Anda di halaman 1dari 7

Fungsi Karotenoid dalam Reproduksi Ikan

Meillisa Carlen Mainassy1, Jacob L.A. Uktolseja2 , Martanto Martosupono2


1,2
Program Pasca Sarjana Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana
2
Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52–60, Salatiga 50711, Telp (0298) 321212 (hunting), Fax (0298) 321433
e-mail: lauji@yahoo.com

Abstrak
Ikan bereproduksi dengan cara memperbanyak keturunan untuk mempertahankan eksistensi
populasinya. Keberhasilan reproduksi ikan dipengaruhi karotenoid yang berasal dari hasil konversi dan
akumulasi karotenoid makanan ikan. Tingkah laku seksual ikan pada saat memulai memijah dipengaruhi
warna ikan jantan dan ikan betina. Warna ikan menggambarkan kemampuan antioksidatif dan kekebalan
tubuh yang berfungsi melindungi dan menjamin komponen reproduksi berupa sel sperma, sel telur,
perkembangan embrio dan penetasan, serta pertumbuhan larva.

Kata kunci: karotenoid, reproduksi, ikan

Pengantar
Reproduksi pada ikan seperti halnya pada makhluk hidup lainnya, adalah suatu proses
alamiah dalam upaya mempertahankan eksistensi populasi. Reproduksi merupakan hal yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu organisme, termasuk populasi ikan. Reproduksi
menjamin berlangsungnya keseimbangan alam. Reproduksi pada ikan terjadi secara eksternal,
yaitu pembuahan yang terjadi di luar tubuh. Ikan terkenal sebagai makhluk dengan potensi
fekunditas yang tinggi, dimana kebanyakan jenis ikan merupakan penghasil telur beribu-ribu
bahkan berjuta-juta setiap tahun (Anon. 2011).
Keberhasilan reproduksi selain dipengaruhi oleh kematangan seksual, juga oleh
ketertarikan antara lawan jenis. Ketertarikan dipengaruhi oleh penampilan visual lawan jenis,
misalnya warna yang menarik. Warna yang tampak pada ikan merupakan hasil metabolisme
pigmen yang terdapat dalam makanannya. Pigmen yang sering ditemukan pada ikan adalah
karotenoid. (Clotfelter dkk. 2007). Selain warna, karotenoid juga mengurangi dampak radikal
bebas dengan meningkatkan sistem imun. Dengan demikian tulisan ini berisi review tentang
fungsi karotenoid dalam reproduksi ikan. Pembahasan dilakukan tentang perilaku seksual dan
warna, kemudian dibahas peranan karotenoid dalam kekebalan tubuh yang membawa manfaat

1
untuk reproduksi. Selanjutnya review akan mendeksrispsikan distribusi karotenoid dalam
perkembangan dengan memakai contoh ikan salmon.

Perilaku Seksual dan Warna


Ikan jantan akan melakukan beberapa perilaku seksual yang menarik perhatian ikan
betina untuk memijah seperti spawning dance atau tarian reproduksi serta adanya perkelahian di
antara sesama jantan. Hal ini merupakan tingkah laku seksual pada ikan saat mulai memijah
yang dipengaruhi juga oleh warna ikan jantan dan ikan betina. Ketertarikan pada ikan
dipengaruhi oleh warna berbahan dasar karotenoid yang merupakan suatu sinyal komunikasi
seksual. Clotfelter dkk. (2007) melaporkan bahwa karotenoid merupakan pigmen yang
bertanggung jawab pada banyak perilaku seksual yang menarik. Pada ikan, karotenoid
merupakan hasil penumpukan dari makanan yang telah mengalami metabolisme dalam
tubuhnya. Ikan kecil memperoleh karotenoid dari kuning telur saat berbentuk embrio. Sedangkan
pada ikan besar karotenoid diperoleh dari sumber makanan kemudian dideposisi pada organ
tubuhnya atau dikonversi ke bentuk lainnya. Karotenoid pada ikan disimpan dalam bentuk yang
berbeda-beda seperti astaksantin yang berperan dalam pembentukan warna merah muda sampai
merah pada krustasea, kerang, dan ikan (seperti ikan salmon) (Velisek 1998; Maoka 2011).
Penampakan warna yang menarik perhatian pasangan merupakan sinyal seksual untuk
melakukan reproduksi.
Warna pada ikan merupakan salah satu peranan karotenoid sebagai fungsi reproduksi
untuk pemilihan pasangan (Clotfelter dkk. 2007). Ikan jantan menarik perhatian ikan betina
untuk memijah dengan menampilkan warna yang menarik. Penampilan warna yang menarik
pada ikan jantan merangsang pemijahan sel telur oleh ikan betina. Sementara ikan betina hanya
akan memilih ikan jantan dengan penampilan warna menarik.
Penampilan karotenoid menjadi fungsi sebagai indikator kualitas jantan, salah satunya
karena karotenoid menunjukkan kemampuan individual untuk mencari makanan. Hal ini
disebabkan karena hanya jantan berkualitas tinggi yang dapat melewati rintangan dengan
kemampuan alokasi fisiologi (Lozano 1994; Olson & Owens 1998). Penampakan warna pada
ikan jantan menunjukkan kualitas baik, sementara karakteristik warna pada beberapa ikan betina
menunjukkan kesiapan untuk memijah (spawn) (Goodwin 1984). Misalnya, ikan salmon akan
nampak semakin merah sebagai tanda akan segera memijah.
Penampilan warna yang menarik dapat diterima melalui kemampuan visual ikan yang
baik. Banyak ikan yang mengandalkan penglihatan untuk berbagai tujuan seperti mendapatkan

2
makanan, untuk menerima sinyal yang berkaitan dengan tingkah laku perkawinan, dan untuk
berpindah, serta menemukan tempat perlindungan (Rahardjo dkk. 2011).
Mata ikan mempunyai peranan yang penting dalam menangkap warna sebagai sinyal
seksual. Foton ditangkap dalam sel batang dan kerucut yang bertindak sebagai fotoreseptor
dengan bantuan sel retina yang peka pigmen cahaya. Pigmen bertanggung jawab untuk
menyaring cahaya yang masuk. Pigmen penglihatan adalah suatu fotosensitif kompleks pada
protein opsin dan kromofor (retinal) yang berasal dari karotenoid dalam sumber makanan. Retina
secara bebas menyerap cahaya yang kuat dari sinar ultraviolet, setelah mengikat protein opsin
terjadi pergeseran kearah warna biru (Price dkk. 2008). Pigmen memainkan peran dalam mata
ikan sebagai penyaring cahaya yang masuk sebelum sampai pada retina dan mendistribusikan ke
seluruh bagian mata. Pigmen menyerap panjang gelombang cahaya pendek (Losey dkk. 2003).
Kornea dan lensa mata ikan banyak mengandung karotenoid dan asam amino. Beberapa
spesies ikan mengatur kontrol fisiologis berdasarkan pigmentasi kornea, merangsang dispersi
karotenoid yang mengandung kromofor terhadap peningkatan intensitas cahaya sekitar. Dalam
kornea dan lensa mata, pigmen memiliki efek luas sebagai deteksi cahaya pada retina, cahaya
disaring karena adanya pigmen dalam sel fotoreseptor. Pigmentasi memberikan perlindungan
terhadap retina yang sensitif dari kerusakan, intensitas cahaya tinggi dan meningkatkan
ketajaman penglihatan.

Kekebalan Tubuh
Penampakan warna ikan yang menarik menunjukkan kemampuan antioksidatif yang
tinggi. Dalam reproduksi, ikan akan menghasilkan radikal bebas (radical oxygen species)
sebagai energi dalam berbagai perilaku seksual yang menarik perhatian pasangan. Karotenoid
pada ikan memiliki fungsi fisiologis sebagai antioksidatif yang memberikan perlindungan
terhadap kerusakan akibat radikal bebas dan meningkatkan imunitas terhadap patogen melalui
peningkatan produksi antibodi atau perkembangan sel imun. Kemampuan antioksidatif juga akan
menjaga intensitas dan kualitas sperma dalam pembuahan sel telur (Peters 2007).
Karotenoid sangat berperan penting sebagai antioksidan yang dapat menghancurkan
radikal bebas, sehingga mengurangi oksidatif stres dengan cara meningkatkan imunitas. Dengan
demikian terjadi hubungan timbal balik antara ketersediaan karotenoid sebagai fungsi pewarnaan
untuk reproduksi dan fungsi kekebalan tubuh.
Peningkatan kekebalan tubuh sebagai salah satu peran karotenoid dapat menurunkan
radikal bebas non testosteron. Studi yang dilakukan Clotfelter dkk. (2007) menunjukkan bahwa
ikan Beta splendens yang diberikan suplemen karotenoid akan berwarna lebih merah serta terjadi

3
peningkatan respon imun. Ikan B. splendens jantan memanfaatkan karotenoid sebagai pewarnaan
untuk fungsi reproduksi dan meningkatkan respon imun. Namun, produksi hormon testosteron
menyebabkan penurunan respon imun akibat akumulasi radikal bebas yang terbentuk dari
oksidasi kolesterol (Vinkler & Albrecht 2010). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
karotenoid meningkatkan respon imun dan pewarnaan.
Karotenoid dan testosteron merupakan suatu mekanisme fisiologi sebagai sinyal seksual
yang berhubungan dengan sistem imun atau kekebalan tubuh. Pengangkutan karotenoid di dalam
darah diatur oleh testosteron. Peningkatan bioavailabilitas karotenoid mengimbangi pengaruh
negatif peningkatan kadar testosteron serta peningkatan respon imun. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pewarnaan seksual ikan jantan tergantung pada keseimbangan antara testosteron,
lipoprotein dan sumber makanan. Testosteron adalah hormon utama pada ikan jantan. Banyak
perilaku seksual serta penampakan warna tergantung frekuensi testosteron dalam plasma. Namun
sebaliknya peningkatan hormon testosteron dapat menurunkan sistem imun. Mekanisme ini tidak
terbatas pada hewan jantan saja, hewan betina pada banyak spesies menunjukan peran karotenoid
sebagai sinyal untuk menarik pasangan. Sirkulasi testosteron berkorelasi positif dengan
lipoprotein plasma, karotenoid serta penampakan warna pada organ tubuh. Peningkatan
karotenoid dalam plasma menyebabkan perubahan warna dan peningkatan respon imun atau
kekebalan tubuh (Peters 2007).
Grether (2003), menambahkan, pada induk ikan betina karotenoid mengalami
peningkatan menjelang pemijahan sampai telur menetas dan sebagai daya tahan juvenil terhadap
penyakit dan stress. Selain itu pada induk betina ketersediaan karotenoid juga bermanfaat untuk
peningkatan sistem imun atau kekebalan tubuh, melawan, dan menghindari jantan yang memiliki
infeksi penyakit seksual, serta memiliki gen yang baik sebagai pertahanan untuk menghindari
penyakit genetik.

Distribusi Karotenoid dan Perkembangan Ikan Laut


Karotenoid sangat berpengaruh dalam reproduksi hewan terutama ikan. Dalam
prosesnya, perkembangan ikan sebagai bagian dari reproduksi juga dipengaruhi oleh karotenoid.
Pada hewan yg masih muda, karotenoid yang berasal dari makanan dideposisi pada daging. Saat
kematangan seksual, karotenoid yang berada pada daging ditransfer ke organ reproduksi dan
telur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa karotenoid mempunyai pengaruh yang baik pada
kesuburan dan reproduksi. Rata-rata deposisi karotenoid pada organ dan jaringan tergantung
pada selektivitas penyerapan pada dinding usus, pemanfaatan serta ekskresi. Pada salmon

4
oksikarotenoid dideposisi pada daging dalam bentuk bebas sedangkan di kulit sebagian besar
dalam bentuk ester (Schiedt dkk. 1985).
Selama melakukan migrasi untuk bertelur, ikan Salmon yang merupakan kelompok
Anadromous mentransfer karotenoid dalam jumlah yang banyak dimana sebagian besar
merupakan astaksantin dari jaringan otot ke indung telur. Berikut ini adalah gambaran
kandungan karotenoid selama tahap perkembangan ikan Salmon menurut Kitahara (1983) yang
dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adlah tahap telur.. Tahap kedua adalah tahap
perkembangan setelah embrio.

Pada tahap telur, kandungan karotenoid berada pada masa kuning telur menyerap
kantong telur. Sementara masa post larva, jumlah kandungan karotenoid tidak lebih daripada
masa ukuran tubuh. Telur ikan Salmon yang sudah menetas, pada hari ke 60 tidak ditemukan
perubahan kuantitatif kandungan karotenoid sampai tahapan menjadi anak ikan.
Pada tahap pro larva, hari ke 15 setelah menetas, jumlah karotenoid berkurang hampir 3/5
dari saat pembuahan telur. Jumlah karotenoid yang sebagian berkurang sebelum kritis, masa 40
hari setelah menetas. Selanjutnya, karotenoid akan berkurang pada perkembangan lebih lanjut.
Pada tahap setelah embrio kuning telur mengalami absorbsi secara bertahap setelah
menetas. Pada perkembangan selanjutnya, jumlah kandungan karotenoid berkurang secara
bertahap. Karotenoid pada kuning telur ditransfer secara bertahap ke dalam embrio sampai
mengalami pertumbuhan. Rata-rata pertumbuhan embrio lebih cepat daripada peningkatan
karotenoid. Kromatofor, merupakan jaringan yang mengandung karotenoid, berkembang pada
embrio. Kemudian, karotenoid akan ditransfer dari kuning telur ke embrio.
Retinoid penting dalam perkembangan telur karena berperan sebagai pola dan signal sel
selama perkembangan embrio vertebrata (Kawakami dkk. 2005; Vermot & Pourquié 2005;
Bowles dkk. 2006). Karena fungsi tersebut karotenoid ditemukan berlimpah pada telur ikan dan
burung serta merupakan komponen utama yang menentukan kualitas telur (Craik 1985; Blount
dkk. 2000). Tentu saja, persediaan karotenoid dari induk untuk telur telah saling berhubungan
sampai keberhasilan menetas dan daya tahan juvenil terhadap penyakit dan stres oksidasi (Palace
dkk. 1998; Pettersson & Lignell 1999; Ahmadi dkk. 2006; Tyndale dkk. 2008).

Kesimpulan
Karotenoid merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi.
Karotenoid memberikan warna pada ikan sebagai fungsi reproduksi yang menyebabkan saling
tertarik antara pasangan, menghambat radikal bebas, serta meningkatkan sistem imun.

5
Daftar Pustaka
Anon. 2011., http://www.anneahira.com/ikan/reproduksi-ikan.htm, diakses tanggal 15 November
2011, pukul 10.41 WIB.
Ahmadi, M. R., Bzyar, A. A., Safi, S., Ytrestøyl, T. & Bjerkeng, B. 2006. Effects of Dietary
Astaxanthin Supplementation on Reproductive Characteristics of Rainbow Trout
(Oncohrynchus mykiss). Journal of Applied Ichthyology 22: 388-394. doi:
10.1111/j.1439-0426.2006.00770.x
Bowles, J., Knight, D., Smith, C., Wilhem, D., Richman, J., Mamiya, S., Yashiro, K.,
Chawengsaksophak, K., Wilson, M, J., Rossant, J., Hamada, H & Koopman, P. 2006.
Retinoid Signaling Determines Germ Cell Fate In Mice. Science 312: 596-600. doi:
10.1126/science.1125691
Clotfelter, ED., Ardia, DR., & McGraw, KJ. 2007. Red Fish, Blue Fish: Trade-Offs Bertween
Pigmentation ang Immunity in Beta splenders. Behavioral Ecology 18: 1139-1145. doi:
10.1093/beheco/arm090
Grether, GF., Kasahara, S & Kolluru, GR. 2003. Sex-Specific Effects of Carotenoid Intake on
the Immunological Response to Allografts in Guppies (Poecilia reticulate). Proc. R.
Soc. Lond. B 271: 45-49
Goodwin, T. W. 1984. Animals. In: Biochemistry of the Carotenoids. Pp. 176-195. Chapman and
Hall, London, UK.
Kawakami, Y., Raya, Á., Raya, R. M., Rodríguez-Esteban, C & Belmonte , J. C. I. 2005.
Retinoid Acid Signalling Links Left-Right Assymetric Patterning and Billaterally
Symetric Somitogenesis in the Zebrafish Embryo. Nature 435: 165-171. doi:
10.1038/nature03512
Kitahara, T. 1983. Behavior of Carotenoids in the Chum Salmon Oncorhynchus keta During
Development. Bulletin of the Japanese Society of Scientific Fisheries 50(3): 531-536.
Lozano, G. A. 1994. Carotenoids, Parasites, and Sexual Selection. Oikos 70: 309-311.
Losey G.S., McFarland WN, Loew ER.,2003. Visual Biology of Hawaiian Coral Reef Fishes. I.
Ocular transmission and visual pigments. Copeia 2003;3:433-454
Maoka, T. 2011. Review: Carotenoids in Marine Animal. Journal Marine Drugs 9: 278-293.
doi:10.3390/md9020278
Matsuno, T. 2001. Review article: Aquatic Animal Carotenoids. Fisheries science. 67: 771-783.
Olson, V. A. & Owens, I. P. F. 1998. Costly Sexual Signal: are Carotenoids Rare, Risky or
Required? Trend in Ecology Evolution 13: 510-514. doi: 10.1016/S0169-
5347(98)01484-0
Palace, V. P., Brown, C. L., Fitzsimons, J., Woodin, B., Stegeman, J. J & Klaverkamp, J. F.
1998. An Evaluation of The Relationships Among Oxidative Stress, Antioxidant
Vitamins and Early Mortality Sindrome (EMS) of Lake Trout (Salvelinus namaycush)
from Lake Ontario. Aquatic Toxicology 43, 195-208. Doi: 10.1016/S0166-
445X(97)00107-0.
Peters Anne. 2007. Testosteron and Carotenoids: an Integrated view of Trade-Offs Between
Immuity and Sexual Signaling. BioEssay 29: 427-430
Pettersson, A. & Lignell, Ǻ. 1999. Astaxanthin Deficiency in Eggs and Fry of Baltic Salmon
(Salmon salar) with the M74 Syndrome. Ambio 28: 43-47.
Price.A.C. Weadick.C.J. Shim.J & Rodd.F.H. 2008. Pigments, Patterns, and Fish Behavior.
Zebrafish 5: 297-307
Rahardjo, M.F.,Sjafei,D.S.,Affandi, R.,Sulistiono & Hutabarat. J.,2011. Ichtiology. Lubuk
Agung. Hal. 231-274
Schiedt, K. F. J., Leuenberger, M. Vecchi & Glinz, E. 1985. Absorption, retention and metabolic
transformations of carotenoids in rainbow trout, salmon and chicken. Pure & App.
Chem. 57(5): 685-692. Great Britain

6
Tyndale, S.T., Letcher, R. J., Heath, J. W & Heath, D. D. 2008. Why Are Salmon Eggs Red?
Eggs Carotenoids and Early Life Survival of Chinook Salmon (Oncorhynchus
tshawytscha). Evolutionary Ecology Research 10: 1187-1199.
Velisek, J., Jiri Davided & Karel Cejpek. 1998. Biosynthesis of Food Constituens: Natural
Pigment. Part 2-a Review. Czech J. Food Sci 26(2): 73-98.
Vinkler, M & Albrecht,T. 2010. Carotenoid Maintenance Handicap and the Physiology of
Carotenoid-Based Signalisation of Health. Naturwissenschaften 97: 19-28
Vermot, J & Pourquié, O. 2005. Retinoic Acid Coordinates Somitogenesis and Left-Right
Patterning in Vertebrate Embryos. Nature 435: 215-220. doi: 10.1038/nature03488

Anda mungkin juga menyukai