DOSEN PEMBIMBING :
WAHYUNI
AYU ULAN DARI
MUHAMMAD ALFIAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan berkembangnya dan meluasnya Islam di dunia, sudah barang tentu
perkembangan itu tidak terlepas dari berbagai problematika yang timbul, baik yang timbul
dari dalam Islam itu sendiri maupun dari luar Islam. Dan diantara problematika yang timbul
dari dalam diri Islam itu sendiri adalah timbulnya firqah atau golongan yang benihnya sudah
mulai dirasakan tatkala nabi Muhammad saw sudah meninggal.
ِ -َ َدةٌ فِ ْي ْال َجنَّ ِة َوثِ ْنت-ةً فَ َوا ِح-َث َوس ْب ِع ْينَ فِرْ ق
ان- ٍ ََلي ثَل ُ َوال ِّذي نَ ْف ِس ْي ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه لَتَ ْفت َِر: صلّ ٰي هللا َعلَ ْي ِه َوسلَّ ْم
ٰ ق اُ َّمتِ ْي ع َ َق
َ ِال َرسُوْ ُل هللا
َ َ َ
َما انَا َعل ْي ِه َواصْ َحابِ ْي: َو َم ْن ِه َي يَا َرسُوْ َل هللاِ ؟ قَا َل: ار قِي َْل َّ
ِ َو َس ْبعُوْ نَ فِ ْي الن
Artinya:
Abdullah bin Amr berkatan: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya umat bani Israil
terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi
tujuh puluh tiga golongan, kesemuanya akan masuk ke neraka kecuali satu golongan yang
akan selamat. Para sahabat bertanya: Siapakah satu golongan yang selamat itu wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu golongan yang mengikuti ajarannku dan ajaran para
Sahabatku.
Memang ada yang menilai hadis tersebut mengandung kelemahan. Akan tetapi, apabila
dijadikan pegangan dan pedoman untuk mengukur pandangan dan perilaku yang dapat
dibenarkan oleh ajarang Islam, pastilah lebih baik dibanding keterangan para pakar yang
belum pasti kekuatan dan kebenarannya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
Selain tujuan di atas penulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan mahasiswa
yang mengambil palajaran mengenai ilmu akidah terkhusus untuk mengetahui paham dan
aliran dalam akidah islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khawarij
Kata “Khawarij” secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu kharaja yang
berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berkaitan dengn pengertian etimologis ini,
syahrastani menyatakan dalam kitabnya:
“setiap orang yang berontak kepada imam benar yang disetujui oleh jemaah
dinamakan khawarij, baik berontaknya itu pada masa sahabat terhadap khulafaur rasyidin
atau pada masa setelahnya terhadap tabi’in dan imam-imam pada setiap zaman.”
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu akidah adalah suatu
sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi thalib yang keluar karena tidak sepakat terhadap
Ali yang menrima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 H/ 648 M dengan
kelompok “bughat/pemberontakkan” muawwiyah bin Abu Sufyan perihal persengketaan
khilafah.
Kaum khawarij ini kadang-kadang menamakan diri mereka sebagai kaum Syurah,
yakni “orang-orang yang mengorbankan dirinya” untuk keridaan Allah SWT. selain itu,
mereka juga dinamakan sebagai golongan haruriyah, yaitu dinisbahkan pada perkataan
“Harurah” nama sebuah tmpat di sungai furat di dekat kota riqqah. Mereka bertempat tinggal
setelah Ali r.a. kembali besrta pasukannya dari shifin karena tidak mau memasuki kota
kuafah. Nama lain yang digunakan oleh kelompok ini adalah muhakkimah, artinya orang-
orang yang berpendapat bahwa “tidak ada hukum selain dari Allah” (la hukma illallah).
Kaum Khawarji terdiri atas para pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan
barisannya, karena tidak setuju dengan Ali dalam menerima arbitase sebagai jalan untuk
menyelesaikan persengketaan tentang Khilafah dengan Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Khawarji
berasal dari kata Kharaja yang berarti ke luar. Nama itu diberikan mereka, karena mereka
keluar dari barisan Ali. Nama lain yang diberikan kepada mereka ialah Haruriah, dari kara
Harura, yaitu desa yang terletak di dekat kota Kufah di Irak. Di tempat inilah mereka pada
waktu itu berjumlah dua belas ribu orang berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali. Di
tempat ini mereka memilih Abdullah Ibn Wahab Al-Rasidi menjadi imam mereka sebagai
ganti dari Ali Ibn Abi Thalib. Dalam pertempuran dengan pasukan Ali mereka mengalami
kekalahan besar, tetapi akhirnya seorang Kharji bernama Abd al-Rahman Ibn Muljam dapat
membunuh Ali pada waktu salat Subuh.
Dalam masalah ini, Khalifah atau pemerintah Abu Bakar dan Umar Ibn al-Khatab
dapat mereka terima. Kedua khalifah ini diangkat dan keduanya tidak menyeleweng dari
ajaran-ajaran Islam. Tetapi Usman Ibn Affan mereka anggap telah menyeleweng sejak tahun
ketujuh dari masa khalifahnya, dan Ali juga dinilai oleh mereka telah menyeleweng sesudah
peristiwa arbitase tersebut.
Sejak waktu itulah, Usman dan Ali dianggap oleh mereka telah menjadi kafir, dan
Mu’awiyyah, Amr Ibn al-As , Abu Musa al-Asy’ari, serta semua orang yang mereka anggap
telah melanggar ajaran-ajaran Islam.
a) khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab.
c) Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah dengan memenuhi syarat.
d) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat islam. Ia harus dibunuh jika melakukan kezaliman.
e) Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah
tahun ketujuh dari masa ke-khalifahannya, utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
f) Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng.
g) Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
h) Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga Kafir.
i) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Apabila tidak
mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh),
sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam dar al-islam (negara islam).
j) Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
k) Adanya wa’ad dan wa’id(orang yang baik harus msuk surga, sedangkan yang jahat
harus masuk ke dalam neraka).
l) Amar ma’ruf nahi mugkar.
m) Memalingkn ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasyabihat(samar)
n) Al-Qur’an adalah makhluk.
o) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan.
B. Pengertian Al-Murji’ah
Nama murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna
penundaan,penangguhan,dan pengharapan. Kata arja’a juga mengandung arti memberi
pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat
Allah.selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang
yang mengemudikan amal dari iman.
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau
arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan yang di hadapinya, baik persoalan politik
maupun teologis. Di bidang politik,doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral
atau non-blok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Oleh sebab itu,
kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the queietists (kelompok bungkam) sikap ini
akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat muji’ah selalu diam dalam persoalan
politik.
Menunda hukuman atas Ali, Muawiyyah, Amar bin Ash dan Abu Musa Al-
a) Asy’ary yang terlibat tahkim hingga kepada Allah SWT. pada hari kiamat kelak.
b) Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT. atas orang muslim yang berdosa
besar..
c) Meletakkan(pentingnya) imam lebih utama dari pada amal.
d) Memberikan pengharapan kepada Muslim yang berdosa besar utuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
Kaum Murji’ah pada mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan politik, dan persoalan
khilafah yang membawa perpecahan dikalangan umat islam stelah terbunuhnya Usman Ibn
Affan. Dapat kita cermati, bahwa kaum Khawarji, pada mulanya pendukung Ali , kemudian
berbalik menjadi musuhnya. Karena terjadi perlawanan ini, pendukung-pendukung yang
masih setia pada Ali bertambah banyak dan kuat membelanya, akhirnya mereka menjadi
suatu golongan lain dalam islam yang dikenal dengan nama Syia’ah. Kefanatikan golongan
ini terhadap Ali bertambah banyak, setelah Ali sndiri mati terbunuh. Kaum khawarji dan
Syi’ah merupakan dua golongan yang bermusuhan, dan sama-sama menentang kekuasaan
Bani Umayyah, dengan corak yang berbeda. Khawarji menentang Dinasti ini karena
memandang mereka menyeleweng dari ajaran Islam, sedangkan kaum Syi’ah menentangnya
karena memandang mereka merampas kekuasaan dari Ali dan keturunannya.
Dalam suasana perselisihan pendapat inilah, timbul suatu golongan baru yang bersikap
netral dan tidak ikut campur dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan
yang bertetangan itu. Bagi mereka orang sahabat-sahbat yang bertentangan itu adalah orang-
orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yangbenar.oleh karena itu,mereka
tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah, tapi ia lebih baik
menunda persoalan ini pada hari perhitungan dihadapan Tuhan. Maka dri itu, kaum Murji’ah
pada mulanya terjadi dan lebih mengambil sikap menyerahkan hokum kafir atau tidaknya
orang-orang yang bertentangan itu kepada tuhannya.
Persoalan dosa besar menurut kaum Khawarji menjatuhkan hokum kafir, sedangkan
kaum murji’ah menjatuhkan hokum mukmin. Adapun dosa besar yang mereka buat itu akan
ditunda penyelsainnya dihari perhitungan kelak. Argumentasi digunkan oleh kaum murji’ah
adalah bahwa orang islam yang berbuat dosa besar itu tetap mengakui, bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah Rasul-nya. Maka orang yang berbuat dosa
besar menurut mereka tetap mukmin dan bukan kafir.
Kaum Murji’ah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan moderat dan
golongan ekstrim.
Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan
tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besrnya dosa
yang diperbuat dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosanya. Oleh karena itu,
tidak akan masuk neraka sama sekali. Pengikut Golongan Murji’ah moderat diantaranya: Ibn
Muhammad Ibn Ali Ibn Abi thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ulama ahli Hadis.
C. Pengertia Mu’tazilah
Secara etimologi istilah Mu’tazilah berasal dari i’tizal, yang artinya menunjukkan
kesendirian, kelemahan, keputusan atau mengasingkan diri.
Secara terminologi, istilah Mu’tazilah adalah satu kelompok dari Qodariyah yang
berselisih pendapat dengan umat islam yang lain dalam permasalahan hukum pelaku dosa
besar yang dipimpin oleh washil bin Atha dan Amr bin Ubaid Pada Zaman Al-Hasan Al-
Bashri.
Kaum Muktazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang
lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan yang dibawa oleh kaum Khawarji
dan Murji’ah. Mereka banyak memakai akal untuk membahas persoalan teologi dan mereka
disebut “Kaum rasionalis Islam”.
Uraian yang biasa disebut buku-buku ilmu kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi
antara Wasli Ibn Ata serta temannya Amr Ibn Ubaid dan Hasan al-Bisri di Basrah. Wasli
selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasn al-Basri dimasjid Basra. Pada suatu
hari datang seorang bertanya tentang orang yang berdosa besar. Menurut kaum Khawarij
memandang mereka kafir sedangkan kaum murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika
Hasan al-Basri masih berfikir, wasil menyampaikan pendapatnya sendiri dengan mengatakan,
“saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula
kafir,tetapi mengambil posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian ia
berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ketempat laindi masjid, disana ia
mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan Al-Basri mengatakan, “ wasil
menjauhkan diri dari kita”. Dengan demikian kata syahrastani, ia serta teman-temannya
disebut kaum muktazilah.
Menurut al-Baghdadi, wasil dan temannya Amr Ibn ubaid diusir oleh Hasan al-Basri dari
majelisnya karena adanya perselisihan diantara mereka mengenai persoalan kadar dan orang
yang berdosa besar.keduanya menjauhkan diri dari hasan al-Basri, dan mereka para
pengikutnya disebut kaum Muktazilah karena mereka menjauhkan diri dari paham umat
islam terbentang orang yang berdosa besar. Menurut mereka orang yang berdosa besar tidak
mukmin dan tidak kafir.
a. Latar Belakang Kemunculan Mu’tazilah
Aliran ini muncul di kota Bashrah (irak) pada abad ke-2 Hijriah, tahun 105-110 H,
tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Khalifah Hisyam
bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk bashrah mantan murid Al-Hasan Al-
Bashari yang bernama Washil bin Atha Al- Makhzumi Al-Ghozzal.