Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH NUTRISI KLINIK VETERINER

“Konstipasi dan Flatulence”

Disusun Oleh :
Titah Sepdina Husna 175130100111001
Hanirastania 175130101111009
Fitrotus Zakiyah F. 175130107111002
Fomalha Hari Andani 175130107111003
Widya Kartika Wardini 175130107111005
2017 A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit yang terkait dengan saluran pencernaan sering terjadi saat
praktek dokter hewan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada hewan
kecil. Gaya hidup yang tidak sehat, asupan cairan dan serat yang tidak
optimal, serta stress dapat menyebabkan hewan mengalami kesulitan
dalam mencerna pakan sehingga memungkinkan terjadinya konstipasi.
Konstipasi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling sering
terjadi pada saluran pencernaan hewan. (Asyraf, 2017)
Bahan pakan yang diberikan pada hewan harus seimbang agar
dapat digunakan untuk membangun dan menggantikan bagian tubuh yang
rusak, serta memberikan energi. Setiap bahan pakan mengandung unsur-
unsur nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis,
macam dan keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan
mempengaruhi tekstur dan strukturnya. (Sampurna, 2013)
Salah satu masalah utama dalam nutrisi adalah mengkonsumsi
bahan pakan yang banyak mengandung suatu kandungan yang dapat
menyebabkan adanya gangguan saluran pencernaan pada hewan.
Gangguan pencernaan yang dapat terjadi seperti flatulence. Flatulence juga
bisa dianggap masalah yang cukup serius meskipun tidak berakibat toksik.
Oleh sebab itu, diperlukan manajemen pakan yang baik dan benar agar
hewan terhindar dari gangguan pencernaan yang mungkin dapat terjadi.
(Mulyanti, 2009)
Manajemen pakan mengandung jumlah nutrisi yang akan diberikan
pada hewan. Peran bahan pakan tertentu dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok sesuai dengan bagaimana fungsinya dalam tubuh. Pemberian
pakan pada hewan dengan melibatkan serangkaian diet dengan semua
nutrisi yang dibutuhkan untuk pemeliharaan, pertumbuhan dan reproduksi,
sangat diperlukan. (Carpenter, 2012)

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa yang dimaksud konstipasi dan flatulence pada hewan?
1.2.2 Apa penyebab dari konstipasi dan flatulence pada hewan?
1.2.3 Apa saja gejala klinis dari konstipasi dan flatulence pada hewan?
1.2.4 Bagaimana cara mendiagnosa konstipasi dan flatulence pada
hewan?
1.2.5 Bagaimana diet untuk konstipasti dan flatulence?
1.2.6 Apa contoh pakan yang dapat digunakan untuk mengatasi
konstipasi dan flatulence
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui pengertian dari konstipasi dan flatulence.
1.3.2 Mengetahui penyebab dari konstipasi dan flatulence.
1.3.3 Mengetahui gejala klinis dari konstipasi dan flatulence.
1.3.4 Mengetahui cara mendiagnosa konstipasi dan flatulence.
1.3.5 Mengetahui diet untuk konstipasti dan flatulence?
1.3.6 Mengetahui contoh pakan yang dapat digunakan untuk mengatasi
konstipasi dan flatulence
BAB II
ISI

2.1 Pengertian
Konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus
besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran.
Konstipasi juga dapat diartikan sebagai akibat terjadinya gangguan pada
motilitas usus, perubahan konsistensi feses dan kesulitan dalam defekasi. Hal
ini terjadi akibat tidak adanya gerakan peristaltik pada usus besar sehingga
memicu tidak teraturnya buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman
pada abdomen (Triakoso, 2013).
Flatulance atau Perut Kembung adalah keadaan dimana terdapat
jumlah gas berlebihan dan perasaan perut penuh serta kembung. Perut
kembung adalah salah satu keluhan paling umum pada pasien. Bloat akan
terjadi bila mekanisme eruktasi tidak berjalan dengan baik, sehingga gas yang
diproduksi dalam proses fermentasi tidak dapat keluar dari rumen. Karena gas
diproduksi sangat banyak (Larijani et al, 2016).

2.2 Etiologi

2.2.1 Konstipasi

Menurut Triakoso (2013), penyebab konstipasi diantaranya


asupan makanan dan minuman yang kurang, diet rendah serat, kurangnya
aktivitas tubuh, bertambahnya usia, penggunaan obat-obat tertentu dan
kehamilan. Penyebab konstipasi terbesar adalah antiemetik, dan
analgesik golongan opioid, salah satunya adalah morfin.

a) Intake cairan yang kurang


Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi
menjadi keras. Oleh karena proses absorbsi air yang kurang
menyebabkan kesulitan proses defekasi.
b) Kurangnya aktivitas tubuh Aktivitas dapat mempengaruhi proses
defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan
diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi. Hal ini
kemudian membuat proses gerakan peristaltik pada daerah kolon
dapat bertambah baik.
c) Diet rendah serat Asupan Makanan yang meliputi Diet, pola, atau
jenis makanan yang dikomsumsi dapat mempengaruhi proses
defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi
pun mempengaruhinya
d) Kehamilan atau kebuntingan
Pada usia kehamilan, kesulitan untuk buang air besar sering terjadi
dan hampir semuanya disebabkan oleh tingginya kadar hormon-
hormon di dalam tubuh yang memperlambat kerja otot-otot usus halus
sehingga mempengaruhi proses defekasi.
e) Penggunaan obat-obat tertentu
Secara sistemik terjadinya konstipasi diakibatkan aktivasi reseptor µ
opioid pada saluran cerna dan sistem saraf pusat, sehingga
mempengaruhi motilitas dari usus. Selain itu, morfin juga
menstimulasi absorpsi cairan, dengan meningkatkan waktu kontak
feses di kolon, dan stimulasi pada reseptor mukosal kolon
mengaktifkan reflek absorpsi cairan yang menyebabkan konstipasi.

Menurut Zarate et al (2011), penyebab konstipasi yang paling sering


ditemui yaitu:
- Masukan serat kurang
- Masukan cairan kurang
- Diet yang salah (content susu formula, perubahan makanan)
- Penyakit spesifik seperti penyakit neurologik, metabolik dan endokrin
- Kelainan yang berhubungan dengan kolon dan rektum
- Kelainan yang berhubungan dengnan fungsi usus
-Hirscsprung diseases, anal fissure, pengeluaran mekoneum yang
terlambat
- Stress (perpindahan, perjalanan, kecemasan)
2.2.2 Flatulance
Flatulance disebabkan adanya akumulasi gas yang berlebihan di
dalam Rumen. Gas tersebut berasal dari fermentasi mikroba rumen
terhadap pakan yang masuk. Kembung juga dapat diakibatkan dari
mengkonsumsi pakan yang mudah menimbulkan gas di dalam rumen.
Kondisi rumen yang terlalu penuh dan padat dapat berujung pada
penurunan motilitas dan derajat keasaman rumen. Selain itu, pakan
hijauan yang masih muda dan tanaman kacang-kacangan juga dapat
memicu timbulnya penyakit ini. Penyebabnya lainnya yaitu pemberian
pakan yang tidak teratur, hambatan pada syaraf yang mengendalikan
eruktasi atau obstruksi fisik pada esophagus (Larijani et al, 2016).

2.3 Gejala Klinis


2.3.1 Konstipasi
Hewan-hewan yang konstipasinya karena neurogenik, umumnya
adalah penyakit yang memperlihatkan rasa nyeri di daerah peritoneal atau
rektum, dan disertai lesi setempat. Pasien lain bisa saja menunjukkan
penyakit neurogenic tanpa rasa nyeri, atau komplikasi dalam waktu yang
lama karena trauma pelvis atau spinal. Palpasi abdomen dan palpasi
rektal perlu dilakukan pada pasien jantan maupun betina baik pada anjing
maupun kucing. Tinja yang langsing atau tinja yang terwarnai darah bisa
merupakan pertanda adanya lesi intraluminal, sementara itu pasien
dengan lesi ekstraluminal, tanda yang ditemukan pada gangguan
intraluminal tidak dijumpai (Triakoso, 2013).

2.3.2 Flatulance
Gejala klinis flatulance menurut Laven (2019), yakni :
a) Membesarnya perut bagian kiri dan bila dipegang cukup keras, bila
ditepuk akan terasa udara dan berbunyi seperti tong kosong
b) Ternak sulit bernafas atau bernafas menggunakan mulut
c) Hidung kering
d) Nafsu makan menurun atau tidak makan sama sekali
e) Hewan merasa tidak nyaman, menghentakkan kaki atau berusaha
mengais-ais perutnya
f) Sering mengejan dan kencing
g) Tidak dapat berdiri dan bisa mengakibatkan kematian.

2.4 Diagnosa
2.4.1 Konstipasi
Menurut Zarate et al (2011), diagnosa pada penderita konstipasi dapat
dilakukan dengan cara:
a. Anamnesis : penting untuk diagnosis, riwayat defekasi (frekuensi,
ukuran, konsistensi feses, kesulitan saat defekasi, melena, nyeri saat
defekasi), riwayat makanan, masalah psikologi, dan gejala lain seperti
nyeri abdomen.
b. Pemeriksaan fisik : dapat teraba massa feses pada abdomen kiri, pada
pemeriksaan anorektal ditentukan lokasi anus, adanya prolaps, peradangan
perianal, fissura, dan tonus dari saluran anus
c. Pemeriksaan penunjang : radiografi sederhana dari abdomen, barium
enema, manometri anorektal, waktu transit usus, dan biopsi rektum
2.4.2 Diagnosis flatulance
Diagnosis ditentukan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis,
serta dari pakan yang diberikan. Selain itu, peneguhan diagnosa juga
berdasarkan penemuan distensi yang cepat di daerah abdomen kiri (left
flank) disertai gejala kolik yang bervariasi. Pada kasus berat, distensi akan
terjadi pada kedua sisi abdomen, terutama di sebelah kiri. Hewan akan
mengalami kesulitan bernafas, biasanya tampak mulutnya terbuka dengan
lidah dikeluarkan. Hewan merasa tidak nyaman. Kulit di atas flank kiri
sangat ketat dan tidak bisa dipegang bahkan diangkat. Kondisi ini
merupakan kondisi gawat darurat, dan butuh pertolongan dengan segera
(Larijani et al, 2016).

2.5 Diet Untuk Konstipasi dan Flatulence


Untuk penderita konstipasi, makanan yang paling baik diterapkan
adalah makanan yang mengandung fiber tinggi (>20% bahan pakan) dan
memiliki residu yang sedikit. Peningkatan pemberian Fiber ini dapat
meningkatkan pula rantai asam lemak pendek yang dapat menstimulasi
kontraksi dari otot polos di kolon. Makanan mengandung tinggi fiber juga
berperan sebagai bulk laxative dan dapat meningkatkan fecal bulk. Biasanya
selain pemberian makanan tinggi fiber, makanan kaleng juga disarankan
untuk mengurangi fecal bulk dan memastikan hewan mendapatkan kebutuhan
air yang cukup dan terhidrasi. Resep yang paling sering digunakan yaitu
pencampuran bubuk psyllium dengan makanan kaleng 1-4 sendok makan
sehari sekali hingga dua kali sehari (Little,2013)
Sedangkan untuk kasus flatulence diatasi dengan mengurangi hasil
gas intestinal akibat fermentasi makanan oleh bakteria. Sehingga yang dapat
dilakukan yaitu (Roudebush,2001) :
1. Mengontrol aerophagia
- Memberikan makan dalam beberapa jadwal sehari
- Kurangi Competitive eating
- Campur makanan dantara pakan basah dan kering
2. Mengurangi Substrat yang dapat menghasilkan Gas Noxious
- Mengganti sumber protein
- Menurunkan level protein
- Eliminasi vitamin, mineral dan suplemen
- Hindari bawang, kacang, ataupun sayuran seperti brokoli dan kubis
- Hindari produk pakan yang mengandung karagenan
3. Mengurangi Produksi Gas intestinal
- Memberi pakan yang mudah dicerna
- Ganti pakan dengan nasi dengan dosis tertentu
- Hindari makanan yang berbahan dasar kacang
- Eliminasi vitamin, mineral dan suplemen
- Hindari makanan mengandung laktosa
- Hindari buah baik segar maupun sudah dikeringkan
2.6 Contoh Pakan

Dietary fiber memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu mudah larut dan


tidak dapat larut, tetapi kombinasi dari kedua sifat tersebut jarang hanya
terdapat salah satu diantara keduanya. Serat tidak larut akan meningkatkan
kadar air kolon dan menstimulasi kolonmotilitas. Serat yang larut kemudian
dimetabolisme (difermentasi) oleh bakteri kolon menjadi asam lemak rantai
pendek, anutrisi yang disukai untuk sel mukosa saluran cerna. Makanan
kalengan adalah pilihan populer untuk jenis serat dan berguna bagi kucing
untuk menelannya secara lebih mudah. Selain makanan kaleng terdapat
makanan kering contohnya Royal Canin Fibre Response adalah makanan diet
yang diperkaya psyllium yang telah menjanjikan sebagai makanan diet terapi
untuk mengatasi sembelit pada kucing (Craig,2018)
Manajemen diet perut kembung terutama berfokus pada penurunan
gas usus yang dihasilkan dari fermentasi bakteri dari makanan yang tidak
tercerna. Hewan dengan flatus yang berlebihan atau tidak
menyenangkanumumnya mendapat manfaat dari makanan yang sangat mudah
dicerna (daya cerna kering> 90%) ditawarkan dalam jumlah kecil,
seringmakanan. Protokol ini mengurangi residu makanan yang tersedia untuk
fermentasi bakteri di usus besar danharus mengurangi produksi gas. Protein
tertentu, karbohidrat, dan bahan seratatau kadar dapat memengaruhi produksi
flatus pada individu binatang. Perut kembung pada hewan bisa diantasi
dengan cara mengambil manfaat dari makan makanan yang tidak
mengandung sumber legum (mis. bungkil kedelai, kedelai)pabrik, sekam
kedelai, kacang polong, serat kacang, kacang pinto) (Roudebush, 2001).

Royal Canin Fibre Response


Pakan ini mengandung EPA/DHA untuk
membantu kesehatan saluran pencernaan. Serta
adanya kompleks atioksidan sinergis yang
dipantenkan untuk menetralisir radikal bebas.
Kombinasi spesifik serat dalam makanan untuk
membatu memfasilitasi transit usus. Kandungan
Nutrisinya juga mendukung kesimbangan pada
sistem pencernaan.
KOMPOSISI: Protein unggas terdehidrasi,
beras, jagung, protein gandum*, lemak hewani,
protein jagung, sekam dan biji psyllium, protein
hewani terhidrolisis, bubur sawi putih, mineral-
mineral, tepung telur, minyak ragi, minyak kedelai,
Frukto-Oligo-Sakarida (FOS), ragi terhidrolisis
(sumber Mannan-Oligo-Sakarida), ekstrak
tanaman marigold (sumber lutein).ADITIF (per kg): Zat tambahan nutrisi:
Vitamin A: 22000IU, Vitamin D3: 800IU, E1 (Iron): 39mg, E2 (Iodine):
3mg, E4 (Copper): 7mg, E5 (Manganese): 51mg, E6 (Zinc): 168mg, E8
(Selenium): 0.07mg.Pengawet – Antioksidan.ANALISIS KOMPOSISI:
Protein: 31% - lemak: 15% - Abu: 7.9% - Serat kasar: 2.9% - asam lemak
EPA dan DHA : 3.1 g/kg.*L.I.P.: protein yang dipilih karena daya cerna yang
tinggi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam


usus besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam
pengeluaran. Flatulance atau Perut Kembung adalah keadaan dimana terdapat
jumlah gas berlebihan dan perasaan perut penuh serta kembung. Hewan-
hewan yang konstipasinya karena neurogenik, umumnya adalah penyakit
yang memperlihatkan rasa nyeri di daerah peritoneal atau rektum, dan disertai
lesi setempat. Diagnosa dapat dilakukan melalu anamnesa dan gejala klinis.
Untuk penderita konstipasi, makanan yang paling baik diterapkan adalah
makanan yang mengandung fiber tinggi (>20% bahan pakan) dan memiliki
residu yang sedikit. Sedangkan untuk kasus flatulence diatasi dengan
mengurangi hasil gas intestinal akibat fermentasi makanan oleh bakteria.
DAFTAR PUSTAKA

Asyraf, Mohamad Zaki. 2017. Akupuntur Pada Kasus Konstipasi Kucing Persia.
Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Carpenter, Glenn H. 2012. Nutrient Management Technical Note No. 8.
California: Natural Resources Conservation Service
Craig. 2018. Feline Constipation Getting Crap Out of a Cat. PVMA Veterinary
Conference
Larijani, B. et al. 2016. Prevention and Treatment of Flatulence From a
Traditional Persian Medicine Perspective. Iran Red Crescent Med Journal.
Laven, R. 2019. Bloat. National Animal Disease Information Service Journal.
Little, Susan.2013. How I Treat Constipation in Cats. Ottawa: Bytown Cat
Hospital
Mulyanti, Novi Sri. 2009. Pengaruh Lama Fermentasi Saccharomyces cerevisae
Terhadap Kadar Oligosakarida dan Sifat Sensorik Tepung Ubi Jalar
Ungu (Ipomoea batatas Poiret). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Roudebush, Philip. 2001. Flatulence: Causes and Management Options. Kansas:
Hill’s Science and Technology Center
RoyalCanin.com
Sampurna, I Putu. 2013. Kebutuhan Nutrisi Ternak. Denpasar: Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Triakoso, N. 2013. Penyakit Non Infeksius pada Ternak. Surabaya: Universitas
Airlangga.

Zarate, N. et al. 2011. Chronic Constipation: Lessons from Animal Studies. Best
Practice & Research Clinical Gastroenterology (25) 59–71.

Anda mungkin juga menyukai