Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PROGRES PEKERJAAN TUGAS

AKHIR SEMESTER
PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN
MANAJEMEN DI OI! TEA INDONESIA
DOSEN MATA KULIAH: RENNA MAGDALENA S.T., S.E., M.Ak.

Disusun Oleh:
- Christofer Enrico B. 02012170007
- Adeline Verniasinta 02012170008
- Shania Fernanda 02012170003
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN KAMPUS SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pengendalian manajemen adalah suatu proses yang menjamin bahwa
sumber-sumber diperoleh dan digunakan dengan efektif dan efisien dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi, dengan kata lain pengendalian manajemen dapat
diartikan sebagai proses untuk menjamin bahwa sumber manusia, fisik dan teknologi
dialokasikan agar mencapai tujuan organisasi secara menyeluruh. Pengendalian
manajemen berhubungan dengan arah kegiatan manajemen sesuai dengan garis besar
pedoman yang sudah ditentukan dalam proses perencanaan strategi. Sistem
pengendalian manajemen adalah kesatuan pemikiran dari metode akuntansi
manajemen untuk mengumpulkan dan melaporkan data serta mengevaluasi
kinerja perusahaan. Kontrol manajemen adalah fungsi penting dalam organisasi.
Kegagalan kontrol manajemen dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar,
kerusakan reputasi, dan bahkan mungkin kegagalan organisasi.
Sistem pengendalian manajamen di Oi! Tea Indonesia sendiri telah berjalan
dan telah menerapkan beberapa komponen penting dalam sistem pengendalian
manajemen itu sendiri. Diharapkan dari penelitian ini bisa mendapatkan bahan untuk
mengevaluasi pengendalian manajemen yang telah diterapkan serta mendapatkan alat
untuk melakukan pemantauan, juga diharapkan dapat memudahkan perusahaan untuk
dapat memanfaatkan aset-aset mereka secara efektif dan efisien. Pada dasarnya
Sistem Pengendalian Manajemen harus diterapkan untuk pada akhirnya dapat
menjaga fleksibilitas dan mendukung perubahan organisasi, inovasi, dan
pembelajarannya.
1.2 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini agar hasil yang didapatkan dapat sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh peneliti dan menghindari pembahasan yang menjadi terlalu luas,
maka dari itu peneliti akan memberikan batasan pada penelitian ini. Penelitian ini
hanya akan berkaitan dengan penerapan Sistem Pengendalian Manajemen di seluruh
gerai Oi Tea Indonesia. Adapun pengumpulan data dilakukan via telepon yang
dilakukan pada tanggal 12 November 2019.

1.3 Tujuan Penulisan


Laporan penerapan sistem pengendalian manajemen di gerai Oi Tea Indonesia
dilakukan untuk mengetahui perbedaan dan dan persamaan antara teori sistem
pengendalian manajemen yang ada dengan penerapan dan pengaplikasiannya di
lapangan secara langsung. Serta melihat dampak-dampak yang timbul dari penerapan
Sistem Pengendalian Manajemen di gerai Oi Tea Indonesia.
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Perusahaan / Instansi
Gerai Oi Tea pertama kali dibuka sejak awal Maret 2018 sebagai bentuk tugas
akhir sebuah universitas swasta Surabaya. Outlet pertama mereka dibuka di sebuah
stan kecil di Pasar Modern Citraland, Surabaya yang dimiliki dan dijalankan oleh
Rivaldi Andrian. Awal mulanya usaha ini dibuka selain untuk memenuhi syarat tugas
akhir, pemilik juga melihat tren minuman teh berasa yang sedang naik daun. Di
Surabaya sendiri sudah bayak sekali gerai yang menjual teh ternama dan sangat
populer. Pada awal berdirinya Oi Tea Indonesia disambut cukup baik oleh konsumen
yang mengunjungi pasar karena harganya yang terjangkau dan kualitasnya yang baik.
Pada akhirnya ketika periode tugas telah berakhir, pemilik bersama temannya
mencoba membicarakan kelanjutan perusahaan, lalu mereka memutuskan untuk
membuka gerai yang sama tetapi di kota Batam. Batam dipilih karena di kota tersebut
sejauh yang telah dilihat oleh pemilik belum memiliki usaha sejenis yang bergerak di
pasar yang mereka incar. Kebanyakan perusahaan yang sudah ada disana merupakan
perusahaan asing yang juga menjual produknya dengan standar harga yang cukup
tinggi. Oi Tea Indonesia sendiri lebih mengincar pasar dibawahnya yang rata-rata
harga produknya hanya sebesar Rp. 5000 – Rp. 10.000 hal tersebut juga yang menjadi
pertimbangan kuat kedua pemilik untuk membuka usaha mereka di Batam. Setelah
mengurus segala perijinan usaha dan membawa bahan-bahan dan peralatan yang
diperlukan mereka akhirnya berhasil membuka gerai resmi pertama di Batam pada
Desember 2018. Sekarang Oi Tea Indonesia telah memiliki 2 outlet di Batam dan
berencana untuk terus memperluas usahanya.

2.2 Visi & Misi Perusahaan


2.2.1 Visi
Memberikan produk minuman terbaik secara kualitas dan memberikan
kualitas pelayanan yang tinggi bagi para pelanggan.
2.2.2 Misi
- Menyediakan kualitas minuman yang terbaik dan hand made untuk kepuasan
pelanggan
- Terus berinovasi serta mengikuti tren yang ada untuk menjaga kepuasan
pelanggan
- Memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan

2.3 Struktur Organisasi Perusahaan

Pemilik

Karyaw
an (Staf
& Kasir)

2.4 Organisasi dan Management Perusahaan / Instansi


Pemilik
- Sebagai pemegang kendali sekaligus bertanggung jawab penuh untuk
memimpin, mengelola dan mengawasi semua jalannya gerai Oi Tea
Indonesia.
- Mengurus pencatatan keuangan mingguan, pembelian persediaan, pencatatan
persediaan, dan juga pembayaran gaji.
Karyawan (Staf & Kasir)
- Memberikan pelayanan kepada para pelanggan Oi Tea Indonesia
- Melakukan pencatatan penjualan harian
- Melaporkan kekurangan bahan baku
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Teori Result Controls dan Aplikasinya
Result Control merupakan suatu pengendalian yang berorientasi pada hasil
akhir yang ingin dicapai. Perilaku karyawan dikontrol dengan cara memberikan
reward bagi karyawan yang melakukan tugas dengan baik dan punishment bagi yang
tidak dapat mencapai hasil yang diharapkan. Result Control dapat ditempuh melalui 4
tahap:
1. Mendefinisikan hal yang ingin dicapai;
2. Menentukan cara pengukuran terhadap hasil yang telah dicapai;
3. Menentukan target yang ingin dicapai;
4. Memberikan reward atau punishment.
Perusahaan Oi Tea Indonesia ini memiliki tujuan untuk memberikan lapangan
kerja baru di daerah Batam dan memberikan masyarakat dareh tersebut produk
minuman yang berkualitas. Perusahaan menentukan target untuk menjual 100 item/
hari pada bazaar dan pada hari biasa merupakan kompetisi antar penjulan produk
terbanyak yang dilakukan karyawan.
Bila karyawan mendapakan feedback baik dari konsumen maka mereka akan
diberikan bonus dalam bentuk uang tapi jumlah akan dirahasiakan, bonus ini juga
diukur dari jumlah produk hasil penjulan yang dia lakukan di hari tersebut.
Sedangkan punishment akan dilakukan bila karyawan mendapatkan feedback
pelayanan yang buruk dari konsumen, pertama mereka akan diberikan peringatan
untuk memperbaiki perilaku mereka, bila hal ini terjadi kedua kalinya maka
karyawan akan dipotong gajinya.
3.2 Teori Action, Personal, dan Kultural Controls dan Aplikasinya
Action Control merupakan suatu pengendalian yang berorientasi pada tindakan
yang dilakukan oleh seseorang. Pengendalian tersebut ditujukan untuk memastikan
bahwa anggota organisasi telah melakukan tindakan (atau tidak melakukan tindakan)
yang memberikan keuntungan (atau merugikan) bagi organisasi. Pengendalian ini
bersifat direct, dimana terbagi atas 4 bentuk:
 Behavioral Constraints, pengendalian ini membatasi tindakan seseorang,
dengan dua cara:
1. Physical Constraints: berarti membatasi akses secara fisik. Seperti locks on
desk, computer passwords, dan pembatasan akses ke area yang menyimpan
persediaan berharga dan informasi yang sensitif. Beberapa alat behavioral
constraints secara teknis sangat rumit dan mahal seperti magnetic
identification-cards readers, voice-pattern detectors, dan fingerprint atau
eyeball-pattern readers.
2. Administrative Constraints: berarti memberikan batasan secara fungsi
administratifnya. Satu bentuk administrative constraints yang umum
digunakan adalah pembatasan kewenangan pengambilan keputusan. Sebagai
contoh, para manajer di tingkat bawah hanya diberi kewenangan untuk
menyetujui pengeluaran ampai dengan batas 1 juta rupiah, dan manajer di
tingkat yang lebih tinggi sampai dengan batas 20 juta rupiah. Bentuk lain dari
administrative constraints adalah pemisahan tugas (separation of duties).
Separation of duties ini menyangkut pembagian pekerjaan untuk
menyelesaikan tugas penting tertentu kepada beberapa pegawai, sehingga
tugas tersebut tidak mungkin untuk diselesaikan oleh satu orang pegawai.
3. Preaction reviews, pengendalian yang dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan terhadap rencana kegiatan. Preaction reviews terdiri dari
beberapa bentuk baik yang bersifat formal maupun informal. Bentuk formal
dari preaction reviews ini adalah perlunya memperoleh persetujuan atas
pengeluaran uang untuk jumlah tertentu.
4. Action accountability, pengendalian yang dilakukan untuk memastikan agar
tiap individu bertanggung jawab atas tindakannya, dengan cara menentukan
tindakan-tindakan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Penerapan action accountability controls memerlukan langkah-langkah:
 Mendefinisikan tindakan-tindakan apa yang diterima (acceptable) atau yang
tidak diterima (unacceptable);
 Mengkomunikasikan definisi dimaksud kepada para pegawai;
 Melakukan observasi atau penyelidikan tentang apa yang terjadi, dan
 Memberikan penghargaan untuk tindakan-tindakan yang baik atau
menjatuhkan hukuman kepada mereka yang melakukan penyimpangan.
Secara umum, action accountability controls akan sangat efektif apabila
tindakan-tindakan yang diinginkan dikomunikasikan dengan baik. Namun pada
kenyataannya hal tersebut tidaklah cukup. Setiap individu pegawai harus memahami
tentang apa yang perlu dilakukan dan merasa yakin untuk melakukannya, sehingga
tindakan-tindakan individual tersebut akan diperhatikan, serta dihargai atau dihukum
dengan cara yang berarti.
Redundancy, dilakukan dengan menempatkan karyawan ataupun mesin-mesin
dengan jumlah lebih besar dari kondisi ideal sebagai sistem back-up. Meliputi
penunjukan lebih banyak pegawai (atau, atau paling tidak menyiapkan tambahan
pegawai (atau mesin), untuk pelaksanaan tugas yang sangat perlu. Hal ini masih dapat
dianggap sebagai pengendalian sebab bentuk pengendalian ini dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa tugas diselesaikan secara memuaskan. Redundancy umumnya
diterapkan pada computer facilities, security functions dan critical operations.
Namun bentuk control ini tidak diterapkan di area lainnya karena sangat mahal.
Perusahaan Oi Tea Indonesia ini memiliki pengendalian action dengan
mencatat semua data penjualan di satu buku kas dan yang memiliki akses adalah
pemilik dari perusahaan itu langsung. Pemilik akan menentukan perencanaan acara
dan budget yang akan dikeluarkan, tugas dari karyawan hanya menjual produk dan
melaporkan penjualan yang mereka dapatkan per harinya.
Brefing tentang pembagian tugas, tanggung jawab, dan tindakan yang tidak
boleh dilakukan bisanya di terapkan pada saat ada acara besar seperti bazaar. Untuk
melihat feedback dari konsumen tantang perilaku karyawan dilakukan dengan cara
membagikan kartu saran dan kritik yang kemudian di isi oleh konsumen, selain itu
pemilik juga kadang-kadang turun ke lapangan untuk memantau dan mengawasi
langsung kinerja karyawannya.
Personnel control digunakan untuk membangun kesadaran bagi tiap individu
untuk berusaha mengendalikan diri sendiri. Personnel control dapat dilaksanakan
melalui 5 langkah:
 Selecting
 Placement
 Training
 Job design
 Provision of necessary resources
Perusahaan Oi Tea Indonesia ini memiliki pengendalian personal dengan cara
menseleksi calon karyawan dengan kriteria oaring yang jujur, bertanggung jawab,
dan disiplin. Penempatan tugas dilakukan secara rolling berdasarkan shift dan lokasi.
Pelatihan dilakukan dengan cara pemilik atau karyawan senior menunjukan proses
pembuatan prosuk dan karyawan baru akan mencontohnya dengan dipantau oleh
senior atau langsung oleh pemilik.
Sedangkan cultural control didesain untuk mendorong terciptanya mutual-
monitoring, yaitu sebuah tekanan bagi individu untuk mematuhi norma–norma dan
nilai yang ada di dalam sebuah kelompok di mana ia berada. Menurut Merchant, ada
5 cara untuk membentuk suatu kebudayaan:
 Codes of conduct, dapat berupa peraturan formal yang tertulis, yang dapat
berisi nilai–nilai perusahaan, komitmen, dan sebagainya.
 Group-based reward, dapat berupa pemberian reward kepada sebuah
departemen atas pencapaian bersama dari seluruh anggota departemen
tersebut.
 Intraorganizational transfer, berupa saling bertukar pengalaman antar
depatemen sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan
bersosialisasi antar individu.
 Physical and social arrangement, dapat berupa penataan ruang atau desain
gedung yang disesuaikan dengan kebudayaan tertentu, tata cara berpakaian
saat bekerja, serta tata cara percakapan.
 Tone at the top, bawahan akan melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh
atasannya. Sehingga apabila atasan menginginkan bawahannya melakukan hal
yang baik, ia pun harus melakukan dan memberikan contoh yang baik.
Ketiga bentuk pengendalian diatas akan selalu berjalan beriringan dan saling
melengkapi. Tetapi tetap perlu diperhatikan bahwa dalam pengendalian manajemen,
akan selalu berlaku teori contingency yaitu tidak ada satu desain sistem pengendalian
yang efektif berlaku oleh semua perusahaan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti ekonomi, sosial, politik hingga budaya.
Perusahaan Oi Tea Indonesia ini memiliki pengendalian kultural yang
dilakukan dengan cara menetapkan kode tindakan yang pantas pada saat pertama kali
dipekerjakan dan kembali diingatkan pada saat acara besar seperti bazaar. Karyawan
diatur untuk melakukan rotasi kerja antara tugasnya sebagai kasir dan penyedia
produk untuk memberikan pengetahuan atas kesulitan dan pengalaman yang dialami
oleh karywan satu dengan yang lain, hal ini secara tidak langsung membuat karyawan
paham atas peran rekan kerjanya.
Dalam berjualan pemilik kadang ikut membantu dan memantau kinerja
karyawan sambil memberikan contoh tindakan yang baik untuk karyawannya contoh.
Untuk meningkatkan kedekatan antar karyawan dan pemilik dilakukanlah evaluasi di
WA, kegiatan ini dilakukan setiap malam setelah kerja untuk melaporkan kinerja
karyawan pada hari tersebut dan memberikan kesempatan karywan untuk
memberikan pendapat dan evaluasi dari rekan atau pemilik.
3.3. Control System Tightness dan Aplikasinya
Sistem kendali atau sistem kontrol (control system) adalah suatu alat
(kumpulan alat) untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu
sistem. Mekanisme dan perangkat yang digunakan dalam management control agar
perilaku dan keputusan karyawan konsisten dengan tujuan dan strategi organisasi
disebut dengan management control system (MCS). Dalam pengertian management
control system (MCS) manajer mengukur kinerja, kemudian membandingkan kinerja
yang ada dengan standar kinerja, dan dilakukan corective action apabila terdapat
perbedaan antara kinerja yang ada dengan kinerja yang diinginkan.
Tight result control tergantung pada (1)definisi dari hasil daerah yang di
inginkan, (2)ukuran kinerja, dan (3)insentif. Definisi dari hasil daerah yang
diinginkan berkaitan dengan kesesuaian, spesifikasi, komunikasi dan internalisasi,
serta kelengkapan. Selanjutnya, ukuran kinerja. Hal ini berbicara mengenai ketelitian,
objektif, ketepatan waktu dan dapat dipahami. Kemudian insentif, insentif (reward)
atau hukuman (punishment) terhadap pegawai yang harus diberikan secara langsung
(tidak ada halangan) dan pasti (tidak ada alasan).
Tight action control pada awalnya muncul karena action control yang
semakin ketat dalam sebuah perusahaan. Pada dasarnya suatu action control
dikatakan ketat hanya jika kontrol tersebut memungkinkan para karyawan,
melaksanakan tugasnya dengan konsisten untuk mencapai tujuan perusahaan dan
tidak mengambil suatu tindakan yang membahayakan yang mungkin menghambat
tercapainya tujuan perusahaan. Bagian-bagian dalam action control:
1. Behavioral Constraints
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai syarat terciptanya
behavioral constraints yang ketat. Behavioral Constraints ini sendiri adalah
bentuk sistem kontrol formal. Harus ada rules atau peraturan yang mendukung
terciptanya suatu formal kontrol yang baik. Wujud dari rules ini antara lain :
 Physical Control
Pengendalian pada tindakan karyawan dilakukan dengan memberikan
hambatan secara fisik yang meliputi sistem identifikasi personal, password, serta
pembatas akses pada area dimana inventaris dan informasi vital disimpan.
 Administrative Control
Selain Physical Control juga terdapat Administrative control. Contoh dari
Administrative Control ini adalah pembatasan pembuatan keputusan. Jadi terdapat
pemisahan jabatan dalam perusahaan. Top management diberi wewenang dalam
mengambil keputusan lebih luas daripada lower dan di harapkan kemampuan
dalam pengambilan keputusan lebih baik daripada lower management.
2. Preaction Review
Preaction review ini biasanya menyebabkan pertimbangan sistem
pengendalian yang sangat ketat yang melibatkan alokasi sumber daya karena
merupakan investasi yang menentukan kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis dalam
perusahaan. Preaction control yang ketat ini sering diterapkan keseluruhan pada
tingkat direktur, karena mereka adalah orang – orang yang terlalu sibuk dan tidak
mempunyai waktu untuk menjelaskan proposal perusahaan yang ada, sehingga tidak
tahu apakah itu salah atau tidak.
3. Action Accountability
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tercipta suatu action
accountability yang ketat. Action accountability itu harus :
 Congruent
Congruent berarti pelaksanaan dari action yang ditegaskan dalam sistem
pengendalian akan sungguh – sungguh menunjukkan pencapaian tujuan
organisasi.
 Specific
Adanya penjelasan tentang kinerja yang diinginkan dalam bentuk peraturan
kerja atau kebijakan spesifik. Jadi peraturan yang ada harus dijelaskan dengan
detail dan terperinci.
 Well Communicated
Pada pengendalian yang ketat, orang harus mengerti dan menerima semua
peraturan sehingga peraturan tersebut mampu mempengaruhi mereka. Pada
dasarnya, seseorang yang tidak mengerti tentang peraturan akan melanggar
peraturan tersebut. Jadi kepatuhan karyawan terhadap peraturan tersebut
bergantung pada cara penyampaian perusahaan terhadap karyawannya.
 Complete
Complete artinya adalah bahwa hal – hal yang boleh ataupun tidak boleh
dilakukan dijelaskan semua dengan lengkap. Artinya jangan sampai ada peraturan
yang mungkin tidak dijelaskan yang dapat menjadi kelemahan dalam peraturan
itu sendiri. Agar tercipta suatu sistem kontrol formal yang baik, peraturan yang
tersedia haruslah lengkap beserta dengan batasan – batasan serta larangan berikut
dengan sanksinya.
 Action Tracking
Adalah suatu proses yang menjamin bahwa suatu tugas telah dilaksanakan
secara efisien dan efektif. Biasanya tugas – tugas ini dikontrol oleh peraturan .
Pada dasarnya seorang karyawan yang tahu bahwa ia sedang diawasi akan
melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin dibanding karyawan yang tidak tahu
bahwa ia sedang diawasi atau merasa bahwa perusahaan tidak mengetahui apa
yang dilakukannya. Dengan mengefektifkan action tracking, maka pengendalian
terhadap action accountability dapat diperketat.
Personnel control dan cultural control yang ketat juga terdapat dalam
berbagai situasi bisnis. Pada kondisi ini personnel control yang ada dapat berjalan
efektif karena adanya kesesuaian tujuan individu dan perusahaan, serta rendahnya
tingkat keragaman orang – orang di dalamnya. Secara umum, personnel control yang
efektif adalah suatu fungsi dari pengetahuan yang tersedia untuk menghubungkan
mekanisme pengendalian dengan solusi atas problem pengendalian yang sudah
terjadi. Tingkat efektivitas langkah – langkah yang digunakan untuk meningkatkan
kekuatan personnel control biasanya sulit untuk dinilai. Informasi tentang seberapa
baik faktor yang mempengaruhi kinerja seperti pendidikan, pengalaman dan
kepribadian, sering kali tidak dapat diandalkan. Budaya melibatkan sekumpulan
kepercayaan dan nilai bersama yang digunakan para karyawan sebagai petunjuk dan
pandangan dalam berperilaku baik. Budaya dalam beberapa perusahaan bisa
dikatakan kuat karena budaya itu berisi kepercayaan dan nilai – nilai yang dipegang
erat dan dibagi bersama. Bagi perusahaan yang mempunyai budaya organisasi yang
kuat, pengendalian yang ketat mungkin tidak dapat dipengaruhi hanya dengan
personnel atau cultural control saja. Kebanyakan personnel atau cultural control
lebih fleksibel. Hal ini disebabkan karena dalam sebuah organisasi terdiri dari
beragam individu yang memiliki cara pandang yang berbeda.
Ketika manajer ingin memperkuat kontrol, mereka sering menggunakan
bentuk multiple control. Kontrol – kontrol tersebut dapat saling mempengaruhi dan
saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, dalam kombinasi
tersebut dapat menyediakan pengendalian yang ketat pada faktor – faktor penting
yang dapat mempengaruhi kesuksesan perusahaan.
Dalam suatu bisnis atau usaha yang dijalankan baik itu masih tergolong bisnis
baru atau sudah cukup lama, pasti diperlukan sistem kontrol/kendali. Pengendalian
pada “Oi Tea Indonesia Indonesia” ini lebih mengarah ke action control, walaupun
begitu sebenarnya “Oi Tea Indonesia” menggunakan sistem multiple control karena
ada control personal yang diterapkan juga dalam sistem kontrolnya. Tentunya “Oi
Tea Indonesia” memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai, menurut pemilik “Oi Tea
Indonesia” kesesuaian dan kejelasan tujuan yang akan dicapai masih relatif, pemilik
masih belum memantau terlalu jauh soal kesesuaian dan kejelasan tujuan. Selama ini
pemilik masih merasa baik-baik saja tentang tujuan yang ada, karena segala
sesuatunya masih berjalan dengan baik. Dan tujuan-tujuan yang akan dicapai sudah
dikomunikasikan kepada karyawan yang bekerja di “Oi Tea Indonesia”. Tidak ada
sistem reward and punishment yang diterapkan karena kecenderungannya yang
mengarah ke action control dan personal/cultural control daripada result control.
Dalam hal action control, terdapat batasan-batasan fisik yang diberikan
kepada keryawan yaitu mengenai akses persediaan dan informasi mengenai data-data
yang bersifat sensitif. Batasan yang berkaitan dengan administratif atau contohnya
seperti pengambilan keputusan, dari “Oi Tea Indonesia” sendiri tidak ada karena
pemiliknya tidak melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan.
Pemiliknya bekerja secara mandiri sehingga karyawan yang bekerja hanya menerima
perintah dan melaksanakan job description yang sudah diberikan oleh pemilik. Untuk
proses pencatatan masih dilakukan oleh pemilik. Dalam melaksanakan tugasnya, para
karyawan tetap diawasi oleh pemilik.
Beralih ke personal/cultural control pada “Oi Tea Indonesia”, sementara ini
karyawan masih dapat bekerja dengan baik satu sama lain. Faktor-faktor seperti
keberagaman kepribadian, budaya, dan sebagainya tidak memberikan pengaruh yang
buruk terhadap kinerja. Dapat disimpulkan sistem pada “Oi Tea Indonesia” tidak
buruk dan memiliki budaya yang baik karena karyawan dapat dengan baik
melaksanakan tugasnya.

3.4. Control System Costs dan Aplikasinya


Biaya out of pocket adalah biaya yang dapat secara langsung terlihat ketika
mengimplementasikan suatu sistem pengendalian manajemen. Direct out of pocket
costs tergolong menjadi dua yaitu, easy to quantify dan difficult to quantify. Pada
sistem pengendalian manajemen terdapat penyebab indirect cost lebih besar daripada
direct cost. Hal ini disebabkan adanya:
1. Behavioral displacement (penyimpangan perilaku)
Penyimpangan perilaku merupakan efek samping penerapan sistem pengendalian
manajemen yang paling umum dan membebani perusahaan dengan indirect cost yang
signifikan. Terdapat beberapa bentuk dari pengendalian yang dapat menyebabkan
masalah:
 Behavioral displacement dan result control
Dalam result control system. Penyimpangan perilaku terjadi ketika
perusahaan atau organisasi mendefinisikan suatu ukuran terhadap hasil yang tidak
sejalan dengan tujuan perusahaan yang sebenarnya. Tidak sesuainya sasaran
perusahaan dengan hasil yang didapatkan disebabkan karena, poor understanding
of desired result atau rendahnya/kurangnya pengertian tentang hasil yang
diharapkan. Result control dapat membuat perubahan apabila terdapat spesifikasi
yang tidak lengkap dari hasil yang diinginkan. Selain itu, penyebab lainnya
karena overquantifitation atau kecenderungan untuk fokus kepada persoalan
konkret yang dapat diperhitungkan daripada konsep intangible yang mungkin
lebih penting.
 Behavioral displacement dan action control
Dalam hal ini, bentuk penyimpangan yang terjadi adalah means-ends
intervision yaitu karyawan terdorong untuk lebih memperhatikan mengenai apa
yang mereka lakukan (the means) daripada apa yang harus mereka capai (the
ends).
 Behavioral displacement dan personal/cultural control
Penyimpangan ini dapat terjadi ketika perusahaan menempatkan orang yang
salah untuk sebuah posisi atau mengadakan pelatihan yang salah. Pengaruh
budaya yang kuat juga dapat menimbulkan penyimpangan, dimana tata tertib
dalam suatu kelompok terkait dengan reward untuk kinerja kelompok tidak
sejalan dengan apa yang diinginkan perusahaan.
Solusi untuk mengatasi penyimpangan perilaku adalah ketepatan dan
keakuratan dalam mengidentifikasi masalah dan mengenali penyebab-penyebabnya.
2. Gamesmanship
Gamesmanship adalah tindakan yang diambil karyawan untuk seolah-olah
menunjukkan peningkatan indikator kinerja mereka tetapi tindakan tersebut tidak
menghasilkan sesuatu efek ekonomis yang positif. Hal ini sering dihadapi baik dalam
result control maupun action control. Terdapat dua bentuk gamesmanship yaitu:
 Creation of slack resources
Terkait dengan konsumsi sumber daya dari suatu organisasi oleh karyawan
yang melebihi kebutuhan, dimana sumber daya tersebut tidak sebanding dengan
kontribusinya terhadap pencapaian tujuan organisasi.
 Data manipulation
Manipulasi merupakan suatu usaha dari karyawan agar terlihat baik dengan
cara memalsukan data atau melaporkan data yang salah (falsification) dan
mengubah hasil laporan (data management). Manipulasi data dapat menyebabkan
gangguan dalam kontrol sistem. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghindari
terjadinya manipulasi data yaitu meningkatkan teknologi informasi perusahaan
dan meningkatkan kecanggihan pengguna informasi.
3. Operating delays
Penundaan operasi merupakan suatu konsekuensi yang sering tidak dapat dihindari
dari preaction review dalam action control review dan dari hambatan perilaku.
Operating delays sering dihubungkan dengan action control, karena adanya, Pre-
action review, Behavioral constrain, dan Bureaucratic organization.
4. Negative attitudes
Negative atttitudes dihadapi dalam semua jenis kontrol yang digunakan perusahaan,
dibagi menjadi dua yaitu:
Perilaku negatif yang disebabkan action control, hal ini meliputi perilaku negatif
yang dilakukan profesional dan yang dilakukan low-level personnel
Perilaku negatif yang disebabkan result control, hal ini meliputi kurangnya komitmen
karyawan untuk mencapai tujuan, sistem penilaian kinerja yang dirasa tidak adil,
reward and punishment.
Pengendalian mengenai biaya pada “Oi Tea Indonesia” masih tergolong baik
karena masih belum ada masalah yang signifikan mengenai hal tersebut. Walaupun
mungkin terdapat beberapa penyimpangan perilaku dalam action control seperti
terjadinya kesalahan yang tidak disengaja dalam penginputan data atau pencatatan
data yang dilakukan oleh karyawan. Beruntungnya hal tersebut masih terdeteksi oleh
pemilik. Selama ini belum ada tindakan karyawan (gamesmanship) yang dialami,
seperti creation of slack resources ataupun data manipulation. Seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya, bahwa karyawan hanya melakukan kesalahan pencatatan
yang tidak disengaja. Kemudian pada “Oi Tea Indonesia” ini tidak ada karyawan
yang melebihi kebutuhan perusahaan, sehingga karyawan yang ada sudah mencukupi
kebutuhan perusahaan. Karyawan tersebut juga dapat melakukan tugasnya dengan
baik, karena menurut pemilik “Oi Tea Indonesia” tugas karyawan tidak terlalu
banyak dan tidak kompleks, sehingga tidak membutuhkan karyawan yang berlebih.
Selain itu karena stan yang dimiliki juga masih belum terlalu banyak, biasanya hanya
membutuhkan tambahan karyawan apabila ada stan yang dibuka pada saat bazaar.
Untuk hal pengoperasian, masih belum ada kendala yang signifikan. Hanya
saja sempat beberapa kali kompetitor berusaha untuk meniru gaya promosi yang
dimiliki “Oi Tea Indonesia”, sampai-sampai terdapat kompetitor yang bertindak
curang seperti menarik pelanggan dengan cara tidak etis. Hal ini mungkin saja terjadi
ketika karyawan tidak terlalu tegas akan menjalankan tugas dan tujuannya. Hal
tersebut dapat menyebabkan operating delay.
Selanjutnya, mengenai sikap. Sejauh ini belum ada sikap-sikap yang negative,
baik dari karyawan ke pemilik maupun sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya komitmen yang kuat antara pemilik dan karyawan yang baik, dan sistem
kinerja yang terkendali dan penilaian yang adil kepada karyawan-karyawan yang ada.

3.5. Merancang dan Mengevaluasi Sistem Pengendalian Manajemen


Dalam memutuskan berbagai alternatif pengendalian manajemen, manajer
harus mulai mempertimbangkan apakah pengendalian personel berusaha untuk
membangun kecenderungan karyawan untuk mengendalikan atau memotivasi dirinya
sendiri, sedangkan pengendalian kultural dirancang untuk mendukung adanya
pemantauan bersama, bentuk yang kuat dari tekanan kelompok terhadap individu
yang melenceng dari nilai dan norma kelompok.
Pada saat perancangan usaha kedua pemilik juga sekaligus menentukan sistem
pengendalian seperti apa yang akan mereka terapkan. Karena Oi Tea Indonesia juga
merupakan penerusan dari tugas akhir mereka pada saat berkuliah maka beberapa
sistem pengendalian telah dipikirkan sejak pada saat pembuatan proyek ini di
perkuliahan. Contohnya seperti action control dan result control terutama tentang hal
pencatatan keuangan, pembelian persediaan, penyimpanan persediaan, dan hal-hal
teknis lainnya telah di tentukan dan dirasa telah sesuai dengan keinginan pemilik.
Selain itu karena skala usaha yang juga masih kecil menjadikan kontrol-kontrol
tersebut lebih mudah dijalankan.
Sedangkan untuk kontrol personal dan kultural lebih bersifat fleksibel pada
awalnya. Para pemilik setidaknya telah menentukan guidelines sebagai dasar apa saja
yang diharapkan dari tiap-tiap karyawan. Dikarenakan pemilik yang belum terlalu
mengerti tipe pekerja yang ada di Kota Batam, jadi mereka lebih melihat-lihat
terlebih dahulu baru peraturan yang ada disesuaikan.
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, pengendalian-
pengendalian yang diterapkan selama ini dirasa sudah sesuai dengan keinginan
pemilik dan selama hampir satu tahun usaha berjalan belum ada penyimpangan
berarti yang terjadi. Sehingga semua masih ada dibawah kontrol si pemilik
perusahaan.

3.6. Financial Results Control Systems


Kebanyakan pengendalian organisasi terhadap perilaku para pegawai
khususnya para manajer dilakukan melalui Financial Result Control System. Dalam
sistem pengendalian ini, Result didefinisikan dalam bentuk moneter, umumnya
dinyatakan dengan pengukuran akuntansi, seperti Pendapatan, biaya, keuntungan, dan
pengendalian. Keputusan dalam menentukan struktur organisasi tidak selalu lebih
dahulu daripada penentuan pusat pertanggungjawaban yang akan digunakan.
Tujuan keuangan merupakan tujuan terpenting dalam organisasi berorientasi
laba keuntungan dan arus kas adalah terasuk alat pengukuran bagi phak eksternal
untuk mengevaluasi kinerja organsisasi yang berorientasi laba tersebut. Pengukuran
keuangan memberi sebuah ringkasan pengukuran kinerja. Dengan menghitung semua
efek dari inisiatif operasi tehadap berbagai pasar, produk/jasa, atau aktivitas dalam
satu atau beberapa pengukuran.
Pusat laba atau investasi seringkali memasok produk atau jasa ke pusat laba
lain dalam perusahaan yang sama. Ketika itu terjadi, beberapa mekanisme untuk
menentukan harga transfer harus ditetapkan. Harga transfer secara langsung
mempengaruhi pendapatan dari pusat laba, biaya untuk pusat laba, dan keuntungan
kedua entitas. Dampak dari harga transfer ini sangat tergantung pada jumlah transfer
internal relatif tehadap ukuran masing-masing entitas.
Pada perusahaan ini pengendalian dalam hal keuangan masih dipegang oleh
pemilik perusahaan. Dikarenakan skala perusahaan yang masih kecil dan struktur
organisasi yang masih sederhana, maka pengendalian selama ini masih dapat
dilakukan secara langsung. Selain itu karena perusahaan ini masih belum terlalu besar
dan struktur organisasinya juga yang masih simple sehingga masalah transfer pricing
belum pernah muncul sebelumnya.

3.7. Planning, budgeting dan aplikasinya


Sistem perencanaan dan penganggaran merupakan salah satu elemen penting
dalam sistem pengendalian keuangan yaitu rencana tertulis yang menjelaskan arah
organisasi (tujuan), bagaimana cara mencapainya (strategi), dan hasil apa yang
seharusnya diharapkan (target kinerja). Ada empat tujuan perencanaan dan
penganggaran yaitu:
1. Perencanaan
Perencanaan dimulai dengan pengambilan keputusan. Dalam hal ini,
manajer memikirkan tentang masa depan, memperhatikan prospek bisnis,
kendala sumber daya, dan risiko yang akan dihadapi.
2. Koordinasi
Proses perencanaan dan penganggaran mendorong pembagian informasi
pada seluruh organisasi. Proses ini melibatkan komunikasi top-down tentang
tujuan dan prioritas organisasi, serta bottom up mengenai kesempatan,
kebutuhan sumber daya, kendala, dan risiko. Komunikasi lateral diperlukan
untuk meningkatkan kemampuan entitas organisasi. (unit bisnis, divisi, wilayah
fungsional, dan unit administratitif) bekerja sama untuk tujuan umum.
3. Memfasilitasi pengawasan manajemen puncak
Pengawasan terjadi dalam bentuk kajian pratindakan sebagai rencana
yang dinilai, didiskusikan, dan disetujui sebelum tindakan diambil pada tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi dalam suatu organisasi. Manajemen puncak
menggunakan rencana sebagai standar kinerja yang digunakan untuk
mengimplementasikan bentuk pengendalian management-by-exception (salah
satu tipe pengendalian hasil).
4. Motivasi
Perencanaan dan penganggaran yang akan menjadi target mempengaruhi
motivasi manajer karena target dihubungkan dengan evaluasi kinerja yang
dihubungkan dengan imbalan atau penghargaan.
Siklus Perencanaan
1. Perencanaan strategis
Proses perencanaan strategis umumnya melibatkan eksekutif senior
dan seluruh manajer yang sebagian besar memiliki informasi yang luas yang
biasanya direncanakan 3-5 atau 10 tahun ke depan. Perencanaan strategis
meliputi pengembangan:
 Visi atau misi dan tujuan prganisasi secara menyeluruh sebagai satu
kesatuan;
 Pemahaman mengenai posisi yang dimiliki organisasi sekarang, kekuatan
dan kelemahan, serta kesempatan dan risikonya;
 Memutuskan strategi diversifikasi perusahaan yang mengidentifikasika
bisnis perusahaan apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan;
 Menentukan bagi setiap unit bisnis strategis, jalur tindakan yang paling
mengambil keuntungan dari peluang dan kekuatan dari setiap bisnis.
 Menyiapkan rencana strategis, yang merupakan representasi kualitatif dan
kuantitatif dari langkah strategis yang akan diambil dan kemungkinan
hasilnya.
 Memantau kinerja dan memperbarui rencana strategis yang diperlukan.
2. Penganggaran modal
Penganggaran modal melibatkan identifikasi program tindakan khusus
(proyek yang diimplementasikan atau investasi yang akan dilakukan) untuk
beberapa tahun ke depan (1-5 tahun) dan spesifikasi dari masing-masing
sumber daya yang akan digunakan. Pemrograman memindahkan strategi yang
secara umum berfokus pada eksternal menuju pengaturan fokus internal.
Program dikembangkan dari program yang kompleks hingga program
sederhana.
3. Penganggaran operasional
Penganggaran operasional atau tahunan merupakan penganggaran
jangka pendek yang melibatkan persiapan rencana keuangan jangka pendek
(anggaran), biasanya untuk tahun fiskal selanjutnya.
Penentuan target
Target kinerja, khususnya BHAG (Big Hairy Audacious Goals) dianggap
akan menstimulasi karyawan ataupun manajer untuk berkompetisi. Anggaran adalah
target kinerja utama untuk mengevaluasi kinerja pada level manajerial dan untuk
memberikan penghargaan insentif. Target juga memotivasi manajer untuk
menggunakan pengetahuan yang dimiliki atau menemukan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk membantu mencapai tujuan. Target yang akan dibahas mengenai
target kinerja keuangan yang biasanya dinyatakan pada tahun fiskal atau dasar
tahunan. Target keuangan dapat dibedakan dalam beberapa cara yaitu:
1. Target berbasis model, historis dan negosiasi
Target berbasis model diturunkan dari prediksi kinerja yang
memungkinkan dalam sebuah rangkaian periode pengukuran. Target berbasis
model yang digunakan pada aktivitas yang dapat diprogram (langsung dan
lebih stabil, hubungan kausal bersifat deterministik antara input dan output)
disebut target yang bisa direkayasa (engineered targets).
2. Target historis diturunkan dari kinerja pada periode sebelumnya.
Sebagian besar target kinerja keuangan diwujudkan dalam negosiasi
antara hierarki yang lebih tinggi dengan bawahannya. Namun, negotiated
targets menghadapi keterbatasan adanya asimetri informasi dimana manajer
tingkat yang lebih tinggi lebih mengetahui mengenai seluruh tujuan organisasi
dan keterbatasan sumber daya, sedangkan manajer yang lebih bawah memiliki
pengetahuan yang lebih baik mengenai prospek bisnis dan kendala pada level
operasi. Melalui negosiasi seharusnya keunggulan informasi pada masing-
masing level manajer saling berbagi informasi.
3. Target tetap vs fleksibel
Target tetap tidak berubah selama periode waktu yang diberikan,
sedangkan target fleksibel berubah sesuai dengan kondisi yang dihadapi
selama periode waktu tertentu.
4. Target internal vs eksternal
Kebanyakan proses perencanaan dan penganggaran melibatkan
pendekatan penetapan target yang berfokus secara internal. Namun,
sebenarnya bisa juga melibatkan pendekatan eksternal dengan menggunakan
evaluasi dan acuan kinerja relatif dengan membandingkannya dengan
perusahaan lain melalui benchmarking.
Penetapan Target Kinerja Keuangan
Target kinerja berhubungan dengan sistem pengendalian hasil. Apabila suatu
target salah ditetapkan, atau target disusun dengan cara yang tidak benar, maka sistem
pengendalian hasil akan menjadi rusak. Dua isu penting terkait target kinerja
keuangan berhubungan dengan:
1. Jumlah yang sesuai dengan tantangan pada target perlu menjawab pertanyaan:
Target dibuat menantang atau dibuat agar pasti tercapai?
 Anggaran yang tingkat pencapaiannya tinggi memiliki beberapa
keunggulan
 Menigkatkan komitmen manajer
 Perlindungan terhadap proyeksi yang meyakinkan
 Pencapaian tertinggi manajer
 Pengurangan biaya intervensi
 Mengurangi gameplaying
2. Peran bawahan dalam menentukan target
Masalah penting lain dalam merancang sistem pengendalian hasil
ketika target dinegosiasikan adalah sampai sejauh mana pengaruh bawahan
diizinkan dalam penentuan target mereka. Beberapa organisasi menyusun
target mereka secara bottom-up sampai dengan level manajerial.
Memperbolehkan pegawai untuk terlibat dalam proses penentuan target
kinerja mereka dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu:
 Meningkatkan komitmen manajer pada pencapaian target
 Berbagi informasi
 Manfaat kognitif
Berikut ini adalah beberapa keadaan di mana proses penentuan target secara
top-down dapat memberikan hasil yang baik:
1. Target dapat secara efektif berasal dari proses top-down ketika top manajemen
memiliki pengetahuan tentang bisnis operasi dan prospek operasional yang
cukup untuk menetapkan dengan benar target kinerja yang menantang.
2. Situasi kedua yang dapat menyebabkan pengaturan target secara top-down
adalah ketika manajer tingkat atas memiliki informasi untuk mengevaluasi
kinerja secara relatif. Misalnya, mereka mengelola sejumlah besar entitas yang
relatif homogen yang beroperasi dalam lingkungan yang stabil.
3. Penetapan target secara top-down biasanya dilakukan pada organisasi yang
para manajer level bawahnya memiliki kemampuan yang kurang dalam hal
penganggaran.
4. Manajemen level atas lebih tahu cara mengatur standar sesuai dengan model
kurva belajar yang telah terbukti akurat di masa lalu atau mereka lebih tahu
tentang teknologi baru yang dapat menyebabkan perubahan struktural dalam
cara melakukan pekerjaan dan dapat mengubah prospek bisnis, sehingga
standar kinerja historis menjadi usang.
5. Penetapan target secara top-down perlu dilakukan untuk menghindari
terjadinya bias, sehingga target tidak dibuat terlalu tinggi atau terlalu rendah
dari seharusnya. Manajer level bawah memiliki kecenderungan berupaya untuk
merendahkan target, karena dapat memudahkan mereka mencapainya sehingga
bisa memperoleh bonus dengan upaya yang lebih sedikit. Ada juga beberapa
manajer yang terlalu optimis, sehingga menginginkan target yang tinggi untuk
menunjukkan kepada manajemen atas kemampuan mereka.
Risiko terbesar top-down adalah, kehilangan komitmen dari bawahan untuk
mencapai target. Pilihan sistem perencanaan penganggaran, faktor-faktor yang
mempngaruhi antara lain :
1. Garis horizon' perencanaan (planning horizon), yaitu periode waktu terlama
yang mengharuskan organisasi untuk menyusun perencanaan formalnya,
tergantung dari jenis kegiatan usahanya.
2. Isi perencanaan (planning content), yaitu sistem perencanaan dan
penganggaran dapat memiliki bentuk isi dan jenis informasi (kuantitatif dan
kualitatif) dalam format standar (laporan keuangan: proforma neraca dan
laporan laba rugi) atau format yang lainnya.
3. Jangka waktu proses perencanaan (length and timing of planning process),
ada perusahaan yang memulai perencanaan sejak lima bulan sebelum tahun
fiskal berakhir, ada juga yang dua bulan sebelumnya. Tidak ada rumus
universal untuk menentukan kapan perencanaan harus dimulai dan berapa
lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Namun banyak
manajer yang mengeluhkan bahwa mereka menghabiskan banyak waktu
untuk membuat rencana, sehingga mengganggu waktu untuk bekerja. Namun
jika perencanaan yang dihasilkan menimbulkan manfaat yang lebih besar
daripada biayanya, maka memang seharusnya perencanaan itu dilakukan
untuk organisasi yang lebih baik.
4. Perubahan perencanaan (planning update), biasanya untuk perencanaan
jangka panjang. Ada juga anggaran yang sengaja tidak diubah dalam rangka
dilakukan evaluasi.
5. Petunjuk perencanaan (planning guidance), biasanya berupa deskripsi tertulis
yang berisi tentang penjelasan proses perencanaan, kalender kegiatan, serta
asumsi yang digunakan dalam perencanaan, misalnya ramalan kegiatan
ekonomi dan peningkatan skala pembayaran. Sebuah petunjuk perencanaan
sebaiknya tidak terlalu detil, sehingga memberi kesempatan bagi manajer
bawah untuk melakukan perencanaan dengan cara mereka masing-masing.
Kritik atas proses perencanaan dan penganggaran
1. Proses perencanaan dan penganggaran bersifat politis dan penuh dengan
'gameplaying'
2. Hanya menghasilkan pemikiran tentang kenaikan gaji/bonus
3. Hanya berupa sedikit modifikasi dari rencana dan anggaran periode
sebelumnya serta tidak responsif terhadap perubahan ekonomi saat ini yang
fast-moving
4. Pemusatan kekuasaan pada organisasi, sehingga melumpuhkan inisiatif
5. Berfokus pada pengurangan biaya, bukan pada peningkatan nilai
6. Memisahkan antara perencanaan (pemikir) dengan pelaksanaan (pelaksana)
7. Menimbulkan terlalu banyak biaya untuk manfaat yang terlalu sedikit

3.8. Sistem Insentif Kompensasi dan aplikasinya


Malayu S. P. Hasibuan (2005:118) mengemukakan bahwa, “kompensasi
adalah semua pendapatan yang berbentuk bukan uang, barang langsung atau tidak
langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada
perusahaan”. Ada beberapa pengertian insentif yang dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya yang dikemukakan oleh Harsono (1983:128) bahwa insentif adalah setiap
sistem kompensasi dimana jumlah yang diberikan tergantung dari hasil yang dicapai
yang berarti menawarkan suatu insentif kepada pekerja untuk mencapai hasil yang
lebih baik. Menurut Panggabean (2004:89) tujuan insentif adalah untuk memberikan
tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan. Selanjutnya Ranupandojo dan Suad
Husnan (1982:162) dalam bukunya Manajemen Personalia bahwa tujuan pemberian
insentif adalah
a. Mempertahankan karyawan yang berprestasi untuk tetap dalam perusahaan,
b. Memberikan kegairahan untuk menaikkan produktifitas,
c. Memberikan perangsang dalam usaha mencapai kedisiplinan kerja karyawan yang
utuh,
d. Untuk meningkatkan Output,
e. Menambah penghasilan dari pada karyawan.
Dalam suatu perusahaan setiap karyawan dalam melakukan suatu kegiatan
mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan
karena kebutuhan manusia bermacam-macam dan selalu merasa tidak puas dalam
keadaannya sekarang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya maka diperlukan
penghasilan tambahan bagi karyawan. Sehingga hal tersebut perlu diperhatikan oleh
pimpinan sebuah perusahaan. Tujuan utama dari pemberian insentif ini sebenarnya
untuk merangsang atau memberikan dorongan kepada karyawan supaya mau
melaksanakan pekerjaannya melebihi standart yang telah ada atau melebihi
kemampuan rata-rata. Karena tujuan perusahaan merupakan suatu hal yangpenting
bagi perusahaan maka perusahaan akan melakukan berbagai cara untuk mencapai
tujuan yang telah direncanakan tersebut
Perusahaan Oi Tea Indonesia ini memiliki sistem insentif kompensasi seperti
memberikan bonus dalam bentuk uang bagi karywannya yang dapat menjual lebih
banyak pada waktu kerjanya. Karyawan tidak diberi tahu jumlah bonus yang
mungkin mereka bisa dapatkan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan motivasi dari
karyawan. Pemilik memberikan bonus ini sebagai insentif dan kompensasi bagi
karywannya yang bekerja secara lebih untuk mendapatkan hadiah tersebut.

3.9. Corporate Governance and Boards Of Directors dan aplikasinya


Good Corporate Governance (GCG) atau Tata Kelola Perusahaan adalah
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola
perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern
dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang diterapkan dalam
menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang
lain.
Sistem tata kelola perusahaan dan sistem kontrol manajemen (MCS) adalah
sesuatu yang terkait erat. Fokus tata kelola perusahaan sendiri sedikit lebih luas
daripada fokus MCS. MCS fokus mengambil perspektif top management dan
menanyakan apa yang dapat dilakukan untuk memastikan perilaku yang pantas dari
karyawan dalam organisasi. Sedangkan fokus tata kelola perusahaan adalah pada
pengendalian top manajemen atau para eksekutif dan secara tidak langsung kepada
semua karyawan di dalam perusahaan. Dengan demikian, tata kelola perusahaan
menambah kontrol baik perhatian untuk mengendalikan perilaku Top Management,
dan lebih khusus dalam peran untuk memonitor dewan direksi perusahaan. Sebagian
besar kendali atas Top Management berasal dari kekuatan eksternal ke perusahaan,
seperti regulator, dewan direksi, dan auditor eksternal. Namun, ada banyak tumpang
tindih yang jelas antara mekanisme tata kelola perusahaan dan mekanisme MCS.
Perubahan mekanisme dan praktik tata kelola perusahaan biasanya akan memiliki
efek langsung pada SPM dan efektivitas mereka.
Dalam perusahaan publik, pemegang saham biasanya mendiversifikasi atau
memvariasikan risiko mereka dan memiliki portfolio saham di berbagai perusahaan.
Secara individual, mereka jarang memiliki insentif yang cukup besar untuk
menyediakan sumber daya untuk memastikan bahwa manajemen bertindak demi
kepentingan terbaik para pemegang saham. Solusi umum bagi pemegang saham
secara kolektif adalah untuk mendelegasikan atau menyerahkan wewenang mereka
dalam memantau atau mengawasi tindakan manajemen kepada dewan direksi. Dewan
direksi (dan juga pejabat perusahaan) memiliki kewajiban fidusia untuk mendorong
keberhasilan jangka panjang perusahaan bagi kepentingan pemegang saham, dan juga
kadang-kadang bagi pemegang hutang.
Pada perusahaan Oi Tea Indonesia ini mereka merupakan perusahaan kecil
yang bersifat UD atau perseorangan. Sehingga tidak memiliki dewan direksi atau
sebutan untuk petinggi lainnya. Sedangkan pada sektor corporate governance
mungkin Oi Tea Indonesia tidak memiliki jajaran direksi, tetapi posisi tertinggi
diduduki oleh dua orang pemilik dan yang juga merupakan pendiri perusahaan.
Kemungkinan besar corporate governance dapat diterapkan di perusahaan ini, tetapi
untuk pada saat ini perusahaan belum menerapkan hal tersebut. Menurut narasumber,
dia merasa perusahaan ini masih kecil dan belum membutuhkan sistem yang terlalu
rumit untuk mengaturnya.

3.10. Controllers and Auditor dan aplikasinya


Controller dan auditor memiliki peran penting dalam hal tata kelola
perusahaan dan pengendalian terkait tata kelola tersebut, serta membutuhkan keahlian
dalam hal pengukuran keuangan. Adapun dua peran pentingnya ialah dalam hal
memberi pelayanan bagi manajemen dengan membantu lini manajer dalam
mengambil keputusan; serta menjalankan fungsi pengendalian agar dapat
menciptakan nilai tambah bagi pemilik. Peran lainnya adalah pengawasan, yaitu
memastikan bahwa tindakan setiap orang dalam organisasi, terutama para manajer,
adalah sesuai dengan hukum, etika, dan sejalan dengan kepentingan terbaik bagi
organisasi dan pemilik. Dalam memenuhi peran tersebut, seringkali timbul
ketegangan, sehingga dapat menimbulkan konflik.
Peran pengendalian auditor eksternal. Auditor eksternal melakukan
pemeriksaan independent terhadap pelaporan manajer keuangan, pengungkapan, dan
praktik pengendalian internal. Mereka menghadapi perbedaan konflik peran, mereka
berbeda antara kebutuhan untuk melayani klien mereka, untuk melayani kepentingan
umum, dan untuk mendapatkan keuntungan bagi majikan perusahaan audit mereka
sendiri.
Peran pengendalian dalam organisasi identik dengan fungsi keuangan dan
akuntansi. Peran ini umumnya dikelola oleh karyawan dengan jabatan sebagai chief
financial officer (CFO) atau vice president finance (VP Finance). Controller
memainkan peran kunci dalam manajemen lini dan dalam desain operasi dari sistem
pengendalian manajemen (SPM). Mereka adalah ahli pengukuran keuangan dalam
perusahaan mereka atau entitas mereka dan kebanyakan dari mereka merupakan
anggota penting dari tim manajemen.
Audit dapat didefinisikan sebagai proses sistematis atas (1) Perolehan dan
evaluasi bukti yang dianggap penting secara objektif (2) menentukan/memberi opini
atas tingkat korespondensi antara objek tersebut dengan kriteria tertentu, dan (3)
mengkomunikasikan hasil kepada pengguna yang berkepentingan.
Systematic process disini berarti bahwa audit tidak dilaksanakan secara acak,
namun berurutan dan telah didesain berdasarkan satu atau lebih obyek audit. Setiap
audit dimulai dari tahap perencanaan yang meliputi pengembangan dan pemahaman
atas kriteria yang akan digunakan dalam audit, serta lingkup audit itu sendiri. Selain
itu, digunakan untuk mendesain program audit yang akan dilaksanakan dan jika
memungkinkan termasuk jadwal setiap tugas dan penugasannya kepada setiap
anggota tim audit. Tahap kedua adalah proses audit, meliputi mendapatkan dan
mengevaluasi bukti. Proses dilaksanakan secara obyektif, dimana auditor bersikap
independen tidak terpengaruh oleh audit. Berdasarkan fokus dan rungan lingkup
audit, pengumpulan bukti dapat dilakukan dengan: observasi, wawancara, review atas
laporan, penghitungan ulang, konfirmasi, dan analisis.
Pada perusahaan Oi Tea Indonesia yang masih baru ini para pemilik masih
memegang kendali penuh atas keputusan-keputusan yang diambil untuk perusahaan.
Pengendalian keuangan masih diurus langsung oleh kedua pemilik yang selalu
merundingkan terlebih dahulu jika ada permasalahan yang keputusannya akan
mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Sedangkan pada komite audit karena
perusahaan ini masih tergolong kecil dan perusahaan perorangan maka dirasa
perusahaan belum membutuhkan komite audit atau bahkan melakukan audit. Menurut
narasumber segala kegiatan operasional di Oi Tea Indonesia masih dapat diawasi
secara langsung oleh pemilik, sehingga pengendaliannya masih cukup mudah.
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR REFERENSI
Sharingaddicted.com. (2017, 4 Oktober). PENGENDALIAN MANAJEMEN: ACTION CONTROL,
RESULT CONTROL PERSONNEL AND CULTURAL CONTROL. Diakses pada 20
Nopember 2019, dari https://sharingaddicted.com/pengendalian-manajemen-
action-control-result-control- personnel-and-cultural-control/
DAFTAR LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai