Anda di halaman 1dari 2

Nama saya Nugrahini Anindya Hapsari, NIM saya 01071190103, dan sekarang saya akan

mempraktekkan head and neck examination.


Pertama-tama, saya akan memperkenalkan diri pada pasien. Pak, nama saya Anindya, saya mahasiswa
kedokeran dari FK UPH.
Lalu, saya akan meminta informed consent dari pasien. Ini dilakukan agar pasien mendapat kebebasan
untuk menerima atau menolak pemeriksaan fisik yang akan saya lakukan.
Sekarang, saya akan memeriksa kepala dan leher bapak. Apakah bapak bersedia diperiksa?
Jika pasien menyetujui, lalu saya akan menanyakan data diri pasien, yakni nama lengkap, umur, alamat,
dan pekerjaan pasien. Lalu, saya akan mengecek tanda-tanda vital pasien, yang meliputi: Suhu
tubuhnya, laju napasnya, heart rate-nya, tensi-nya, dan saturasi oksigennya.
Setelah memeriksa TTV pasien, saya akan memulai head and neck examination.
1. Pertama-tama saya akan menginspeksi kepala pasien. Saya akan melihat bentuk kepalanya, apakah
ukurannya normal atau tidak, lalu menginspeksi rambut pasien, apakah normal, botak, atau memiliki
rambut jagung, yang menandakan gizi buruk.
2. Lalu, saya akan memeriksa mata pasien. Pertama, saya akan memeriksa visus-nya dengan
menggunakan snellen chart dengan pasien berada pada jarak 6 meter dari snellen chart.
Praktekin snellen chart pake kertas printer, tanyain ke orangnya ini huruf apa.
Visus normal seharusnya 6/6 atau 20/20.
a. Jika pasien tidak dapat membaca huruf teratas di Snellen chart, lanjutkan dengan menghitung
jari. Menghitung jari dimulai dari jarak 1 meter, lalu mundur hingga 6 meter atau jarak maksimal
pasien. Praktekin finger counting ke pasien, jauhin juga. Nilai visus normal dengan menghitung
jari adalah 1/60.
b. Jika pasien tidak bisa menghitung jari dari 1 meter, saya akan melanjutkan ke lambaian tangan.
Saya akan melambaikan tangan di depan pasien dari jarak 1 meter ke arah horizontal atau
vertikal, dan tanyakan pada pasien lambaian tangannya ke arah mana. Praktekin waving hand ke
atas-bawah dan ke kanan-kiri. Nilai visus dengan waving hand normalnya adalah 1/300.
c. Jika pasien tidak dapat melihat lambaian tangan, saya akan melanjutkan ke light perception.
Saya akan menggelapkan ruangan, lalu mengarahkan cahaya dari pen light ke mata pasien.
Saya akan meanyakan pasien apakah ia melihat cahaya atau tidak, dan bila ada cahaya,
datangnya dari arah mana. Praktekkin gelapin ruangan, terus arahin flashlight hape ke pasien
dan tanya dia liat cahaya apa ngga, terus datangnya dari arah mana. Nilai visus dengan light
perception normalnya adalah 1/tak terhingga.
3. Lalu, saya akan memeriksa refleks cahaya langsung dan tidak langsung pada pasien.
Praktekin refleks cahaya, sinarin flashlight ke mata pasien. “Refleks cahaya langsung dan tidak
langsung pada pasien normal”.
Seharusnya, mata yang disinari dan tidak disinari cahaya akan miosis.
Saya juga akan melakukan swing test untuk mengecek adanya relative afferent pupillary defect. Pasien
dengan RAPD jika cahaya dibalikkan ke arah mata yang “sakit” maka mata tersebut akan tidak
konstriksi, bahkan dilatasi.
Praktekin swing test. “Tidak ditemukan adanya relative afferent pupillary defect”.
4. Lalu, saya akan memeriksa gerak bola mata pasien.
“Pak, tolong ikuti jari saya dengan mata bapak ya.” Gerakin jari dalam bentuk huruf H. “Gerak bola mata
pasien normal.”
5. Lalu, saya akan memeriksa lapang pandang pasien. Untuk ini, pasien dan pemeriksa duduk
berhadapan, dan pasien dan pemeriksa sama-sama menutup sebelah matanya.
(Tutup mata kiri kita) “Pak, tolong tutup mata kanannya ya. Tolong bicara kalau jari saya sudah terlihat.”
Gerakin jari dari 9 arah mata angin. “Sekarang tutup mata kirinya ya pak.” Ulangin lagi.
“Lapang pandang pasien sama dengan pemeriksa.”
6. Lalu, saya akan memeriksa sclera pasien. “Pak, tolong lihat ke bawah ya.” Buka kelopak mata atas
pasien. Ulangin buat mata sebelahnya. “Dari pemeriksaan sclera, pasien tidak icteric.”
7. Lalu, saya akan memeriksa conjunctiva pasien. “Pak, tolong lihat ke atas ya.” Buka kelopak mata
bawah pasien. Ulangin buat mata sebelahnya. “Dari pemeriksaan conjunctiva, pasien tidak anemis.”
8. Lalu, saya akan memeriksa hidung pasien. Saya akan melihat apakah ada sekret, dan kalau ada
apakah cair atau kental, bening atau berwarna. Lalu, saya akan melihat bentuk nasal bridge pasien.
Lalu, saya akan melihat ke dalam lubang hidung pasien menggunakan rhinoskop.
Rhinoskop adalah alat berbentuk seperti gunting yang di ujungnya terdapat corong kecil yang dapat
digunakan untuk membuka lubang hidung pasien agar pemeriksa dapat melihat ke dalam hidungnya.
9. Lalu, saya akan memeriksa telinga pasien. Pertama, saya akan melihat apakah telinga pasien
simetris kanan dan kiri, lalu saya akan mempalpasi tulang mastoid pasien untuk melihat nyeri tekan
mastoid.
Lalu, saya akan mengambil garpu tala 512 Hz untuk melakukan tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Tes Rinne: Membandingkan konduksi tulang dengan udara. Saya akan menginstruksikan
pasien untuk mengangkat tangan selama masih terdengar suara, lalu menggetarkan dan
menaruh garpu tala di belakang telinga pasien. Setelah pasien menyatakan tidak
terdengar suara, saya lalu memindahkan garpu tala ke depan telinga pasien. Normalnya,
suara akan terdengar lebih lama dengan konduksi udara, sehingga pasien seharusnya
masih mendengar suara setelah garpu tala dipindahkan ke depan telinganya.
Tes Weber: Membandingkan getaran tulang. Saya akan menggetarkan dan menaruh
garpu tala di glabella pasien, lalu menginstruksikan pasien untuk mengangkat kedua
tangannya jika suara terdengar sama keras di kedua telinga, atau hanya satu tangan jika
lebih keras di satu telinga saja. Normalnya, tidak ada lateralisasi, sehingga seharusnya
pasien mengangkat kedua tangannya (suara terdengar sama keras di kedua telinga).
Tes Schwabach: Membandingkan konduksi tulang pasien dan pemeriksa. Pertama,
pasien diinstruksikan untuk mengangkat tangannya saat suara terdengar. Lalu, saya akan
menggetarkan dan menaruh garpu tala di tulang mastoid pasien. Saat pasien
menyatakan tidak mendengar suara lagi, saya lalu memindahkan garpu tala ke tulang
mastoid saya. Jika saya juga tidak mendengar suara, tes Schwabach lalu diulang dengan
garpu tala pertama diletakkan ke tulang mastoid saya hingga suara tidak terdengar, lalu
diletakkan ke pasien. Tes Schwabach yang normal harusnya sama dengan pemeriksa
(yakni pasien dan pemeriksa sama-sama tidak dapat mendengar suara pada saat yang
sama). Jika Schwabach memanjang, artinya konduksi tulang pasien lebih lama terdengar
dari pemeriksa. Jika memendek, artinya konduksi tulang pasien lebih cepat tidak
terdengar daripada pemeriksa.
- Otoskopi: Lalu, saya akan melakukan otoskopi menggunakan otoskop. Otoskop adalah
alat untuk memeriksa telinga yang memiliki cahaya dan kaca pembesar pada salah satu
ujungnya, dan ujung lainnya mengerucut agar dapat dimasukkan ke lubang telinga
pasien. Untuk memulai otoskopi, tarik daun telinga pasien ke arah pemeriksa lalu ke
belakang menggunakan jempol, dengan posisi telunjuk memfiksasi tragus. Lalu, saya
akan memeriksa telinga pasien melalui otoskop. Saya akan melihat apakah liang telinga
lapang atau sempit, apakah terdapat serumen (kotoran telinga), apakah membran
timpani-nya intact, apakah terdapat sekret (lendir), dan apakah terdapat furuncle
(benjolan berisi nanah di sekitar folikel rambut).
10. Lalu, saya akan memeriksa tenggorokan pasien. “Pak, tolong buka mulutnya ya.” Arahin flashlight ke
mulut pasien. Saya akan memeriksa uvula-nya, apakah ada deviasi ke kanan atau kiri, lalu saya akan
memeriksa faring dan laring nya, dan tonsil-nya apakah membesar atau tidak. “Uvula, faring dan laring
pasien normal, tonsilnya tidak membesar atau T1.”
11. Terakhir, saya akan memeriksa leher pasien. Pertama saya akan menginspeksi kelenjar tiroid
pasien, apakah ada benjolan atau tidak. Jika ada, maka itu penyakit gondok atau goiter, akibat inflamasi
tiroid atau defisiensi yodium. Lalu, saya akan mempalpasi leher pasien untuk mengecek apakah KGB
pasien membesar atau tidak. Praktekin! “KGB tidak membesar atau tidak terdapat lymphadenitis.”

Anda mungkin juga menyukai