Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Farahmita (2008) tujuan suatu perusahaan adalah untuk dapat
menjaga kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta dapat
meningkatkan profitabilitas dari waktu ke waktu. Ketiga hal tersebut dapat
menjadi pedoman menuju arah strategis semua organisasi bisnis. Semakin
derasnya arus teknologi dan informasi, perusahaan dituntut untuk lebih dapat
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam persaingan
global. Kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat ditentukan oleh berbagai
strategi yang diterapkan oleh perusahaan. Salah satu strategi yang dapat
digunakan perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis global ini adalah
dengan mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas
produk atau jasa dan meningkatkan kemampuan untuk memberi respon
terhadap berbagai kebutuhan pelanggan. Perusahaan dapat mengelola
usahanya dengan efektif dan efisien dengan adanya suatu sistem informasi
yang sistematik yang dapat berguna untuk menghadapi persaingan global yang
sangat pesat dan kompleks.
Persaingan global yang terjadi tersebut pun membuat perusahaan
dituntut untuk memproduksi lebih banyak jenis barang dan jasa. Kegiatan
produksi barang dan jasa yang berbeda akan mengakibatkan permintaaannya
juga bervariasi atas sumber daya yang diperlukan untuk memproduksinya.
Bervariasinya sumber daya yang diperlukan untuk memproduksi suatu
produk, maka perusahaan pun harus dapat menggunakan sumber daya tersebut
dengan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan perusahaan lain yang
sejenis. Perhitungan biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan untuk
menghasilkan suatu produk pun haruslah akurat, sehingga perusahaan dapat
menentukan harga jual yang kompetitif di pasar global ini. Manajemen sering
kali mengabaikan perhitungan biaya produksi secara akurat yang dapat
mengakibatkan perusahaan tersebut tidak mampu bersaing di pasaran. Oleh
karena itu, manajer suatu perusahaan membutuhkan suatu informasi mengenai
biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk secara
akurat.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjeaskan keterbatasan penentuan konvensional
2. Menjelaskan Konsep dasar penentuan KOS produk berbasis aktivitas
3. Menjelaskan pendalaman konsep penentuan KOS berbasis aktivitas
4. Menjelaskan implementasi konsep ABC
5. Menjelaskan system manufaktur JIT dan penentuan KOS

1.3 Tujuan Penelitian


1. Utuk mengetahui kterbatasan penentuan konvensional
2. Untuk mengetahui konsep dasar penentuan KOS produk berbasis aktivitas
3. Untuk menegetahui pendalaman konsep penentuan KOS berbasis aktivitas
4. Untuk mengetahui implementasi konsep ABC
5. Untuk mengetahui system JIT dan penentuan KOS

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENENTUAN KOS PRODUK MANAJEMEN BIAYA DI LINGKUNGAN


INDUSTRI MAJU

1. KETERBATASAN PENENTUAN KOS KONVENSIONAL

Cara penetuan harga (pricing) yang cermat dan akurat diperlukan karena
kesalahandalam menentukan harga akan berakibat fatal. Kecermatan dalam
menetukan harga sangattergantung pada ketelitian penetuan biaya produksi
(costing). Dalam lingkungan industri yangsudah berubah, maka komposisi biaya
produksi mengalami perubahan, yaitu elemen biaya produksi tidak langsung
(biaya overhead pabrik) menjadi besar. Hal ini disebabkan karena sistem
akuntansi biaya dirancang untuk menghasilkan informasi biaya produksi,
sedangkan informasibiaya yang berkaitan dengan kegiatan perancangan dan
pengembangan serta pemasaran produkdianggap sebagai “period cost” dan
dibebankan ke rugi/laba pada periode terjadinya

1) Pembebanan Biaya Over Head Pabrik

Biaya overhead pabrik (manufacturing overhead costs) adalah biaya produksi


yang tidak masuk dalam biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja langsung.
Apabila suatu perusahaan juga memiliki departemen-departemen lain selain
departemen produksi maka semua biaya yang terjadi di departemen pembantu
tersebut (termasuk biaya tenaga kerjanya) dikategorikan sebagai biaya
overhead pabrik.

Pembebanan biaya overhead pabrik atas dasar tarif adalah Tarif biaya overhead
pabrik yang telah ditentukan di muka kemudian digunakan untuk membebankan
biaya overhead pabrik kepada produk yang diproduksi. Jika perusahaan
menggunakan metode full costing di dalam penentuan harga pokok produksinya,
produk akan dibebani biaya overhead pabrik dengan menggunakan tarif biaya
overhead pabrik variabel dan tarif biaya overhead tetap. Jika perusahaan
menggunakan metode variable costing di dalam penentuan harga pokok
produksinya, produk akan dibebani biaya overhead pabrik dengan menggunakan
tarif biaya overhead pabrik variabel saja.

3
2) Penentuan Biaya Overhead pada Perusahaan yang Menghasilkan Produk
Tunggal

Metode ini adalah yang paling sederhana dan yang langsung membebankan biaya
overhead pabrik kepada produk. Beban biaya overhead pabrik untuk satuan
produk dihitung dengan rumus sbb :

Taksiran Biaya Overhead Pabrik

Taksiran Jumlah Satuan Produk yang dihasilkan= Tarif Biaya Overhead Pabrik


per satuan

3) Penentuan Biaya Overhead pada Perusahaan yang Menghasilkan Banyak


Produk dengan Unit-Based Cost Driver

4) Perhitungan Tarif dan Pembebanan BOP (Konvensional)

Dalam menentukan dasar pembebanan biaya overhead pabrik yang akan


digunakan untuk menghitung tarif biaya overhead pabrik itu sendiri, ada
beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menghitung tafsiran dasar
pembebanan yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan jumlah satuan produk
Cara ini biasanya digunakan oleh perusahaan yang memproduksi satu jenis
produk saja. Cara ini langsung membebankan biaya overhead pabrik dengan
produk. Dasar pembebanan biaya overhead pabrik untuk setiap produk yang
diproduksi dapat dihitung dengan rumus:
Tarif biaya overhead pabrik per satuan produk = tafsiran biaya
overhead pabrik dibagi dengan tafsiran jumlah satuan produk yang
dihasilkan

2. Berdasarkan biaya bahan baku


Dasar pembebanan biaya overhead pabrik berupa harga pokok bahan baku
yang akan digunakan untuk proses produksi. Rumus yang digunakan sebagai
berikut:
Persentase biaya overhead pabrik berdasarkan biaya bahan baku =
Tafsiran biaya overhead pabrik dibagi dengan tafsiran biaya bahan
baku yang digunakan kemudian dikali 100%

4
Semakin besar biaya bahan baku yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu
produk maka semakin besar pula biaya overhead pabrik yang dibebankan
terhadap produk tersebut.

3. Berdasarkan biaya tenaga kerja langsung


Cara ini digunakan jika biaya overhead pabrik berkaitan erat dengan jumlah
upah tenaga kerja langsung dari berbagai tingkatan yang terdapat dalam
perusahaan. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:
Persentase biaya overhead pabrik berdasarkan biaya tenaga kerja
langsung =
Tafsiran biaya overhead pabrik dibagi dengan tafsiran biaya tenaga
kerja langsung kemudian dikali 100%

4. Berdasarkan jam mesin


Cara ini digunakan jika biaya overhead pabrik bervariasi yang didasarkan
pada waktu penggunaan mesin. Rumus yang digunakan adalah:
Tarif biaya overhead pabrik per jam mesin = tafsiran biaya overhead
pabrik dibagi dengan tafsiran jam kerja mesin

5. Berdasarkan jam tenaga kerja langsung


Cara ini digunakan jika biaya overhead pabrik berkaitan erat dengan waktu
untuk memproduksi suatu produk. Rumus perhitungan yang digunakan
adalah:
Tarif biaya overhead pabrik jam tenaga kerja langsung = tafsiran biaya
overhead pabrik dibagi dengan tafsiran jam tenaga kerja langsung

2.2 KONSEP DASAR PENENTUAN KOS PRODUK BERBASISAKTIVITAS

Sistem penentuan kos produk berbasis aktivitas (ABC) adalah sebuah sistem yang
pertamakali menelusur biaya ke aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut dan
membebankan biayaaktivitas kepada produk. Sistem penentuan kos produk
konvensional juga menentukan kos produk melalui 2 tahap, yaitu menelusur biaya
ke tempat terjadinya biaya (misalnya departemen), kemudian membebankan biaya
ke produk. Dengan pola seperti itu, ada perbedaan pada langkah pertama,
sedangkan pada langkah kedua tidak ada perbedaan sama sekali. Perbedaan
pokok antaraABC dengan sistem konvensional pada sifat dan jumlah cost driver
yang digunakan. ABCmenggunakan unit-based dan non unit-based, dan umumnya
jumlah cost driver yang digunakan jauh lebih banyak dlbandingkan dengan unit
based cost driver yang digunakan oleh sistemkonvensional. Implikasinya adalah

5
ABC mampu menghasilkan perhitungan biaya (kos) yang lebihakurat. Dari
perspektif manajerial, sistem ABC juga memberikan informasi tentang
seluruhaktivitas yang terkait dengan pembuatan produk dan biaya aktivitas.
Dengan informasi tersebut,manajemen dapat memusatkan perhatian pada aktivitas
yang memiliki peluang untuk penghematan biaya (cost saving).

Langkah 1: Penggolongan Aktivitas dan Penghitungan Tarif

Tahap pertama penentuan kos berbasis aktivitas adalah mengidentifikasi aktivitas


yangterkait, menghubungkan biaya dengan setiap aktivitas, untuk menentukan
besarnya biaya setiapaktivitas, dan mengelompokkan biaya aktivitas sesuai
dengan homoginitasnya ke dalam kelompok biaya sejenis. 

Aktivitas adalah pekerjaan yang dilaksanakan dalam sebuah organisasi. Aktivitasd
apat pula diartikan sebagai sebuah kumpulan tindakan yang diaksanakan di dalam
sebuahorganisasi yang bermanfaat untuk penentuan kos berbasis aktivitas. Dengan
demikian, idantifikasiaktivitas mencakup identifkasi seluruh pekerjaan yang
dilaksanakan dalam proses produksi, mulaidari penanganan bahan baku, inspeksi,
perekayasaan proses, dan sebagainya

Langkah 2: Pembebanan Bop dan Penghitungan Kos Produk

Pembebanan BOP Adalah Tarif biaya overhead pabrik yang telah ditentukan di
muka kemudian digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik kepada
produk yang diproduksi

Biaya produksi adalah akumulasi dari semua biaya-biaya yang dibutuhkan


dalam proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk atau
barang.

2.3 Penentuan KOS berbasis aktivitas – PENDALAMAN KONSEP

Semakin derasnya arus teknologi dan informasi,  perusahaan dituntut untuk


lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam
persaingan global. Kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat ditentukan oleh
berbagai strategi yang diterapkan oleh perusahaan. Salah satu strategi yang dapat
digunakan perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis global ini adalah dengan
mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas produk
atau jasa dan meningkatkan kemampuan untuk memberi respon terhadap berbagai
kebutuhan pelanggan.
Bervariasinya sumber daya yang diperlukan untuk memproduksi suatu
produk, maka perusahaan pun harus dapat menggunakan sumber daya tersebut
dengan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan perusahaan lain yang
sejenis. Perhitungan biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan untuk

6
menghasilkan suatu produk pun haruslah akurat, sehingga perusahaan dapat
menentukan harga jual yang kompetitif di pasar global ini.
Manajemen sering kali mengabaikan perhitungan biaya produksi secara
akurat yang dapat  mengakibatkan perusahaan tersebut tidak mampu bersaing di
pasaran. Oleh karena itu, manajer suatu perusahaan membutuhkan suatu informasi
mengenai biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk
secara akurat. Pembebanan setiap biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu unit
produk dengan suatu metoda dapat membantu manajemen memperoleh informasi
mengenai biaya produksi satu unit produk dengan lebih akurat. Metoda ini
didalam akuntansi manajemen dinamakan sebagai metoda Activity Based Costing
(ABC) System.
Metode Activity Based Costing (ABC) System menghitung setiap biaya pada
masing-masing aktivitas dengan dasar alokasi yang berbeda untuk masing-masing
aktivitas. Banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mengadopsi metode
ini dalam penghitungan biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap produk.
Umumnya metode yang digunakan oleh perusahaan yang berada di Indonesia
adalah pemerataan biaya secara umum untuk masing-masing produk. Padahal
masing-masing produk tersebut kenyataannya tidak menggunakan sumber daya
dalam jumlah yang sama.
Metode manajemen biaya yang canggih seperti Activity Based Costing
(ABC) banyak diterapkan pada perusahaan – perusahaan dunia. ABC membantu
perusahaan mengurangi distorsi yang disebabkan oleh sistem penentuan harga
pokok tradisional, sehingga dengan ABC dapat diperoleh biaya produk yang lebih
akurat. ABC menyediakan pandangan yang jelas bagaimana perusahaan
membedakan produk, jasa dan aktivitas yang memberikan kontribusi dalam
jangka panjang. Sistem ABC telah dikembangkan dan diimplementasikan pada
banyak perusahaan seperti Hewlett-Packard, General Electric, Merck,
AT&T, dan American Express.
 Activity-Based Costing
Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang
mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan
mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari
aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk
berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang
produk yang bersangkutan.
Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan
informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam
berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong
oleh:
o Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan
untuk cost effective
o Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi
biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi
dari primary cost.
o Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven
strategy.
Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional:

7
o Akuntansi biaya tradisional dirancang hanya menyajikan informasi
biaya pada tahap produksi
o Alokasi biaya overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga
kerja langsung atau hanya dengan volume produksi.
o Ada diversitas produk, dimana masing-masing produk
mengkonsumsi biaya overhead yang berbeda beda.
Dalam sistem kalkulasi biaya tradisional biaya overhead dialokasikan secara
arbitrer  kepada harga pokok produk. Hal ini akan menghasilkan harga pokok
produk yang tidak akurat atau terjadinya distorsi penentuan harga pokok produk
per unit sehingga tidak bisa diandalkan dalam mengukur efisiensi dan
produktivitas.
Penentuan harga pokok per unit yang lebih akurat penting bagi manajemen
sebagai dasar untuk pembuatan keputusan. Manajemen dapat dipermudah dalam
membuat berbagai keputusan, antara lain:
 menentukan harga jual
 mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan
 memantau realisasi biaya
 menghitung laba/rugi tiap pesanan
 menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk
dalam proses yang akan disajikan di neraca.
Agar tidak terjadi distorsi penentuan harga pokok per unit, banyak
perusahaan yang mengadopsi penggunaan sistem penentuan harga pokok (costing)
berbasis aktivitas (ABC) dengan harapan manajemen melakukan analisis
profitabilitas, mendorong perbaikan proses, mengembangkan ukuran kinerja yang
lebih inovatif, dan dapat berpartisipasi dalam perencanaan strategis.
Perbandingan Sistem Tradisional dan ABC
Metode ABC memandang bahwa biaya overhead dapat dilacak dengan
secara memadai pada berbagai produk secara individual. Biaya yang ditimbulkan
oleh cost driver berdasarkan unit adalah biaya yang dalam metode tradisional
disebut sebagai biaya variabel.
Metode ABC memperbaiki keakuratan perhitungan harga pokok produk
dengan mengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap bervariasi dalam
proporsi untuk berubah selain berdasarkan volume produksi. Dengan memahami
apa yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat dan menurun, biaya
tersebut dapat ditelusuri ke masing-masing produk. Hubungan sebab akibat ini
memungkinkan manajer untuk memperbaiki ketepatan kalkulasi biaya produk
yang dapat secara signifikan memperbaiki pengambilan keputusan (Hansen  dan 
Mowen, 2004: 157-158).

8
Penggolongan Aktivtas dan Homoginitas

Untuk tujuan penentuan kos, aktivitas yang saling berkaitan digabungkan ke


sebuah kelompok yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengelompokan
biaya seenis (homogeneus cost pool). Pengelompokan aktivitas ini mengurangi
umlah tarif BOP, menyederhanakan tugas penentuan kos berbasis aktivitas secara
keseluruhan.

Klarifikasi tingkat aktivitas , Tahap pertama dengan membentuk


kelompok aktivitas adalah pengelompokan aktivitas kedalam salah satu dari empat
kategori aktivitas, yaitu (1) unit level, (2) batch level, (3) product level, dan (4)
facility level. Penggolongan ini memudahkan penentuan kos karena biaya
aktivitas yang dihubungkan dengan kelompok-kelompok tersebut memudahkan
memahami berbagai macam cost drivers. Unit-level activities adalah aktivitas
yang dilaksanakan setiap diproduksinya sekelompok (batch) product. Batch-level
activities adalah aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan setiap diproduksinya
sekelompok Batch. Besarnya biaya aktivitas ini tergantung pada jumlah batch.
Namun jika dihubungkan dengan jumlah unit dalam setiap batch, maka biaya ini
bersifat tetap. Product-level (sustaining) activities adalah aktivitas yang
dilaksanakan untuk mendukung berbagai macam produk yang produk atau
memungkinkan produk dihasilkan dan dijual. Facillity-level activities adalah
aktivitas yang mendukung proses manufaktur umum yang dilakukan oleh pabrik.
Aktivitas ini memberikan manfaat bagi organisasi secara umum, namun tidak
memberikan manfaat bagi setiap jenis produk secara langsung.

Klarifikasi Driver. Dari keempat kelompok aktivitas tersebut, tiga


diantaranya level, batch-level dan produk level berisi aktivitas yang berhubunga
dengan produk.. Untuk tiga kelompok aktvitas ini, kebutuhan dapat diukur per
jenis produk. Aktivitas dalam ketiga kelompok aktivitas ini, kebutuhan dapat
diukur per jenis produk. Aktivitas dengan rasio konsumsi sama menggunakan
cost-driver yang sama untuk mengalokasikan biaya. Dengan demikian, seluruh
aktivitas dalam setiap kelompok yang memliki cost driver yang sama
dikelompokkan dalam sebuah kelompok baru yang berisi aktivitas dengan cost
driver yang sama dengan tingkat kegiatan yang sama pula.

Pembebanan Biaya. Tuuan utama dilakukannya klarifikasi biaya adalah


unruk membentuk homogeneus cost pool sehingga biaya aktivitas dapat
dibebankan kepada produk. Jika kelompok aktvitas homogen telah tebentuk, maka
homogeneus cost pool dapat dihitung dengan cara menumlahkan seluruh biaya
untuk setiap aktivtas yang tergabung dalam pool tersebut selanutnya,

9
Pembeban Biaya

Menurut Hansen & Mowen Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau di masa depan bagi organisasi.
Secara umum : Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan
untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga
pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Perbedaan
beban dengan biaya, antara lain :
 Biaya dapat dibedakan dengan beban, semua beban adalah biaya tetapi
tidak semua biaya menjadi beban.
 Perbedaan, biaya merupakan pengorbanan yang diharapkan manfaatnya
masa kini maupun di masa mendatang, tetapi beban merupakan biaya yang
telah dipakai dan tidak lagi dapat memberi manfaat di masa yang akan datang.
 Contoh : Biaya = pembelian bahan baku, sewa tempat, pembelian aset, dll.
Beban = beban listrik, beban gaji, beban administrasi, dll.
 Perbedaan lain ada pada penyajiannya dalam laporan keuangan. Jika beban
disajikan dalam laporan laba-rugi perusahaan, maka biaya dilaporkan dalam
laporan arus kas.
 Beban yang terjadi pada kegiatan operasional perusahaan yang
sehat lebih kecil dari pendapatan yang diperolehnya, jika tidak maka
dipastikan bahwa perusahaan tersebut mengalami kerugian
Metode pembebanan biaya dibagi menjadi tiga, antara lain :

A.Direct Tracing (Penelusuran Langsung).

10
Direct tracing merupakan penelusuran yang dilakukan untuk 
mengidentifikasi dan membebankan biaya yang berkaitan langsung dan fisik
dengan sebuah objek biaya. Penelusuran pada umumnya dilakukan dengan cara
pengamatan fisik komponen pembentuk produk. Misalnya biaya untuk membuat
sebuah baju antara lain bahan kain, kancing, benang, resleting, tenaga kerja, dan
lain sebagainya. Penelusuran langsung memiliki kelemahan pada pembebanan
biaya atas hal-hal yang secara tidak langsung berhubungan dengan sebuah produk,
misalnya jasa listrik, depresiasi alat, dll.

B. Driver Tracing (Penelusuran Penggerak).


Driver tracin dapat diartikan sebagai penggunaan penggerak aktivitas untuk
membebankan biaya pada objek biaya. Penggerak (driver)diartikan sebagai faktor
yang menyebabkan perubahan dalam penggunaan sumber daya dan memiliki
hubungan sebab-akibat dengan biaya yang berhubungan dengan objek biaya.
Driver tracing biasanya kurang akurat jika dibandingkan dengan metode
penelusuran langsung.

C. Inderict Cost/Allocation (Biaya Tak Langsung/Alokasi).


Biaya tidak langsung merupakan biaya-biaya yang tidak memiliki hubungan
kausal secara langsung dengan sebuah objek biaya, sehingga tidak memungkinkan
untuk membebankan biaya dengan cara penelusuran langsung maupun melalui
penggerak (driver). Sebagai akibat dari tidak adanya hubungan antara biaya yang
terjadi dengan objek biaya maka pengalokasian biaya tidak langsung dapat
dilakukan dengan menggunakan estimasi dan asumsi manajer keuangan.

Sistem akuntansi manajemen dibuat untuk mengukur & membebankan biaya


pada entitas yang disebut objek biaya. Objek biaya merupakan sebuah tujuan atau
sasaran dimana biaya diukur dan dibebankan sesuai dengan satuannya. Objek
biaya dapat berupa apapun, seperti : produk, pelanggan, departemen, proyek, dll.
Keakuratan adalah suatu konsep yang relatif & harus dilakukan secara wajar &
logis terhadap penggunaan metode pembebanan biaya. Tujuannya : mengukur &
membebankan biaya dari sumber daya yang dikonsumsi objek biaya.

Tarif Pool

Tarif pool atau cost pool adalah kelompok biaya yang disebabkan oleh
aktivitas yang bersama dengan satu dasar pembebanan (cost driver). Cost pool
mempermudah manaemen dalam pembebanan biaya- biaya yang timbul. Cost
pool berisi aktivitas yang biayanya memilki krelasi positif antara cost driver
dengan biaya aktivitas. Tiap-tiap cost pool menampung biaya-biaya transaksi
yang homogeny. Semakin tingi tingkat kesamaan aktivitas yang dilaksanakan
dalam perusahaan, semakin sedikit cost pool yang dibutuhkan untuk
membebankan biaya-biaya tersebut. Sistem biaya yang menggunakan beberapa

11
cost pool akan lebih menelaskan hubungan sebab akibat antara biaya yang timbul
dengan produk yang dihasilakan.

Cost pool berguna untuk mementukan Cost Pool Rate yang merupakan tarif
biaya overhead pabrik per unit cost driver yang dihitung untuk setiap kelompok
aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk
aktivitas kelompok tertentu dibagi dasar pengukuran aktivitas keompok tersebut.

Perbandingan Dengan Biaya konvensional

Pada dasarnya, informasi akuntansi manajemen digunakan untuk membantu


manajer menjalankan peranannya dalam pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan merupakan proses memilih diantara berbagai alternatif dalam
memaksimalkan penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien. Salah satu
keputusan manajerial yang penting mengenai efisiensi yaitu menyangkut
penggunaan metode cost of goods manufactured. Beberapa metode dalam
menentukan cost of goods manufactured yaitu dengan metode konvensional dan
metode Activity Based Costing.

Saat ini sebagian perusahaan masih menggunakan metode konvensional


dalam menentukan cost of goods manufactured, yang mengalokasikan biaya
overhead berdasarkan perubahan volume, berbasiskan jam mesin dan jam kerja
langsung. Metode perhitungan konvensional dalam perusahaan yang
menghasilkan lebih dari satu jenis produk akan menimbulkan kesulitan dalam
menyajikan biaya produksi yang akurat. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya
overhead dilakukan berdasarkan unit produksi, dari tiap jenis produk, sedangkan
proporsi sumber daya yang diserap oleh tiap jenis produk berbeda.

Karena itu, metode konvensional dapat mendistorsi biaya produksi per unit,
dimana produk dengan tingkat pengerjaan yang lebih rumit dikenai biaya yang
sama atau bahkan lebih rendah dari produk dengan tingkat pengerjaan yang tidak
terlalu rumit. Sehingga metode ini kurang mampu memberikan informasi yang
akurat dalam pembuatan keputusan. Biaya overhead pabrik dalam product cost
menjadi lebih tinggi dari prime cost dan perhitungan biaya secara konvensional
dianggap tidak dapat mengalokasikan biaya overhead ke product cost secara adil.

Activity Based Costing dikembangkan untuk menjawab keterbatasan


metode konvensional dari kebutuhan manajemen akan informasi cost of goods
manufactured yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai
aktivitas untuk menghasilkan cost of goods manufactured secara akurat.
Penerapan Activity Based Costing akan relevan bila biaya overhead pabrik
merupakan biaya yang paling dominan dan multiproduk.

12
Activity Based Costing dapat menelusuri aktivitas yang memberi nilai
tambah dan aktivitas yang tidak memberi nilai tambah yang ditakutkan dalam
menghasilkan suatu produk. Sehingga perusahaan dapat meminimalisasi aktivitas
yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk, yang akhirnya akan
menghasilkan produk bernilai tinggi dengan biaya seminimal mungkin. Hal ini
dikarenakan perhitungan metode ABC benar-benar mencerminkan konsumsi
sumber daya yang digunakan dalam proses produksi (Martusa et al., 2010).

Produk merupakan hasil aktivitas bisnis dan aktivitas tersebut


memanfaatkan sumber daya yang akan menimbulkan biaya. Biaya produk
dihubungkan ke aktivitas bisnis yang relevan kemudian dihubungkan ke sumber
daya yang dimanfaatkan. Hal ini menghasilkan perhitungan biaya produk yang
lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan menggunakan konsep tradisional.

Penggunaan teknologi yang semakin meningkat juga dapat menyebabkan


peningkatan biaya tetap seperti penyusutan, pemeliharaan mesin, dan asuransi
untuk peralatan otomatis. Dalam produksi, pemakaian mesin seperti telah
menggantikan tenaga kerja langsung. Penelitian mengenai penerapan metode
Activity Based Costing dalam menentukan cost of goods manufactured telah
banyak dilakukan. Namun yang menjadi kontribusi penelitian dalam hal ini yaitu
tingkat akurasi pembebanan overhead melalui penerapan metode konvensional
dibandingkan dengan metode Activity Based Costing, sebagai proxy dalam
menentukan perhitungan cost of goods manufactured.

Pemilihan Cost Driver

Cost Driver
Landasan penting untuk menghitung biaya berdasarkan aktivitas adalah
dengan mengidentifikasi pemicu biaya atau cost driver untuk setiap aktivitas.
Pemahaman yang tidak tepat atas pemicu akan mengakibatkan ketidaktepatan
pada pengklasifikasian biaya, sehingga menimbulkan dampak bagi manajemen
dalam mengambil keputusan.
Jika perusahaan memiliki beberapa jenis produk maka biaya overhead yang terjadi
ditimbulkan secara bersamaan oleh seluruh produk. Hal ini menyebabkan jumlah
overhead  yang ditimbulkan oleh masingmasing jenis produk harus diidentifikasi
melalui cost driver.
Cost driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya 
overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktifitas yang
akan menyebabkan biaya dalam aktifitas.
Ada dua jenis cost driver, yaitu:
Cost Driver berdasarkan unit
Cost Driver berdasarkan unit membebankan biaya overhead pada produk melalui
penggunaan  tarif overhead tunggal oleh seluruh departemen.
 Cost Driver berdasarkan non unit

13
Cost Driver berdasarkan non unit merupakan factor-faktor penyebab selain unit
yang menjelaskn konsumsi overhead. Contoh cost driver berdasarkan unit pada
perusahaan jasa adalah luas lantai, jumlah pasien, jumlah kamar yang tersedia.
Aktivitas yang ada dalam perusahaan sangat kompleks dan banyak jumlahnya.
Oleh karena itu perlu pertimbangan yang matang dalam menentukan pemicu
biayanya atau cost driver.
 Penentuan jumlah cost driver yang dibutuhkan
Penentuan banyaknya cost driver yang dibutuhkan berdasarkan pada keakuratan
laporan product cost yang diinginkan dan kompleksitas komposisi output
perusahaan. Semakin banyak cost driver yang digunakan, laporan biaya produksi
semakin akurat. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat keakuratan yang
diinginkan, semakin banyak cost driver yang dibutuhkan.

 Pemilihan cost driver yang tepat.


Dalam pemilihan cost driver yang tepat ada tiga faktor yang harus
dipertimbangkan:
 Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam
pemilihan cost driver (cost of measurement).  Cost driver yang membutuhkan
biaya pengukuran lebih rendah akan dipilih.
 Korelasi antara konsumsi aktivitas yang diterangkan oleh cost
driver terpilih dengan konsumsi aktivitas sesungguhnya 20 (degree of
correlation). Cost driver yang memiliki korelasi tinggi akan dipilih.
 Perilaku yang disebabkan oleh cost driver terpilih (behavior
effect). Cost driver yang menyebabkan perilaku yang diinginkan yang akan
dipilih.

ABC dan Perusahaan Jasa

Sistem ABC ( Activity Based Costing System ) menjadikan aktivitas sebagai


titik pusat kegiatannya. Oleh karena itu aktivitas dapat dijumpai baik di
perusahaan manufaktur, jasa, dan dagang, serta organisasi sektor publik dan
organisasi nirlaba, maka sistem ABC ini dapat diterapkan sama baiknya di
berbagai jenis organisasi tersebut. Di sini akan di jelaskan mengenai sistem ABC
(Activity Based Costing System) apakah dapat di terapkan pada perusahaan jasa,
dan apa saja kah hal hal yang perlu di pahami atau di perhatikan dalam penerapan
Activity Based Costing System pada perusahaan jasa.

Dengan sistem ABC ini , untuk pertama kalinya perusahaan jasa dapat
memanfaatkan sistem informasi biaya yang sangat bermanfaat untuk mengurangi
biaya dan penentuan secara akurat harga pokok jasa. sistem ABC tidak hanya
berfokus pada perhitungan harga pokok produk / jasa saja , namun mencangkup
perspektif yang lebih luas , yaitu pengurangan biaya melalui penggolongan
aktivitas. perusahaan jasa ketika berkepentingan untuk mengurangi biaya dala
penggolongan aktivitas , sehingga perusahaan tersebut membutuhkan sistem
informasi biaya yang mampu menyediakan informasi berlimpah mengenai

14
berbagai aktivitas perusahaan.  namun perbedaan paling mendasar antara
perusahan jasa dan manufaktur adalah pendefinisian keluaran nya. Untuk
perusahaan manufaktur, keluaran mudah ditentukan ( produk-produk nyata yang
di produksi ) atau dapat di hitung , tetapi untuk perusahaan jasa, pendefinisian
keluaran lebih sulit. Keluaran untuk perusahaan jasa kurang nyata ( kurang dapat
di hitung ). Keluaran harus didefinisikan sehingga keluaran dapat dihitung
harganya.

2.4 Implementasi Konsep ABC

Perusahaan memiliki beberapa kriteria dalam penerapan Activity Based


Costing atau yang biasa kita kenal dengan sebutan pembebanan biaya berdasarkan
aktivitas. Bagi yang belum menegtahui apa itu Activity Based Costing pasti akan
bertanya-tanya “Apa sih Activity Based Costing itu?”. Menurut Mulyadi
(2003:40) yang dimaksud dengan Activity Based Costing yaitu, Sistem informasi
biaya yang berorientasi pada penyediaan informasi lengkap tentang aktivitas
untuk memungkinkan personel perusahaan melakukan pengelolaan terhadap
aktivitas. Sistem informasi ini menggunakan aktivitas sebagai basis serta
pengurangan biaya dan penentuan secara akurat biaya produk atau jasa sebagai
tujuan. Sistem informasi ini diterapkan dalam perusahaan manufaktur, jasa, dan
dagang.

Kelemahan dan Kelebihan Activity Based Costing


Menurut salah satu artikel mengenai materiakuntansi, disebutkan bahwa
Activity Based Costing memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan. Berikut
kelemahan dan kelebihan dari Activity Based Costing.

Kelemahan Kelebihan

 Pengeluaran dana dan waktu yang  Memberikan informasi yang relevan


dikonsumsi pada activit based costing mengenai biaya dalam pengambilan
system sangat mahal untuk di keputusan managerial
kembangkan ataupun diimplementasikan
 Mampu mengidentifikasi dan
 Metode pelaksanaan yang kompleks menghilangkan non value added
sehingga memakan waktu dan tentunya

15
biaya

 Metode ini mengabaikan beberapa activities


biaya seperti iklan, promosi dan riset
dari analisisnya  Dapat memberikan informasi yang
tidak menguntungkan dari satu lini
 Pengalokasian biaya yang praktis produk
mungkin sulit untuk dilakukan karena
kemungkinan tidak ditemukannya  Menyajikan informasi biaya akurat
aktivitas yang menyebabkan biaya mengenai anggaran dasar suatu aktivitas
tersebut tertentu

 Laporannya tidak sesuai dengan  Memberikan laporan biaya yang


prinsip akuntansi yang berlaku umum akurat dan informative

Kriteria Penerapan Activity Based Costing Pada Perusahaan


Penerapad Activity Based Costing pada perusahaan memiliki beberapa
kriteria. Beberapa kriteria tersebut akan saya uraikan secara singkat sebagai
berikut.

Product Diversity

Kriteria ini menunjukan akan penawaran dari jumlah dan keanekaragaman


product families. Jadi, semakin bertambahnya produk yang dihasilkan maka akan
semakin cocok jika menggunakan analisa Activity Based Costing, karena dengan
bertambahnya keanekaragaman produk yang dihasilkan maka berdampak pada
semakin beragamnya aktivitas sehingga tingkat distorsi cost akan semakin tinggi.

Support Diversity

Kriteria ini menunjukan akan tingginya pengeluaran overhead cost


berdasarkan jumlah dan keanekaragaman aktivitas. Sehingga menyebabkan
sulitnya pengalokasian biaya overhead. Jika jumlah dan keanekargaman aktivitas
semakin meningkat maka cocok jika menggunakan analisa Activity Based
Costing.

Common Processes

16
Kreiteria ini menunjukan tingkat kegiatan yang akan dikerjakan bersama
dalam penghasilan suatu produk sehingga biaya periode tiap produk akan sulit
untuk dipisahkan. Kegiatan bersama itu dapat dicontohkan seperti manufacturing,
engineering, accounting, material handling, marketing, distribution dan
sebagainya. Dengan tingginya jumlah departemen yang dibutuhkan pada saat
menjalankan operasi perusahaan maka akan berdampak pada jumlah dari common
cost. Sehingga menyebabkan sulitnya alokasi biaya per produk. Penggunaan
analisa Activity Based Cost akan cocok apabila tingkat common processes
semakin besar.

Period Cost Allocation

Kriteria ini menunjukan kapabilitas dari suatu sistem akuntansi biaya dengan
pengalokasian biaya periode secara akurat. Biaya tersebut diidentifikasikan
dengan menggunakan jangka waktu tertentu karena tidak dibutuhkan dalam
perolehan produk yang akan dijual. Agar dapat memperkecil biaya produk maka
dianjurkan menerapkan analisis Activities Based Costing.

Rate of Growth of Period Costs

Kriteria ini menunjukan kecepatan dari pertumbuhan biaya periode di tiap


tahunnya. Apabila perusahaan Anda mempunyai tingkat pertumbuhan yang
tergolong cepat maka akan sulit dalam mengalokasikan biaya, maka kemungkinan
distorsi biaya pun meningkat. Sehingga perusahaan yang mempunyai tingkat
pertumbuhan biaya periode yang cepat maka akan cocok dalam penggunaan
analisa Activities Based Costing.

Pricing Freedom

Kriteria ini menunjukan tingkat kemandirian dari suatu perusahaan dalam


penentuan harga sehingga menghasilkan suatu produk yang profitability. Suatu
perusahaan yang memiliki ketidakbebasan dalam penentuan harga biasanya
disebabkan karena adanya persaingan terhadap kompetitor pasar. Dampak dari
persaingan tersebut berdampak pada penentuan biaya yang tepat untuk

17
perusahaan. Sehingga bagi perusahaan yang tidak memiliki tingkat
ketidakbebasan dalam penentuan harga produk cocok menggunakan analisa
Activities Based Costing.

Period Epense Ratio

Kriteria ini menunjukan adanya distorsi cost suatu produk secara material.
Hal ini berkaitan dengan seberapa pengaruh penurunan atau kenaikan biaya dalam
proporsi laba. Apabila laba perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan maka
perusahaan tersebut cocok menggunakan analisa Activity Base Costing.

Strategic Considerations

Kriteria ini menunjukan seberapa penting informasi biaya dalam suatu


pengambilan keputusan dalam manajemen. Keputusan tersebut berkaitan denga
strategi yang akan diterapkan pada perusahaan, strategi tersebut bukan hanya
sebatas strategi pemasaran. Maka dari itu semakin pentingnya informasi biaya
tersebut maka semakin cocok pula penggunaan analisa Activity Based Costing
pada perusahaan.

Cost Reduction Effort

Kriteria ini menggambarkan seberapa penting dari akurasi pelaporan dari


cost periode dalam pengambilan keputusan manajemen yang bersifat internal.
Dengan adanya keakuratan dalam pelaporan alokasi cost periode juga akan
berkaitan dengan adanya evaluasi bagi internal manajemen. Bagi pihak
manajemen dapat menggunakan informasi yang tersajikan pada laporan untuk
pembuatan kebijakan yang lebih tepat di kemudian hari. Maka dari itu
penggunaan analisa Activities Based Costing akan semakin cocok apabila tingkat
kepentingan akurasi semakin tinggi.

Analysis of Frequency

18
Kriteria ini menungjukan tingkatan dari kegiatan yang berkaitan dengan
analisa cost biaya produk. Frekuensi kebutuhan informasi biaya berkaitan dengan
banyaknya kegiatan. Apabila tingkat frekuensi semakin tinggi maka tingkat
keakuratan dari alokasi biaya akan semakin meningkat juga. Sehingga
penggunaan analisa Activity Based Costing akan semakin cocok apabila tingkat
frekuensi semakin tinggi.

2.5 Sistem Manufaktur Jit dan Penentuan Kos

Pengertian “Just in Time”


JIT adalah suatu sistem produksi yang melakukan perbaikan secara terus
menerus berdasarkan pada penghapusan segala bentuk waste (The Technology
Transfer Council of Australia, 1987).JIT adalah suatu sistem produksi yang
bertujuan untuk meminimalkan biaya produksi dengan membuat dan
mendistribusikan barang dalam jenis, kuantitas, waktu dan tempat yang tepat
dengan menggunakan fasilitas, peralatan, dan sumber daya manusia seminimum
mungkin (NSW Science and Technology Council, 1985). JIT adalah suatu sistem
produksi yang merubah kompleksitas manajemen manufaktur dengan
kesederhanaan (Schonberger, 1984).JIT adalah suatu filosofi manufaktur yang
berusaha untuk memproduksi suatu produk dalam jangka waktu sesingkat
mungkin dengan menghasilkan kesalahan seminimum mungkin (Hall, 1987). 

Just In Time (JIT) adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk
mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien
mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam
proses produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik
barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu.Untuk mencapai
sasaran dari sistem ini, perusahaan memproduksi hanya sebanyak jumlah yang
dibutuhkan/diminta konsumen dan pada saat dibutuhkan sehingga dapat
mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau
kerugian akibat menimbun barang.

Tujuan JIT Tujuan dasar JIT ;


Simplicity, Quality, and Elimination of waste.Tujuan khusus adalah:Zero Defect
(tidak ada barang yang rusak).Zero Set-up Time (tidak ada waktu set-up).Zero Lot
Excesses (tidak ada kelebihan lot).Zero Handling (tidak ada penanganan).Zero
Queues (tidak ada antrian).Zero Breakdowns (tidak ada kerusakan mesin).Zero
Lead Time (tidak ada lead time).

Manfaat JIT- Mengurangi ruangan gudang untuk penyimpanan barang. -


Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi - Mengurangi
pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan mendeteksi kesalahan pada
sumbernya. - Penggunaan mesin dan fasilitas secara baik. - Menciptakan

19
hubungan yang lebih baik dengan pemasok. - Layout pabrik yang lebih baik. -
Pengendalian kualitas dalam proses.

Prinsip JITTerdapat tujuh macam prinsip dasar yang menyusun sistem


produksi Just In Time sehingga menjadikan sebuah sistem yang memiliki
kualifikasi tinggi, ketujuh prinsip itu menurut Leo (2007) adalah:1.Simplification,
merupakan salah satu tools Just In Time dalam penyederhanaan proses maupun
prosedur yang ada.2.Cleanliness and Organization, fasilitas-fasilitas yang bersih
dan teratur akan memudahkan pekerja dalam melakukan pekerjaan.3.Visibility,
kejelasan yang membuat suatu kesalahan dapat terlihat dengan jelas.4.Cycle time,
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk.5.Agility, kekuatan
dalam pembuatan produk dengan memberikan respon yang cepat dan tepat
terhadap perubahan.6.Variability Reduction, kemampuan mengurangi hal-hal
yang tidak diperlukan7. Measurement, pengukuran serta pengertian akan proses
keseluruhan.

Perbedaan system manufaktur jit dan tradisional

Perbedaan Sistem JIT dan Sistem Tradisional

Perbandingan Sistem Manajemen JIT dan Tradisional :


JIT Tradisional
Sistem tarikan Sistem dorongan
Persediaan tidak signifikan Persediaan signifikan
Basis pemasok sedikit Basis pemasok banyak
Kontrak jangka panjang dengan Kontrak jangka pendek dengan
pemasok pemasok
Pemanufakturan berstruktur seluler Pemanufakturan berstruktur
departemen
Karyawan berkeahlian ganda Karyawan terspesialisasi
Jasa terdesentralisasi Jasa tersentralisasi
Keterlibatan karyawan tinggi Keterlibatan karyawan rendah
Gaya manajemen sebagai penyedia Gaya manajemen sebagai pemberi
fasilitas perintah
Total quality control (TQC) Acceptable quality level (AQL)

 Sistem tarikan dibanding sistem dorongan

Sistem tarikan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar atas


permintaan konsumen, baik konsumen internal maupun konsumen eksternal.
Sebagai contoh dalam perusahaan pemanufakturan permintaan konsumen melalui
aktivitas penjualan menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi
menentukan aktivitas pembelian.
System dorongan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar
dorongan aktivitas-aktivitas sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas

20
pembelian mendorong aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong
aktivitas penjualan.

Persediaan tidak signifikan dibanding persediaan signifikan

Karena JIT menggunakan system tarikan maka dapat mengurangi persediaan


menjadi tidak signifikan atau sangat sedikit dan bahkan mencita-citakan nol.
Sebaliknya, dalam system tradisional, karena menggunakan system dorongan
maka persediaan jumlanya signifikan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli
melebihi kebutuhan produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi
permintaan konsumen dan perlu adanya persediaan penyangga. Persediaan
penyangga diperlukan jika permintaan konsumen melebihi jumlah produksi dan
jumlah bahan yang digunakan untuk produksi melebihi jumlah bahan yang dibeli.

Basis pemasok sedikit dibanding basis pemasok banyak

JIT hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit untuk mengurangi


atau mengeliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah, memperoleh bahan
yang bermutu tinggi dan berharga murah. Sedangkan system tradisioanl
menggunakan banyak pemasok untuk memperoleh harga yang murah dan mutu
yang baik, tapi akibatnya banyak aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah dan
untuk memperoleh harga yang lebih murah harus dibeli bahan dalam jumlah yang
banyak atau mungkin dengan mutu yang rendah.

Kontrak jangka panjang dibanding kontrak jangka pendek

JIT menerapkan kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna


membangun hubungan baik yang saling menguntungkan sehingga dapat dipilih
pemasok yang memasok bahan berharga murah, bermutu tinggi, berkinerja
pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah serta dapat mengurangi frekuensi
pemesanan. Sedangkan tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek
dengan banyak pemasok sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli
dalam jumlah yang banyak atau mungkin mutunya rendah.

 Struktur seluler dibanding struktur departemen

Struktur seluler dalam JIT adalah pengelompokan mesin-mesin dalam satu


keluarga, biasanya kedalam struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu
sel tertentu dapat digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu
keluarga produk tertentu secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada

21
dasarnya merupakan pabrik mini atau pabrik di dalam pabrik. Penggunaan
struktur seluler ini dapat mengeliminasi aktivitas, waktu, dan biaya yang tidak
bernilai tambah.  Sedangkan struktur departemen dalam system departemen
adalah struktur pengolahan produk melalui beberapa departemen produksi sesuai
dengan tahapan-tahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa yang
memasok jasa bagi departemen produksi. Akibatnya struktur departemen
menimbulkan aktivitas-aktivitas serta waktu dan biaya-biaya tidak bernilai tambah
dalam jumlah besar.

 Karyawan berkeahlian ganda dibanding karyawan terspesialisasi

System JIT yang menggunakan system tarikan waktu “bebas” harus


digunakan oleh karyawan struktur seluler untuk berlatih agar berkeahlian ganda
sehingga ahli dalam berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu misalnya
pemeliharaan pencegahan, reparasi, setup, inspeksi mutu. Sedangkan pada system
tradisional system karyawan terspesialisasi berdasarkan departemen tempat
kerjanya misalnya departemen produksi atau departemen jasa. Karyawan pada
departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas penangan bahan, listrik, reparasi,
dan pemeliharaan, karyawan pada departemen produksi terspesialisasi pada
aktivitas pencampuran, peleburan, pencetakan, perakitan, dan penyempurnaan.

Jasa terdesentralisasi dibanding jasa tersentralisasi

System tradisional mendasarkan pada system spesialisasi sehingga jasa


tersentralisasi pada masing-masing departemen jasa. Sedangkan pada system JIT
jasa terdesentralisasi pada masing-masing struktur seluler, para karyawan selain
selain ditugaskan untuk berproduksi tapi juga harus ditugaskan pada pekerjaan
jasa yang secara langsung mendukung produksi si struktur selulernya.

Keterlibatan tinggi dibanding keterlibatan rendah

Dalam system tradisional, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan relative


rendah karena karyawan fungsinya melaksanakan perintah atasan. Sedangkan
dalam system JIT manajemen harus dapat memberdayakan para karyawannya
dengan cara melibatkan mereka atau member peluang pada mereka untuk
berpartisipasi dalam manajemen organisasi. Menurut pandangan JIT, peningkatan
keberdayaan dan keterlibatan karyawan dapat meningkatkan produktviitas dan
efisiensi biaya secara menyeluruh. Para karyawan dimungkinkan untuk membuat
keputusan mengenai bagaimana pabrik beroperasi.

Gaya pemberi fasilitas dibanding gaya pemberi perintah

22
System tradisional umumnya menggunakan gaya manajemen sebagai atasan
karena fungsi utamanya adalah memerintah para karyawannya untuk
melaksanakan kegiatan. Sedangkan pada system JIT memerlukan keterlibatan
karyawan sehingga mereka dapt diberdayakan, maka gaya maanjemen yang cocok
adalah sebagai fasilitator dan bukanlah sebagai pemberi perintah.

 TQC dibanding AQL

TQC (Total Quality Control) dalam JIT adalah pendekatan pengendalian mutu
yang mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk
menyempurnakan mutu agar tercapai kerusakan nol atau bebas dari kerusakan.
Produk rusak haruslah dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian
produksi dan ketidakpuasan konsumen.
AQL (Accepted Quality Level) dalam system tradisional adalah pendekatan
pengendalian mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan
namun tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan sebelumnya.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

24

Anda mungkin juga menyukai