Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“PAHAM DAN ALIRAN DALAM AKIDAH ISLAM”

DOSEN PEMBIMBING :

DR. SITTI JAMILAH AMIN, M.Ag.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

WAHYUNI
AYU ULAN DARI
MUHAMMAD ALFIAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

SEMESTER GANJIL 2019/2020


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya dan meluasnya Islam di dunia, sudah barang tentu
perkembangan itu tidak terlepas dari berbagai problematika yang timbul, baik yang timbul
dari dalam Islam itu sendiri maupun dari luar Islam. Dan diantara problematika yang timbul
dari dalam diri Islam itu sendiri adalah timbulnya firqah atau golongan yang benihnya sudah
mulai dirasakan tatkala nabi Muhammad saw sudah meninggal.

Sejarah Islam telah mencatat tentang banyaknya firqah-firqah atau golongan-golongan


yang ada di dalam tubuh umat Islam. Dan berdasarkan keterangan dari beberapa hadis, dari
kesemua firqah/golongan tersebut semuanya dikatakan sebagai firqah/golongan yang sesat
kecuali hanya satu golongan. Hal ini tentunya didasarkan atas dasar keterangan dari matan
hadis yang sudah sering kita jumpai bahkan sudah sering kita kaji.

ِ -َ‫ َدةٌ فِ ْي ْال َجنَّ ِة َوثِ ْنت‬-‫ةً فَ َوا ِح‬-َ‫ث َوس ْب ِع ْينَ فِرْ ق‬
‫ان‬- ٍ َ‫َلي ثَل‬ ُ ‫ َوال ِّذي نَ ْف ِس ْي ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه لَتَ ْفت َِر‬: ‫صلّ ٰي هللا َعلَ ْي ِه َوسلَّ ْم‬
ٰ ‫ق اُ َّمتِ ْي ع‬ َ َ‫ق‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬
َ َ َ
‫ َما انَا َعل ْي ِه َواصْ َحابِ ْي‬: ‫ َو َم ْن ِه َي يَا َرسُوْ َل هللاِ ؟ قَا َل‬: ‫ار قِي َْل‬ َّ
ِ ‫َو َس ْبعُوْ نَ فِ ْي الن‬

Artinya:

Abdullah bin Amr berkatan: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya umat bani Israil
terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi
tujuh puluh tiga golongan, kesemuanya akan masuk ke neraka kecuali satu golongan yang
akan selamat. Para sahabat bertanya: Siapakah satu golongan yang selamat itu wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu golongan yang mengikuti ajarannku dan ajaran para
Sahabatku.

Memang ada yang menilai hadis tersebut mengandung kelemahan. Akan tetapi, apabila
dijadikan pegangan dan pedoman untuk mengukur pandangan dan perilaku yang dapat
dibenarkan oleh ajarang Islam, pastilah lebih baik dibanding keterangan para pakar yang
belum pasti kekuatan dan kebenarannya.

B. Rumusan Masalah

A. Latar Belakang Kemunculan Khawarij

B.Ajaran-Ajaran Pokok Khawarij

C. Latar Belakang Kemunculan Murji’ah


E. Ajaran-Ajaran Pokok Murji’ah

F. Latar Belakang Kemunculan Mu’tazilah

G. Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah

C. Tujuan Masalah

a. Untuk Mengetahui apa itu khawarijh,Murji’ah,dan Mu’tazilah

b. Untuk Mengetahui latar belakang kemunculan khawarij,Murji’ah,dan Mu’tazilah

Selain tujuan di atas penulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan mahasiswa
yang mengambil palajaran mengenai ilmu akidah terkhusus untuk mengetahui paham dan
aliran dalam akidah islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khawarij
Kata “Khawarij” secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu kharaja yang
berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berkaitan dengn pengertian etimologis ini,
syahrastani menyatakan dalam kitabnya:

“setiap orang yang berontak kepada imam benar yang disetujui oleh jemaah
dinamakan khawarij, baik berontaknya itu pada masa sahabat terhadap khulafaur rasyidin
atau pada masa setelahnya terhadap tabi’in dan imam-imam pada setiap zaman.”

Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu akidah adalah suatu
sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi thalib yang keluar karena tidak sepakat terhadap
Ali yang menrima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 H/ 648 M dengan
kelompok “bughat/pemberontakkan” muawwiyah bin Abu Sufyan perihal persengketaan
khilafah.

Kaum khawarij ini kadang-kadang menamakan diri mereka sebagai kaum Syurah,
yakni “orang-orang yang mengorbankan dirinya” untuk keridaan Allah SWT. selain itu,
mereka juga dinamakan sebagai golongan haruriyah, yaitu dinisbahkan pada perkataan
“Harurah” nama sebuah tmpat di sungai furat di dekat kota riqqah. Mereka bertempat tinggal
setelah Ali r.a. kembali besrta pasukannya dari shifin karena tidak mau memasuki kota
kuafah. Nama lain yang digunakan oleh kelompok ini adalah muhakkimah, artinya orang-
orang yang berpendapat bahwa “tidak ada hukum selain dari Allah” (la hukma illallah).

Kaum Khawarji terdiri atas para pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan
barisannya, karena tidak setuju dengan Ali dalam menerima arbitase sebagai jalan untuk
menyelesaikan persengketaan tentang Khilafah dengan Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Khawarji
berasal dari kata Kharaja yang berarti ke luar. Nama itu diberikan mereka, karena mereka
keluar dari barisan Ali. Nama lain yang diberikan kepada mereka ialah Haruriah, dari kara
Harura, yaitu desa yang terletak di dekat kota Kufah di Irak. Di tempat inilah mereka pada
waktu itu berjumlah dua belas ribu orang berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali. Di
tempat ini mereka memilih Abdullah Ibn Wahab Al-Rasidi menjadi imam mereka sebagai
ganti dari Ali Ibn Abi Thalib. Dalam pertempuran dengan pasukan Ali mereka mengalami
kekalahan besar, tetapi akhirnya seorang Kharji bernama Abd al-Rahman Ibn Muljam dapat
membunuh Ali pada waktu salat Subuh.

Dalam lapangan ketatanegaraan, mereka mempunyai paham berbeda dengan paham


yang ada pada masa itu. Mereka lebih bersifat demokratis, menurut mereka Khalifah atau
Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah
bukan hanya anggota suku bangsa Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa
saja yang sanggup asalkan dia orang islam, sekalipun ia hamba sahaya yang berasal dari
Afrika. Khalifah yang terpilih akan terus memegang jabatannya selama ia masih bersikap adil
dan menjalankan syari;at agama islam. Akan tetapi, jika ia menyeleweng dari rel ajarann
islam, ia wajib dijatuhkan atau dibunuh.

Dalam masalah ini, Khalifah atau pemerintah Abu Bakar dan Umar Ibn al-Khatab
dapat mereka terima. Kedua khalifah ini diangkat dan keduanya tidak menyeleweng dari
ajaran-ajaran Islam. Tetapi Usman Ibn Affan mereka anggap telah menyeleweng sejak tahun
ketujuh dari masa khalifahnya, dan Ali juga dinilai oleh mereka telah menyeleweng sesudah
peristiwa arbitase tersebut.

Sejak waktu itulah, Usman dan Ali dianggap oleh mereka telah menjadi kafir, dan
Mu’awiyyah, Amr Ibn al-As , Abu Musa al-Asy’ari, serta semua orang yang mereka anggap
telah melanggar ajaran-ajaran Islam.

1. Ajaran-ajaran pokok khawarij

Adapun perincian Ajaran-ajaran pokok khawarij adalah sebagai berikut:

a) khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab.
c) Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah dengan memenuhi syarat.
d) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat islam. Ia harus dibunuh jika melakukan kezaliman.
e) Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah
tahun ketujuh dari masa ke-khalifahannya, utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
f) Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng.
g) Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
h) Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga Kafir.
i) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Apabila tidak
mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh),
sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam dar al-islam (negara islam).
j) Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
k) Adanya wa’ad dan wa’id(orang yang baik harus msuk surga, sedangkan yang jahat
harus masuk ke dalam neraka).
l) Amar ma’ruf nahi mugkar.
m) Memalingkn ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasyabihat(samar)
n) Al-Qur’an adalah makhluk.
o) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan.

B. Pengertian Al-Murji’ah

Nama murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna
penundaan,penangguhan,dan pengharapan. Kata arja’a juga mengandung arti memberi
pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat
Allah.selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang
yang mengemudikan amal dari iman.

a. Latar Belakang Kemunculan Murji’ah

Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang


bersengketa, yakni ‘Ali dan Mu’awiyyah serta pasukannya ke hari kiamat kelak.munculnya
kelompok ini seperti halnya kelompok khawarij, yaitu dilatarbelakangi oleh sikap politik.
Pemimpin kelompok ini adalah Hasan bin Bill Al-Muzni, Abu salat As-summan, dan
Tsauban Dhirar bin Umar.

b. Ajaran-ajaran pokok murji’ah

Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau
arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan yang di hadapinya, baik persoalan politik
maupun teologis. Di bidang politik,doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral
atau non-blok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Oleh sebab itu,
kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the queietists (kelompok bungkam) sikap ini
akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat muji’ah selalu diam dalam persoalan
politik.

Berkaitan dengan Doktrin-doktrin teologi murji’ah Harun Nasution menyebut empat


ajaran pokoknya yaitu:

Menunda hukuman atas Ali, Muawiyyah, Amar bin Ash dan Abu Musa Al-
a) Asy’ary yang terlibat tahkim hingga kepada Allah SWT. pada hari kiamat kelak.
b) Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT. atas orang muslim yang berdosa
besar..
c) Meletakkan(pentingnya) imam lebih utama dari pada amal.
d) Memberikan pengharapan kepada Muslim yang berdosa besar utuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah SWT.

Kaum Murji’ah pada mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan politik, dan persoalan
khilafah yang membawa perpecahan dikalangan umat islam stelah terbunuhnya Usman Ibn
Affan. Dapat kita cermati, bahwa kaum Khawarji, pada mulanya pendukung Ali , kemudian
berbalik menjadi musuhnya. Karena terjadi perlawanan ini, pendukung-pendukung yang
masih setia pada Ali bertambah banyak dan kuat membelanya, akhirnya mereka menjadi
suatu golongan lain dalam islam yang dikenal dengan nama Syia’ah. Kefanatikan golongan
ini terhadap Ali bertambah banyak, setelah Ali sndiri mati terbunuh. Kaum khawarji dan
Syi’ah merupakan dua golongan yang bermusuhan, dan sama-sama menentang kekuasaan
Bani Umayyah, dengan corak yang berbeda. Khawarji menentang Dinasti ini karena
memandang mereka menyeleweng dari ajaran Islam, sedangkan kaum Syi’ah menentangnya
karena memandang mereka merampas kekuasaan dari Ali dan keturunannya.

Dalam suasana perselisihan pendapat inilah, timbul suatu golongan baru yang bersikap
netral dan tidak ikut campur dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan
yang bertetangan itu. Bagi mereka orang sahabat-sahbat yang bertentangan itu adalah orang-
orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yangbenar.oleh karena itu,mereka
tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah, tapi ia lebih baik
menunda persoalan ini pada hari perhitungan dihadapan Tuhan. Maka dri itu, kaum Murji’ah
pada mulanya terjadi dan lebih mengambil sikap menyerahkan hokum kafir atau tidaknya
orang-orang yang bertentangan itu kepada tuhannya.
Persoalan dosa besar menurut kaum Khawarji menjatuhkan hokum kafir, sedangkan
kaum murji’ah menjatuhkan hokum mukmin. Adapun dosa besar yang mereka buat itu akan
ditunda penyelsainnya dihari perhitungan kelak. Argumentasi digunkan oleh kaum murji’ah
adalah bahwa orang islam yang berbuat dosa besar itu tetap mengakui, bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah Rasul-nya. Maka orang yang berbuat dosa
besar menurut mereka tetap mukmin dan bukan kafir.

Kaum Murji’ah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan moderat dan
golongan ekstrim.

Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan
tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besrnya dosa
yang diperbuat dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosanya. Oleh karena itu,
tidak akan masuk neraka sama sekali. Pengikut Golongan Murji’ah moderat diantaranya: Ibn
Muhammad Ibn Ali Ibn Abi thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ulama ahli Hadis.

Sedangkan golongan ekstrim yang diprakarsai oleh al-Jahmiah dan pengikut-pengikutnya


Jahm IbnSofwan brpendapat, bahwa Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian
menyatakan kekufurannya secara lisan tidak menjadi kafir, karena iman dan kafir tempatnya
hanya di dalam hati.

C. Pengertia Mu’tazilah
Secara etimologi istilah Mu’tazilah berasal dari i’tizal, yang artinya menunjukkan
kesendirian, kelemahan, keputusan atau mengasingkan diri.
Secara terminologi, istilah Mu’tazilah adalah satu kelompok dari Qodariyah yang
berselisih pendapat dengan umat islam yang lain dalam permasalahan hukum pelaku dosa
besar yang dipimpin oleh washil bin Atha dan Amr bin Ubaid Pada Zaman Al-Hasan Al-
Bashri.
Kaum Muktazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang
lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan yang dibawa oleh kaum Khawarji
dan Murji’ah. Mereka banyak memakai akal untuk membahas persoalan teologi dan mereka
disebut “Kaum rasionalis Islam”.
Uraian yang biasa disebut buku-buku ilmu kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi
antara Wasli Ibn Ata serta temannya Amr Ibn Ubaid dan Hasan al-Bisri di Basrah. Wasli
selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasn al-Basri dimasjid Basra. Pada suatu
hari datang seorang bertanya tentang orang yang berdosa besar. Menurut kaum Khawarij
memandang mereka kafir sedangkan kaum murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika
Hasan al-Basri masih berfikir, wasil menyampaikan pendapatnya sendiri dengan mengatakan,
“saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula
kafir,tetapi mengambil posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian ia
berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ketempat laindi masjid, disana ia
mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan Al-Basri mengatakan, “ wasil
menjauhkan diri dari kita”. Dengan demikian kata syahrastani, ia serta teman-temannya
disebut kaum muktazilah.
Menurut al-Baghdadi, wasil dan temannya Amr Ibn ubaid diusir oleh Hasan al-Basri dari
majelisnya karena adanya perselisihan diantara mereka mengenai persoalan kadar dan orang
yang berdosa besar.keduanya menjauhkan diri dari hasan al-Basri, dan mereka para
pengikutnya disebut kaum Muktazilah karena mereka menjauhkan diri dari paham umat
islam terbentang orang yang berdosa besar. Menurut mereka orang yang berdosa besar tidak
mukmin dan tidak kafir.
a. Latar Belakang Kemunculan Mu’tazilah
Aliran ini muncul di kota Bashrah (irak) pada abad ke-2 Hijriah, tahun 105-110 H,
tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Khalifah Hisyam
bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk bashrah mantan murid Al-Hasan Al-
Bashari yang bernama Washil bin Atha Al- Makhzumi Al-Ghozzal.

b. Ajaran Dasar Teologi mu’tazilah


kelompok Mu’tazilah merupakan kelompok yang sangat mementingkan akal ikiran
(rasionalitas). Kelompok mu’tazilah sangat kritis, tidak hanya terhadap hadis nabi dan cara-
cara penafsiran Al-Qur’an, tetapi juga kritis terhadap pengaruh ajaran filsafat yunani, seperti
Aristoteles, plato, Neo Platonis, dan sebagainya. Inilah yang memberi inspirasi sehingga
menimbulkan ilmu baru yang di sebut ilmu kalam, yang mengompromosikan antara pendapat
filsafat dan agama. Oleh sebab itu, mereka lebih mengutamakan akal pikiran, selai itu Al-
Qur’an dan Al-Hadits (taqdim al-aql ala an-nash) Tidak heran jika muncul istilah Al-Ushul
Al-Khamsah persefektif Mu’tazilah.
Kelima ajaran dasar Mu’tazilah yang tertuang dalam Al-Ushul Al-Khamsah Adalah:
a. Al-Tauhid
Al-Tauhid(pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah.
Bagi Mu’tazilah, tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala
sesuatu yang dapat mengurangi arti ke mahaesaannya. Tuhan satu-satunya esa, yang unik dan
tidak satupun menyamainnya. Oleh karena itu, hanya dialah yang qadim. Apabila ada qadim
lebih dari satu, telah terjadi ta’addud al-qudama(berbilangnya Dzat yang tak berpermulaan)
b. Al-Adl
Al-adl berarti yuhan mahaadil. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan tuhan yang adil
menurut sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik(al-
shalah) dan terbaik(al-ashlah), bukan yang tidak baik. Demikian pula, Tuhan itu adil apabila
tidak melanggar janjinya.
Ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat dengan beberapa hal antara lain sebagai berikut:
1. perbuatan manusia
2. berbuat baik dan terbaik
3. Mengutus rasul
C. Al-wa’d wa Al-wa’id
Al-wa’d wa Al-wa’id berarti janji dan ancaman. Tuhan yang maha adil dan
mahabijaksana, demikian kata Mu’tazilah, tidak akan melanggar janji-nya. Perbuatan tuhan
terkait dan dibatasi oleh janji-nya. Janji tuhan untuk memberi pahala masuk surga bagi yang
berbuat baik(al-muthi) dan mengancam dengan siksa neraka atas orang yang durhaka(al-ashi)
pasti terjadi,begitu pula janji tuhan untuk memberi pengampunan kepada orang yang
bertobat.
d. Al-manzilah bain Al-manzilatin
Ajaran inilah yang pertama kali menyebapkan lahirnya kelompok Mu’tazilah. Ajaran ini
terkenal dengan status orang beriman(mukmin) yang melakukan dosa besar.
Pokok ajaran ini adalah mukmin yang melakukan dosa besar dan meninggalkan sebelum
tobat bukan lagi mukmin atau kafir, melainkan fasik. Karena ajaran inilah Washil bin Atha’
dan amir bin Ubaid harus memisahkan diri dari majelis gurunya, Hasan Al-Bisri. Berawal
dari ajaran tersebut Washil membangun mazhabnya.
Menurut pandangan Mu’tazilah, pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai mukmin
secara mutlak karena iman menurut adanya kepatuhan kepada Tuhan, tidak cukup hanya
pengakuan dan pembenaran. Berdosa besar bukanlah kepatuhan, melainkan kedurhakaan.
Tidak dapat juga dikatakn kafir secara mutlak karena masih percaya kepada Tuhan, Rasul-
Nya, dan mengerjakan pekerjaan yang baik. Jika meninggal sebelum bertobat , ia dimasukkan
ke neraka dan kekal di dalamnya karena di akhirat hanya terdapat dua pilihan surga dan
neraka. Orang mukmin masuk surge dan orang kafir masuk neraka. Orang fasik dimasukkan
ke neraka hanya siksaannya lebih ringan daripada orang kafir.
e. Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa Al-Nahy’an Al-Munkar
Ajaran dasar ini menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran (al-amr bi al-ma’ruf wa
al-nahyu an al-munkar). Ajaran ini menekan keberpihakan pada kebenaran dan kebaikan. Hal
ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus
dibuktikan dengan perbuatan baik, di antaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan
mencegahnya dari kejahatan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam beramal ma’ruf dan
nahi munkar seprti yang dijelaskan oleh Abd Al-Jabbar, yaitu :
a. Mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang
munkar;
b. Mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang;
c. Mengetahui bahwa perbuatan amar Ma’ruf atau nahi munkar tidak akan membawa
mudarat yang lebih besar;
d. Mengetahui atau paling tidak menduga bahwatindakannya tidak akan membahayakan
dirinya dan hartanya.
Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran ini terletak pada
tatanan pelaksanaannya. Menurut Mu’tazilah, jika memang diperlukan kekerasan dapat
diterapuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.

Anda mungkin juga menyukai