Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Faal yang dibimbing oleh Ainindita
Aghniacakti,M.Psi
Oleh:
Kelompok 3 Psikologi C
FAKULTAS PSIKOLOGI
Tahun 2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Pengantar.................................................................................................................................2
B. Emosi sebagai Respon Pola.....................................................................................................2
1. Rasa Takut...........................................................................................................................2
2. Marah, Agresif, dan Impuls Kontrol..................................................................................5
3. Kontrol Hormon Atas Perilaku Agresif...........................................................................18
C. Penyampaian Emosi..............................................................................................................21
1. Ekspresi Wajah dari Emosi : Respon Bawaan................................................................21
2. Dasar Neuron dari Penyampaian Emosi : Pengenalan...................................................22
3. Dasar Neuron dari Penyampaian Emosi : Ekspresi........................................................30
D. Perasaan Emosi......................................................................................................................33
1. Teori James-Lange............................................................................................................33
2. Umpan Balik dari Ekspresi Emosi...................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................38
1
PEMBAHASAN
A. Pengantar
1. Pengetrian
Emosi berasal dari kata emotion dalam bahasa Prancis atau dalam bahasa Latin
keluar”. Emosi merupakan suatu konsep yang luas dan tidak dapat dispesifikkan.
Emosi merupakan suatu reaksi bisa positif maupun negatif sebagai dampak dari
rangsangan dari dalam diri sendiri maupun dari luar. Berikut ini pengertian emosi
Prez mengungkapkan arti emosi adalah suatu reaksi tubuh dalam menghadapi
sesuatu. Sifat dan intensitas emosi terkait erat dengan aktivitas kognitif sebagai hasil
subjektif yang dapat diungkapkan atau dilihat dari reaksi wajah atau tubuh.
dengan tujuan tingkah laku. Emosi diatikan sebagai perasaan, misalnya pengalaman
4. William James, emosi yaitu kondisi budi rohani yang menampakkan diri dengan
2. Unsur-Unsur Perasaan
dengan gejala mengenal, perasaan yang dialami sebagai rasa senang, atau tidak
senang, dengan tingkatkan yang berbeda beda. Perasaan lebih erat dengan pribadi
seseorang dan bekaitan dengan gejala kejiwaan lainnya. Sehingga perasaan satu orang
3. Macam-Macam Emosi
1. Emosi Sensoris: Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan
2. Emosi Psikis: merupakan emosi yang memiliki alasan kejiwaan seperti perasaan
intelektual yang berhubungan dengan perasaan benar atau perasaan terkait hubungan
Respons emosional terdiri dari tiga jenis komponen yaitu perilaku, otonom, dan
hormonal. Itu komponen behavioral terdiri dari gerakan otot yang sesuai dengan situasi
dan menunjukkan giginya. Jika penyusup tidak pergi, pembela berlari ke arahnya dan
energi untuk gerakan yang kuat. Dalam contoh ini aktivitas cabang simpatik meningkat
sementara itu dari cabang parasimpatis menurun. Sebagai konsekuensinya, detak jantung
anjing meningkat, dan berubah ukuran pembuluh darah melangsir sirkulasi darah jauh
Hormon yang disekresikan oleh medula adrenal epinefrin dan norepinefrin peningkatan
lebih lanjut aliran darah ke otot dan menyebabkan nutrisi tersimpan di otot untuk diubah
3
menjadi glukosa. Tambahan, korteks adrenal mengeluarkan hormon steroid, yang juga
1. Rasa Takut
seperti: kecepatan denyut jantung dan tekanan darah akan meningkat, biji mata
membesar (melotot, mendelik), berkeringat, mulut terasa kering, nafas cepat dan
tidak teratur, kadar gula di dalam darah meningkat, gemetar, motilitas gastrointestinal
berkurang, perut mual (mules), terasa lapar, bulu roma berdiri. Reaksi-reaksi
fisioiogis sedemikian ini digerakkan oleh beberapa area sistem urat syaraf otonom
dan sistem limbik. Sistem limbik adalah bagian otak yang sangat berperan dalam
pembentukan tingkah laku emosi (marah, takut, dorongan seksual). Sistem limbik
terdiri dari amigdala, septum, hipotalamus, talamus, dan hipokampus (Masters dkk.
1992).
Cerebra
T
h
r-iypothalamus
ketakutan menghadapi situasi yang misalnya berjalan di jalan sepi yang berbahaya,
maka sistem limbik akan digerakkan. Emosi takut akan menimbulkan reaksi
melawan atau lari, berarti tubuh perlu menyiapkan diri secara otomatis, sehingga
akan terjadi perubahan fisiologis yang diperlukan untuk lari atau melawan. Respon
lari atau melawan ternyata mekanisme fisiologisnya sama. Penggerak respon ini
akan diprogram oleh lobus frontalis yang menggerakkan dan menyusun respon-
adrenalin atau lebih tepatnya epineprin ke dalam aliran darah. "Epineprin akan
mengakibatkan denyut jantung meningkat, napas dangkal dan glukose dalam darah
memerlukan energi ekstra. Misalnya karena takut seperti contoh di atas, akan
menimbulkan keinginan kuat pada seseorang untuk lari, maka sebagian besar dari
glukose darah akan didistribusi ke kaki. Sehingga tidak mcngherankan orang yang
mengalami ketakutan bisa lari kencang atau meloncat jauh lebih tinggi, yang kiranya
mustahil terjadi dalam kondisi normal (dalam kondisi tidak ketakutan). Atau dapat
juga terjadi bila ada keinginan kuat untuk melawan, siap memukul atau mencakar
dengan tangan, maka sebagian besar glukose dalam darah sebagai sumber energi
akan terpusat di sekitar telapak tangan . Akibat redistribusi ini bisa menyebabkan
wajah tampak pucat, telapak tangan dan telapak kaki menjadi lebih dingin (sebagai
5
Perlu dimengerti bahwa wajah yang pucat (memutih) karena sedang mengalami
ketakutan, secara fisiologis bisa jadi sebenarnya ia lebih siap untuk mengadakan
perlawanan atau melarikan diri. Selain itu pada saat yang bersamaan berkaitan
pesan untuk disampaikan ke kelenjar yang lain maupun ke organ tubuh lainnya.
Sebagai contoh Limpa dimobilisasi untuk melepaskan lebih banyak se1 darah merah
ke dalam aliran darah. Sel darah merah akan membawa oksigen dan sari makanan
yang sangat diperlu kan untuk menghadapi tuntutan tubuh selama terjadi emosi takut
tadi. Demikian pula dibagian lain juga terjadi perubahan, misalnya kemampuan
darah untuk membekukan diri meningkat. Keadaan ini dimaksudkan untuk persiapan
mengatasi kerusakan bagian tubuh tertentu yang diakibatkan oleh adanya respon
untuk melawan menghadapi ketakutan tadi. Hati akan melepas sukrose dan vitamin
(B dan C) akan didistribusi ke seluruh otot oleh darah. Lambung melepas asam
Apabila keadaan takut dan kekhawatiran ini berlanjut, dengan sendirinya respon
akan berlanjut pula. Akibatnya timbul ketegangan otot pada punggung bagian
bawah, bahu, leher dan sering diikuti dengan sakit kepala karena ketegangan.
Keadaan ini dapat dipakai sebagai indikator, bahwa orang tersebut mengalami stres.
Jika stressor ini bertahan, maka tubuh akan melawan terus secara aktif dan giat. Hal
ini akan meningkatkan pengeluaran hormon ACTH, dan apabila stres berlangsung
6
lama akan menguras bahan gizi dan vitamin (sebagai sumber daya tahan tubuh),
yang akhirnya akan menjadi kosong dan kehabisan tenaga. Akibatnya: tubuh rentan
penyakit serta kondisi yang berkaitan dengan stres mulai muncul, seperti :
gangguan kulit di bagian tertentu, beberapa jenis kanker , berbagai jenis gangguan
a. Amarah
Banyak budaya yang menganggap bahwa marah adalah hal yang negative.
secara tepat. Beberapa pakar mendefinisikan marah, emosi yang muncul karena
adanya persepsi ketidak adilan, ahli lain mengatakan kemarahan terjadi ketika kita
untuk mendapatkan suatu hal . walaupun banyak definisi yang diungkapkan para
ahli, setiap orang menyepakati bahwa marah adalah perasaan negative yang
faktor eksternal dan internal yaitu faktor biologis, psikologis, perilaku dan sosial.
Semua ini harus didefinisikan dalam konteks keluarga, sosial, dan teman sebaya.
1) Faktor
7
Faktor internal yang mempengaruhi kemarahan diantaranya adalah tipe
berisik, dan lain sebagainya), efek teman sebaya dan media, status sosial
kemarahan, terutama rasa tidak aman dan ketakutan. Marah adalah emosi
Apabila marah terjadi dalam waktu yang lama, maka ada bagian dari
2) Reaksi Biologis
berhenti marah ketika ciri-ciri ini sudah tidak muncul (Novaco, 2000).
8
Marah adalah reaksi yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Marah
memberikan sinyal peringatan kepada otak bahwa ada sesuatu yang salah
maupun negatif pada orang lain. Marah membuat kita dapat bertahan
Ketika marah tidak di ekspresikan secara konstruktif dan sehat, maka akan
merugikan. Dampak marah yang akut dapat memicu serangan jantung atau
4) Bentuk Kemarahan
9
pernafasan, dapat menjadi pemicu seseorang merokok, minum, dan
3. Pada waktu yang tepat: kemarahan seharusnya tidak salah tempat dan
tidak diekspresikan pada saat yang membuat orang lain malu atau malah
memberontak.
hal.
6) Manajemen Amarah
a. Akuilah bahwa anda marah- hal ini sangat sulit untuk orang yang terlalu
bersangkutan
10
c. Analisis perasaan marahmu: mengapa kamu merasa marah?
b. Perilaku Agresif
Dari sudut pandang psikologi, ada sejumlah teori besar yang mendasari
pemikiran mengenai agresi, antara lain teori instinct oleh Sigmund Frued, teori
survival oleh Charles Darwin dan teori social learning oleh Neil Miller dan John
Dollard, yang kemudian dikembangkan lagi oleh Albert Bandura. Teori Freud
memandang perilaku agresif sebagai hal yang intrinsik dan merupakan instinct
yang melekat pada diri manusia. Selanjutnya Darwin dengan teori survivalnya
memandang bahwa secara historis, perilaku agresif ini dianggap sebagai suatu
komunitas. Teori social learning yang dipelopori oleh Neil Miller dan John
hasil belajar yang dipelajari sejak kecil dan dijadikan sebagai pola respon.
mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar
melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak
sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui
pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model
11
pembelajaran melalui pengamatan. Percobaan Bandura dan Walters (1963)
hanya dengan mengamati perilaku agresif seorang model, misalnya melalui film.
agresif.
perilaku agresif ini diidentifikasi terdiri atas dua bagian besar yaitu;
1) Pendekatan Biologis
perilaku agresif secara langsung. Hormon testosteron dalam hal ini bertindak
sebagai anteseden, sehingga perlu ada pencetus dari luar. Hasil kajian
agresi ini tidak konsisten. Pada anak lelaki memang meningkat perilaku
agresinya tetapi tidak ditemukan pada anak perempuan (Brigham, 1991; Baron
& Byrne, 1994). Dalam pandangan biologis yang lain, perilaku agresif juga
12
agresif dari sisi pendekatan biologis ini, yaitu perspektif etologi, sosiobiologi
oleh karena faktor instingtif dalam diri manusia dan perilaku ini dilakukan
konsep ini dikenal dengan agonistic aggression (Brigham, 1991) yaitu suatu
bahwa manusia itu sama ada halnya hewan, yang juga memiliki naluri
naluri (instinct) merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan yang bisa
ketika sistem sosial tidak berjalan dengan baik, dan ketika ancaman dari
13
kemanusiawiannya ataupun membangun dan mengembangkan komunitas.
Tanpa agresi manusia akan punah atau dipunahkan oleh pihak lain
dari sifat bawaan genetic individu yang diwariskan dari orang tuanya
kebanyakan anak yang diasuh oleh orang tua biologis yang memiliki
Wiggins & Zanden, 1994), yang mengatakan bahwa perilaku kita tidak
14
terus menerus berubah atau diubah oleh lingkungan “situasi kita” termasuk
2) Pendekatan Psikologi
seperti yang dijelaskan oleh Freud bahwa dalam diri manusia selalu
mempunyai potensi bawah sadar yaitu suatu dorongan untuk merusak diri
atau thanatos. Pada mulanya, dorongan untuk merusak diri tersebut ditujukan
dan Byrne (1994) dapat dilakukan melalui perilaku agresif, dialihkan pada
dengan cara-cara yang lebih bisa diterima masyarakat. Bahkan, Freud (dalam
Zastrow, 2008) percaya bahwa, “humans have a death wish that leads them to
orang yang melakukan bunuh diri, karena di dalam diri manusia ada naluri
15
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
demikian ulasan Dollard, Doob, Miller, Mowrer, dan Sears (Brigham, 1991).
Menurut formulasi ini, agresi bukan dorongan bawaan, tetapi karena frustrasi
yang harus disalurkan. Selanjutnya, Dollard, Doob, Miller, Mowrer, dan Sears
menimbulkan perilaku agresif tetapi perilaku agresif dapat dicegah jika ada
respon fisiologis dan reaksi motorik; yang berasosiasi dengan reaksi melawan
atau menyerang. Asosiasi ini menimbulkan perasaan marah (emosi) dan takut.
tingkat tinggi seseorang (Brehm & Kassin, 1993). Kekuatan relatif dari respon
lalu, faktor kognisi, dan faktor-faktor situasi (Brigham, 1991; Brehm &
Kassin, 1993; Baron & Byrne, 1994). Hal demikian sesuai dengan pendapat
16
Steffgen dan Gollwitzer (2007) bahwa emosi bukan hanya merupakan gejala
perilaku agresif.
fisiologis yang bangkitkan oleh kejadian aversif, dan 2) cara rangsangan itu
dijelaskan dan diberi label (Schachter, 1964; Zillmann, 1979). Selain itu,
emosional tidak spesifik dan asalnya tidak segera diketahui dengan jelas oleh
Tetapi yang penting dalam hal ini adalah adanya kesadaran tentang sumber
17
Kelima, pendekatan sosial-kognitif, yang dipelopori oleh Huesmann (1988,
individu yang agresif dan yang non agresi (Krahe, 2001). Pandangan ini
sejalan dengan pemikiran dalam teori kognitif dari Goldstein (dalam Payne,
dirinya.
Keenam, teori pembelajaran sosial, yang dikembangkan secara lebih luas oleh
melalui media massa (Bandura, 1973). Disamping itu, apakah perilaku agresi
18
pengukuh/penguat diterima. Perilaku agresi yang disertai pengukuh positif
sekelilingnya (Wiggins Wiggins & Zanden, 1994). Hal ini sering kali
dijumpai pada kelompok yang mempunyai sub budaya agresif separti gang
remaja, kelompok militer, maupun kelompok olah raga beladiri seperti tinju,
silat dan lain-lain. Perilaku agresi yang disertai pengukuh negatif juga mampu
meningkatkan perilaku agresi. Dalam hal ini, perilaku agresi dilakukan karena
seseorang menjadi korban dari stimulus yang menyakitkan separti diejek atau
diserang orang lain dan ia melakukan pembalasan. Inilah yang dikenal dengan
dipandang sebagai pengaruh sosial yang koersif. Tedeshci dan Felson (1994)
atau tidak dapat dibenarkan, dan alasan ke 2) adalah bahwa konsep koersif
strategi penting untuk menyakiti atau mendapatkan kepatuhan dari target yang
menolak untuk disakiti atau untuk patuh. Dalam model ini, Tedeshci dan
19
pelaku untuk menyakiti targetnya atau untuk membuat targetnya mematuhi
identitas positif. Oleh karena itulah tindakan koersif ini dikonsepkan sebagai
kemudian memilih bentuk koersi tertentu diantara pelbagai pilihan yang ada.
Banyak contoh perilaku agresif ada kaitannya dengan reproduksi, misalnya jantan
dari beberapa spesies memantapkan terotori yang memikat betina selama musim
kawin. Untuk melakukan itu mereka harus mempertahankan teritori dari penyusupan
jantan lain. Bahkan pada spesies yang perbaikannya tidak bergantung kepada
Keagresifan antar jantan juga dimulai pada sekitar masa pubertas, yang
neuron yang distimulasi oleh androgen. Beeman (1947) menemukan bahwa kebiri
20
Adrogenisasi di awal perkembangan memiliki efek organisasi yang menstimulasi
agresi antar jantan. Adrogen menstimulasi perilaku seksual jantan dengan cara
mengembalikan agresi antar jantan pada tikus jantan yang sudah di kebiri.
bahwa agresi antarjantan bisa dihilangkan dari mencit dengan memotong saraf
vemoronasal.
Dua hewan pengerat betina dewasa yang bertemu di teritori netral lebih kecil
kemungkinannya berkelahi dari pada jantan. Namun agresi antar betina seperti
agresi pada jantan, tampaknya difasilitasi oleh testoteron. Adrogen memiliki efek
telah dipelajari, termasuk primate. Oleh karena itu bila androgen tidak
mempengaruhi perilaku agresif pada manusia maka spesies kita akan merupakan
21
kekecualian. Setelah pubertas androgen jugs mulsi mrmiliki efek efek aktivasi.
Kadar testoteron anak laki-laki mulai meningkat selama awal remaja, ketika
perilaku agresif dan pertarungan antar laki laki juga meningkat. Tentu saja status
sosial anak laki-laki berubah saat pubertas dan testoteron mereka mempengaruhi
otot maupun otak mereka sehingga kita tidak bisa yakin bahwa efek itu timbul
main tenis atau tanding gulat menyebabkan penurunan kadar testoteron dalam
darah. Bahkan menang atau kalah dalam permainan taruhan sederhana yang
yang menang merasala lebih enak sesudahnya dan memiliki kadar testoteron yang
lebih tinggi.
Bernhardt (1998) menemukan bahwa penggemar bola basket dan sepak bola
menunjukan peningkatan kadar testoteron saat tim mereka menang dan penurunan
bila tim kalah. Dengan demikian kita tidak bisa yakin dalam penelitian
korelasional mana pun bahwa kadar testoteron tinggi menyebabkan orang menjadi
dominasi meningkatkan kadar testoteron yang relative terhadap orang orang yang
mereka dominasi.
C. Penyampaian Emosi
Banyak spesies hewan (termasuk kita sendiri) menyampaikan emosinya kepada orang
lain melalui perubahan pose, ekspresi wajah, dan suara-suara non-lisan (seperti desahan,
erangan, dan geraman). Ekspresi-ekspresi ini menjalankan peran fungsi sosial yang
22
berguna: Memberitahukan orang lain bagaimana perasaan kita dan — lebih tepatnya —
apa yang mungkin kita lakukan. Misalnya, ekspresi tersebut memperingatkan lawan
bahwa kita marah atau memberi tahu kepada teman bahwa kita sedih dan ingin dihibur
dan ditenangkan. Ekspresi emosi juga bisa mengindikasikan bahwa mungkin ada bahaya
bahwa ekspresi emosional adalah respons bawaan yang tidak dipelajari, yang terdiri
seringai seseorang dan seringai serigala adalah pola respons yang ditentukan secara
berbagai penjuru dunia. Ia menalar bahwa bila orang-orang di seluruh dunia, tak
pola-pola gerakan otot wajah yang sama untuk mengekspresikan kondisi emosional
tertentu.
23
Ekman dan Friesen menyimpulkan bahwa ekspresi merupakan pola perilaku yang
berpenglihatan normal. Mereka menalar bahwa bila ekspresi wajah kedua kelompok
ini serupa, maka ekspresi bersifat alamiah bagi spesies kita dan tidak membutuhkan
antara atlet-atlet yang buta sejak lahir, buta tidak sejak lahir, maupun berpenglihatan
ekspresi berguna hanya jika orang-orang lain mampu mengenalinya. Kraut dan
tanda-tanda kecil kebahagiaan sewaktu orang itu sendirian. Akan tetapi, ketika
seseorang berinteraksi secara sosial dengan orang lain, lebih besar kemungkinan ia
tersenyum.
Pengenalan ekspresi emosi di wajah orang lain umumnya otomatis, cepat, dan
akurat. Tracy dan Robbins (2008) menemukan bahwa pengamat dengan cepat
24
mengenali ekspresi singkat berbagai macam emosi. Bila mereka diberi waktu untuk
Kita mengenali perasaan orang lain melalui penglihatan dan pendengaran -melihat
ekspresi wajah dan mendengar nada suara serta pilihan kata-kata mereka. Banyak
penelitian telah menemukan bahwa hemisfer kanan menjalankan peran yang lebih
penting daripada hemisfer kiri dalam memahami emosi. Misalnya, Bowers et al.
para subjek mendengarkan makna kata-kata dan mengatakan apakah kata-kata itu
netral. Dalam kondisi lain, para subjek menilai kondisi emosional dari nada suara.
Para peneliti mendapati bahwa pemahaman emosi dari makna kata meningkatkan
aktivitas korteks prefrontal secara bilateral, dan yang kiri lebih tinggi daripada
yang kanan. Pemahaman emosi dari nada suara meningkatkan aktivitas di korteks
mengindikasikan bahwa pemahaman kata dan pengenalan nada suara adalah dua
25
Amigdala berperan istimewa dalam respons emosi. Struktur tersebut juga
visual yang kita gunakan untuk mengenali ekspresi emosi pada wajah secara
langsung dari thalamus, bukan dari korteks aosisiasi visual. Adolphs (2002)
mencatat bahwa amigdala menerima masukan visual dari dua sumber: subkorteks
dan korteks. Masukan subkorteks (dari kolikulus superior dan pulvinar, sebuah
penting untuk tugas ini. Bahkan sejumlah orang dengan kebutaan akibat
kerusakan korteks visual dapat mengenali ekspresi emosi pada wajah. Temietto
disadari.
marah, sementara orang yang ketakutan akan lari menjauh. Terlihatnya foto-foto
26
tubuh yang menunjukkan rasa takut mengaktivasi amigdala, seperti juga
terihatnya wajah-wajah takut. Sewaktu kita mengamati wajah orang lain, persepsi
kita mengenai emosi mereka dipengaruhi oleh postur tubuh maupun ekspresi
wajah.
Korteks visual menerima informasi dari dua sistem neuron. Sistem magnoselular
ini menyediakan penglihatan berwarna dan deteksi perincian halus kepada kita.
Bagian korteks asosiasi virtual yang bertanggung jawab atas pengenalan wajah,
oleh amigdala dari kolikulus superior dan pulvinar bersumber dari sistem
Area wajah fusiformis lebih baik dalam mengenali wajah-wajah individual dan
27
amigdala menerima informasi visual dari sistem magnoselular (yang
fungsional oleh Whalen et al.. (2004) menemukan bahwa menatap mata yang
Perrett dan koleganya telah menemukan sebuah fungsi otak yang menarik yang
pengenalan arah tatapan mata monyet lain –atau bahkan tatapan manusia. Mereka
mengamati foto-foto monyet atau wajah manusia namun hanya bila tatapan
mengetahui apakah ekspresi emosi itu diarahkan ke Anda atau ke orang lain.
Adam dan Kleck (2005) menemukan bahwa orang lebih mudah mengenali
amarah bila mata orang lain diarahkan ke pengamat, sementara rasa takut lebih
mudah dikenali bila mata orang lain itu diarahkan ke tempat lain. Seperti yang
dinyatakan oleh Blair (2008), ekspresi marah yang diarahkan ke pangamat berarti
bahwa orang lain itu ingin sang pengamat berhenti melakukan hal yang sedang ia
lakukan.
28
Neokorteks yang melapisi STS tampaknya menyediakan informasi semacam itu.
Lesi pada bagian itu menganggu kemampuan monyet membedakan arahh tatapan
hewan lain. Korteks parietal posterior –titik ujung aliran dorsal analisis virtual–
terkait dengan persepsi lokasi objek dalam ruang. Sebuah penelitian pencitraan-
fungsional oleh Pelphrey et al. (2003) meminta sejumlah orang mengamati kartun
STS kanan dan korteks parietal posterior. Barangkali, sambungan antara neuron-
neuron di STS dan korteks parietal memungkikan orientasi tatapan mata orang
kanan. Peneliti menyatakan bahwa sewaktu kita melihat ekspresi emosi pada
wajah, kita secara tidak sadar membayangkan diri kita sendiri melakukan ekspresi
seperti apa rasanya membuat ekspresi yang dipersepsi itu menyediakan petunjuk
yang kita gunakan untuk mengenali emosi yang diekspresikan oleh wajah yang
sedang kita lihat. Sebagai dukungan terhadap hipotesis ini, Adolphs dan
29
mereka mempersepsi stimulus somatosensoris. Dengan kata lain, pasien-pasien
otak yang teraktivasi ketika ekspresi emosi terentu teramati juga teraktivasi ketika
normal wilayah-wilayah otak yang terlibat dalam persepsi visual wajah atau
persepsi umpan balik somatosensoris dari wajah kita sendiri. Mereka mendapati
tertentu atau ketika ia melihat hewan lain melakukan perilaku itu. Barangkali
frontal) menerima masukan dari sulkus temporal superior dan korteks parietal
posteror. Sirkuit ini teraktivasi ketika kita melihat orang lain melakukan tindakan
bertujuan, dan umpan balik dari aktivitas ini membantu kita memahami apa yang
orang lain coba lakukan. Sistem neuron cermin mungkin terlibat dalam kemapuan
30
kelumpuhan ini, orang-orang yang menderita sindroma Moebius tidak bisa
membuat ekspresi emosi pada wajah. Selain itu, mereka kesulitan mengenali
ini pada wajah. Dengan kata lain, sewaktu kita mendengar orang lain membuat
umpan balik dari aktivasi ini mungkin turut dalam bersumbangsih dalam
e. Ekspresi Jijik
bau yang menjijikkan maupun melihat wajah orang yang menunjukkan ekspresi
jijik, mengaktivasi korteks insular. Rasa jijik adalah emosi yang dipicu oleh
sesuatu yang terasa atau berbau tidak sedap –atau oleh tindakan yang kita anggap
barangkali bukan kebetulan bahwa wilayah ini juga terlibat dalam pengenalan
‘selera buruk’.
Hasil dari sebuah survey daring yang digelar oleh situs web British Broadcasting
31
penyakit. Survei itu menyajikan sepasang foto dan meminta orang-orang
Ekspresi emosi pada wajah bersifat otomatis dan tidak disadari (walaupun seperti
yang sudah kita lihat, bisa dimodifikasi oleh aturan-aturan yang berpenampilan).
Tidak mudah membuat ekspresi emosi realistik pada wajah bila kita tidak benar-benar
merasakan emosi tersebut bahkan Ekman dan Davidson telah mengkonfirmasi salah
satu pengamatan oleh seorang ahli bedah saraf abad kesembilan belas, Guillaume
Benjamin Duchenne de Boulogne, bahwa senyum senang yang tulus, bukan senyum
palsu atau senyum sosial yang dibuat orang ketika mereka menyapa orang lain,
melibatkan kontraksi sebuah otot di dekat mata, bagian lateral dari okulus orbikularis,
sekarang terkadang disebut otot Duchenne. (Ekman, 1992; Ekman dan Davidson,
1993). Berdasarkan ilustrasi, kesulitan yang dihadapi para aktor dalam menghasilkan
ekspresi emosi yang meyakinkan pada wajah secara sadar adalah salah satu alasan
situasi yang akan menimbulkan emosi yang diinginkan. Begitu emosi itu terpicu,
32
Dr. Duchenne menstimulasi otot-otot di wajah seorang sukarelawan dengan
aktif saat orang tersenyum. Akan tetapi, seperti yang Duchenne temukan, senyum
dalam tawa, ekspresi emosi yang lebih intens daripada senyum (Arroyo et al. 1993)
melaporkan kasus seorang pasien yang terserang kejang-kejang disertai tawa tanpa
emosi. Dengan kata lain, pasien itu tertawa namun tidak bahagia ataupun terhibur.
dalam gerakan-gerakan otot yang menghasilkan tawa. Shammi dan Stuss (1999)
33
Seperti yang terdapat pada sub-bagian sebelumnya, hemisfer kanan berperan lebih
signifikan dalam mengenali emosi pada suara atau ekspresi wajah orang lain,
terutama emosi negatif. Spesialisasi hemisfer yang sama tampaknya juga berlaku
wajah, bagian kiri wajah biasanya membuat ekspresi yang lebih intens.
Lesi hemisfer kiri biasanya tidak mengganggu ekspresi emosi dengan vokal.
dengan suasana hati, walaupun kata-kata yang mereka hasilkan tidak bermakna.
Kontras dengan itu, lesi hemisfer kanan memang mengganggu ekspresi emosi baik
emosi pada wajah. Penelitian mengindikasikan bahwa amigdala tidak terlibat dalam
ekspresi emosi. Anderson dan Phelps (2000) melaporkan kasus S.P, seorang wanita
gangguan kejang-kejang parah. Oleh karena sebuah lesi yang sudah ada di amigdala
usia mereka. Yang sangat menarik adalah lesi amigdala tidak menggangu
mengekspresikan secara akurat rasa takut, marah, senang, sedih, jijik, dan terkejut.
34
Akan tetapi sewaktu ia melihat fotonya sendiri menunjukkan rasa takut, ia tidak bisa
D. Perasaan Emosi
1. Teori James-Lange
Teori ini dikemukakan oleh William James dan Carl Lange (1884) yang berasal
dari Amerika Serikat. Teori ini menyebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya
reaksi psikologik, misalnya seseorang merasa senang karena orang tersebut meloncat-
loncat setelah melihat pengumuman dan orang tersebut takut karena lari setelah
melihat ular.
Menurut teori ini emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang
datang dari luar. Misalnya jika seseorang melihat harimau reaksinya adalah peredaran
darah makin cepat karena denyut jantungnya makin cepat dan sebaginya. Respons-
respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Rasa takut ini
timbul akibat pengalaman dan proses belajar. Orang tersebut dari pengalamannya
telah mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran
yang disebut emosi. Seseorang bukan tertawa karena senang melaikan senang karena
tertawa. Persepsi seseorang terhadap reaksi adalah dasar untuk emosi yang dialami,
35
Perubuhan tubuh (perubahan internal dalam sistem syaraf otomatis atau gerakan dari
Jadi menurut teori ini gejala gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari
emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala gejala kejasmanian.
James menekankan arti penting dua aspek respons emosi: perilaku emosional dan
repons otonom. Seperangkat khusus otot yang berada diwajah, membantu kita
menunjukkan bahwa umpan balik dari kontraksi otot-otot wajah dapat memengaruhi
suasana hati orang dan bahkan mengubah aktivitas sistem saraf otonom.
Ekman dan koleganya (Ekman, Levenson, dan Friesen, 1983, Levenson, Ekman,
dan Friesen 1990) meminta subjek menggerakkan otot-otot wajah tertentu untuk
meniru ekspresi emosi takut, marah, terkejut, jijik, sedih dan senang. Mereka tidak
memberitahu para subjek, emosi apa yang para peneliti minta subjek lakukan, namun
yang agak berbeda. Misalnya marah meningkatkan laju detak jantung dan suhu tubuh,
36
Pola tertentu gerakan otot wajah menyebabkan perubahan suasana hati atau
aktivitas sistem saraf otonom, barangkali ketersambungan ini adalah akibat dari
pengalaman. Dengan kata lain: terjadinya gerak wajah tertentu bersama pada
sehingga umpan balik dari gerakan wajah menjadi mampu memicu respons otonom
dan perubahan pada emosi yang dipersepsi. Nilai adaptif ekspresi emosi adalah
mengganggu gerakan otot yang berasosiasi dengan suatu emosi tertentu mengurangi
kulit yang disebabkan oleh kontraksi terus menerus otot-otot wajah. Lewis dan
korugator, yang kontraksinya bertanggung jawab atas sebagian besar ekspresi wajah
perlakuan kosmetik lain. Hasil ini menunjukkan bahwa tampaknya umpan-balik dari
emosi dan memicu perasaan empati, misalnya ketika kita melihat seseorang yang
terlihat sedih, kita cenderung memasang ekspresi sedih juga. Umpan balik dari
ekspresi kita sendiri membantu kita memahami kondisi orang tersebut dan
37
memungkinkan kita lebih mungkin merespon dengan hiburan atau bantuan.
Barangkali alasan kita membuat mereka tersenyum adalah karena senyum mereka
membuat diri kita senang. Bahkan, sebuah penelitian pencitraan fungsional oleh
Pfeifer et al. (2008) menemukan bahwa sewaktu anak-anak normal berusia 10 tahun
mengamati dan meniru ekspresi emosi, terlihat peningkatan aktivitas di sistem neuron
cermin frontal. Sebagai tambahan, tingkat aktivasi neuron berkorelasi positif dengan
DAFTAR PUSTAKA
Carlson, Neil R. (2013). Psysiology of Behavior. Boston: Pearson Education, Inc.
38