Anda di halaman 1dari 5

NAMA : 170204134

KELAS :D.3.1 PSIK

NIM :170204134

1. melena merupakan suatu keadaan ketika tinja menjadi berwarna gelap atau kehitaman
yang disebabkan karena adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Saluran cerna
bagian atas meliputi organ kerongkongan (esofagus), lambung (gaster), hingga usus 12
jari (duodenum). Setidaknya sekitar 50 ml darah keluar dari saluran cerna saat melena
terjadi.

Melena yang berlangsung secara terus menerus atau sesekali namun dalam jumlah yang
masif dapat menimbulkan keadaan gawat darurat, yakni terjadinya kondisi syok akibat
kekurangan cairan dalam tubuh (syok hipovolemik). 

nyebab dan Faktor Risiko Melena

Melena terjadi akibat perdarahan saluran cerna atas. Perdarahan saluran cerna atas umumnya
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

 Peradangan pada kerongkongan (esofagitis)

Peradangan umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit refluks asam lambung
(Gastroesophageal Reflux Disease/GERD). Asam lambung yang bersifat korosif merusak
jaringan pada esofagus sehingga peradangan dapat terjadi. Selain itu, peradangan dapat terjadi
sebagai efek samping dari radioterapi.

 Robekan pada dinding kerongkongan (esofagus)

Umumnya terjadi pada pasien dengan sindroma Mallory-Weiss. 

 Pecah varises esofagus

Varises esofagus merupakan keadaan pembuluh darah vena mengalami pelebaran oleh karena
tekanan vena porta yang tinggi sehingga rentan mengalami pecah yang menyebabkan
perdarahan.

Vena porta yang tinggi seringkali terkait dengan adanya penyakit sirosis hepatis. Pecah varises
esofagus seringkali disertai dengan gejala muntah darah (hematemesis)

 Perdarahan lambung dan duodenum

Perdarahan organ-organ ini umumnya disebabkan oleh karena adanya tukak (ulcer).yang dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah infeksi H. pylori.

 Medikamentosa
Melena dapat terjadi akibat konsumsi obat-obatan jenis NSAID atau steroid dalam jangka waktu
yang panjang. Selain itu, penggunaan obat pengencer dapat menjadi salah satu penyebab dan
faktor risiko terjadinya melena. 

2. Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa
esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang lebih kecil
dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang
dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan
perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangna darah
tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam
berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan
gejala - gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak
digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai
oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan. Pada melena dalam
perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan
warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen
porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau
kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna
sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak
50 -100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72
jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut
menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama
7 – 10 hari setelah episode perdarahan tunggal.

 Tirah baring.
 Diet makanan lunak
 Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
 Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis melena)
 Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
 Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu CVP
monitor.
 Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
 Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan mempertahankan
kadar Hb 50-70% harga normal.
 Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari, karbosokrom (adona
AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis berguna untuk menanggulangi
perdarahan.
 Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh
usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatic.
 Pemasangan pipa naso-gastrik
 Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage
(kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air  pada
kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi
penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan
berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak
100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat
diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan
aspirasi lambung sudah jernih.
  Pemberian pitresin (vasopresin)
 Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti.
Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi
vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut
terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung
koroner/iskemik.
1) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB
tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat
pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti
laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
2) Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
3) Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi
esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik
1) Airway
2) Brething
3) Circulation
4) Disability
5) Exposure
6) Secondary Survey

1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan,
pembekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT,
albumin, globulin)
b) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
c) CPKMB, LDH, AST
d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
e) Sel darah putih (10.000-20.000).
f) GDA (hipoksia).
g) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati

Anda mungkin juga menyukai