Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Pajak di Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Tangerang
Dosen : MIFTAHUL HUSNA, SH., MKN
Disusun Oleh :
Alamsyah (18 74 201 008)
Abdul Hamid (18 74 201 022)
Ricvan Anugrah Setiawan (18 74 201 026)
Natasya Ayu Safira (18 74 201 108)
Semester/Kelas :
IV/A.3.6 Malam
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang bertema “Keberatan dan Banding”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Hukum
Pajak di Universitas Muhammadiyah Kota Tangerang.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan UUD 45 yang menjunjung tinggi
hak dan kewajiban setiap orang. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam
mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan
kesadaran dan rasa tanggung jawab. Peran pajak bagi suatu Negara menjadi sangat dominan.
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat
pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang
berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan
secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat
ditemukan di Inggris pada tahun 1799.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, politik, disadari
bahwa sistem pelaksanaan perpajakan di Indonesia membutuhkan suatu ketentuan dan tata
cara yang sesuai dengan tingkat kehidupan masyarakat Indonesia baik dari segi kegotong-
royongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai.
Dengan kehidupan masyarakat yang semakin dinamis ketentuan dan tata cara
perpajakan pun telah mengalami perubahan. Hal ini diharapkan bahwa lebih memberikan
keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan
penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang perpajakan sehingga tidak ada
lagi masyarakat indonesia yang tidak paham akan sistem perpajakan.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, politik, disadari
bahwa sistem pelaksanaan perpajakan di Indonesia membutuhkan suatu ketentuan dan tata
cara yang sesuai dengan tingkat kehidupan masyarakat Indonesia baik dari segi kegotong-
royongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai.
Dengan kehidupan masyarakat yang semakin dinamis ketentuan dan tata cara
perpajakan pun telah mengalami perubahan. Hal ini diharapkan bahwa lebih memberikan
keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan
penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang perpajakan sehingga tidak ada
lagi masyarakat indonesia yang tidak paham akan sistem perpajakan.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keberatan dan bagaimana cara melakukan pengajuan
keberatan dalam pajak?
2. Apa yang dimaksud dengan banding dan bagaimana dengan hasil putusan
banding?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang keberatan dalam pajak dan bagaimana melakukan pengajuan
keberatan dalam pajak?
2. Menjelaskan tentang banding dalam pajak dan bagaimana dengan hasil putusan
banding?
D. Manfaat Penulisan
1. Memberikan ilmu pengetahuan tentang ap aitu keberatan dan banding dalam
pajak dan proses pengajuan keberatan serta bagaimana dengan hasil putusan
banding.
2. Menjadi pedoman pembaca dalam pelaksanaan pengajuan keberatan dan banding.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBERATAN
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat
adanya sanksi. Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal dari negara yang dapat dirasakan
langsung oleh pembayar pajak.Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun
daerah (tidak boleh dilakukan oleh swasta yang orientasinya adalah keuntungan).Pajak
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan)
bagi kepentingan umum.
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas
atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh
pihak ketiga. Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu
ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak
ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan. Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan atas:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-
undang perpajakan.
3
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP
terdaftar, dengan syarat:
1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang
jelas.
3. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
Penyelesaian Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau
menambah besarnya jumlah pajak terhutang.
4
1. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan
tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
2. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat
keputusan keberatannya diterbitkan.
B. BANDING
Banding merupakan upaya dari pemohon banding untuk menyatakan rasa tidak puasnya
terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pemohon termasuk
kuasa hukum ingin melakukan upaya banding ini dengan mulus dan hasilnya adalah
kemenangan untuk pemohon. Ada hal yang perlu dipahami dan disiasati oleh pemohon
banding dan perlu diantisipasi dan discounter oleh aparat pajak. Seringkali pihak yang
bersengketa mempermasalahkan. Jumlah yang terutang menjadi 0. Dengan berlakunya UU
Nomor 28 tahun 2007.
5
7. Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding
hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%
(lima puluh persen).
8. Pemohon banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan
yang berlaku, sepanjang masih dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Dari sudut DJP kadang terkaget-kaget dengan keputusan pengadilan pajak. Dalam
aturan perpajakan terdahulu tentang pemberian imbalan bunga bagi wajib pajak yang
diterima keberatannya maupun bandingnya akan dikembalikan total yang dibayarkan beserta
imbalan bunga sebesar 2% perbulan, hal ini akibat ketentuan perpajakan sebelumnya
mengatur bahwa setiap keberatan dan banding tidak menunda pembayaran pajak yang
terutang. Adapun imbalan bunga 2% per bulan dan maksimal 24 bulan, artinya, dalam
setahun dapat imbalan bunga sampai 24%, persentase yang besar dibandingkan bunga
deposito perbankan. Seorang konsultan pernah mengatakan pada saya sehubungan dengan
persentase yang besar tersebut, bahwa ada sebuah perusahaan yang membuka "divisi kasus"
(divisi yang khusus menangani kasus-kasus dalam perusahaan) yang dipimpin setingkat
manajer dalam perusahaan lengkap dengan target dan penghasilannya (termasuk imbalan
bunga didalamnya).
Salah satu manifestasi dari asas keadilan yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) adalah dengan memberikan imbalan bunga kepada Wajib Pajak, sama halnya apabila
Wajib Pajak salah atau lalai dalam menjalankan kewajiban perpajakannya maka dikenakan
sanksi adminstrasi baik berupa bunga, denda, ataupun kenaikan dari jumlah kewajiban pajak
yang seharusnya dibayar atau terhutang oleh Wajib Pajak. Saat Wajib Pajak sudah
menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar, namun dalam waktu
bersamaan terjadi kelebihan pembayaran pajak atas kewajiban yang seharusnya dibayar atau
terutang oleh Wajib Pajak maka akan memperoleh imbalan bunga atas kelebihan tersebut.
Dalam hal, putusan majelis adalah tidak dapat diterima apakah imbalan bunga harus muncul.
Walapun tidak dipermasalahkan oleh pemohon.
Putusan Banding
Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban
atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding. Putusan Banding merupakan
putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha
Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian
besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak. Apabila pengajuan keberatan atau
6
permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24
bulan.
Terkait dengan produk akhir dari pengadilan pajak yang berupan putusan, terdapat 6
jenis putusan pengadilan pajak, yaitu:
1. Menolak
2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya
3. Menambah Pajak yang harus dibayar
4. Tidak dapat diterima
5. Membetulkan kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung
6. Membatalkan.
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Walaupun Undang-undang Pengadilan Pajak memberikan kebebasan kepada pihak-
pihak yang bersengketa (Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak) untuk mengajukan
Peninjauan Kembali, namun Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan
mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam praktik akan timbul kendala, apabila Wajib Pajak
tidak segera melunasi pajak yang kurang dibayar sehubungan dengan Putusan Banding,
Dirjen Pajak berhak melakukan tindakan penagihan, sebaliknya DJP juga berkewajiban
memberikan Imbalan Bunga apabila ditemukan kelebihan pembayaran pajak sehubungan
dengan Putusan Banding.
Sehingga apabila Wajib Pajak tidak mengajukan Peninjauan Kembali dan ditemukan
kelebihan pembayaran pajak karena putusan banding diterima sebagian atau seluruhnya,
kepada Wajib Pajak harus diberikan Imbalan Bunga. Hal ini tidak menyalahi ketentuan
Undang-undang baik Undang-undang Pengadilan Pajak, Undang-undang KUP, maupun PP
74 Tahun 2011 (poin c). Hal ini sesuai dengan konsideran Undang-undang Perpajakan yaitu
mewujudkan sistem perpajakan yang netral, lebih memberikan keadilan dan lebih dapat
menciptakan kepastian hukum maka pemberian Imbalan Bunga merupakan hak Wajib Pajak
dan untuk memenuhi rasa keadilan terhadap masyarakat Wajib Pajak. Sejalan pula dengan
asas Kepastian Hukum yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara.
B. SARAN
Berdasarkan Uraian diatas, maka yang dapat kami sarankan adalah :
1. Sebaikanya dilakukan sosialisasi yang lebih efektif dalam hal pemberitahuan dan
pengenalan pajak, mekanisme pembayaran, sanksi apabila melanggar, dan bagaimana
proses/tata cara pengajuan keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali agar
tidak banyak dari masyarakat kita yang keliru.
8
2. Fiskus atau pemungut pajak hendaknya berhati-hati dan mawas diri dalam hal
penagihan/pemungutan pajak, agar tidak terjadi yang namanya kesalahpahaman dan
wajib pajak mengajukan kebertan atas perilaku seorang fiskus/pemungut pajak terhadap
wajib pajak.