Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tarikh Tasri’ ,
Semester Genap / 6, Tahun 2020
Disusun oleh :
Listiani : 0101.1701.101
Masa sahabat sebenarnya adalah massa transisi dari masa hidup dan
adanya bimbingan Rasululloh kepada masa Rasululloh tidak lagi mendapingi
umat Islam. Ketika Rasulullah masih hidup sahabat menggunakan tiga sumber
penting dalam pemecahan hukum, yaitu Al-qur’an, Sunah Ra’yu (nalar).
I. PENDAHULUAN
Para sahabat khususnya pada pcriode ini memainkan peranan yang sangat
penting dalam membina hukum Islam. Paraa sahabat dengan kapasitas
pemahaman yang komprehensif terhadap Islam karena lamanya bergaul dengan
Nabi, dan menyaksikan sendiri proses turunnya syariat, menyikapi setiap
persoalan yang muncul dengan merujuk kepada AlQr'an dan Sunnah Nabi.
Mereka melakukan interpretsi terhadap sebahagian wahyu yang bersifat global
dan menggali kandungan-kandungan moral yang terdapat di dalam Al-Qur'an.
Ada kalanya mereka menemukan nash Al-Qur'an atau petunjuk Nabi yang secara
jelas menunjuk pada peraoalan, tetapi dalam banyak ha1 mereka harus menggali
1
kaedah-kaedah dasar dan tujuan moral dari berbagai thema dalam Al-qur'an untuk
diaplikasikan terhadap persolan-persolan baru yang tidak dijumpai ketentuan
nashnya. Berbicara tentang tasyrik di masa sahabat ini akan menuntut untuk
berbicara panjang lebar, tetapi di dalam jurnal ini pembicaraannya hanya terbatas
pada bagian-bagian yang sudah dibatasi, di antaranya, Pengaruh fatwa dalam
perkembangan hukun Islam, Sumber hukum islam pada zaman sahabat, sebab
Ikhtilaf pada zaman sahabat. Bagian inilah yang akan dijelaskan pada
pembahasan.
2
hukum. Oleh karena itu dalam memutuskan setiap perkara, para sahabat selalu
berpedoman pada al-Quran dan Hadits sebagai sumber hukum Islam pertama.
Namun bila tidak dijumpai dalam al-Quran dan hadits, para sahabat menggunakan
ijtihad sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah.
3
sahabat yang termasyhur yakni, Abu bakar, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khatab,
Usman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Abu Musa, Abdullah bin
Amir bin As, Zaid bin Tsabit dll.
Dan dalam berijtihad tidak jarang para sahabat berbeda pendapat. Keputusan
fiqih yang berbeda ini karena beberapa hal, misalnya:
a. Perbedaan persepsi dalam menjawab persoalan dan pertanyaan yang muncul.
Misalnya dalam sebuah riwayat disebutkan, Rasulullah berdiri ketika
menyaksikan jenazah orang Yahudi. Ini melahirkan keragaman penafsiran, apakah
Nabi tidak tahu bahwa jenazah tersebut adalah orang Yahudi, sehingga, andaikata
Nabi mengetahui ia tidak akan berdiri, atau apakah Nabi tahu, sehingga
penghormatan jenazah itu perlu tanpa memandang agama si mayit, ataukah Nabi
tidak mau kalau ketika mayit melintas, posisi Nabi lebih rendah sehingga beliau
berdiri.
b. Perbedaan pendapat juga dapat terjadi karena sebuah hadits diketahui oleh orang
tertentu yang tidak dipakai atau diketahui oleh orang lain. Contohnya perbedaan
pendapat tentang najis mughalladzah, doa qunut dalam shalat subuh dll.
c. Hadits yang dipandang tidak kuat, sehingga harus ditinggalkan. Dalam sebuah
riwayat disebutkan bahwa Fatimah binti Qais bersaksi di hadapan Umar bahwa ia
ditalak suaminya tiga kali, dan Rasulullah tidak menentukan baginya nafkah dan
tempat tinggal. Umar menolak kesaksiannya itu dan berkata, “Saya tidak akan
meninggalkan Kitab Allah hanya karena ucapan seorang wanita yang tidak saya
ketahui benar dan tidaknya. Dia berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal”.
d. Keragaman pengetahuan tentang nash juga melahirkan perbedaan pendapat. Nabi
pernah memberi keringanan kepada sahabat untuk nikah mut’ah pada tahun
Khaibar dan Authas, kemudian melarangnya. Berdasarkan keputusan Nabi tadi,
sebagian orang islam mengatakan bahwa nikah mut’ah yang tadinya
diperbolehkan itu telah dinasakh dengan larangannya, dan tidak pernah
diperbolehkan itu telah diperbolehkan lagi. Sebagian lain berpendapat bahwa
dilarang dan diperbolehkannya nikah mut’ah itu karena pertimbangan tertentu,
bukan tanpa alasan seperti pendapat pertama.
4
Namun demikian perbedaan tersebut tidak menimbulkan perpecahan di
kalangan para sahabat. Perbedaan itu ditanggapi dengan bijaksana. Perbedaan
dianggap sebagai sesuatu yang sudah biasa (fitrah) dan rahmat bagi manusia. Hal
inilah yang patut kita teladani dalam menyikapi segala perbedaan.
C. Sebab Ikhtilaf pada Zaman Sahabat
1. Perbedaan yang disebabkan oleh sifat Alquran.
Dalam alquran terdapat kata atau lafadz yang bermakna ganda (isytira’).
Umpamanya firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 228, Wanita-wanita yang
ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. tidak boleh mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. Al-Baqarah: 228)
Kalimat “yang diceraikan oleh suaminya hendaklah menunggu tiga kali quru’,“
membuat para sahabat berbeda pendapat. Perbedaan ini disebabkan kata quru’
mengandung dua arti yakni Al-haidl dan at-thuhr. Adanya dua makna ini
membuat terjadinya perbedaan pendapat. Umar ibn Khattab memilih makna al-
haidl sebagai makna quru’. Sedangkan sahabat Zaid bin Tsabit menggunakan
makna At-tuhr.
5
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat. (Q.S. Al-Baqarah: 234)
Dan iddah wanita yang hamil adalah sampai melahirkan disebutkan dalam
alquran adalah tiga bulan. Sebagaimana firman Allah: Dan perempuan-perempuan
yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu
ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan;
dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-
perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.(Q.S. At-Thalaq: 4)
6
kemudian pendapat ini didengar oleh aisyah yang berpendapat sebaliknya. Aisyah
menjadikan peristiwa dengan nabi sebagai alas an. Maka Abu Hurairah menarik
kembali pendapatnya.
Apabila sudah dukhul, pasangan itu harus dipisahkan dan menyelesaikan dua
waktu tunggu. Waktu tunggu dari suami yang pertama dan waktu tunggu dari
suami berikutnya. Sedangkan menurut ali, perempuan itu hanya diwajibkan
menyelesaikan waktu tunggu yang pertama. Ali berpegang pada keumuman ayat,
sedangkan Umar berpegang pada tujuan hukum, yakni agar orang tidak lagi
melakukan pelanggaran.
D. Perkembangan hukum Islam
7
Mas’ud, Aisyah, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin ‘Abbas, dan lain-lain.kemudian
setelah para sahabat, generasibfatwa disandang oleh para tabi’in yang tersebar di
berbagai daerah kekuasaan Islam. Di Madinah ada Sa’id bin Musayyab, di
Makkah terdapat Atha’ bin rabah, di Kufah terdapat Ibrahim an-Nakha’i, dan lain-
lain. Pada masa sahabat dan Tabi’in orang-orang islam telah terbiasa meminta
fatwa kepada siapapunbtanpa menentukan kepada mufti tertentu, demikian pula
pada masa ini ulama’ yang memenuhi syarat berijtihadlah yang berani memegang
amanat fatwa. Akan tetapi pada masa selanjutnya kecenderungan ijtihad
mengalami gejala kelesuan yang dengan sendirinya taqlid menjadi pilihan dan
pola pikir sebagian besar generasinya
Secara garis besar, penyebab perbedaan sejak masa sahabat, tabi’in, sampai
munculnya madhab terutama madhab fiqh karena disebabkan beberapa hal;
8
Sejarah telah membuktikan bahwa segala usaha untuk membuat hukum Islam
senantiasa relevan di setiap tempat dan masa telah dilakukan untuk membentuk
hukum Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, walaupun harus memberantas
segala kekacauan pemahaman keagamaan yang bersumber dari sisa dan
kelanjutan masa sebelumnya. Banyaknya fatwa yang dikeluarkan oleh setiap
Imam menambah wawasan pemikiran yang luas serta menjadikan hokum Islam
senantiasa dinamis.
9
Daftar Pustaka
https://www.tongkronganislami.net/tarikh-tasyri-masa-khulafaur-rasyidin/
10