Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

1. Reja Agung Diana 192040023

2. Hendro Giri Setyawan 192040024

3. Rizqia Pingky G.Y 192040038

4. Elvira Juniati Alzahra 192040044

5. Luthfiana Adinda 192040144

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Yuyu Yuniarti M.Si

UNIVERSITAS PASUNDAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ADMINISTRASI BISNIS

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Dasar-
dasar Politik dengan judul “Pemilihan Umum”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
guru Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar..................................................................................................1
Daftar isi ..........................................................................................................2 
Pendahuluan......................................................................................................3
             
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah................................................................................4
B. Tujuan Penulisan..................................................................................5
 
  BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian pemilu.................................................................................6
B. Sistem Pemilu ......................................................................................6
 
BAB 3 PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemilihan Umum................................................................8
B. Tujuan Pemilihan Umum......................................................................8
C. Manfaat Pemilihan Umum....................................................................9
D. Sistem Pemilihan Umum .....................................................................9
E. Periodisasi Sistem Pemilihan Umum di Indonesia...............................12
F. Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia ...........15
G. Asas-asas Pemilihan Umum.................................................................19
H. Sistem Pemilihan Umum Yang Cocok Untuk Indonesia.....................20

 BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................22
B. Saran.....................................................................................................22
C. Daftar Pustaka.......................................................................................24

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang,


sekaligus tolak ukur dari sebuah demokrasi. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan walaupun tidak begitu akurat,
partisipasi dan kebebasan masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa
pemilihan umum (PEMILU) tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu
dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat
berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan
sebagainya.

Di banyak negara berkembang beberapa kebebasan seperti yang dikenal di


dunia barat kurang diindahkan. Seperti Indonesia, perkembangan demokrasi di
Indonesia telah mengalami pasang surut. Selama 67 tahun berdirinya Republik
Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi adalah bagaimana dalam
masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya dapat mempertinggi tingkat
kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang
demokratis.pada pokok masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik
dimana kepemimpinaan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi
serta nation building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya
diktator.

Pemilihan umum juga menunjukkan seberapa besar partisipasi politik


masyarakat, terutama di negara berkembang. Kebanyakan negara ini ingin cepat
mengadakan pembangunan untuk mengejar keterbelakangannya, karena dianggap
bahwa berhasil-tidaknya pembangunan banyak bergantung pada partisipasi rakyat.
Ikut sertanya masyarakat akan membantu penanganan masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi,
budaya, dan sebagainya. Integritas nasional, pembentukan identitas nasional, serta

3
loyalitas terhadap negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui
partisipasi politik.

Di beberapa negara berkembang partisipasi yang bersifat otonom, artinya


lahir dari mereka sendiri, masih terbatas. Di beberapa negara yang rakyatnya
apatis, pemerintah menghadapi masalah bagaimana meningkatkan partisipasi itu,
sebab jika partisipasi mengalami jalan buntu , dapat terjadi dua hal yaitu “anomi”
atau justru “ revolusi”. Maka melalui pemilihan umum yang sering didefenisikan
sebagai “ pesta kedaulatan rakyat”, masyarakat dapat secara aktif menyuarakan
aspirasi mereka baik itu ikut berpartisipasi dalam kegiatan partai, ataupun
“menitipkan” dan “mempercayakan” aspirasi mereka pada salah satu partai
peserta PEMILU yang dianggap dapat memenuhi , serta menjalankan aspirasi
masyarakat tyang telah dipercayakan pada partai tersebut.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan juga sebagai


demokrasi yang sedang berusaha mencapai stabilitas nasional dan memantapkan
kehidupan politik juga mengalami gejolak-gejolak sosial dan politikdalam proses
pemilihan umum. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis dalam menulis
makalah (papers) ini, selain sebagai pemenuhan tugas sistem politik indonesia.
Dalam perkembangan kehidupan politiknya, indonesia selalu berusaha
memperbaharui sistem pemlihan umumbaik itu dengan mengadopsi sistem yang
ada di dunia barat ( walaupun tidak semuanya bekerja efektif di dalam negeri kita)
untuk mencapai stabilitas nasional dan politik.

2.      Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1)      Apakah yang dimaksud dengan pemilihan umum?

2)      Apa itu sistem pemilihan umum?

3)      Bagaimanakah jalannya sistem pemilihan umum di Indonesia?

4)      Apa sistem pemilihan umum yang cocok di terapkan di Indonesia?

4
3.      Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1)      Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan pemilihan umum.

2)      Untuk mengetahi apa itu sistem pemilihan umum

3)      Untuk mengetahui jalannya sistem pemilihan umum di Indonesia

4)      Untuk mengetahui sistem pemilihan umum yang cocok di terapkan di Indonesia

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.      Pengertian Pemilu

Menurut teori demokrasi klasik pemilu merupakan suatu Transmission of


Belt sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat beralih menjadi kekuasaan
negara yang kemudian menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk
memerintah dan mengatur rakyat.

Berikut beberapa pernyataan beberapa para ahli mengenai pemilu Moh.


Kusnardi dan Harmaily Ibrahim : pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara
untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang
menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum itu harus
Pdilaksanakan dalam wakru-waktu tertentu. Bagir Manan : Pemilhan umum yang
diadakan dalam siklus lima (5) tahun sekali merupakan saat atau momentum
memperlihatkan secara nyata dan langsung pemerintahan oleh rakyat. Pada saat
pemilihan umum itulah semua calon yang diingin duduk sebagai penyelenggara
negara dan pemerintahan bergantung sepenuhnya pada keinginan atau kehendak
rakyat.

2.      Sistem Pemilu

Sistem Pemilihan Umum adalah metode yang mengatur dan memungkin


warga negara memilih para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode
berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah ( mentransformasi ) suara ke
kursi dilembaga perwakilan. Mereka sendiri maksudnya yang memilih maupun
yang hendak dipilih merupakan bagian dari satu entitas yang sama.

Terdapat komponen-komponen atau bagian-bagian yang merupakan


sistem tersendiri dalam melaksanakan pemilihan umum, antara lain:

         Sistem pemilihan.

         Sistem pembagian daerah pemilihan.

6
         Sistem hak pilih.

         Sistem pencalonan.

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,dengan


berbagai variasinya. Akan tetapi, umumnya berkisar pada dua prinsip pokok,
yaitu:

Sistem Pemilihan Mekanis

Dalam sistem ini, rakyat dipandang sebagai suatu massa individu-individu yang
sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih dalam masing-masing
mengeluarkan satu suara dalam tiap pemilihan umum untuk satu lembaga
perwakilan.

Sistem pemilihan Organis

Dalam sistem organis, rakyat dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup
bersama- sama dalam beraneka warna persekutuan hidup. Jadi persekuuan-
persekutuan itulah yang diutamakan sebagai pengendali hak pilih.

   

7
BAB III

PEMBAHASAN

1.      Pemilihan Umum

Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata
lain, Pemilu adalah pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”.
Berkaitan dengan ini, Samuel P. Huntington dalam Sahid gatara (2008: 207)
menyebutkan bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin
secara kompetitif oleh rakyat yang bakal mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat
sejalan dengan semangat demokrasi secara subtansi atau “demokrasi subtansial”,
yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah yang diselenggarakan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan
tertinggi.

Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk


mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah
pemerintahan perwakilan (representative government). Secara sederhana,
Pemilihan Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan
orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.

Dalam pemilihan umum, biasanya para kandidat akan melakukan


kampanye sebelum pemungutan suara dilakukan selama selang waktu yang telah
dientukan. Dalam kampanye tersebut para kandidat akan berusaha menarik
perhatian masyarakat secara persuasif, menyatakan visi dan misinya untuk
memajukan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

2.      Tujuan Pemilihan Umum

Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil


rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat
dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional.

8
3.      Manfaat Pemilu

Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang


berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu
selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas
penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan
dari, oleh, dan untuk rakyat.

4.      Sistem Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum


dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip
pokok, yaitu:

a.      Sistem Distrk

Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan
didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya
disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam
dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah
besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan
oleh jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak
dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon
lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih
kekalahannya.

1)      Keuntungan Sistem Distrik ·

Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena


kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan
mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan
mengadakan kerja sama, sekurang- kurangnya menjelang pemilihan umum, antara
lain melalui stembus accord.

9
Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat
dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai
secara alami dan tanpa paksaan.

Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh
komunitasnya, sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan demikian
si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.

Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion


effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh
kedudukan mayoritas. Dengan demikian, sedikit banyak partai pemenang dapat
mengendalikan parlemen.

Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas


dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. hal ini
mendukung stabilitas nasional.

Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.

2)      Kelemahan Sistem Distrik

System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan


golongan minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai
distrik.

Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya
kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini
berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, atau
terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara
yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil
terhadap partai dan golongan yang dirugikan.

Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural


karena terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan
anggapan bahwa kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis
mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.

10
Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan
kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.

b.      Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional

Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon
yang didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-
calon dari masing- masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para
pemilih adalah memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan
suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol, ditentukan
melalui pejumlahan suara secara nasional atau penjumlahan pada suatu daerah
(provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk
dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan.

Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah
suara yang diraih masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum.
Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan nomor urut
calon yang disusun guna mewakili orsospol pada masing-masing daerah. Inilah
yang disebut perhitungan suara secara proporsional, bukan menurut distrik
pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka nada satu calon yang terpilih).

1)      Keuntungan sistem proporsional

Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap


partai sesuai dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada distorsi
antara perolehan suara dan perolehan kursi.

Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan
minoritas diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Karena
itu masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada system ini.

2)      Kelemahan

Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah


sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai

11
golongan di masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmenrasi
dan berdirinya partai baru yang pluralis.

Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih


erat dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih
menonjol daripada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya, system ini
member kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di
parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).

Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai


mayoritas di parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini
mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena harus mendasarkan
diri pada koalisi.

5.      Periodesasi Sistem Pemiluu Indonesia

a.      Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)

Sebenarnya pemilu sudah direncanakan sejak bulan oktober 1945, tetapi


baru dilaksanakan oleh kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955. Sistem
pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional. Pada waktu sistem itu,
sebagaimana yang dicontohkan oleh Belanda, merupakan satu-satunya sistem
pemilu yang dikenal dan dimengerti oleh para pemimpin negara. Pada pemilu ini
pemungutan suara dilakukan dua kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota
DPR pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante
pada bulan Desember. Sistem yang digunakan pada masa ini adalah sistem
proporsional.

Pemilihan umum dilakukan dalam suasana khidmat, karena merupakan


pemilihan pertama sejak awal kemerdekaan. Pemilihan umum berlangsung secara
demokratis, tidak ada pembatasan partai, dan tidak ada usaha interversi dari
pemerintah terhadap partai-partai sekalipun kampanye berlangsung seru, terutama
antara Masyumi dan PNI. Serta administrasi teknis berjalan lancar dan jujur.

12
Pemilihan umum menghasilkan 27 partai dan satu partai perseorangan,
dengan jumlah total 257 kursi. Namun stabilitas politik yang diharapkan dari
pemilihan umum tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerinth selama 2
tahun dan yang terdiri atas koalisi tga besar ,namun ternyata tidak kompak dalam
menghadapi persoalan, terutama yang terkait dengan konsepsi presiden yang
diumumkan pada tanggal 21 Februari 1957.

Namun stabilitas politik yang sangat diharapkan dari pemilu tidak


terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerintah selama dua tahun dan yang
terdiri atas koalisi tiga besar: Masyumi, PNI, dan NU ternyata tidak kompak
dalam menghadapi beberapa persoalan terutama yang terkait dengan konsepsi
Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.

b.      Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Sesudah mencabut maklumat pemerintah November 1945 tentang


kebebasan mendirikan partai , presiden soekarno mengurangi jumlah partai
menjadi 10. Kesepuluh ini antara lain : PNI, Masyumi,NU,PKI, Partai Katolik,
Partindo,Partai Murba, PSIIArudji, IPKI, dan Partai Islam, kemudian ikut dalam
pemilu 1971 di masa orde baru. Di zaman demokrasi terpimpintidak diadakan
pemilihan umum.

c.       Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi otoriter ada


harapan besar dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikansuatu sistem politik
yang demokratis dan stabil. Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan
umum. pada saat itu diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah
dikenal lama, tetapi juga sistem distrik yang di Indonesia masih sangat baru.

Pendapat yang dihasilkan dari seminar tersebut menyatakan bahwa sistem


distrik dapat mengurangi jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan,
dengan harapan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama
dalam usaha meraih kursi dalam suatu distrik. Berkurangnya jumlah partai politik

13
diharapkan akan membawa stabilitas politik dan pemerintah akan lebih berdaya
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya, terutama di bidang ekonomi.

Jika meninjau sistem pemilihan umum di Indonesia dapat ditarik berbagai


kesimpulan. Pertama, keputusan untuk tetap menggunakan sistem proporsional
pada tahun 1967 adalah keputusan yang tepat karena tidak ada distorsi atau
kesenjangan antara perolehan suara nasional dengan jumlah kursi dalam DPR.
Kedua, ketentuan di dalam UUD 12945 bahwa DPR dan presiden tidak dapat
saling menjatuhkan merupakan keuntungan, karena tidak ada lagi fragmentasi
karena yang dibenarkan eksistensinya hanya tiga partai saja. Usaha untuk
mendirikan partai baru tidak bermanfaat dan tidak diperbolehkan. Dengan
demikian sejumlah kelemahan dari sistem proporsional telah teratasi.

Namun beberapa kelemahan masih melekat pada sistem politik ini.


Pertama, masih kurang dekatnya hubungan antara wakil pemerintah dan
konstituennya tetap ada. Kedua, dengan dibatasinya jumlah partai menjadi tiga
telah terjadi penyempitan dalam kesempatan untuk memilih menurut selera dan
pendapat masing-masing sehingga dapat dipertanyakan apakah sipemilih benar-
benar mencerminkan, kecenderungan, atau ada pertimbangan lain yang menjadi
pedomannya. Ditambah lagi masalah golput, bagaimanapun juga gerakan golput
telah menunjukkan salah satu kelemahan dari sistem otoriter orde dan hal itu patut
dihargai.

Karena gagal menyederhanakan sistem partai lewat sistem pemilihan


umum, Presiden Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan untuk menguasai
kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengadakan fusi
diantara partai-partai, mengelompokkan partai-partai dalam tiga golongan yaitu
Golongan Spiritual (PPP), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Karya
(Golkar). Pemilihan umum tahun1977 diselenggarakan dengan menyertakan tiga
partai, dalam perolehan suara terbanyak Golkar selalu memenangkannya.

d.      Zaman Reformasi (1998-sekarang)

14
Seperti dibidang-bidang lain, reformasi membawa beberapa perubahan
fundamental. Pertama, dibukanya kesempatan kembali untuk bergeraknya partai
politik secara bebas, termasuk medirikan partai baru. Kedua, pada pemilu 2004
untuk pertama kalinya dalam sejarah indonesiadiadakan pemilihan presiden dan
wakil presiden dipilih melaluiMPR. Ketiga, diadakannya pemilihan umum untuk
suatu badan baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan mewakili
kepentingan daerah secara khusus. Keempat, diadakannya “electoral thresold “ ,
yaitu ketentuan bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus meraih
minimal 3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat.

Ada satu lembaga baru di dalam lembaga legislatife, yaitu DPD ( dewan
perwakilan daerah ). Untuk itu pemilihan umum anggota DPD digunakan Sistem
Distrik tetapi dengan wakil banyak ( 4 kursi untuk setiap propinsi). Untuk
pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan system proposional dengan daftar
terbuka, sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung kepada
calon yang dipilih. Dan pada tahun 2004, untuk pertama kalinya diadakan
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, bukan melalui MPR lagi.

6.      Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia

a.      Pemilu 1995

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di


Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai
pemilu Indonesia yangpaling demokratis.

Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang
kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini,
anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di
daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun
berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan


Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan

15
kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil
golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Pemilu ini dipersiapkan di bawah
pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo
mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah
dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

b.      Pemilu 1971

Pemilihan Umum pertama sejak orde baru atau Pemilu kedua sejak
Indonesia merdeka, yakni Pemilu 1971 diikuti oleh 10 Organisasi Peserta Pemilu
(OPP), yakni 9 partai politik dan satu Golongan Karya. Undang-undang yang
menjadi landasan hukumnya adalah UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilihan
Umum dan UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan
DPRD.

c.       Pemilu 1977

Pemilu 1977 diselenggarkan dengan berlandaskan pada Undang-Undang No. 4


tahun1975 tentang Pemilihan Umum pengganti UU No. 15 tahun 1969, dan UU
No. 5 tahun 1975 pengganti UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan
Kedudukan PR, DPR dan DPRD. Selain kedua UU tersebut, Pemilu 1977 juga
menggunakan UU No. 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan karya.
Berdasarkan ketiga UU itulah diselenggarakan Pemilihan Umum pada tanggal 3
Mei 1977 dengan diikuti oleh 3 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni dua
Partai Politik dan satu Golongan Karya.

d.      Pemilu 1982

Dengan UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang


Pemilihan Umum, Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Umumnya
yang keempat pada tanggal 4 Mei 1982.

16
e.       Pemilu 1987

Dengan UU No. 1 tahun 1985 penggantinUU No. 2 tahun 1980, Indonesia


menyelenggarakan Pemilihan Umum yang kelima tahun 1987. Pemungutan suara
Pemilu 1987 secara serentak dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.

f.       Pemilu 1992

Mengingat UU No. 1 yahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan


perkebangan politik Orde Baru, tahun 1992 diselenggarakan Pemilu keenam di
Indonesia berdasarkan paying hokum yang sama dengan paying hokum Pemilu
sebelumnya. Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9
Juni 1992.

g.      Pemilu 1997

Dengan payung hukum (undang-undang Pemilu) yang sama dengan


Pemilun sebelumnya, Indonesia kembalinmenyelenggarakan Pemilu yang ketujuh.

h.      Pemilu 1999

Pemilihan Umum 1999 ditujukan untuk memilih anggota DPR dan DPRD.
Pemungutan suaranya dilaksanakan pada taggal 7 Juni 1999. Pemilu ini diikuti
oleh 48 Partai dengan berlandaskan UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
dan Ubdang-Undang No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Pemilu 1999 ini
disebut oleh banyak kalangan sebagai Pemilu paling Demokratis setelah Pemilu
1955. Cara pembagian kursi hasil Pemilu kali ini tetap menggunakan system
proporsional dengan mengikuti Varian Roget. Dalam system ini, sebuah partai
memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan,
termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder.

i.        Pemilu 2004

Pemilu ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk Pemilu 1999.


Hal ini dikarenakan selain demokratis dan bertujuan memilih anggota DPR dan
DORD, Pemilu 2004 juga memilih Dewan Perwakilan daerah (DPD) dan memilih

17
Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan secara terpisah. Pada Pemilu ini,
yang terpilih adalah pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden). Bukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah.

j.        Pemilu 2009

Sama halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009 juga
dibagi menjadi tiga tahapan.

a)      Tahap pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan untuk memilih


anggota DPR, DPD dan DPRD, atau biasa disebut Pemilu Legislatif 2009. Pemilu
ini diikuti oleh 38 partai yang memenuhi criteria untuk ikut serta dalam Pemilihan
Umum 2009. Pemilu ini diselenggarakan secara serentak di hamper seluruh
wilayah Indonesia pada Tanggal 9 April 2009, yang seharusnya dijadwalkan
berlangsung tanggal 5 April 2009.

b)     Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama adalah
untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
Tahap kedua ini dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009.

c)      Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap puturan kedua
adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua, belum
ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya
demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan
diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila pada
Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan
suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat
menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal 8
September 2009.

7.      Asas-asas Pemilihan Umum

Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)


dari Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata

18
tidak bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di
Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut :

a)      Langsung, yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan


suaranya secara langsung, sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa
perantara.

b)     Umum, yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan
sesuai dengan undang-undang berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat
umum menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara,
tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,
kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.

c)      Bebas, yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Di dalam
melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat
memilih sesuai kehendak hati nuarani dan kepentingannya.

d)     Rahasia, yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya


tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih
memberikan suaranya pada surat suara tanpa dapat diketahui oleh orang lain
kepada siapa pun suaranya diberikan.

e)      Jujur, yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu,


pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait
harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

f)       Adil, yaitu setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama,
serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

8.      Sistem Pemilihan Umum Yang Cocok Untuk Indonesia

Pemilihan umum merupakan proses politik yang secara konstitusional


bersifat nyata bagi negara demokrasi. Sebagai sistem, demokrasi nyata-nyatanya
telah teruji dan diakui paling realistik san rasional untuyk mewujudkan tatanan
soaial, politik, ekonomi yang populalis, adil dan beradab, kendati bukan tanpa

19
kelemahan. Begitu tak terbantahkannya tesis-tesis demokrasi sehingga hampir
semua penguasa otoriter dan tiran menyebut sitem yang digunakannya sebagai
sistem demokratis.

Disamping menjadi prasyarat demokrasi, pemilu juga menjadi pintu


masuk atau tahap awal dari proses perkembangan demokratis. Perjalanan panjang
Indonesia dalam menyelenggarakan pemilu sejak tahun 1955 memberi pelajaran
berharga untuk menata kehidupan bangsa kedepan menuju kehidupan yang lebih
baik. Bangsa Indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk
menyelenggarakan pemilu 2004 dengan format berbeda dengan sebelumnya,
sehingga azas langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat dilaksanakan
secara benar, konsekuen dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum,
moral, maupun politis.

Dilihat dari sisi keanekaragaman masyarakat Indonesia dan kondisinya


saat ini sistem proporsional tertutup lebih cocok. Mengutip pendapat dari Direktur
Eksekutif Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (PERLUDEM) bahwa sistem
pemilu proprosional untuk fenomena politik Indonesia saat ini lebih
menguntungkan. Walaupun sistem pemilu tidak ada yang terbaik untuk suatu
negara, yang terpernting adalah mencari sistem pemilu yang cocok dan pas
dengan suatu negara. Sebelum memutuskan hal tersebut , juga harus pas dengan
instrumen yang lain. Dengan sistem proprosional tertutup nanti biaya bisa ditekan
karena partai politik menjadi satu-satunya pengendali dana kampanye. Selain itu
juga bisa menutup terbukanya peluang persaingan yang tidak sehat antara para
caleg. Bukan berarti sistem proporsional tertutup itu tanpa prasyarat, kalau tidak
nantinya akan terjadi oligarkhi. Meski dibilang tertutup bukan berarti publik tidak
tahu sama sekali. Tetap ada daftar caleg yang disampaikan kepada KPU untuk
diumumkan. Sistem parliamentary thresold (PT) akan mengurangi drastis jumlah
partai di parlemen. Namun dalam multipartai sederhana tidak berkaitan dengan
besaran parliamentary thresold . tujuan adanya PT adalah ingin menyederhanakan
partai dan juga proprosionalitas.

20
Yang diperketat untuk pemerintahan efektif adalah ambang batas fraksi di
parlemen ketimbang angka PT tinggi. Makin tinggi PT maka indeks ketidak
proporsionalan makin tinggi. Selain itu perlu adanya transparansi keuangan partai.
Sebelumnya, memena setiap pemilu rasanya negeri ini diancam taring-taring
perbedaan landasan yang menjadi basis setiap organisasi pesreta pemilu. Yang
satu mengatasnamakan agama, yang satu mengatasnamakan pancasila dan yang
satunya lagi mengatasnamakan nasionalis. Meski ketiganya juga bersikeras
sebagai kekuatan politiik pancasila. Kompetensi politik dengan demikian lebih
mempunyai potensi untuk terbentuknya konflik politik. Tidak ada yang lebih
mengerikan bagi setiap negara berkembang dari pada itu.

BAB IV

PENUTUP

1.      Kesimpulan

Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang dan


tolak ukur demokrasi. Pemilu yang terbuka, bebas berpendapat dan bebas
berserikat mencerminkan demokrasi walaupun tidak beguitu akurat. Pemilihan

21
umum ialah suatu proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan
politik tertentu. Dalam ilmu politik dikenal berbagai macam sistem pemilu dengan
berbagai variasi, tetapi umumnya berkisdar pada dua prinsip pokok, yaitu : sistem
distrik dan sistem proprosional.

Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah mengalami pasang surut dalam


sistem pemilu. Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa
adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia
. sejak awal pemerintahan yaitu demokrasi parlementer, terpimpin, pancasila dan
reformasi, dalam kurun waktu itulah Indonesia telah banyak mengalami
transformasi politik dan sistem pemilu.

Melihat fenomena politik Indonesia, sistem pemilihan umum proprosinal


tertutup memang lebih menguntungkan , tetapi harus diikuti dengan transparansi
terhadap publik kalau tidak akan menimbulkan oligarki pemerintahan. Pada
akhirnya konsilidasi partai politik dan sistem pemilihan umum sudsah berjalan
denganm baik. Akan tetapi, itu belum berarti kehidupan kepartaian Indonesia juga
sudah benar-benar siap untuk memasuki zaman global. Sejumlah kelemahan yang
bisa diinventarisir dari kepartaian kita adalah rekrutmen politik, kemandirian
secara pendanaan, kohesivitas internal,dan kepemimpinan.

2.      Saran

Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan kehidupan politik


Indonesia semakin kompleks. Diharapkan dengan semakin banyaknya
pengalaman dan perkembangan politik Indonesia dapat menciptakan stabilitas
nasional. Tugas pembangunan kehidupan politik pada masa yang akan datang
bukan hanya tugas partai politik saja, tetapi semua elemen pemerintahan dan tidak
ketinggalan masyarakat juga harus ikut berpartisipasi mengembangkan
perpolitikan di Indonesia. Manejemen dan kepemimpinan juga haruis terus
ditingkatkan, ongkos politik yang tidak terlalu mahal dan transparansi terhadap
publik harus dekembangkan dan ditumbuhkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara agar stabilitas nasional dan politik kita semakin kokoh.

22
Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu
dengan sebaik- baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan
sosialisasi politik secara maksimal kepada masyarakat dan sebaiknya pemerintah
membuat pembenahan misalnya pendidikan dan pemberian informasi yang
lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih.

Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang


berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan
pendidikan politik kepada masyarakatdan tidak melakukan praktek money politic.

Bagi masyarakat, supaya tidak mau menerima praktek money politic yang
dilakukan oleh partai politik, agar tidak menyesal untuk kedepannya dan tidak
golput dalam pemilihan dan juga harus peka terhadap partai politik.

Bagi praja, seharusnya praja lebih peduli terhadap informasi terkait dengan
perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan
pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat menularkan ilmu yang
didapat kepada orang-orang yang disekitarnya yang belum mengerti tentang
pemilu.

DAFTAR PUSTAKA

Buku 

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (edisi revisi), Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, 2008 [kamis, 16 Oktober 2019, 12:21]

23
Prihatmoko dkk, Menang Pemilu Ditengah Oligarki Partai, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2008 [kamis, 16 Oktober 2019, 12:21]

Internet/Website

http://www.rumahpemilu.com/public/doc/2012_08_30_11_53_41_Jurnal%20Pem 
              ilu%20&%20Demokrasi%2003%20Dana%20Kampanye%20Pengaturan  
             %20Tanpa%20Makna.pdf [kamis, 16 Oktober 2019, 12:21]

http://www.academia.edu/8312446/Makalah_Demokrasi_dan_Pemilu_di_Indones 
              ia [kamis, 16 Oktober 2019, 12:21]

http://blognyapakarilmu.blogspot.com/2014/10/contoh-makalah-pemilu.html
[kamis, 16 Oktober 2019, 12:21]

http://www.pemilu.com/berita/2014/11/lagi-dkpp-pecat-penyelenggara-pemilu/
[kamis, 16 Oktober 2019, 12:21]

http://www.distrodoc.com/3205-makalah-sistem-pemilihan-umum-di-indonesia
[kamis, 16 Oktober 2019, 12:21]

http://sensorku.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-pemilu.html [kamis, 16
Oktober 2019, 12:21]

24

Anda mungkin juga menyukai