Anda di halaman 1dari 12

RESUME

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAKTASI


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Asuhan Kebidanan
Nifas dan Menyusui yang Diampu Oleh Dosen Ni Wayan Armini, STT.,M.Keb

Disusun Oleh :
Semester III/Kelas A

Ida Ayu Candra Dewi (P07124018008)


Ni Made Oki Pusparini (P07124018009)
Desak Nyoman Dian Sripayuni (P07124018010)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
2019
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Laktasi
Manfaat menyusui dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat luar biasa,
menyelamatkan kehidupan. Menyusui merupakan cara pemenuhan kebutuhan
nutrisi yang terbaik bagi bayi. Memberikan seluruh anak permulaan hidup yang
terbaik bisa dimulai dengan menyusui, sebuah ikhtiar yang paling sederhana,
paling cerdas dan paling terjangkau untuk mendukung anak yang lebih sehat,
keluarga yang lebih kuat dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

WHO merekomendasikan pemberian ASI eklusif dimulai dalam 1 jam


setelah kelahiran bayi hingga usia bayi 6 bulan. MPASI gizi seimbang harus
ditambahkan ketika usia bayi 6 bulan dengan tetap meneruskan menyusui hingga
umur 2 tahun atau lebih. Untuk mensukseskan kegiatan menyusui ini dibutuhkan
dukungan tim yang solid. Dukungan keluarga, masyarakat, tenaga kesehatan dan
negara diperlukan oleh ibu supaya lebih mudah menyusui bayinya.

Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan terbaik yang sangat
dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung berbagai zat penting untuk tumbuh
kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya. Meski demikian, tidak semua ibu
mau menyusui bayinya karena berbagai alas an, misalnya takut gemuk, sibuk,
takut payudaranya kendor dan sebagainya. Di lain pihak, ada juga ibu yang ingin
menyusui bayinya tetapi mengalami kendala, biasanya ASI tidak mau keluar atau
produksinya kurang lancar. Adapun hal-hal yang mempengaruhi laktasi yaitu :

A. Makanan
Masa menyusui adalah masa yang sangat penting dan berharga
bagi seorang ibu dan bayinya. Pada masa ini hubungan emosional antara
ibu dan anak akan terjalin, dengan periode yang cukup panjang. Masa
menyusui sangat baik bagi perkembangan mental dan psikis anak.
Konsumsi makanan yang bergizi sangat dibutuhkan ibu menyusui.
Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap
produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan pola
makan yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan lancar.
Makanan yang dikonsumsi ibu secara tidak langsung
mempengaruhi kualitas, maupun jumlah air susu yang dihasilkan. Ibu yang
menyusui tidak perlu makan berlebihan, tetapi cukup menjaga
keseimbangan konsumsi gizi. Apabila ibu menyusui mengurangi makan
atau menahan rasa lapar maka akan mengurangi produksi ASI. Pada
kenyataannya, tidak ada makanan atau minuman khusus yang dapat
memproduksi ASI secara ajaib, meskipun banyak orang yang
mempercayai bahwa makanan atau minuman tertentu akan meningkatkan
produksi ASI (Prasetyono, 2005).
Pola makan adalah salah satu penentu keberhasilan ibu dalam
menyusui, sehingga ibu yang menyusui perlu mengonsumsi makanan
dengan gizi seimbang. Nutrisi yang seimbang akan menghasilkan gizi
yang baik dan berkualitas. Beberapa penelitian membuktikan bahwa ibu
dengan gizi yang baik, umumnya mampu menyusui bayinya selama
minimal 6 bulan, dan sebaliknya ibu yang gizinya kurang baik, biasanya
tidak mampu menyusui selama itu bahkan tidak jarang air susunya tidak
keluar (Proverawati, 2009). Beberapa ibu ada yang beranggapan bahwa
sekalipun ibu tidak mengkonsumsi menu yang seimbang akan tetapi
persediaan ASInya cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya, pada
dasarnya anggapan para ibu ini kurang relevan. Apabila ibu mengabaikan
peraturan menu seimbangnya, maka akan berdampak pada produksi
ASInya. Nutrisi ASI yang baik akan berpengaruh pada perkembangan
bayinya.
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa
menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air
susu yang dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi
yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi, jika
makanan ibu tidak mengandung zat gizi yang cukup maka pada akhirnya
kelenjar-kelenjar yang memproduksi air susu dalam payudara ibu tidak
akan dapat bekerja dengan sempurna dan akhirnya akan berpengaruh
terhadap produksi ASI.
Mengkonsumsi makanan dan minuman sehat sangatlah penting
sebagai salah satu upaya menjaga peningkatan produksi dan kualitas ASI.
Adapun menu sehat bagi ibu menyusui adalah sebagai berikut :
1. Makanan yaitu nasi, lauk pauk, sayur dan buah.
2. Minuman yaitu air putih, jus buah, susu, sari kacang hijau, sari kedelai.

Takaran yang dapat mencukupi kebutuhan nutrisi ibu menyusui adalah :


1. Makan dengan frekuensi 5-6 kali/hari
2. Minum dengan frekuensi 12-16 kali/hari
Contoh : Bayi menyusui ± setiap 3 jam sekali, ibu dianjurkan minum 1
gelas setelah menyusui sehingga dalam 24 jam jika bayi menyusui ± 8
kali, ibu pun sudah bisa minum minimal 8 gelas perhari ditambah 4-8
kali minum setelah makan.

Adapun jenis makanan yang dapat meningkatkan produksi ASI yaitu :

1. Kacang-kacangan
Jenis kacang-kacangan terutama yang berwarna gelap seperti kacang
merah, kenari dan lain sebagainnya.
2. Buah-buahan
Buah yang mengandung vitamin C dan anti oksidan yang tinggi seperti
jeruk, blueberry, apel, papaya, strawberry dan alpukat.
3. Makanan pokok
Nasi dari beras putih atau merah, roti gandum, sereal/bubur gandum,
jagung, dan ubi/singkong.
4. Sayur-sayuran
Sayuran yang berwarna hijau seperti bayam, selada, brokoli, dan lain
sebagainnya.
5. Lauk pauk
Ikan seperti ikan tuna, ikan salmon, lele, daging ayam, telur, daging
sapi, tahu dan tempe.
6. Susu sapi maupun susu kedelai.
Adapun pantangan bagi ibu menyusui yaitu :

1. Makanan dan minuman yang mengandung alkohol ( bir, mix max dan
sejenisnya, minuman bersoda seperti sprite, coca cola, pepsi, dan Fanta
serta minuman yang mengandung caffeine seperti kopi dan teh.
2. Mengkonsumsi obat-obatan tidak dengan resep dokter. Pemakaian
obat-obatan selama masa laktasi harus terukur dan hati-hati. Obat yang
dikonsumsi ibu dapat diekresikan dalam cairan ASI, meskipun yang
akan termakan oleh bayi hanya 0,001-0,5% dari dosis obat yang
dimakan ibu (Subakti & Anggarani, 2007).
3. Mengkonsumsi jamu-jamuan tanpa konsultasi ke dokter atau tenaga
kesehatan lainnya.

B. Ketenangan Jiwa dan Pikiran


Hormon prolaktin dan oksitosin berperan untuk memproduksi serta
menjaga persediaan ASI. Prolaktin merupakan hormon terpenting untuk
kelangsungan dan kecukupan pengeluaran ASI. Tinggi rendahnya kadar
prolaktin dipengaruhi oleh kondisi ibu seperti tingkat kebugaran, keadaan
strees, jumlah jam tidur dan gairah seksual. Untuk memproduksi ASI yang
baik, maka kondisi kejiwaan dan pikiran harus tenang. Keadaan psikologis
ibu yang tertekan, sedih dan tegang akan menurunkan volume ASI. Untuk
menyiapkan kondisi psikologis ibu diperlukan dukungan dari keluarga dan
suami. Keterlibatan suami memberi dukungan moral dan emosional dalam
pemberian ASI akan mendorong reflex kimiawi tubuh untuk terus
memproduksi ASI sehingga bayi mendapatkan ASI dalam jumlah yang
cukup.
C. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui, perlu diperhatikan agar
tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat kontrasepsi yang bisa
digunakan adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun suntik
hormonal 3 bulan. Menurut Khamzah, 2012, penggunaan pil kontrasepsi
kombinasi estrogen dan progestin juga berkaitan dengan penurunan
volume dan durasi ASI. Jika pil hanya mengandung progestin, maka tidak
akan berdampak terhadap volume ASI. Berdasarkan hal ini, WHO
merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan
pil kontrasepsi.
Ibu yang menyusui sebaiknya memperhatikan penggunaan alat kontrasepsi
karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi
produksi ASI. Dalam ASI terdapat hormone prolaktin yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofisa bagian depan otak. Prolaktin merangsang produksi ASI,
sedangkan KB suntik 3 bulan terdapat hormon estrogen dan progesterone
dimana hormon ini mempengaruhi produksi ASI. Menurut Mohrbacher
dan Stock (2003), menyatakan bahwa hormone progesterone
mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesterone dan
estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi
produksi ASI secara besar-besaran, sedangkan hormone estrogen
menstimulasi sistem saluran ASI untuk mengembang. Tingkat estrogen
menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama
menyusui, sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis
hormone estrogen karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
Bagi ibu yang menyusui, tidak dianjurkan menggunakan suntikan yang
mengandung kontrasepsi suntikan yang mengandung estrogen karena hal
ini dapat meningkatkan jumlah produksi ASI, sehingga dapat
meningkatkan kelancaran pengeluaran ASI selama masa laktasi. Kadar
estrogen yang tinggi pada kontrasepsi dapat menekan FSH, sehingga
merangsang lobus anterior hipofise untuk mengeluarkan luteinizing
hormone. Produksi luteinizing hormone ini dibawah pengaruh releasing
hormone yang disalurkan dari hipotalamus ke hipofisis. Adanya sekresi
luteinizing hormone, maka dapat menyebabkan hipotalamus untuk
melepas faktor penghambat prolaktin (PIF) yang dianggap sebagai
dopamin. Dopamin ini dapat menurunkan sekresi prolaktin sampai sepuluh
kali lipat. Bila sekresi prolaktin dihambat, maka sel-sel alveoli pada
payudara tidak akan memproduksi air susu (Verrals, 2002).
D. Perawatan Payudara
Faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi ASI diantaranya adalah
perawatan payudara. Perawatan payudara merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan secara sadar dan teratur untuk memelihara kesehatan payudara.
Perawatan payudara sangat penting bagi ibu menyusui dan biasanya
dilakukan mulai hari pertama atau hari kedua setelah melahirkan. Tujuan
dari perawatan payudara adalah untuk melancarkan sirkulasi darah dan
mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar.
Produksi ASI dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormone yaitu
hormone prolaktin dan hormone oksitosin. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perawatan payudara adalah pengetahuan ibu. Semakin
tinggi pengetahuan ibu tentang perawatan payudara, maka akan
mempengaruhi pola piker dan sikap ibu sehingga menumbuhkan perilaku
positif untuk melakukan perawatan payudara. Ibu harus melakukan
perawatan payudara secara rutin. Dalam perawatan payudara terdapat dua
cara yang dapat dilakukan secara bersamaan yaitu pengurutan dan masase
dilakukan untuk memberikan rangsangan pada kelenjar ASI untuk
memproduksi ASI. Pengurutan dapat dilakukan pada pagi dan sore hari,
tetapi sebaiknya dilakukan sebelum mandi dan diteruskan dengan
penyiraman yang dilakukan bersamaan ketika mandi (Bahiyatun, 2008).
E. Anatomis Payudara
Jumlah lobus dalam payudara juga mempengaruhi produksi ASI. Selain
itu, perlu diperhatikan juga bentuk anatomis papilla dan putting susu ibu.
Bentuk putting tidak selalu berpengaruh pada proses laktasi. Pada ujung
putting susu terdapat 15-20 muara lobus (duktus laktiferus), sedangkan
areola mengandung sejumlah kelenjar lemak. Kelenjar lemak merupakan
kelenjar Montgomery yang berfungsi sebagai kelenjar minyak yang
mengeluarkan cairan agar puting susu tetap lunak dan lentur. Di bawah
areola saluran yang besar melebar disebut sinus laktiferus. Di dalam
dinding alveolus maupun saluran-saluran, terdapat otot polos yang bila
berkontraksi memompa ASI keluar (Pitriani & Andriani, 2014).
F. Faktor Fisiologis
ASI terbentuk karena pengaruh hormone prolaktin yang menentukan
produksi dan mempertahankan sekresi air susu. Prolaktin mempengaruhi
jumlah produksi ASI, sedangkan oksitosin mempengaruhi proses
pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan dengan nutrisi ibu, semakin asupan
nutrisinya baik, maka produksi yang dihasilkan juga banyak. Namun
demikian, untuk mengeluarkan ASI diperlukan hormone oksitosin yang
kerjanya dipengaruhi oleh proses hisapan bayi. Hormon oksitosin sering
disebut hormone kasih sayang, karena kadarnya sangat dipengaruhi oleh
suasana hati, rasa bahagia, rasa dicintai, rasa aman, ketenangan dan relaks.
G. Pola Istirahat
Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI. Apabila
kondisi ibu terlalu capek atau kurang istirahat, maka ASI akan berkurang.
Menurut Indivara, 2009, ibu menyusui perlu istirahat cukup untuk
menekan strees yang akan menghambat produksi ASI. Jadi, sesuaikan
waktu ibu dengan waktu tidur buah hati dan istirahatlah 7-8 jam sehari.
Relaks dan percaya diri juga akan melancarkan produksi ASI. Ibu yang
tidak bekerja akan mempunyai waktu yang banyak untuk beristirahat,
sehingga ibu tidak terlalu capek dan akan mempengaruhi pada
pengeluaran hormone oksitosin dan prolaktin (Riksani, 2011).
H. Frekuensi Pemberian Susu
Pelepasan ASI berada di bawah kendali neuroendokrin. Rangsangan
sentuhan pada payudara sehingga semakin sering bayi menyusu semakin
banyak prolaktin yang diproduksi sehingga makin banyak ASI yang akan
diproduksi (Pitriani & Andriani, 2014). Semakin sering bayi menyusu
pada payudara ibu, maka produksi dan pengeluaran ASI akan semakin
banyak. Akan tetapi, frekuensi penyusuan pada bayi premature dan cukup
bulan berbeda. Studi mengatakan bahwa pada produksi ASI bayi
premature akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari
selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena
bayi premature belum dapat menyusu, sedangkan pada bayi cukup bulan
frekuensi penyusuan 10 kali perhari selama dua minggu pertama setelah
melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup. Sehingga
direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode
awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan
kemampuan stimulasi hormone dalam kelenjar payudara.
I. Berat Lahir Bayi
Hubungan produksi ASI dengan berat lahir bayi ini saling berkaitan,
karena bayi yang lahir normal produksi ASI akan cepat keluar karena
kekuatan menghiap, frekuensi dan lama penyusuan bagus dan kuat.Bayi
dengan berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap
ASI yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir
normal ( > 2500 gram ). Kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah
ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah
dibandingkan dengan bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi
stimulasi hormone prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI
(Nugroho, 2011).
J. Umur Kehamilan saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir premature ( umur kehamilan kurang dari 34
minggu ) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif,
sehingga terjadi penurunan reflek let down yang mengakibatkan produksi
ASI menurun. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi premature
dapat disebabkan karena berat badannya yang rendah dan belum
sempurnanya fungsi organ.
K. Konsumsi Rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu
hormone prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan
menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat
pelepasan oksitosin. Menurut Susanna, dkk (2003), menyatakan bahwa
nikotin yang terdapat dalam asap rokok arus samping 4-6 kali lebih besar
dari asap rokok arus utama sehingga perokok pasif memiliki risiko lebih
tinggi terkena dampak asap rokok terhadap kesehatan. Banyak anggota
keluarga, terutama laki-laki sebagai perokok aktif tidak mengerti dan tidak
menghiraukan kondisi di sekitarnya ketika sedang merokok. Beberapa
suami dan kakek yang sedang merokok di dalam rumah bahkan ketika
sedang berdampingan dengan istri, anak maupun cucunya. Kesadaran dari
ibu menyusui yang seharusnya menghindar ketika ada orang yang
merokok juga masih kurang dengan membiarkan tetap ditempat dengan
bahaya paparan asap rokok.
Menurut Weiser dkk (2009), menyatakan bahwa beberapa ibu yang
merokok percaya bahwa lebih aman memberikan susu formula kepada
bayi daripada menyusui. Sebaliknya, bayi yang diberi susu formula
memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena efek asap rokok, dibandingkan
dengan bayi yang disusui. ASI mengandung faktor penting untuk
membantu bayi melawan penyakit. Paparan asap rokok meningkatkan
risiko bayi dari infeksi paru-paru, asma dan sindrom kematian bayi
mendadak.
L. Usia Ibu dan paritas
Menurut teori Setianingrum (2005) ibu hamil pada umur 20-35 tahun,
karena masa tersebut merupakan masa yang aman untuk hamil, karena
mulai umur 20 tahun rahim dan bagian-bagiannya sudah benar-benar siap
untuk menerima kehamilan. Pada umur tersebut, biasanya wanita sudah
merasa siap untuk menjadi ibu dam sebaiknya tidak hamil pada usia > 35
tahun, karena kesehatan tubuh ibu sudah tidak sebaik pada umur 20-25
tahun, serta perlu diwaspadai kemungkinan terjadi persalinan yang lama,
pendarahan, dan risiko cacat bawaan. Dengan umur ibu yang mayoritas
tersebut sudah aman untuk hamil serta didapatkan berat badan bayi yang
juga mayoritas normal, sehingga akan mempengaruhi produksi ASI.
Daftar Pustaka
Asih, Yusari. 2016. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta Timur: CV.
Trans Info Media
Heryani….
Rohmah, Nikmatur. 2011. Manajemen Nyeri Non Invasive Pada Ibu Post Partum
Dengan Pendekatan Evidance Based Practice.
Jurnal Ners. 6(2): 201-209
https://e-journal.unair.ac.id/JNERS/article/download/3992/2701
Rukiyah, Yeyeh. 2018. Asuhan Kebidanan Pada Masa Ibu Nifas. Jakarta Timur:
CV. Trans Info Media
Wahyuni, Dwi. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta:
BPPSDMK

Anda mungkin juga menyukai