Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CA SERVIX

1.1 Review Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


1.1.1 Sistem reproduksi wanita
Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam
rongga panggul. Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi. Internal :
fungsi ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi,
pertumbuhan fetus, kelahiran.

Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-


hormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus –
hipothalamus – hipofisis – adrenal – ovarium. Selain itu terdapat
organ/sistem ekstragonad/ ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus
reproduksi : payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.
1.1.1.1 Genitalia Eksterna

a. Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi
perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia
minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae
externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.
b. Mons pubis/mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada
masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
c. Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan
belakang, banyak mengandung pleksus vena. Homolog
embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum
rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora. Di
bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada
commisura posterior).
d. Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai
folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos
dan ujung serabut saraf.
e. Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian
superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam
dinding anterior vagina.
f. Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus
Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa
navicularis.
g. Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo)
tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen,
utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah
menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval,
cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma
lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak
beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae).
Bentuk himen postpartum disebut parous.

h. Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari
tepi cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di
bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix,
dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan
fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral
dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa
berlapis, berubah mengikuti siklus haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada
haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).
i. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan
diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda,
m.constrictor urethra).
1.1.1.2 Genitalia Interna

a. Uterus (rahim)
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi
peritoneum (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai
tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat
persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan
pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri
dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri. Dinding
rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Lapisan serosa (lapisan peritoneum), di luar
2) Lapisan otot (lapisan miometrium)di tengah
3) Lapisan mukosa (endometrium) di dalam.

Fungsi utama uterus :


1) Setiap bulan berfungsi dalam pengeluaran darah haid
dengan adanya perubahan dan pelepasan dari
endometrium
2) Tempat janin tumbuh dan berkembang
3) Tempat melekatnya plasenta
4) Pada kehamilan, persalinan dan nifas mengadakan
kontraksi untuk lancarnya persalinan dan kembalinya
uterus pada saat involusi.
b. Serviks uteri (mulut rahim)
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan
/ menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis.
Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan
ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di
dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding)
dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina)
dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium
uteri internum (dalam, arah cavum).
Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan
(primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi
serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina
ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir
getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat
(musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan air.
Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi
siklus haid.
c. Corpus uteri (batang/badan rahim)
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang
melekat pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah
lapisan muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis
(dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman
dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang melapisi
dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid
akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus
intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri
berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus
bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita.
d. Ligamenta penyangga uterus
1) Ligamentum Latum
Terletak di kanan kiri uterus meluas sampai dinding
rongga panggul dan dasar panggul, seolah-olah
menggantung pada tuba. Ruangan antar kedua lembar
dari lipatan ini terisi oleh jaringan yang longgar disebut
parametrium dimana berjalan arteria, vena uterina
pembuluh limpa dan ureter.
2) Ligamentum Rotundum (Ligamentum Teres Uteri)
Terdapat pada bagian atas lateral dari uterus, kaudal dari
insersi tuba, kedua ligamen ini melelui kanalis inguinalis
kebagian kranial labium mayus. Terdiri dari jaringan otot
polos dan jaringan ikat ligamen. Ligamen ini menahan
uterus dalam antefleksi. Pada saat hamil mengalami
hypertrophi dan dapat diraba dengan pemeriksaan luar.
3) Ligamentum Infundibulo Pelvikum (Ligamen
suspensorium)
Ada 2 buah kiri kanan dari infundibulum dan ovarium,
ligamen ini menggantungkan uterus pada dinding
panggul. Antara sudut tuba dan ovarium terdapat
ligamentum ovarii propium.
4) Ligamentum Kardinale (lateral pelvic ligament /
Mackenrodt’s ligament)
Terdapat di kiri kanan dari serviks setinggi ostium
internum ke dinding panggul. Ligamen ini membantu
mempertahankan uterus tetap pada posisi tengah
(menghalangi pergerakan ke kanan ke kiri) dan mencegah
prolap.
5) Ligamentum Sakro Uterinum
Terdapat di kiri kanan dari serviks sebelah belakang ke
sakrum mengelilingi rektum.
e. Vaskularisasi uterus
1) Arteri uterina
Berasal dari arteria hypogastrica yang melalui ligamentum
latum menuju ke sisi uterus kira-kira setinggi OUI dan
memberi darah pada uterus dan bagian atas vagina dan
mengadakan anastomose dengan arteria ovarica.
2) Arteri ovarica
Berasal dari aorta masuk ke ligamen latum melalui
ligamen infundibulo pelvicum dan memberi darah pada
ovarium, tuba dan fundus uteri.Darah dari uterus dialirkan
melalui vena uterina dan vena ovarica yang sejalan
dengan arterinya hanya vena ovarica kiri tidak masuk
langsung ke dalam vena cava inferior, tetapi melalui vena
renalis sinistra.
f. Salping / Tuba Falopi
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri.
Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai
jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.
Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular
(longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel
bersilia. Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars
ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan
karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda-beda
pada setiap bagiannya.
1) Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat
sfingter uterotuba pengendali transfer gamet.
2) Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah
ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik
(patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba
bagian ini.
3) Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae
abdominale pada ujungnya, melekat dengan permukaan
ovarium. Fimbriae berfungsi “menangkap” ovum yang
keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan
membawanya ke dalam tuba.
4) Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium
pada usus).
g. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium,
sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf.
Terdiri dari korteks dan medula. Ovarium berfungsi dalam
pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum (dari sel
epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di
korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi
hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel,
progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan
dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan
fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada
saat ovulasi.

Fungsi ovarium adalah :


1) Mengeluarkan hormon estrogen dan progesterone
2) Mengeluarkan telur setiap bulan
3) Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium,
ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat
mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis
inferior terhadap arteri renalis.
h. Vagina
Adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dan
rahim, terletak diantara kandung kencing dan rectum. Dinding
depan vagina panjangnya 7-9 cm dan dinding belakang 9-11
cm. dinding vagina berlipat-lipat yang berjalan sirkuler dan
disebut rugae, sedangkan ditengahnya ada bagian yang lebih
keras disebut kolumna rugarum. Dinding vagina terdiri dari 3
lapisan yaitu : lapisan mukosa yang merupakan kulit, lapisan
otot dan lapisan jaringan ikat. Berbatasan dengan serviks
membentuk ruangan lengkung, antara lain forniks lateral
kanan kiri, forniks anterior dan posterior.
Bagian dari serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut
portio. Suplai darah vagina diperoleh dari arteria uterina,
arteria vesikalis inferior, arteria hemoroidalis mediana san
arteria pudendus interna.

Fungsi penting vagina adalah :


1) Saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret
lain dari rahim
2) Alat untuk bersenggama
3) Jalan lahir pada waktu bersalin

1.1.2 Fisiologi sistem reproduksi wanita


Hormon Reproduksi pada wanita:
1.1.2.1 Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan
sel-sel folikel sekitar sel ovum
1.1.2.2 Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone
LH.
1.1.2.3 Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu
proses pematangan sel ovum).
1.1.2.4 Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi
FSH dan LH

1.1 Konsep Ca Cervix


1.2.1 Definisi/deskripsi
Kanker serviks adalah karsinoma pada leher rahim dan menempati urutan
pertama di dunia (Sjamjuhidayat, 2005). Kanker serviks adalah keganasan
nomor tiga paling sering dari alat kandungan dan menempati urutan ke
delapan dari keganasan pada perempuan di Amerika (Yatim, 2005).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 2011)
1.2.2 Etiologi
Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahui pasti. Ada beberapa
faktor resiko dan faktor predisposisi yang menonjol yaitu :
1.2.2.1 Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya
kanker serviks. Pada berbagai penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan
hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai
pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk
menderita kanker serviks. Faktor risiko lain yang penting adalah
hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan
dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada
isterinya. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20,
menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara kanker
serviks dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi.
Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya korelasi antara
kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu.
Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami
yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak
wanita lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai
vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi. Banyak
penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi
penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat
hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan
serviks keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga
terdapat korelasi non-kausal antara beberapa penyakit akibat
hubungan seksual dengan kanker serviks.
1.2.2.2 Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih
dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO
melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral
sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya
pemakaian.
1.2.2.3 Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang
dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok
menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic
nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada
getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum.
Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
kokarsinogen infeksi virus.
1.2.2.4 Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA terhadap
pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi
karsinogen bahan kimia. Banyak sayur dan buah mengandung
bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker
misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang,
bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam
folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol
dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin
E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan
yang kuat. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati
(kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang - kacangan). Vitamin C
banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
1.2.2.5 Paritas (Jumlah Kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi
dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai
literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan
(banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena
penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu
melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi
perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari
luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma
Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher
rahim.
1.2.2.6 Usia >35 tahun
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher
rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat
risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker
leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan
terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan
tubuh akibat usia.
1.2.2.7 Usia terlalu muda
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher
rahim 10 - 12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah
pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah
seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan
hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan
juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput
kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel - sel mukosa
baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi,
seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja,
paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini
berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada
usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya,
masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima
rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa
sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat
menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu
mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa
tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya
tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat
menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan
pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
1.2.2.8 Hygiene yang buruk
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh
daerah genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi
daerah serviks atau leher rahim Anda. Cara penularan lain adalah
di closet pada WC umum yang sudah terkontaminasi virus ini.
Seorang penderita kanker ini mungkin menggunakan closet,
virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet
(Sarwono.2006).

1.2.3 Tanda dan gejala (manifestasi klinik)


Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada tahap
lanjut, tanda dan gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:
1.2.3.1 Perdarahan spontan
1.2.3.2 Hematuria
1.2.3.3 Nyeri pada pinggang bagian bawah
1.2.3.4 Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
1.2.3.5 Amenorhea
1.2.3.6 Lemah
1.2.3.7 Hipermenorhea (Mardjikoen, 1999)

1.2.4 Stadium klinis


Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri :
Tahap 0 : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat
bukti invasi.
Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses
terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak
dan sel tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel tumor tidak
terdapat pada pembuluh limfa atau pembuluh darah.
Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
menunjukkan invasi serviks uteri.
Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga
mengenai vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau area para servikal
pada salah satu sisi atau kedua sisi.
Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih bebas
dari infiltrate tumor.
TahapIIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetap belum
sampai pada dinding panggul.
Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah
meluas kesalah satu atau kedua dinding panggul. Penyakit nodus limfe
yang teraba tidak merata pada dinding panggul. Urogram IV
menunjukkan salah satu atau kedua ureter tersumbat oleh tumor.
Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina,
sedang ke parametrium tidak dipersoalkan.
Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul
(frozen pelvic) atau proses pada tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada
gangguan faal ginjal.
Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan secara
histologik ) atau telah terjadi metastasis keluar paanggul atau ketempat -
tempat yang jauh.
Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah
menginfiltrasi mukosa rektrum dan atau kandung kemih.
Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
( Dr Imam Rasjidi, 2010 )

1.2.5 Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi
perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan
epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar pendek selapis
bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan
paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum,
sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di
luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa
mutagen yang akan displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan
aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma
atau retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang
diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel
kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi
akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi
sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka
secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang
menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel
kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu
factor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses
karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen
dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel,
sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel
displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai
dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-
situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,1997).

1.2.6 Pathway
1.2.7 Komplikasi
1.2.6.1 Fistula uretra
1.2.6.2 Disfungsi kandung kemih
1.2.6.3 Anemia trombositopenis
1.2.6.4 Mual,muntah, anoreksia
1.2.6.5 Infeksi pelvis
1.2.6.6 Sistitis dan kulit kering
1.2.6.7 Fistula rektovaginal. (Mardjikoen, 1999)

1.2.8 Pemeriksaan Penunjang


1.2.7.1 Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih
awal pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker
dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks.
Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun
atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu.
Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun
sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai
90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya
yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher
rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang
telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara
teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-
turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka
pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut
(Prayetni,1999):
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling
luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks
yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).

Tabel Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem


Bethesda
1.2.7.2 Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama
dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun.
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear
negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak
akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan
ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai
65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini
sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi
nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi
DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih
dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami
pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.

1.2.7.3 Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil
pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau
kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear.
Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak
memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang
menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui
kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari
daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas
apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja
(Prayetni, 1997).
1.2.7.4 Kolposkopi
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan
pap smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan
kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal
(Prayetni, 1997).
1.2.7.5 Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium.
Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi
pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada
sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan
warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni,
1997).
1.2.7.6 Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya
gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker
serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya
obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi
direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan
rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP),
enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance
Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan
untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau
terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette, 1999).

1.2.9 Penanganan Medis


1.2.8.1 Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan
serviks paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat
dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop
electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena
kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun
pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak
memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.

Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif


maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif
adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita.
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah
satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA
sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum
menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada
pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus
bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit
jantung, ginjal dan hepar (Tapan, 2005).
1.2.8.2 Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks
serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.
Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan
radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu
tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah
mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan
tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan
sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada
stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke
rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran
efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada
daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi
tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi
eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari atau minggu selama 5-6 minggu.
Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif
terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam
serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1 - 3 hari dan selama itu
penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang
beberapa kali selama 1 - 2 minggu. Efek samping dari terapi
penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung
kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale &
Charette, 2000).
1.2.8.3 Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian
obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi
digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan
menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi
tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis.
Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi.
Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk
mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak
mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan
kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi
telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan
agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang
memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain
(Prayetni, 1997).

1.2.10 Prognosis
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut
dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium
invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000;
Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor
prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan
umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi
Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit.
Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk
stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV
kurang dari 30% (Geene,1998; Kenneth, 2000).

1.2 Rencana asuhan klien dengan Kanker Serviks


1.3.1 Pengkajian
1.3.1.1 Identitas
1.3.1.2 Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan
apakah mengeluarkan cairan putih dari vagina ( keputihan ).
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau
steroid lainnya dapat menimbulkan berkembangnya masalah
fungsional genital pada keturunannya.
1.3.1.3 Pemeriksaan fisik: Head To toe
Rambut
Conjungtiva
Wajah.
Abdomen
Distensi abdomen
Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan
kental
Serviks
Ada nodul
1.3.1.4 Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit meningkat
b. Patologi Anatomi
Untuk memeriksa keganasan
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau CT-Scan
abdomen ataupun pelvis.

1.3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan
1.3.2.1 Definisi
Penurunan cairan intravaskuler, interstial, atau intrased.
Diagnosisi ini merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan
cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
1.3.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
Perubahan status mental
Penurunan turbor kulit dan lidah
Penurunan pengeluaran urin
Penurunan pengisian vena
Kulit dan membran mukosa kering
Hematokrit meningkat
Suhu tubuh meningkat
Peningkatan frekuensi nadi
Konsentrasi urin meningkat
Penurunan berat badan yang tiba-tiba
Kelemahan
1.3.2.3 Faktor yang berhubungan
Kehilangan volume cairan aktif
Kegagalan mekanisme pengaturan

Diagnosa 2: Risiko infeksi


1.3.2.1 Definisi
Berisiko terhadap invasi organisme patogen.
1.3.2.2 Faktor yang berhubungan
Penyakit kronis
Penekanan sistem imun
Ketidakadekuatan imunitas dapatan
Pertahan primer tidak adekuat
Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen
Pengetahuan yang kurang
Prosedur invasif
Malnutrisi
Agens
Pecah ketuban
Kerusakan jaringan
Trauma

1.3.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan
1.3.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: setelah dilakukan
perawatan selama 2x/24 jam,diharapkan tekanan darah
normal,120/80 mmhg.
1.3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional:
a. Awasi masukan dan haluaran. Ukur volume darah yang
keluar melalui perdarahan
b. Catat kehilangan darah ibu
c. Hindari trauma dan pemberian tekanan berlebihan pada
daerah yang mengalami pendarahan
d. Pantau status sirkulasi dan volume darah
e. Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan pengisian kapiler
f. Catat respon fisiologis individual pasien terhadap
pendarahan, misalnya kelemahan, gelisah, ansietas, pucat,
berkeringat / penurunan kesadaran
g. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa, dan
perhatikan keluhan haus pada pasien
h. Kolaborasi :
Berikan cairan IV sesuai indikasi, berikan transfusi darah
(Hb, Hct) dan trombosit sesuai indikasi.

Diagnosa 2: Risiko infeksi


1.3.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: menghilangkan atau menurunkan penyebaran agen
infeksius yang mengancam Kriteria hasil: faktor resiko akan
hilang
1.3.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional:
a. Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua sistem
tubuh (misalnya : pernafasan, pencernaan, genitourinaria)
b. Pantau perubahan suhu pasien
c. Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti takikardi
dan penurunan keaktifan gerakan janin
d. Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi
prosedur invasive
e. Utamakan personal hygiene
f. Kolaborasi :
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial atau
peningkatan WBC, dapatkan kultur sesuai indikasi, berikan
antibiotik sesuai indikasi.
Daftar Pustaka

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
pHamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :
EGC
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima
Medika
Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Banjarmasin, Februari 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(..................................................) (..................................................)

Anda mungkin juga menyukai