Disusun
Oleh: Kelompok IV
Nama Kelompok
T/A 2020/2020
KATA PENGANTAR
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I PENDAHULUAN
Bab II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….17
3.2 Saran………………………………………………………………………...18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi ini terdapat berbagai dampak pada masyarakat, baik yang
positif maupun yang negatif. Dampak positif globalisasi adalah perkembangan
teknologi yang semakin canggih sehingga mempermudah seseorang untuk
memperoleh berbagai informasi yang tidak terbatas. Informasi dapat berupa
hiburan, pengetahuan dan teknologi, yang diperoleh dan berbagai cara seperti :
TV, Video, Film-Film, Internet dan sebagainya. Kemudahan informasi memang
memuaskan keinginan tahu kita serta dapat mengubah nilai dan pola hidup
seseorang, termasuk sikap orang tua terhadap anaknya dan pola asuh yang
diterapkan dalam mendidik anak.
Sedangkan dampak negatif yang ditakuti adalah gaya hidup “Barat”, yang
sangat menonjolkan sifat individualistik dan bebas. Hal ini dibuktikan dengan
semakin banyak timbulnya masalah psikososial pada remaja seperti penyalah
gunaan narkotika dan obat terlarang, perilaku seks bebas dan menyimpang,
kriminalitas anak, perkelahian masal (tawuran), sehingga banyak mengakibatkan
kegagalan pendidikan, atau kegagalan dibidang lain. Dampak negatif era
globalisasi ini lebih cepat diadopsi oleh anak- anak sehingga mereka sangat rentan
terhadap pengaruh negatif globalisasi tersebut.
Sebagai orang tua tentu berharap mereka dapat menyaring informasi apa yang
berguna yang patut dicontoh dan apa yang dapat merugikan yang harus
dijauhinya. Kepandaian anak dan remaja dalam menyiasati hal tersebut tentu tidak
lepas dan peran orang tua dalam memberikan pola asuh dan pendidikan yang tepat
bagi anak- anaknya.
Gaya pengasuhan orang tua tidak terlepas dengan moral dalam mendidik
perilaku anak, bagaimana agar memiliki moral dalam kehidupan, terutama di
lingkungan keluarga dan sekolah. Kejadian dan peristiwa ini sering terjadi di kota
besar namun sekarang bergeser ke semuatingkatan masyarakat baik di desa, dan
kota metropolitan. Para remaja ikutikutan dengan segala dampak perilaku negatif
tanpa memikirkan dampak negatif yang akan dialami baik untuk dirinya dan
orang tuanya telah gagal menjaga nama baik orang tua baik di dunia dan di
hadapan Allah Swt.
Anak merupakan masa depan keluarga bahkan bangsa oleh sebab itu perlu
dipersiapkan agar kelak menjadi manusia yang berkualitas, sehat, bermoral dan
berguna bagi dirinya, keluarga dan bangsanya. Seharusnya perlu dipersiapkan
sejak dini agar mereka mendapatkan pola asuh yang benar saat mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Pola asuh yang baik menjadikan anak
berkepribadian kuat, tak mudah putus asa, dan tangguh menghadapi tekanan
hidup.”.
b. apa saja 2 dimensi yang berhubungan dengan pola asuh usia remaja dalam
keluarga?
PEMBAHASAN
Orang tua memiliki gaya masing-masing dalam mendidik anak mulai dari
dalam kandungan, bayi, remaja bahkan sampai usia dewasa. Usia remaja
merupakan masa transisi dari masa awal anak-anak hingga masa dewasa. Masa
remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat, masa
remaja berlangsung kira-kira dari usia 13-16 tahun dan akhir masa remaja
berlangsung kira-kira dari usia 17-18 tahun.
Masa remaja merupakan masa yang tumpah tindih dengan masa pubertas,
dimana remaja mengalami ketidaksetabilan dalam dirinya atas perubahan biologis
yang di alami anak remaja tersebut, usia remaja sering kali mudah marah,mudah
di rasang dan emosinya cenderung meledak-ledak, serta tidak bisa mengendalikan
perasanya.
Terdapat dua dimensi besar yang menjadi dasar dari kecenderungan jenis pola
asuh orang tua (Diana Baumrind dalam Respati 2006), yaitu:
a. Tanggapan atau responsiveness Dimensi ini berkenaan dengan sikap orang
tua yang menerima, penuh kasih sayang, memahami, mau mendengarkan,
berorientasi pada kebutuhan anak, menentramkaan dan sering memberikan
pujian.
b. Tuntutan atau demandingness Terdapat dua sikap orang tua dalam
mendidik anak, yaitu: sikap orang tua yang membuat standar tinggi untuk
anak dan mereka menuntut agar standar tersebut dipenuhi anak
(demanding), serta orang tua yang menuntut sangat sedikit dan jarang
sekali berusaha untuk mempengaruhi tingkah laku anak (undemanding)
Tuntutan-tuntutan orang tua yang bersifat ekstrim cenderung menghambat
tingkah laku sosial, kreativitas, inisiatif dan fleksibilitas dalam pendekatan
masalah-masalah pendidikan maupun praktis.
Bagi setiap orang tua, jenis pola asuh yang diterapkan merupakan jenis
pola asuh yang paling baik untuk mengasuh anak. Pola asuh orang tua terhadap
anak-anaknya sangat menentukan dan mempengaruhi kepribadian (sifat) serta
perilaku anak (Olds and Feldman dalam Helmawati, 2014). Anak menjadi baik
atau buruk semua tergantung dari pola asuh orang tua dalam keluarga
. 2.2 Berikut ini diuraikan macam-macam pola asuh orang tua terhadap
anak ((Diana Baumrind):
Pola asuh yang paling baik adalah jenis Authoritative. Anak yang diasuh
dengan pola ini tampak lebih bahagia, mandiri dan mampu untuk mengatasi
stress. Mereka juga cenderung lebih disukai pada kelompok sebayanya, karena
memiliki ketrampilan sosial dan kepercayaan diri yang baik.
2. Pola Pengasuhan Authoritarian/Otoriter
Responsifitas orang tua rendah dan terlalu tinggi tuntutan terhadap anak.
Orang tua berusaha untuk menentukan, mengontrol, dan menilai tingkah laku dan
sikap remaja sesuai dengan yang telah di tentukan, terutama berdasarkan standar
absolute yang mengenai prilaku.
Orang tua menekan nilai kepatuhan yang tinggi terhadap kekuasaan atau
wewenangnya. Ayah dan ibu menyetujui tindakan menghukum, memaksa dengan
kuat untuk mengekang kehendak diri bilamana perilaku dan keyakinan remaja
bertentangan dengan apa yang dipandang benar menurut pemikiran orang tua.
Orang tua percaya pada kepatuhan, kekuasaan atau kewenangan yang
dikombinasikan dengan suatu orientasi kepatuhan terhadap kerja, pemeliharaan
terhadap perintah, dan sturktur social tradisional.
Gaya pengasuhan orang tua ketiga yang dikenal dengan Baumrind diberi
nama dengan orang tua indulgent. Orang tua yang memiliki renponsifitas yang
tinggi sedangkan tuntutan serta harapan ke anak rendah. Orang tua indulgent
mencoba untuk menunjukan reaksi terhadap perilaku remaja, hasrat atau
keinginan, impuls-impuls, dengan cara yang tidak menghukum, menerima, lunak,
pasiif dalam hal berdisiplin dan cara yang serba membolehkan. Orang tua
kebanyakan memperbolehkan atau membiarkan remajanya untuk menentukan
mematuhi tingkah lakunya sendiri. Seperti orang tua indulgent menghindar untuk
mengotrol standar eksternal (social). Jadi dengan alas an tersebut orang tua tidak
menggunakan kekuasaan atau wewenang dengan tegas, dalam usahanya untuk
membesarkan remaja
Orang tua berusaha untuk melakukan apapun dan meminimalkan waktu dan
energi dalam berinteraksi dengan anak. Orang tua indifferent adalah orang tua
yang gagal. Mereka tidak mau tahu tentang aktifitas anak-anaknya, tidak
senangmenayakan pengalaman disekolah dengan temannyadan selalu
mempertimbangkan segala keputusan yang diambil oleh anak.
Orang tua indifferent adalah “parent-centered” yaitu orang tua yang hanya
mengurusi hidupnya sendiri baik itu kebutuhan, keinginan, maupun hobi. Orang
tua seperti ini cenderung menolak kehadiran anaknya (neglectful). Akibatnya
apabila terjadi sejak lahir maka perilaku penelantaran ini akan menganggu seluruh
macam perkembangan anak.
Para orang tua yang tertekan dan terpisah secara emosional dengan anak
akan membuat anak-anaknya menajdi minimalis dalam berbagai macam termasuk
kelekatan/kedekatan, kognisi, bermain, kemampuan emosional dan sosial.
Minimnya kehangatan dan pengawasan dari orang tua secara berkelanjutan akan
menimbulkan perilaku agresif dan pengucilan diri pada remaja, bahkan
pengabaian pengasuhan pengasuhan tidak diekspresiakan secara terbuka,
perkembangan akan terganggu.
2.3 Fungsi Keluarga Dalam Menerapkan Pola Asuh Terhadap Anak Dalam
Keluarga.
Pola asuh di atas harus disesuaikan dengan determinasi yang jelas antara
hak dan kewajiban anak; tetapi terutama hak anak. Hak anak yang dimaksud ialah
bermain, belajar, kasih sayang, nama baik, perlindungan, dan perhatian.
Berdasarkan pendekatan sosio-kultural, dalam konteks bermasyarakat, keluarga
memiliki fungsi berikut :
1. Fungsi Biologis. Tempat keluarga memenuhi kebutuhan seksual ( suami - istri )
dan mendapatkan keturunan (anak); dan selanjutnya menjadi wahana di mana
keluarga menjamin kesempatan hidup bagi setiap anggotanya. Secara biologis,
keluarga menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan,
sandang, dan papan dengan syarat-syarat tertentu. Berkaitan dengan fungsi ini,
pola asuh anak di bidang kesehatan juga harus mendapat perhatian para orangtua.
Pola hidup sehat perlu diterapkan di dalam keluarga yang bisa dilakukan dengan
cara :
1. Memberitahukan pada anak untuk berolah raga secara rutin.
2. Menyediakan sayuran dan buah bagi anak untuk dikonsumsi.
3. Memberitahukan pada anak untuk memperbanyak minum air putih.
4. Memberitahukan pada anak untuk mengurangi konsumsi makanan instan atau
cepat saji.
2. Fungsi Pendidikan. Keluarga diajak untuk mengkondisikan kehidupan
keluarga sebagai “institusi” pendidikan, sehingga terdapat proses saling belajar di
antara anggota keluarga. Dalam situasi ini orangtua menjadi pemegang peran
utama dalam proses pembelajaran anak-anaknya, terutama di kala mereka belum
dewasa. Kegiatannya antara lain melalui asuhan, bimbingan dan pendampingan,
dan teladan nyata. Dalam bidang pergaulan pun, anak tetap dikontrol.
STUDI KASUS
Ibu KMT dan suami memang sepakat untuk membesarkan anak satu-
satunya itu dengan cara yang wajar, dalam arti anak yangsemestinya masih
sekolah, masih ingin bermain dengan leluasa dan mengerjakan serta mengulangi
pelajaran di sekolah, perlu istirahat dan sebagainya, maka anak tidak boleh
bekerja dulu untuk mencari uang sebelum dewasa.
Dalam hal sekolah dan belajar anak, ibu KMT sangat memperhatikannya.
Ia telah menyediakan beberapa fasilitas belajar bagi anak di rumahnya, antara lain
ruangan belajar, meja, kursi, papan tulis, kapur, penghapus, dan sebagainya. Ia
bersama suaminya mengharapkan agar DS setelah pulang dari sekolah cepat-cepat
makan siang dan menikmati jajanan kesukaannya yang telah disiapkan oleh ibu
KMT sebelum berangkat mengamen. Kemudian setelah makan DS dipesan untuk
belajar mengulangi pelajaran yang telah didapatkan di sekolahnya, terus istirahat
(tidur siang). Biasanya setelah bangun tidur, DS membantu ibunya mengerjakan
pekerjaan rumah tangga dengan menyapu, mengepel lantai, belanja kebutuhan
dapur dan sebagainya. Sehingga sepulang dari mengamen, ibu KMT merasa lega.
Mengenai pemilihan teman dalam bergaul bagi DS, ibu KMT cukup
selektif. Tidak sembarangan anak-anak lain bisa membawa DS pergi bermain. DS
sering diberi nasehat panjang lebar mengenai hal ini. Ibu KMT melakukan ini
semua karena pernah suatu ketika DS bermain dengan teman-temannya sampai
pukul 21.00 malam. Oleh karena itu ibu KMT tidak ingin anaknya mengalami
salah pergaulan, sehingga ia menerapkan peraturan yang ketat bagi DS. Ibu KMT
sekeluarga memeluk agama Islam. Dalam hal ibadah, tidak jarang mereka
sekeluarga pergi sholat berjama’ah di masjid. Ibu KMT mendidik anaknya untuk
senantiasa menunaikan sholat lima waktu. Ia juga menegaskan, bahwa meskipun
mengamen tiap hari, namun ia tidak lupa selalu membawa mukena sehingga
sewaktu mendengar adzan ia segera mengambil air wudhu dan sholat di masjid
terdekat.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Orang tua memiliki gaya masing-masing dalam mendidik anak mulai dari
dalam kandungan, bayi, remaja bahkan sampai usia dewasa. Usia remaja
merupakan masa transisi dari masa awal anak-anak hingga masa dewasa. Masa
remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat, masa
remaja berlangsung kira-kira dari usia 13-16 tahun dan akhir masa remaja
berlangsung kira-kira dari usia 17-18 tahun.
Pola asuh yang paling baik adalah jenis Authoritative. Anak yang diasuh
dengan pola ini tampak lebih bahagia, mandiri dan mampu untuk mengatasi
stress. Mereka juga cenderung lebih disukai pada kelompok sebayanya, karena
memiliki ketrampilan sosial dan kepercayaan diri yang baik.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi
para oramg tua dalam mengasuh anaknya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/cobaBK/article/view/318
http://blog-dianpuspa.blogspot.com/2013/04/pola-asuh-anak-dalam-keluarga-
makalah.html
https://www.neliti.com/publications/122664/keluarga-sebagai-lembaga-pertama-
pendidikan-islam
https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/Sosioinforma/article/download/105/72