Anda di halaman 1dari 3

TUGAS KESENIAN

NAMA : NAUFAL DZAKI

KELAS : X IPA 6

TEMA : MUSIK KOPLO


Musik koplo atau dikenal juga Dangdut koplo adalah sebuah sub aliran dalam musik Dangdut.
Dengan ciri khas irama yang cepat dari gendangnya. Aliran ini dipopulerkan oleh grup musik orkes
melayu atau yang biasa disingkat dengan OM. Grup musik ini merajai pentas panggung rakyat
terutama di pulau Jawa, lebih spesifik lagi di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah bahkan Jawa
Barat.

Pada era tahun 2000-an seiring dengan kejenuhan musik dangdut yang asli, maka di awal era ini
musisi di wilayah Jawa Timur di daerah pesisir Pantura mulai mengembangkan jenis musik dangdut
baru yang disebut dengan musik koplo. Musik koplo merupakan mutasi dari musik dangdut setelah
era Congdut (Dangdut Campursari) yang bertambah kental irama tradisionalnya ditambah dengan
masuknya unsur seni musik kendang kempul yang merupakan seni musik dari
daerah Banyuwangi (Jawa Timur) dan irama tradisional lainya seperti jaranan dan gamelan.

Dangdut Koplo lahir di Indonesia lahir sejak tahun 2000 yang dipromotori oleh kelompok-kelompok
musik Jawa Timur. Namun saat itu masih belum menasional seperti sekarang ini. 2 tahun kemudian,
variasi atau cabang baru bagi musik Dangdut ini semakin fenomenal, setelah area 'kekuasaannya'
meluas ke beberapa wilayah seperti di Yogya dan beberapa kota di Jawa Tengah lainnya. Salah
satu hal yang membuat genre ini sukses dalam memperlebar daerah 'kekuasannya' adalah vcd
bajakan yang begitu mudah dan murah didapatkan masyarakat sebagai 'alternatif' hiburan
masyarakat dari vcd/dvd original artis-artis/selebriti nasional yang dinilai mahal. Kesuksesan vcd
bajakan tersebut juga dibarengi dengan fenomena "goyang ngebor" Inul Daratista.
Fenomena itulah yang sebenarnya membuat popularitas Dangdut Koplo semakin meningkat di se-
antero Indonesia. Apalagi setelah goyang ngebor inul itu tercium oleh beberapa media-media
televisi swasta nasional. Oleh karenanya, masyarakat Indonesia semakin mengenal Dangdut Koplo
dan juga Inul itu sendiri.
Tapi, fenomena itu bukan berarti tak ada masalah. Sang Raja Dangdut Indonesia, Rhoma
Irama adalah seniman Dangdut senior pertama yang nyata-nyata menentang Inul karena goyang
ngebornya itu. Munculnya Inul dengan ciri goyangan tersendiri itu ditentang Rhoma karena berbau
pornografi yang mengakibatkan dekadensi moral. Tak hanya itu, sang Raja juga khawatir jika hal ini
dibiarkan saja, akan tumbuh-tumbuh goyangan porno model lain yang dilakukan penyanyi-penyanyi
di daerah untuk ikut-ikutan 'mengekor' si ratu goyang ngebor itu.
Penentangan Rhoma terhadap aksi Inul dan beberapa tokoh dangdut lain ternyata mendapat
'sambutan' dari para pembela Inul. Baik itu masyarakat umum atau seniman-seniman Indonesia lain
(dan bahkan melibatkan pakar hukum). Sejak itulah pro-kontra terhadap Inul menjadi headline news
di media-media di Indonesia dan bahkan beberapa media-media Internasional seperti BBC News.
Pro-kontra dan kontroversi itu ternyata semakin mempopulerkan Inul itu sendiri, Dangdut Koplo dan
artis-artis Dangdut lain. Benar kata sang Raja, karena munculnya Inul tersebut diikuti oleh
munculnya artis-artis pendatang baru yang juga membawa identitas goyangan, seperti goyang
ngecor ala Uut Permatasari dan Goyang patah-patah ala Anisa Bahar. Hal tersebut membuat sang
Raja dan para penentang lain semakin sedih. Munculnya artis atau penyanyi Dangut baru karena
kontroversi itu juga semakin mempopulerkan Dangdut Koplo. Berturut-turut setelah Uut dan Anisa
Bahar, muncul nama lain seperti Dewi Persik, Julia Perez, Shinta Jojo waktu itu.
Di sisi lain, Dangdut sedang berbenah melalui Konggres PAMMI untuk memilih calon ketua baru.
Dalam kesempatan itu, Rhoma kembali terpilih sebagai ketua PAMMI. Salah satu pernyataan yang
cukup menghebohkan juga adalah bahwa Rhoma secara terang-terangan melarang dan
menggunakan embel-embel Dangdut karena telah menyimpang dari pakem Dangdut sehingga
seharusnya aliran tersebut berdiri sendiri. Salah satu alasannya yang populer adalah karena
Dangdut Koplo melahirkan penyanyi Dangdut dengan goyangan erotis dan penampilan vulgar.
Lantas apa yang membuat dangdut koplo berbeda dengan format dangdut lainnya? Tak lain adalah
pola tabuhan gendangnya. Berdasarkan pola yang dipetakan Weintraub, irama gendang dangdut
koplo mengandung tabuhan "dang" dua kali lebih banyak daripada "dut". Ia juga memiliki tempo
lebih cepat dari irama gendang dangdut biasanya. Irama ini yang kemudian menjadi asal-usul kata
"koplo". Kata tersebut digunakan karena irama dangdut koplo seolah merangsang pendengarnya
untuk nge-fly, sensasi yang dirasakan setelah menenggak pil koplo – jenis obat-obatan yang
menyebabkan halusinasi dan dijual murah di Indonesia. Penamaan koplo, dengan merujuk harga pil
koplo yang relatif murah sehingga mudah diakses, juga menjadi perumpamaan bahwa dangdut
koplo adalah musik rakyat, lahir dari akar rumput.
Jawabannya masih problematis. Dalam “The Sound and Spectacle of Dangdut Koplo”, Weintraub
menyebut bahwa irama tersebut berkembang di Jawa Timur, tetapi asal-usulnya sulit ditentukan.
Waryo dari grup OM Armega dan Slamet Rudi Hartono dari grup Palapa sering disebut sebagai
pemain gendang yang memopulerkan irama gendang koplo. Namun, musisi Abdul Malik B.Z.
mengklaim pernah memasukkan irama gendang serupa koplo ke dalam komposisi musiknya pada
1970-an. Pemain gendang di Jawa Barat pun berteori bahwa irama gendang koplo merupakan
turunan dari motif gendang mincid jaipongan Sunda. Baca juga: Ngaji Sorogan dan Joget Dangdut
Selain irama gendangnya, dangdut koplo juga tidak lengkap tanpa senggakan (sorakan) usil yang
menyelip di tengah lagu. Dalam sebuah lagu dangdut koplo, para penyanyi atau pemain alat musik
jamak menyambar dengan kata-kata seperti “dum plak ting ting joss”, “hok ya”, atau “asolole”.
Bahkan beberapa kata terkesan lebih vulgar: “buka sitik joss”, “Icik-icik Ehem-ehem”, “Geli Dikit
nyoh”, “ea e ea e ea e”, hingga “ayoo mass”. Michael Haryo Bagus Raditya, dalam “Esensi
Senggakan Pada Dangdut Koplo Sebagai Identitas Musikal”, mengatakan kata-kata yang muncul
dalam senggakan bermakna lebih transparan dan lebih alami, sebagai bentuk ekspresi kebebasan.
Menurutnya, senggakan juga wujud dari pertunjukan yang partisipatoris. “Penonton dan pemain
seakan tidak ada jarak, tidak ada beda, dan saling berinteraksi dalam merespons aktivitas yang ada.
Aktivitas seperti halnya penyanyi menanyakan judul lagu yang diinginkan, mengajak bernyanyi,
menggoda para penonton yang bergoyang,” sebut Michael, “Sedangkan pada lingkup pemusik,
pemusik juga melihat dari joget dari penonton, ketika joget sudah berlangsung, maka tempo dan
joget akan diklimakskan dengan iringan musik yang lebih cepat dan semangat.”

Sayang, pernyataan dia seperti tak pernah didengarkan oleh para pelaku Dangdut terutama
penyanyi. Justru hal itu seolah semakin mengeksiskan Dangdut Koplo itu sendiri disamping
produktivitas Dangdut non koplo yang sepi dan kalah bersaing dengan peredaran vcd/dvd bajakan
yang semakin meluas. Di sisi lain, penyanyi pendatang baru juga semakin membludak, baik itu yang
bersifat lokal atau nasional, begitu juga dengan grup-grup Dangdut koplo juga semakin banyak, ata
grup yang tadinya beraliran klasik atau rock Dangdut, berganti haluan menjadi Dangdut koplo.
Mungkin masyarakat Indonesia sudah banyak yang tahu artis-artis pendatang seperti Ayu Ting
Ting, Siti Badriah, Zaskia Gotik, Trio Macan, Wika Salim, Melinda dan sebagainya, atau grup
Dangdut Koplo Jawa timuran yang semakin populer di Indonesia. Itu semua justru terjadi karena
kontroversi-kontroversi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai