Anda di halaman 1dari 35

BAB I

SKENARIO

SERING SAKIT KEPALA

Seorang laki – laki berumur 50 tahun datang bersama istrimya ke IGD


Rumah Sakit dengan keluhan sakit kepala sejak 1 minggu yang lalu, kumat –
kumatan, makin lama makin sering. Sakit kepala makin berat bila stres dan
berkurang bila minum obat parasetamol yang dibeli di toko obat, tidak ada alergi
obat dan makanan. Kepala terasa berdenyut, leher kaku. Pasien sering merasa
gelisah. Pasien merasa 1 bulan terakhir mudah lelah.

1
BAB II

KATA KUNCI

1. Laki-laki 50 tahun
2. Sakit kepala
3. Kepala berdenyut
4. Leher kaku
5. Gelisah
6. Mudah lelah

2
BAB III

PROBLEM

1. Apa masalah yang dialami oleh pasien?


2. Bagaimana prinsip anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
untuk pasien tersebut?
3. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit pasien tersebut?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut?

3
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner)
dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan
tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh
karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang
peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan
agar hipertensi dapat dikendalikan.

B. Anatomi
Sistem kardiovaskuler adalah system transport (peredaran) yang
membawa gas -gas pernafasan , nutrisi, hormon - hormon dan zat lain ke
dari dan jaringan tubuh. Sistem kardiovaskuler di bangun oleh :

4
1. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot
jantung meupakan jaringan istimewa karena di lihat dari bentuk dan
susunanya sama dengan otot lintang, tetapi cara kerjanya sama otot
polos yaitu di luar kemauan kita ( dipengaruhi oleh susunan saraf
otonom).
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul
(pangkal jantung) dan di sebut basis kordis. Di sebelah bawah agak
runcing yang disebut apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan ( kavum
mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga
dada, d atas diafragma , dan pangkalnya terdapat di belakang kiri
antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat
ini teraba adanya jantung yang di sebut iktus kordis.
Ukuran jantung kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan
beratnya kira – kira 250 – 300 gram.

Gambar B. 1 Anatomi jantung

a. Lapisan jantung Endokardium merupakan lapisan jantung yang


terdapat di sebelah dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel
atau selaput lender yang melapisi rongga endotel atau selaput
lender yang melapisi permukaan rongga jantung. Miokardium

5
merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot – otot jantung,
otot jantung ini membentk bundalan – bundalan otot yaitu:
1) Bundalan otot atria, yang terdapat di bagian kiri/ kanan dan
basis kordis yang membentuk serambi atau aurikula kordis.
2) Bundalan otot ventrikel , yang membentuk bilik jantung, di
ualai dari cincin atrioventrikular sampai di apeks jantung.
3) Bundalan dari otot ventrikuler merupakan dinding pemisah
antara ruang serambi dan bilik jantung.
b. Katup – katup jantung
Di dalam jantung terdapat katup – katup yang sangat
penting artinya dalam susunan perdaran darah dan pergerakan
jantung manusia.
1) Valvula biskuspidalis , terdapat antara atrium dextra dengan
ventrikeldextra terdiri dari 3 katup.
2) vena biskuspidalis, terletak antara atrium sinistra dengan
ventrikel sinistra terediri 2 katup.
3) vulva semilunaris artei pulmonalis, terletak antara ventrikel
dextra dengan arteri pulmonali , tempat darah mengalir
menuju ke paru – paru.
4) vena semilunaris aorta, terletak antara ventrikel sisnistra
dengan aorta tepat darah mengalir menuju keseluruh tubuh.

2. Pembuluh Darah
a. Pembuluh darah arteri
Arteri merupakan Jenis pembuluh darah yang keluar dari
jantung yang membawa darah ke seluruh dari ventrikel sinistra di
sebut aorta. Arteri mempunyai 3 lapisan yang kuat dan tebal
tetapi sifatnya elastic dan trdiri dari 3 lapisan.
1) Tunika intima / interna. Lapisa paling dalam sekali
behubungan dengan darah dan terdiri dari jaringn endotel.

6
2) Tunika media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot
yang terdiri dari jaringan otot yang polos.
3) Tunika eksterna / adventesia. Lapisan yang palng luar sekali
trdiri dari jaringan ikat lembur yang menguatkan dinding
arteri.
b. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil teraba
dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari
bawah mikroskop. Kapiler pembentuk anyaman di seluruh
jaringan tubuh. Kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang
lain menjadi darah yang lebih besar disebut vena.
c. Vena ( pembuluh darah balik ) Vena membawa darah kotor
kembali ke jantung Beberapa vena yang penting :
1) Vena cava superior Vena balik yang memasuki atrium kanan
membawa darah kotor dari daerah kepala, thorax dan
ektremitas atas.
2) Vena cava inferor Vena yang mengembalikan darah kotor ke
jantung dari semua organ tubuh bagian bawah.
3) Vena cava jugularis Vena yang mengembalikan darah kotor
dari otak ke jantung.

Khusus sistem pengantar atrium ke ventrikel terdapat


perlambatan 1/10 detik antara jalan implus jantung dan atrium ke
dalam ventrikel. Hal ini memungkinkan atrium berkontraksi
mendahului ventrikel , atrium bekerja sebagai pompa primer bagi
ventrikel dan ventrikel kemudian menyediakan sumber tenaga
utama bagi pergerakan darah melalui sistem vaskular.

C. Histologi
Dindingnya terdiri dari 3 tunika :
1. Endokardium
a. Bersifat homolog dengan intima pembuluh darah

7
b. Terdiri dari selapis sel endotel gepeng yang berada diatas selapis
tipis subendotel jaringan ikat longgar yang mengandung serat
elastin dai kolagen , selain sel otot polos
2. Miokardium
a. Tunika yang paling tebal dari jantung terdiri atas sel-sel otot
jantung.
b. Sejumlah besar sel-sel ini berinsersi ke dalam skeleton fibrosa
jantung.
3. Epikardium
a. Bagian luar jantung yang dilapisi epitel selapis (mesotel) yang
ditopang oleh selapis tipis jaringan ikat
b. dapat disetarakan dengan lapisan perikardium, yaitu membran
serosa tempat jantung berada.
c. diantara lapisan viseral dan lapisan parietal terdapat cairan yg
memudahlan pergerakan jantung.

Skeleton fibrosa : bagian tengah jantung fibrosa, yang berfungsi


sebagai dasar kaup dan insersi sel otot jantung.
Unsur utama : septum membranaseum, trigonum fibrosum dan
annulus fibrosus.

Gambar C. 1 Histologi Jantung

8
D. Fisiologi
Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang
mengandung oksigen memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke
seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah yang disebut arteri.
Pembuluh darah yang lebih besar bercabang-cabang menjadi pembuluh-
pembuluh darah lebih kecil hingga berukuran mikroskopik dan akhirnya
membentuk jaringan yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah sangat
kecil atau disebut dengan pembuluh kapiler. Jaringan ini mengalirkan
darah ke sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk menghasilkan energi
yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian darah yang sudah
tidak beroksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena, dan di
pompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen lagi. Saat jantung
berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh
tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi dikenal dengan tekanan sistolik.
Kemudian otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan
ini paling rendah, yang dikenal sebagai tekanan diastolik. Tekanan sistolik
dan diastolik ini diukur ketika seseorang memeriksakan tekanan darah
(Beevers, 2002 dalam Jennie, 2007).

Gambar D. 1 Sirkulasi jantung

9
1. Siklus jantung

Gambar D. 2 Sirkulasi jantung

Empat ruang jantung ini tidak bisa terpisahkan antara satu


dengan yang lainnya karena ke empat ruangan ini membentuk
hubungan tertutup atau bejana berhubungan yang satu sama lain
berhubungan (sirkulasi sistemik, sirkulasi pulmonal dan jantung
sendiri). Di mana jantung yang berfungsi memompakan darah
keseluruh tubuh melalui cabang-cabangnya untuk keperluan
metabolisme demi kelangsungan hidup. Atrium kanan menerima
darah yang sedikit oksigen dari:-Superior Vena Kava-Inferior Vena
Kava-Sinus Coronarius. Dari atrium kanan, darah akan
dipompakan ke ventrikel kanan melewati katup trikuspid. Dari
ventrikel kanan, darah dipompakan ke paru-paru untuk
mendapatkan oksigen melewati:-Katup pulmonal-Pulmonal Trunk-
Empat (4) arteri pulmonalis, 2 ke paru-paru kanan dan 2 ke paru-
paru kiri. Darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru akan di
alirkan kembali ke jantung melalui 4 vena pulmonalis (2 dari
paru-paru kanan dan 2 dari paru-paru kiri) menuju atrium kiri. Dari
atrium kiri darah akan dipompakan ke ventrikel kiri melewati
katup biskupid atau katup mitral. Dari ventrikel kiri darah akan
di pompakan ke seluruh tubuh termasuk jantung (melalui

10
sinus valsava) sendiri melewati katup aorta. Dari seluruh tubuh,
darah balik lagi ke jantung melewati vena kava superior, vena
kava inferior dan sinus koronarius menuju atrium kanan.

Secara spesific, siklus jantung dibagi menjadi 5 fase yaitu :


a. Fase Ventrikel Filling
b. Fase Atrial Contraction
c. Fase Isovolumetric Contraction
d. Fase Ejection
e. Fase Isovolumetric Relaxation

Siklus jantung berjalan secara bersamaan antara jantung kanan


dan jantung kiri, dimana satu siklus jantung = 1 denyut jantung =
1 beat EKG (P,Q,R,S,T) hanya membutuhkan waktu kurang dari
0.5 detik.

a. Fase Ventrikel Filling Sesaat


Setelah kedua atrium menerima darah dari masing-masing
cabangnya, dengan demikian akan menyebabkan tekanan di
kedua atrium naik melebihi tekanan di kedua ventrikel.
Keadaan ini akan menyebabkan terbukanya katup
atrioventrikular, sehingga darah secara pasif mengalir ke
kedua ventrikel secara cepat karena pada saat ini kedua
ventrikel dalam keadaan relaksasi/diastolic sampai dengan
aliran darah pelan seiring dengan bertambahnya tekanan di
kedua ventrikel. Proses ini dinamakan dengan pengisian
ventrikel atau ventrikel filling.
b. Fase Atrial Contraction.
Seiring dengan aktifitas listrik jantung yang
menyebabkan kontraksi kedua atrium, dimana setelah terjadi
pengisian ventrikel secara pasif, disusul pengisian ventrikel
secara aktif yaitu dengan adanya kontraksi atrium yang

11
memompakan darah ke ventrikel atau yang kita kenal dengan
"atrial kick". Dalam grafik EKG akan terekam gelombang P.
Proses pengisian ventrikel secara keseluruhan tidak
mengeluarkan suara, kecuali terjadi patologi pada jantung yaitu
bunyi jantung 3 atau cardiac murmur.
c. Fase Isovolumetric Contraction
Pada fase ini, tekanan di kedua ventrikel berada pada
puncak tertinggi tekanan yang melebihi tekanan di kedua
atrium dan sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal.
Bersamaan dengan kejadian ini, terjadi aktivitas listrik
jantung di ventrikel yang terekam pada EKG yaitu komplek
QRS atau depolarisasi ventrikel. Keadaan kedua ventrikel ini
akan menyebabkan darah mengalir balik ke atrium yang
menyebabkan penutupan katup atrioventrikuler untuk
mencegah aliran balik darah tersebut. Penutupan
katup atrioventrikuler akan mengeluarkan bunyi jantung satu
(S1) atau sistolic. Periode waktu antara penutupan katup AV
sampai sebelum pembukaan katup semilunar dimana volume
darah di kedua ventrikel tidak berubah dan semua katup dalam
keadaan tertutup, proses ini dinamakan dengan fase
isovolumetrik contraction.
d. Fase Ejection
Seiring dengan besarnya tekanan di ventrikel dan proses
depolarisasi ventrikel akan menyebabkan kontraksi kedua
ventrikel membuka katup semilunar dan memompa darah
dengan cepat melalui cabangnya masing-masing. Pembukaan
katup semilunar tidak mengeluarkan bunyi. Bersamaan
dengan kontraksi ventrikel, kedua atrium akan di isi oleh masing-
masing cabangnya.

12
e. Fase Isovolumetric Relaxation
Setelah kedua ventrikel memompakan darah, maka
tekanan di kedua ventrikel menurun atau relaksasi
sementara tekanan di sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal
meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan aliran darah
balik ke kedua ventrikel, untuk itu katup semilunar akan
menutup untukmencegah aliran darah balik ke ventrikel.
Penutupan katup semilunar akan mengeluarkan bunyi jantung dua
(S2)atau diastolic. Proses relaksasi ventrikel akan terekam
dalam EKG dengan gelombang T, pada saat ini juga aliran
darah ke arteri koroner terjadi. Aliran balik dari sirkulasi
sistemik dan pulmonal ke ventrikel juga di tandai dengan
adanya "dicrotic notch". Total volume darah yang terisi
setelah fase pengisian ventrikel secara pasip maupun aktif
(fase ventrikel filling dan fase atrial contraction) disebut dengan
End Diastolic Volume (EDV). Total EDV di ventrikel kiri
(LVEDV) sekitar 120ml.Total sisa volume darah di ventrikel kiri
setelah kontraksi/sistolic disebut End Systolic Volume (ESV)
sekitar 50 ml. Perbedaan volume darah di ventrikel kiri antara
EDV dengan ESV adalah 70 ml atau yang dikenal dengan stroke
volume. (EDV-ESV= Stroke volume) (120-50= 70).

13
E. Patofisiologi

Gambar E.1 Mekanisme patofisiologi dari hipertensi

Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya


angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme
(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh
ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II (Anggraini, 2009).
Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut
prorenin dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) pada ginjal. Sel JG
merupakan modifikasi dari sel-sel otot polos yang terletak pada dinding
arteriol aferen tepat di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri menurun,
reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul
protein dalam sel JG terurai dan melepaskan renin. Angiotensin II adalah
vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek-efek lain yang juga
mempengaruhi sirkulasi. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka
angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan
tekanan arteri. Pengaruh pertama, yaitu vasokonstriksi, timbul dengan
cepat.

14
Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lemah
pada vena. Cara kedua dimana angiotensin II meningkatkan tekanan arteri
adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan ekskresi garam dan
air. Vasopresin, disebut juga antidiuretic hormone (ADH), bahkan lebih
kuat daripada angiotensin sebagai vasokonstriktor, jadi kemungkinan
merupakan bahan vasokonstriktor yang paling kuat dari ubuh. Bahan ini
dibentuk di hipotalamus tetapi diangkut menuruni pusat akson saraf ke
glandula hipofise posterior, dimana akhirnya disekresi ke dalam darah.
Aldosteron, yang disekresikan oleh sel-sel zona glomerulosa pada korteks
adrenal, adalah suatu regulator penting bagi reabsorpsi natrium (Na+ ) dan
sekresi kalium (K+ ) oleh tubulus ginjal. Tempat kerja utama aldosteron
adalah pada sel-sel prinsipal di tubulus koligentes kortikalis. Mekanisme
dimana aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium sementara pada saat
yang sama meningkatkan sekresi kalium adalah dengan merangsang
pompa natriumkalium ATPase pada sisi basolateral dari membran tubulus
koligentes kortikalis. Aldosteron juga meningkatkan permeabilitas natrium
pada sisi luminal membran (Guyton, 1997).

F. Patomekanisme
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang
akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah (Brunner, 2002).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

15
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi (Corwin, 2005).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang Korteks adrenal mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal
sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner,
2002).Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi
pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami
penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).

G. Jenis-Jenis Penyakit Yang Berhubungan


1. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg

16
a. Gejala Klinis
1) Sakit kepala parah
2) Penglihatan buram
3) Pusing
4) Mual
5) Telinga berdenging
6) Detak jantung tidak teratur
7) Kelelahan
8) Nyeri dada
9) Sulit bernafas

b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tekanan darah tinggi dengan stetoskop
2) Meminta pasien duduk ditempat tenang dan sunyi dengan
tangan disandarkan pada penyangga sehingga titik lengan atas
setinggi jantung.
3) Pastikan ukuran manset cukup besar : panjangnya harus
mengelilingi lebih 80% lengan atas.
4) Letakkan manset sehingga garis tengahnya terletak diatas
denyut nadi arteri brakialis, dengan tepi bawah manset 2 cm
diatas fosa antekubiti dimana kepala stetoskop diletakkan.
5) Kembangkan manset dan tentukan tingkat tekanan dimana
denyut brakialis menghilang dengan palpasi.
6) Lakukan auskultasi di atas arteri brakialis dan kembangkan
manset sampai 30 mmHg di atas tingkat tekanan yang
sebelumnya ditentukan dengan palpasi.
7) Kempiskan manset perlahan sambil mendengarkan
munculnya bunyi korotkoff, mulai mengaburnya dan
menghilang.
8) Ulangi beberapa kali, catat tekanan sistolik dan diastolok.
9) Cari perbedaan postural dalam pengukuran tekanan darah.

17
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lini pertama adalah EKG, kreatinin dan kalium.

2. White Coat Hypertension


White coat hypertension adalah suatu kondisi di mana pasien
mengalami tingkat tekanan darah tinggi yang persisten ketika mereka
diukur di kantor medis atau ketika dokter hadir, tetapi tingkat tekanan
darah normal selama kehidupan sehari-hari dan saat berada di
lingkungan rumah mereka.
Walaupun tidak ada fitur diagnostik patognomonik pada penyakit
ini, kondisi ini terjadi lebih sering pada wanita, orang dewasa yang
lebih tua, bukan perokok, pasien yang baru didiagnosis dengan
hipertensi dengan sejumlah pengukuran tekanan darah konvensional
yang memiliki hipertensi ringan, hamil wanita, dan subjek tanpa bukti
kerusakan organ target.
Menurut European Society of Hypertension/Society of Cardiology
guidelines tahun 2013, penyakit ini mencirikan individu dengan
pengukuran tekanan darah sistolik / diastolik 140/90 mmHg atau lebih
tinggi setidaknya tiga kali lipat, dengan pembacaan tekanan darah
rawat jalan atau rumah normal (24 jam) tekanan darah rawat jalan,
130/80 mmHg atau pembacaan tekanan darah di rumah 135/85
mmHg).
Pemantauan rawat jalan (Ambulatory Blood Pressure
Monitoring/ABPM) mungkin merupakan metode yang paling efektif
untuk mendiagnosis dan memastikan apakah pasien terus-menerus
hipertensi atau mengalami White coat hypertension. Pemantauan
rawat jalan harus digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis
hipertensi jas putih dalam waktu 3 bulan, dan kemudian setiap 6 bulan
sesudahnya, serta untuk memberikan pemantauan lanjutan pada pasien
ini, karena ada risiko terkena hipertensi sejati. Dalam pengaturan
klinis / kantor, mengukur tekanan darah pasien di ruangan yang

18
tenang dengan perangkat otomatis dapat mengurangi besarnya
perbedaan antara pengukuran tekanan darah di kantor dan di luar
kantor.
Pemantauan rawat jalan untuk mengecualikan hipertensi jas putih
pada pasien yang tidak diobati ketika
 Tekanan darah kantor ≥140 / 90 mm Hg pada ≥3 kunjungan
kantor terpisah
 ≥2 pengukuran tekanan darah yang dilakukan di luar kantor
<140/90 mmHg, sering menggunakan pemantauan tekanan darah
di rumah
 Tidak ada bukti kerusakan organ target hipertensi. Untuk pasien
dengan ABPM siang hari yang dikonfirmasi ≥135/85 mmHg,
dokter mungkin ingin mempertimbangkan untuk memulai terapi
obat antihipertensi.

a. Gejala Klinis
1) Sakit kepala parah
2) Penglihatan buram
3) Pusing
4) Mual
5) Telinga berdenging
6) Detak jantung tidak teratur
7) Kelelahan
8) Nyeri dada
9) Sulit bernafas

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tekanan darah tinggi dengan stetoskop
1) Meminta pasien duduk ditempat tenang dan sunyi dengan
tangan disandarkan pada penyangga sehingga titik lengan
atas setinggi jantung.

19
2) Pastikan ukuran manset cukup besar : panjangnya harus
mengelilingi lebih 80% lengan atas.
3) Letakkan manset sehingga garis tengahnya terletak diatas
denyut nadi arteri brakialis, dengan tepi bawah manset 2 cm
diatas fosa antekubiti dimana kepala stetoskop diletakkan.
4) Kembangkan manset dan tentukan tingkat tekanan dimana
denyut brakialis menghilang dengan palpasi.
5) Lakukan auskultasi di atas arteri brakialis dan kembangkan
manset sampai 30 mmHg di atas tingkat tekanan yang
sebelumnya ditentukan dengan palpasi.
6) Kempiskan manset perlahan sambil mendengarkan
munculnya bunyi korotkoff, mulai mengaburnya dan
menghilang.
7) Ulangi beberapa kali, catat tekanan sistolik dan diastolok.
8) Cari perbedaan postural dalam pengukuran tekanan darah.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lini pertama adalah EKG, kreatinin dan kalium.

3. Drug induced hypertension


Peningkatan tekanan darah yang diinduksi oleh obat (drug induced
hypetension) mewakili penyebab hipertensi sekunder yang penting
dan dapat dimodifikasi. Penyebab umum hipertensi sekunder meliputi
penyakit parenkim ginjal (1) penyakit renovaskular (3), penyebab
yang diinduksi obat (4), kehamilan (5), aldosteronisme primer (6), dan
apnea tidur obstruktif (7). Penyebab yang tidak umum dari hipertensi
sekunder meliputi akromegali, hipertiroidisme, hipotiroidisme,
hiperparatiroidisme, sindrom Cushing, kelebihan mineralokortikoid,
pheochromocytoma / paraganglioma, sindrom karsinoid, hiperplasia
adrenal kongenital, koarktasio aorta, dan penyebab neurologis

20
a. Gejala Klinis
1) Sakit kepala parah
2) Penglihatan buram
3) Pusing
4) Mual
5) Telinga berdenging
6) Detak jantung tidak teratur
7) Kelelahan
8) Nyeri dada
9) Sulit bernafas

b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tekanan darah tinggi dengan stetoskop
2) Meminta pasien duduk ditempat tenang dan sunyi dengan
tangan disandarkan pada penyangga sehingga titik lengan
atas setinggi jantung.
3) Pastikan ukuran manset cukup besar : panjangnya harus
mengelilingi lebih 80% lengan atas.
4) Letakkan manset sehingga garis tengahnya terletak diatas
denyut nadi arteri brakialis, dengan tepi bawah manset 2 cm
diatas fosa antekubiti dimana kepala stetoskop diletakkan.
5) Kembangkan manset dan tentukan tingkat tekanan dimana
denyut brakialis menghilang dengan palpasi.
6) Lakukan auskultasi di atas arteri brakialis dan kembangkan
manset sampai 30 mmHg di atas tingkat tekanan yang
sebelumnya ditentukan dengan palpasi.
7) Kempiskan manset perlahan sambil mendengarkan
munculnya bunyi korotkoff, mulai mengaburnya dan
menghilang.
8) Ulangi beberapa kali, catat tekanan sistolik dan diastolok.
9) Cari perbedaan postural dalam pengukuran tekanan darah.

21
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lini pertama adalah EKG, kreatinin dan kalium.

22
BAB V
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

Berdasarkan data yang telah dilampirkan di atas, pada skenario kami


mendapat beberapa differential diagnosis yaitu:
1. Hipertensi
2. White Collar / Coat Hypertension
3. Drug Induced Hypertension

23
BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

A. Anamnesis

Nama : Tn. Widodo


Umur : 50 tahun
Alamat : Dukuh Kupang II No. 17, Surabaya
Pekerjaan : Staf marketing

· Keluhan utama : Sakit kepala


· Riwayat Penyakit Sekarang
- Sakit kepala sejak 1 minggu yang lalu
- Kumat-kumatan
- Makin lama makin sering
- Makin berat bila stress
- Tidak ada alergi obat dan makanan
- Kepala terasa berdenyut
- Leher kaku dan mudah lelah
· Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah sakit berat, tidak pernah masuk rumah sakit
· Riwayat pengobatan
Minum paracetamol sakit kepala berkurang
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Ibu hipertensi
· Riwayat kebiasaan
Makan 3 kali teratur, suka asin dan gurih, tidak suka sayur, merokok -+ 1
pak sehari sejak SMA, alkohol (-), tidak pernah olahraga, akhir-akhir ini
banyak stres pekerjaan.

24
B. Pemeriksaan Fisik Penyakit
· Vital Sign
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 70 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5C
BB : 70 kg
TB : 160 cm
· Pemeriksaan Kepala : A/I/C/D -/-/-/-
· Pemeriksaan Leher : Kelenjar (-), struma (-), distensi vena jugularis (-)
· Pemeriksaan Thorax
Jantung
- Inspeksi : Deformitas (-), iktus cordis tidak terlihat, impuls
epigastrium tidak terlihat, tidak terlihat gerakan precordial heave
- Palpasi : iktus cordis (-), thrill (-), precordial heave (-), impuls
epigastrium (-)
- Perkusi : Dalam batas normal, batas kanan dan kiri normal
- Auskultasi : Murmur (-), tidak ada bunyi tambahan
Paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada semua lapang dada ronkhi -/,
wheezing -/-
Abdomen
- Supel, turgor kulit normal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada acites.
- Hepar/lien/renal tidak teraba
 Ekstremitas : sianosis -/-, clubbing finger -/-, edema -/-

C. Pemeriksaan Penunjang Penyakit


· Darah

25
- Hb : 12,3 g/dl
- Leukosit : 7800/mm3
· Fungsi hati dan ginjal : normal
· Profil lipid : kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida normal
· Urine : glukosa (-), protein (-)
· Foto thorax
- Jantung : bentuk dan ukuran normal.
- Paru : tidak ada kelainan
· EKG : normal

D. Analisis

White Coat/Collar
Hipertensi Drug Induced
Hypertension
Hypertensio
Gejal 1. Sakit atau nyeri kepala 1. Sakit kepala 1) Sakit kepala
a 2. Penglihatan kabur 2. Penglihatan kabur parah
Klinis 3. Jantung berdebar-debar 3. Jantung berdebar- 2) Penglihatan
4. Rasa sakit di dada debar buram
5. Pusing 4. Rasa sakit di dada 3) Pusing
6. Leher kaku 5. Pusing 4) Mual
7. Gelisah 6. Leher kaku 5) Telinga
8. Berkeringat 7. Gelisah berdenging
9. Sulit tidur 8. Berkeringat 6) Detak jantung
9. Sulit tidur tidak teratur
7) Kelelahan
8) Nyeri dada
9) Sulit bernafas

26
Peme 1. Pasien tampak sehat, Pasien tampak sehat dan Tekanan darah
riksa dapat terlihat sakit tekanan darah tampak pasien meningkat
an ringan-berat bila terjadi normal. Tetapi tekanan saat di tes
Fisik komplikasi hipertensi darah dapat meningkat Tekanan
ke organ lain. karena rasa takut saat di darahnya karena
2. Tekanan darah tes tekanan darahnya dipengaruhi oleh
meningkat sesuai oleh dokter atau tenaga obat-obatan yang
kriteria JNC VII. kesehatan sedang di
3. Pada pasien dengan konsumsi pasien
hipertensi, wajib untuk penyakit
diperiksa status lain
neurologis dan Contoh obat obat
pemeriksaan fisik  Antidepresan
jantung (tekanan vena (terutama
jugular, batas jantung, venlafaxine)
dan ronki).  Kortikosteroi
d, ACTH
 NSAID, cox-
2 inhibitor
 Fenilpropano
lamine
 Eritropoetin
 Sibutramin
Peme 1. Pemeriksaan Lab. : Sama dengan hipertensi Sama dengan
riksa darah lengkap, kadar hipertensi
an ureum, kreatinin, gula
Penu darah, lemak darah,
njang elektrolit, kalsium,
asam urat dan urinalisis
2. Pemeriksaan Lain :
pemeriksaan fungsi
jantung
(elektrokardiografi),
funduskopi, USG
Ginjal, foto toraks,
ekokardiografi.

27
BAB VII

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Berdasarkan dari keluhan yang diderita Tn. Delta, hasil pemeriksaan fisik
dan hasil pemeriksaan laboratorium kelompok kami dapat menegakkan diagnosis
bahwa pasien tersebut menderita Hipertensi

28
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK


 Kesadaran: Compos Mentis
Identitas  Vital sign:
- Tensi : 170/100 mmHg
a. Nama: Tn. Kloro - Nadi : 70 x/menit
b. Jenis kelamin: Laki-laki - RR : 20 x/menit
c. Umur: 50 tahun - Suhu : 36,5°C
d. Pekerjaan: Guru - Tinggi badan : 160 cm
e. Status: menikah - Berat badan : 70 kg
 Kepala :
Kepala : Anemi ( -/- )
Keluhan Utama : Sakit kepala
Riwayat penyakit sekarang : Ikterus ( -/- )
Kepala terasa berdenyut sejak 1 Sianosis ( - )
minggu yang lalu, intensitasnya Dispnea ( - )
kumat – kumatan, makin lama  Leher : trachea ditengah tidak ada
makin sering dan memburuk ketika pembesaran kelenjar tidak ada
stress, leher kaku, mudah Lelah dan distensi vena jugularis tidak terlihat
sering gelisah. kontraksi muskulus
Riwayat penyakit dahulu : sternokleidomastoideus
Tidak menderita penyakit yang  Thorax : dalam batas normal
berhubungan dengan keluhan saat  Abdomen : supel, turgor kulit
ini. normal, nyeri tekan (-), asites (-).
Riwayat penyakit keluarga : Hepar/ lien tidak teraba
Ayah Pasien mengidap hipertensi.  Ekstremitas: dalam batas normal
Riwayat sosial :  Pemeriksaan Penunjang :
- Profesi sebagai pegawai swasta Darah : Hb : 12,3 g/dl , leukosit :
- Merokok 5 bungkus dalam sehari 7800/mm3
sejak 15 tahun yang lalu LFT (fungsi hati) : normal
- Jarang berolahrga Profil lipid : normal
- Suka makan makanan padang Urine : glukosa (-), protein (-)
Riwayat terapi : Foto thorax : Cor : bentuk dan
Pasien meminum parasetamol ketika ukuran normal. Paru : tidak ada
sakit kepala. tekanan
EKG : normal

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
DIAGNOSIS 1. Hipertensi
2. White coat hypertension
HIPERTENSI 3. Nyeri akibat tekanan
intraserebral
4. Ensefalitis.

29
BAB IX
STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH

E. Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat
menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan
dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien
yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular
lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap
awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah
jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah
yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang
lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak
guidelines adalah :
a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat
memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah,
seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam
dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan
daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan
garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan
dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga
bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam
tidak melebihi 2 gr/ hari.
c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –
60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong
penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki

30
waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol
belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun
konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring
dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di
kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan
darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi
alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum
terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi
merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti
merokok.

2. Farmakologis
Terapi farmakologi Secara umum, terapi farmakologi pada
hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak
mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola
hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa
prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk
menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat
mengurangi biaya
c. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun )
seperti pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor
komorbid

31
d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur. Algoritme
tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines
memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum, yang disadur dari A
Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension 2013.

F. Prinsip Tindakan Medis


Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi
diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan
dengan modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga
komplikasi yang terjadi dapat dihindarkan.

32
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A. Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien/Keluarga Pasien


Terdapat beberapa skor prediktor yang dapat digunakan untuk menilai
prognosis jangka panjang. Tekanan darah termasuk salah satu komponen
penting untuk penilaian risiko kejadian kardiovaskular. Skor WHO/ISH
memprediksi kejadian kardiovaskular (infark miokard atau stroke) dalam
jangka waktu 10 tahun berdasarkan tekanan darah sistolik, kadar kolesterol
total, diabetes, status merokok, jenis kelamin, serta usia. Skor prediksi
studi Framingham juga memprediksi kejadian kardiovaskular 10 tahun
dengan komponen penilaian berupa TDS, usia, penggunaan obat anti
hipertensi, diabetes, status merokok, kadar total kolesterol dan HDL
serum.
Penurunan tekanan darah terbukti memberikan prognosis baik. Studi
metaanalisis menunjukkan bahwa setiap penurunan tekanan darah sistolik
10 mmHg dapat menurunkan risiko komplikasi penyakit jantung iskemik
sebesar 17%, gagal jantung sebesar 28%, dan stroke sebesar 27%.

1. Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga terkait penyakit


hipertensi
2. Menjelaskan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pasien selama
proses penyembuhan
3. Menjelaskan akibat dari penyakit hipertensi

B. Tanda Merujuk Pasien


Jika didapati pasien dengan tekanan darah tinggi ringan, sakit kepala,
pusing, gugup dan palpitasi itu berlangsung selama beberapa tahun maka
pasien harus melakukan beberapa pemeriksaan yang akurat dengan
melakukan tes khusus. Tes yang dilakukan antara lain:

33
a. X-ray khusus (angiugrafi) yang mengcakup penyuntikan suatu zat
warna yang digunakan untuk memfisualisasi jaringan arteri aorta,
renal dan adrenal.
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat
electroencfalografi (EEG), alat ini menyerupai electrocardiography
(ECG atau EKG)

C. Pencegahan Penyakit
Pencegahan primer meliputi peningkatan kesehatan dan promosi
penyebab dari penyakit khususnya hipertensi sehingga seseorang
mempunyai pengetahuan, kesadaran dan kemampuan untuk mencegah
penyakit. Menurut Harnilawati (2013, h. 40) mengatakan ada 3 tingkatan
pencegahan terhadap kesehatan yaitu :
1. Pencegahan primer, yang meliputi peningkatan kesehatan dan
tindakan preventif khusus yang dirancang untuk mencegah orang
bebas dari penyakit dan cedera.
2. Pencegahan sekunder, yang terdiri dari deteksi dini, diagnosis dan
pengobatan.
3. Pencegahan tersier, yang mencakup tahap penyembuhan dan
rehabilitasi, dirancang untuk meminimalkan klien dan
memaksimalkan tingkat fungsinya

34
DAFTAR PUSTAKA

The Task Force for the management of arterial hypertension of the European
Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of
Cardiology (ESC). 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of
arterial hypertension. Jour of Hypertension 2013, 31:1281-1357
Kemenkes RI. Hipertensi. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian
kesehatan RI. 2014; (Hipertensi):1-7.
Karson. (2011). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Kardiovasuler. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Beevers, D. G. 2002. Tekanan Darah. Jakarta : Dian Rakyat. Hal 17-18, 22-25,
35,37, 80-81, 84.
Corwin E. 2005. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Anggraini, dkk. 2009. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien yang berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari 2009.
Kemenkes, 2014. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
HIPERTENSI. Jakarta Selatan.
http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-hipertensi.pdf. Diakses
pada pukul 22.56 tanggal 1 Oktober 2019.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana
hipertensi pada penyakit kardiovaskular. 2015.
The seventh report of the joint national committee on prevention, detection,
evaluation and treatment of high blood pressure. NIH publication. 2004:

35

Anda mungkin juga menyukai