhnya terhadap
potensi siswa adalah faktor rumah tangga. Rumah tangga tempat
anak dibesarkan, pendidikan dalam keluarga pertama sekali anak
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan. Oleh karena itu
orang tua adalah pendidik utama, karena mereka lebih dekat
dengan anak, terutama ibu yang mengasuh dari dalam kandugan
sampai tumbuh dewasa. Dengan demikian ibu memiliki
kesempatan yang sangat besar untuk memberi pendidikan dan
pengajaran pada anak dalam bentuk contoh, sikap dan petunjuk.
C. QS. AN-NAHL AYAT 78 TENTANG POTENSI BELAJAR DALAM
AL-QUR’AN

6
Artinya:“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

1. Mufradat
2. Tafsir Qs. An- Nahl ayat 78
Ayat di atas mengisyaratkan adanya tiga potensi yang
terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu;
a) (‫) السمع‬al-sam'a,
b) (‫ )األبصار‬al-abshar
c) ( ‫ )األفئدة‬al-af’idah.

Secara leksikal, kata al-sam'a berarti telinga yang


fungsinya menangkap suara, memahami pembicaraan.1 Al-sam'a
merupakan bentuk tunggal karena yang didengar selalu saja sama,
baik oleh satu orang maupun banyak orang dan dari arah mana pun
datangnya suara.2

Menurut Wahbah Az Zukhailiy dalam kitabnya All Tafsir


Al Munir arti mufradatnya adalah sebagai berikut : ‫ السمع‬artinya
pendengaran-pendengaran. ‫ االبصار‬berarti mengetahui atau melihat
sesuatu. diidentikkan pemaknaannya dengan term ra’ā yakni
“melihat”.3‫دة‬OO‫ األفئ‬bentuk jamak dari kata dasar ٌ‫وءاد‬OO‫ ف‬yang artinya
aneka hati yang disediakan oleh Allah SWT untuk pemahaman dan
perbaikan jiwa. Menurut M. Quraish Shihab ٌ‫ فوءاد‬ditafsiri dengan
arti akal. ‫ التعلمونشيئا‬tidak mengetahui sesuatu pun, yang oleh para

1
Ahmad Mustafa, Tafsir al –Maraghi, jilid V (Baerut : Daar al-Fikr, tth), h. 118.
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 7,
Cet. VIII ( Jakarta : Lentera Hati, 2007).
3
Abd bin Nuh dkk, Kamus Indonesia-Arab dan Arab-Indonesia,( Jakarta:Bentara Antar
Asia, 1991), hlm. 112.

7
pakar diartikan sebagai sebuah bukti bahwa manusia lahir tanpa
sedikit pengetahuanpun.4

Pengetahuan untuk mengenal dan membedakan antara


sebagian dengan sebagian yang lain, dan menjadikan perkara-
perkara yang kalian butuhkan di dalam hidup ini, sehingga kalian
dapat mengetahui jalan, lalu kalian menempuhnya untuk berusaha
mencari rizki dan barang-barang, agar kalian dapat memilih yang
baik dan meninggalkan yang buruk. Demikian halnya dengan
seluruh perlengkapan dan aspek kehidupan. Dengan harapan kalian
dapat bersyukur kepada-Nya dengan menggunakan nikmat-nikmat-
Nya dalam tujuannya yang untuk itu ia diciptakan, dapat beribadah
kepada-Nya, dan agar dengan setiap anggota tubuh kalian
melaksanakan ketaatan kepada-Nya.5

Ayat di atas menggunakan kata (‫مع‬OOOO‫( الس‬As-sam’u


/pendengaran dengan bentuk tunggal dan menempatkannya
sebelum kata (‫ار‬OO‫ )االبص‬al-abshor / penglihatan-penglihatan yang
berbentuk jamak serta (‫دة‬OO‫ )األفئ‬al-afidah/ aneka hati yang juga
berbentuk jamak.

Didahulukannya kata pendengaran atas penglihatan,


merupakan perurutan yang sungguh tepat, karena memang ilmu
kedokteran modern membuktikan bahwa indra pendengaran
berfungsi mendahului indra penglihatan. Ia mulai tumbuh pada diri
seseorang bayi pada pekan-pekan pertama. Sedangkan indra
penglihatan baru bermula pada bulan ketiga dan menjadi sempurna
menginjak bulan keenam. Adapun kemampuan akal dalam mata
hati berfungsi membedakan yang baik dan yang buruk, maka ini
berfungsi jauh sesudah kedua indra tersebut diatas. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perurutan penyebutan indra-indra

4
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah . hlm. 307.
5
Ahmad Mustafa, Tafsir al –Maraghi, jilid V Baerut : Daar al-Fikr, tth), hlm. 118.

8
pada ayat di atas mencerminkan tahap perkembangan fungsi indra-
indra manusia tersebut.

Selanjutnya dipilihnya bentuk jamak untuk penglihaan dan


hati, karna yang di dengar selalu saja sama, baik oleh seorang
maupun banyak orang dan dari arah manapun datangnya suara.
Dalam pandangan Al-Qur’an ada wujud yang tidak tampak
betapapun tajamnya mata kepala atau pikiran. Banyak hal yang
tidak dapat terjangkau oleh indra, bahkan oleh akal manusia. Yang
dapat menangkapnya hanyalah hati, melalui wahyu, ilham, atau
intuisi. Dari sini pula sehingga Al-Qur’an, disamping menuntun
dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga
memerintahkan agar mengasah akal, yakni daya pikir dan
mengasuh pula daya kalbu.6

Dalam bahasa Al-Qur’an, hati terkadang diungkapkan


dengan kata qalbu atau dengan kata fu’aad, untuk menjelaskan
suatu alat (organ) pemahaman pada diri manusia. Hal ini meliputi
apa yang diistilahkan dengan akal, juga potensi inspiratif (ilham)
pada diri manusia yang tersembunyi dan diketahui hakikatnya serta
cara kerjanya. Allah memberimu pendengaran, penglihatan, dan
hati itu dalam ranggka, “agar kamu bersyukur.”

Jadi agar kamu bersyukur apabila kamu memahami betul


nilai yang terkandung pada nikmat-nikmat tersebut dan nikmaat-
nikmat Allah lain yang diberikan kepadamu. Ekspresi syukur yang
pertama adalah dalam bentuk beriman kepada Allah sebagai
Sesembahann Yang Maha Esa.7

3. Mengenal Potensi Belajar dalam Qs. An-Nahl ayat 78

Adapun mengenai potensi belajar, ayat ini secara jelas


mengungkap tiga alat potensi belajar untuk manusia, yaitu:
6
Ibid.
7
Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 7, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), hlm.
200-201

9
a. ‫مع‬EE‫( الس‬pendengaran), yakni alat fisik yang berguna untuk
menerima informasi visual;
b. ‫ار‬EEE‫(الءبص‬penglihatan-penglihatan), yakni alat fisik yang
berguna untuk menerima informasi verbal;
c. ‫دة‬EE‫( األفئ‬aneka hati), adalah gabungan daya pikir dan daya
kalbu, yang menjadikan seseorang terikat, sehingga tidak
terjerumus dalam kesalahan dan kedurhakaan. Dengan
demikian tercakup dalam pengertiannya potensi meraih ilham
dan percikan cahaya ilahi.
4. Nilai pendidikan dalam Qs. An-Nahl ayat 78

Adapun kandungan nilai pendidikan yang dapat kita petik


dari ayat di atas yaitu:

a. Pendidikan yang ingin dicapai oleh al-Quran


adalah ‫كرون‬EEE‫تش‬  , yaitu membina manusia guna mampu
menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-
Nya.
b. Manusia yang dibina adalah makhluk yang memilki unsur-
unsur material (jasmani) -dalam hal ini diwakili oleh
kalimat ‫ون‬EE‫ بط‬, ‫مع‬EE‫ الس‬, ‫ار‬EE‫األبص‬ -dan immaterial (ruhani/akal
dan jiwa) -diwakili oleh kalimat‫األفئدة‬   -Pembinaan akalnya
menghasilkan ilmu, pembinaan jiwanya menghasilkan
kesucian dan etika, sedangkan pembinaan jasmaninya
menghasilkan keterampilan. Dengan penggabungan unsur-
unsur tersebut, terciptalah makhluk dwi dimensi dalam satu
keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman. Itu
sebabnya dalam pendidikan Islam dikenal istilah adab al-
dindan adab al-dunya. Dengan potensi tersebut mereka
dapat belajar.
c. Ayat ini jika dikaitkan dengan pendidikan, maka seorang
guru dalam membelajarkan peserta didik harus
memperhatikan tahap perkembangan fiasi dan psikisnya,

10
sehingga guru dapat menggunakan metode
pembelajarannya dengan tepat dan efektif.
d. Jika menghubungkan ayat di atas dengan pendidikan, maka
guru dituntut untuk bersikap bijak di dalam memberikan
penilaian terhadap peserta didiknya, karena kondisi
kejiwaan dan daya nalarnya berbeda-beda.

D. QS. AR-RUM AYAT 30 TENTANG POTENSI BELAJAR

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Islam) dalam keadaan


lurus. Fitrah yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan
pada ciptaan Allah. Itulah yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.

1. Mufrodat
2. Tafsir Qs. Ar-Rum ayat 30
aqim berasal dari kalimat ‫ام‬OO‫ود ق‬OO‫ة الع‬OO‫ وقوم‬/ aqa-mal u-da
waqawwamahu, yakni bila dia meluruskan kayu itu, artinya dia telah
meluruskan dan melapangkan kayu itu. Sedangkan makna yang
dimaksud disini ialah menerima agama Islam dan teguh di dalam
memegangnya.8
‫حنيفا‬/Hanifan berasal dari lafaz al-hanif. Artinya Allah dapat
diselidiki dalam diri manusia, yakni mau menerima kebenaran dan
persiapan untuk menemukannya. Artinya cenderung pada jalan lurus
dan meninggalkan kesesatan. Kata hanif, merupakan hal (keterangan)
bagi dhamîr (kata ganti) dari kata aqim atau kata al-wajh; bisa pula
mmerupakan hal bagi kata ad-din. Kata ( ‫) فطر‬fithrah terambil dari
kata fathara yang berarti mencipta9. Sementara pakar menambahkan,
fitrah adalan mencipta sesuatu pertama kali tanpa ada contoh
sebelumnya. Kata (‫) قيم‬qayyim terambil dari kata (‫) قام‬qama. Rujukan
antara lain pada makna kata (‫) أقم‬aqim pada awal ayat ini.

8
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (Semarang: Toha Putra, 1997), hal. 81.
9
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Alquran (Tangerang :
Lentera Hati, 2007), 35.

11
Dari surat Ar-Rum ayat 30 tersirat perintah kepada Nabi untuk
tidak menghiraukan gangguan kaum musrikin, karena ketika ayat ini
turun di Mekkah, masih cukup banyak gangguan yang terjadi. Makna
tersirat yang dipahami dari redaksi ayat di atas merupakan perintah
untuk selalumenghadapkan wajah. Maksudnya adalah hendaklah Nabi
dan umatnya untuk selalu percaya dan yakin akan kebenaran fitrah dari
Tuhan-Nya.10
Fitrah dalam ayat ini dipahami sebagai keyakinan tentang ke-
Esa-an Allah SWT yang telah di tanamkan oleh-Nya dalam diri setiap
insan. Pemahaman fitrah sebagai sesuatu yang ditanamkan kepada
setiap insan dinyatakan dalam hadis yang menyampaikan, bahwa
semua anak dilahirkan atas dasar fitrah, kemudian kedua orang tuanya
yang menjadikan anak tersebut menganut agama Yahudi, Nasrani dan
Majusi.11
Thahir Ibnu Asyur yang mengutip pendapat Ibn Athiyah
memahami, fitrah merupakan suatu keadaan atau kondisi penciptaan
yang terdapat dalam diri manusia dan menjadikanya memiliki potensi
mampu untuk membedakan ciptaan-ciptaan Allah serta mengenal
Tuhan dan syariat-Nya. Kondisi ini terjadi karena fitrah manusia
adalah apa yang diciptakan Allah dalam diri manusia dari jasad dan
akal (serta jiwa).12 Maka sejak akal itu tumbuh dalam diri manusia,
pengakuan akan adanya Maha Pencipta itu adalah fitrah. Proses itu
beriringan dengan tumbuhnya akal, bahkan bisa dikatakan bahwa dia
adalah sebagian dari yang menumbuh suburkan akal. Maka dapat
dikatakan bahwa kepercayaan akan adanya Yang Maha Kuasa adalah
fitrah atas diri manusia. Menentang atas adanya Allah, artinya ia telah
menentang fitrinya sendiri.13
Penetepan fitrah Allah terhadap penciptaan manusia sekali-kali
tidak ada pengantian. Artinya, bahwa Allah telah menentukan

10
Ibid., Hal. 52
11
Ibid., Hal. 53

12
Ibid., hal. 54.
13
Hamka, Tafsir al-Azhar (Surabaya: Pustaka Islam, 1966), 77

12
kepercayaan atas adanya Yang Maha Kuasa dan fitrah yang ada dalam
jiwa dan akal manusia,tidak akan dapat diganti oleh perkara lain. Imam
al-Bukhari mengatakan bahwa ciptaan Allah tidak dapat diganti oleh
perkara lain. Artinya agama Allah tidak dapat diganti karena ciptaan
pertama adalah agama pertama dan Fithrah al-Islam.
Itulah agama yang lurus, itulah agama yang bernilai tinggi.
Berharga buat direnungkan. Berpegang teguh dengan syariat yang
telah diatur oleh Allah berdasarkan fitrah yang bersih merupakan
tindakan yang lurus.

3. Potensi belajar dalam Qs. Ar-Rum AYAT 30

‫رة هللا‬OOO‫ فط‬maksudnya keyakinan tentang keesaan Allah swt.


Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama (naluri tadayyun), yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia
tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar, mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Dengan
adanya fitarah ini, maka seorang pelajar akan mendudukkan belajar
sebagai kewajiban dan merupakan penghambaan dirinya terhadap
Allah dan semakin yakin akan keEsaan Allah SWT

4. Nillai Pendidika dlam Qs. Ar-Rum Ayat 30


a. Kalimat  ‫فأقم وجهك‬ memberikan makna bahwa seorang siswa ketika
belajar harus memperhatikan dan menyimak dengan baik apa yang
disampaikan oleh guru, fokus pada materi pelajaran.
b. Kalimat ‫حنيفا‬ mengisyaratkan bahwa seorang guru harus
berkepribadian lurus (jujur dan amanah) tidak terpengaruh oleh
sifat-sifat buruk orang lain.
c. Kalimat  ‫رة‬OO‫فط‬  mengisyaratkan bahwa guru harus menanamkan
kepada muridnya secara terus-menerus atas keyakinannya tentang
kekuasaan Allah SWT yang telah ditanamkannya ke dalam diri
setiap insan.

13
d. Kalimat ‫ق هللا‬OOO‫ل لخل‬OOO‫ ي‬O‫د‬OOO‫التب‬  , mengisyaratkan bahwa guru harus
memberi pemahaman kepada muridnya bahwa hanya agama Islam
yang tidak disentuh oleh perubahan, sedang kepercayaan yang
dianut oleh kaum musyrikin (nasrani dan yahudi)  telah diubah
oleh syaitan.
e. Kalimat  ‫قيّم‬ menunjukkan bahwa guru harus memiliki kemantapan
dalam mengajar dan memilki kekuatan dalam menghadapi segala
tantangan, siswa harus memiliki kemantapan dalam belajar dan
memiliki kekuatan dalam berkompetensi/ bersaing dengan yang
lainnya.

E. Hadist yang berkaitan dengan Botensi Belajar

‫ قال رسوالهلل صلى اهلل عليو‬: ‫عن ايب ىريرة رضي اهلل عنو قال‬
‫ كل مولود يولدعلى الفطرة فابواه يهودانو او ينصر انو او‬: ‫وسلم‬

‫(ميجسنو )رواه البخارى ومسلم‬

Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: setiap anak yang lahir
itu suci, orang tuanyalah yang menjadikan yahudi, nasrani, dan majusi.(HR.
Bukhari dan Muslim)

DAFTAR PUSTAKA

Hamka, Tafsir al-Azhar (Surabaya: Pustaka Islam, 1966)


Mustafa, Ahmad Tafsir al –Maraghi, jilid V (Baerut : Daar al-Fikr, tth)
Nuh, Abd bin dkk, Kamus Indonesia-Arab dan Arab-Indonesia,
( Jakarta:Bentara Antar Asia, 1991)
Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 7, (Jakarta : Gema Insani
Press, 2003)

14
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Quran, Volume 7, Cet. VIII ( Jakarta : Lentera Hati, 2007).

15

Anda mungkin juga menyukai