Anda di halaman 1dari 28

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penggunaan plastik telah meluas hampir ke seluruh bidang kehidupan. Berbagai produk
dan peralatan dihasilkan dari bahan ini karena dinilai lebih ekonomis, tidak mudah pecah,
fleksibel, dan ringan. Salah satu contoh produk berbahan plastik yang paling sering dipakai oleh
masyarakat adalah kantong dan peralatan dari plastik. Menurut Inaplas (2011), konsumsi plastik
per kapita Indonesia sekitar 10 kg/kapita/tahun. Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya,
jumlah pemakaian plastik di Indonesia masih lebih rendah. Malaysia, Singapura, dan Thailand
mencapai angka di atas 40 kg/kapita/tahun. Meskipun rendah, potensi peningkatan permintaan
masih cukup besar, yakni sekitar 4,6 juta ton/tahun dengan pertumbuhan sekitar 5% per tahun
(Damayanti, 2012).
Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan maupun peralatan lainnya telah
menimbulkan masalah lingkungan. Sampah plastik semakin lama semakin menumpuk, karena
sampah plastik tidak mudah hancur baik oleh cuaca hujan dan matahari ataupun mikroba yang
hidup di tanah sehingga meningkatkan kerusakan lingkungan seperti pencemaran tanah (Hasan,
2006). Hal ini disebabkan, plastik yang selama ini dipakai berasal dari minyak bumi, gas alam,
dan batu bara. Saat ini, bahan dasar tersebut mulai mengalami pengurangan serta tidak bisa
diperbarui (Darni, 2008).
Guna mengatasi masalah lingkungan ini, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu
mengembangkan bahan biodegradable plastic (bioplastik) yaitu plastik yang mudah diurai oleh
mikroorganisme menjadi senyawa sederhana yang ramah lingkungan. Pengembangan bahan
bioplastik menggunakan bahan alam yang terbaharui (renewable resources) sangat diharapkan
untuk mengatasi pencemaran lingkungan (Hardaning, 2001 dalam Darni, 2010). Bahan-bahan
yang digunakan untuk membuat biodegradable plastic diantaranya senyawa-senyawa polimer
yang terdapat pada tanaman seperti pati, selulosa,dan lignin, serta pada hewan seperti kasein,
kitin dan kitosan dan sebagainya (Averous, 2004).
Salah satu jenis bahan hasil tanaman yang berpotensi sebagai bahan baku biodegradable
plastic (bioplastik) adalah pati tapioka (Firdaus dan Anwar, 2004). Pati tapioka sangat potensial
dikembangkan karena harganya murah dan diproduksi secara masal dalam skala industri
sehingga terjamin ketersediaannya sebagai bahan baku (Kumoro dan Purbasari, 2014).
Pembuatan bioplastik berbasis pati telah banyak dikembangkan, namun hanya dengan
menggunakan pati, karakteristik bioplastik yang dihasilkan masih memiliki beberapa kelemahan.
Darni dan Herti (2010) menyatakan bahwa penggunaan pati dalam pembuatan bioplastik
1
mempunyai kelemahan yaitu bioplastik yang dihasilkan tidak tahan terhadap air dan kekuatan
mekaniknya sangat rendah. Untuk mengatasi hal ini, maka dalam pembuatan plastik diperlukan
bahan-bahan tambahan biopolimer lain untuk memperbaiki sifat plastis dan mekanis pada plastik
tersebut (Ban, 2006).
Karakteristik bioplastik berbasis pati dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
diantaranya bahan baku asal, jenis dan konsentrasi pati, campuran bahan polimer, pH, suhu
pembentukan gel, jenis dan konsentrasi plasticizer (pemlastis), campuran plastisizer, lama
pengadukan, suhu dan lama pengeringan dan sebagainya. Setiani et al. (2013) menyatakan
bahwa penggunaan pati dengan konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan tingginya
penyerapan air. Ini berarti ketahanan terhadap air juga rendah, sedangkan pada plastic - plastik
konvensional diharapkan penyerapan terhadap air rendah. Beberapa penelitian bioplastik dengan
variasi jenis dan konsentrasi pati telah dilakukan. Penggunaan pati sukun pada konsentrasi 6%
yang ditambahkan 30% sorbitol sebagai pemlastis mempunyai karakteristik daya serap air
212,98 %, nilai kuat tarik sebesar 16,34 MPa, nilai elongasi sebesar 6,00 % dan modulus young
sebesar 2,72 MPa. Lebih lanjut Setiani et al. (2013) menyatakan bahwa peningkatan kadar pati
sampai dengan 10 % ternyata menghasilkan lapisan bioplastik yang terlalu kaku dan lengket.
Pembuatan bioplastik dengan menggunakan pati pisang kepok 2% menghasilkan bioplastik
dengan karakteristik nilai kuat tarik yaitu 2,11 MPa dan nilai kuat lentur 20,78 MPa (Mulyadi et
al., 2013). Dari hasil-hasil penelitian ini, menunjukan bahwa karakteristik bioplastik sangat
dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi pati. Umumnya konsentrasi pati yang dipergunakan
berkisar antara 2 - 6%. beberapa penelitian ini menunjukkan bahwa belum adanya konsentrasi
pati yang optimal dalam pembuatan bioplastik terutama bioplastik dengan bahan tapioka.
Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini akan dicoba untuk menentukan
konsentrasi pati dari jenis pati singkong atau tapioka.
Guna memperbaiki atau meningkatkan sifat plastis atau elastisitas bioplastik diperlukan
pencampuran pati dengan bahan pemlastis (plasticizer). Bahan pemlastis yang sering
dipergunakan adalah gliserol dan sorbitol. Pada beberapa penelitian pembuatan bioplastik,
umumnya hanya menggunakan salah satu dari kedua jenis pemlastis tersebut. Kumoro dan
Purbasari (2014) menyatakan penambahan gliserol 2% (b/b) menghasilkan nilai modulus young
40,5 MPa, kuat tarik 17 MPa dan persentase elongation at break 38%. Dan hasil penelitian
Romadloniyah (2012) menunjukan penambahan sorbitol 1,5 ml menghasilkan nilai kuat tarik
126,87 MPa dan persentase elongation at break 23,33%. Dari penelitian-penelitian ini terlihat
bahwa penggunaan masing-masing pemlastis tersebut secara terpisah dengan berbagai ukuran
konsentrasi, ternyata belum menghasilkan karakteristik bioplastik yang diinginkan. Berkaitan
2
dengan hal tersebut maka perlu diteliti penggunaan pemlastis dengan menggabungkan kedua
pemlastis tersebut dengan perbandingan dan konsentrasi tertentu sehingga diharapkan dapat
menghasilkan sifat mekanis plastik yang baik dan mudah terdegradasi.

1.2.Tujuan Penelitian
a. Mengetahui pengaruh konsentrasi tapioka dan perbandingan campuran pemlastis
terhadap karakteristik bioplastik
b. Menentukan konsentrasi tapioka dan perbandingan campuran pemlastis terhadap
karakteristik bioplastik

1.3.Manfaat Penelitian
Pengembangan ilmu dan teknologi bioplastik serta aplikasinya sebagai kemasan yang ramah
lingkungan.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plastik
Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses polimerisasi. Komponen utama
plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer
merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat
panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai
tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat
yang lebih keras dan tegar (Winarno, 1994).
Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert,
tidak karatan dan bersifat termoplastis (heat seal) serta dapat diberi warna.Sifat permeabilitas
plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang
kemas selama penyimpanan (Winarno, 1994). Kelemahan bahan ini adalah adanya zat-zat
monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi
ke dalam bahan makanan yang dikemas.
Plastik berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifatfisiko kimia
plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu disebut komponen non plastik,
diantaranya berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil
panas, penurun viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat, dan lain-lain
(Winarno, 1994).
Plastik dapat dikelompokkan atas sifat ketahanan terhadap panas terdapat dua jenis
plastik, yaitu thermoplastik dan termoset.Thermoplastik adalah plastik yang dapat dilunakkan
berulangkali dengan menggunakan panas, antara lain polietilen,polipropilen, polistiren dan
polivinilklorida.Jenis plastik ini meleleh ketika dipanaskan dan menjadi padat kembali ketika
didinginkan.Sedangkan termoset adalah plastic yang tidak dapat dilunakkan oleh pemanasan,
antara lain bakelit, melamin, phenol formaldehid dan urea formaldehid (Whyman,
2006).Berdasarkan bentuk dan keadaan pada suhu ruang dibedakan antara plastic jenis kaca,
plastic liat keras, plastic elastis dan plastic kental. Plastic jenis kaca, seperti plastic fenol (PP)
adalah sangat getas. Plastic liat keras seperti polivinilklorida (PVC), berciri dapat berubah
bentuk jika ada pengaruh gaya yang kuat. Plastic elastis, seperti busa dari poliuretan (PUR),
berubah bentuk ketika dibebankan dan berubah bentuk kembali seperti semula jika beban
dilepaskan.Plastic kental seperti minyak silicon (SI), adalah masa liat cair yang disebut
fluidoplastik.Berdasarkan bentuk makromolekulnya dapat dibedakan antara plastic dengan
makromolekul benang dan plastic dengan makromolekul bentuk jarring.Makromolekul bentuk
4
benang dapat bersusun tak bercabang (seperti PVC keras) atau bercabang seperti pada polietilen
PE.Didalam plastic, makromolekul dapat tersusun amorf seperti PVC keras atau Kristal-
sebagaian seperti PE. Pada struktur amorf letak makromolekul sama sekali tidak berorientasi dan
pada struktur Kristal-sebagian molekul-molekul rasaksa tak bercabang itu tersusun sejajar
sehingga terjadi Kristal-kristal kecil yang dikelilingi oleh daerah amorf (Kramer dan scharnagl,
1994).
Plastik memiliki kelebihan yaitu plastik dapat dibentuk menjadi berbagai macam bentuk,
ringan dan relative murah, dapat diproduksi dalam berbagai warna dan panas dan listrik tidak
dapat merambat melalui plastic dengan mudah, karena plastik isolator yang baik. Tetapi plastik
memiliki kekurangan yaitu plastic dibuat dari bahan-bahan yang sulit di daur ulang, karena tidak
dapat membusuk secara alami (biodegradasi) plastik dapat merusak lingkungan dan plastic dapat
bersifat asap berracun karena leleh pada suhu tinggi (Whyman, 2006).
Plastik yang selama ini dipakai berasal dari minyak bumi, gas alam, dan batu bara.
Bahan dasar tersebut mulai mengalami pengurangan di alam serta tidak bisa diperbarui (Yuli
Darni, 2008).Penggunaan plastic yang berlebihan dan dengan intensitas yang tinggi berpengaruh
terhadap persediaan minyak bumi, diperkirakan minyak bumi akan habis dalam kurun waktu
100 tahun. Selain itu penggunaan plastik yang berasal dari minyak bumi, gas alam dan batu bara
akan meningkatkan pencemaranlingkungan seperti pencemaran tanah. Untukmengatasi masalah
lingkungan ini, salahsatu cara yang dapat dilakukan yaitu mengembangkan bahan plastik
biodegradable atau bioplastik (Abadi dan Nuryati, 2007).

2.2 Bioplastik
Bioplastik adalah plastik yang dapat digunakan seperti layaknya
plastikkonvensional,namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi dan
karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena bahan penyusun nya
berasal dari alam seperti pati dan selulosa sehingga mudah diuraikan kembali.Plastik
biodegradabel adalah suatu bahan dalam kondisi tertentu dan pada waktu tertentu mengalami
perubahan dalam struktur fisis dan kimianya karena pengaruhmikroorganisme yang kemudian
mempengaruhi sifat-sifat yang dimilikinya.Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, maka
dikategorikan sebagai plastik yang ramah lingkungan (Firdaus dan Anwar, 2014).
Berdasarkan bahan baku yang dipakai plastikbiodegradasi dibagi menjadi dua kelompok
yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia dan kelompok dengan bahan baku produk
tanaman seperti pati dan selulosa. Pembentukan film plastik dari pati, pada prinsipnya
merupakan gelatinasi molekul pati. Pembuatan film berbasis pati pada dasarnya menggunakan
5
prinsip gelatinasi. Dengan adanya penambahan sejumlah air dan dipanaskan pada suhu yang
tinggi maka akan terjadi gelatinasi. Gelatinasi mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung
saling berdekatan karena adanya ikatan hidrogen. Proses pengeringan akan mengakibatkan
penyusutan sebagai akibat lepasnya air sehingga gel akan membentuk film yang stabil (Firdaus
dan Anwar, 2014).
Plastik biodegradable adalah plastik yang tergradasi di alam dalam waktu yang
singkat.Bahan itu lebih murah dibanding bahan plastik lainnya.Waktu hancurnya lebih
singkat.Bahan ini juga tidak beracun dan sangat aman untuk membungkus makanan.Plastik
berbahan dasar tepung aman bagilingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional
membutuhkan waktu sekira 50 tahun agar dapat terdekomposisi alam, sementara plastik
biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Plastik biodegradable yang
terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan
adanya plastik biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur
hara dalam tanah. Namun plastik mudah terurai memiliki kelemahan terhadap sifat mekaniknya,
kebanyakan plastik mudah terurai kurang bagus dalam sifat mekaniknya sehingga perlu
ditambahkan plastizer (Malcom, 2007).

2.3 Tepung Tapioka


Pati adalah cadangan makanan utama pada tanaman. Senyawa ini sebenarnya campuran
dua polisakarida, yaitu amilosa yang terdiri dari 70 hingga 350 unit glukosa yang berikatan
membentuk garis lurus dan amilopektin yang terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan
membentuk struktur rantai bercabang. Kira-kira 20% dari pati adalah amilosa. Pati berwarna
putih, berbentuk serbuk bukan kristal yang tidak larut dalam air dingin (Gaman dan Sherrington,
1992dalam Chandra 2011).
Pati merupakan bentuk karbohidrat yang ditimbun di dalam tanaman dansebagai sumber
energi pada makanan. Pati terdiri dari rantai molekul-molekulglukosa yang panjang dengan 2
jenis, yaitu amilosa dari rantai molekul glukosa yang panjang dan lurus serta amilopektin yang
terdiri dari rantai molekul glukosa
yang lebih pendek dan bercabang. Amilopektin mempunyai sifat koloidal sehingga jika
dipanaskan, campuran air dengan pati akan menjadi kental. Komposisi amilopektin dan amilosa
berbeda dalam pati berbagai bahan makanan.Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah
lebih besar.Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa (Winarno, 1991).

6
Pati dapat digolongkan berdasarkan sifat-sifat pasta yang dimasak. Patiserealia (jagung,
gandum, beras dan sorghum) membentuk pasta kental yang mengandung bagian-bagian pendek
dan pada pendinginan membentuk gel yang
buram. Pati akar dan umbi (kentang, ketela dan tapioka) membentuk pasta sangat
kental dan mengandung bagian-bagian panjang. Pasta ini biasanya jernih dan pada
pendinginan hanya membentuk gel lunak (deMan, 1997). Pati merupakan homopolimer glukosa
dengan ikatan α-glikosidik.Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang
rantai C, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang
dapat dipisahkan dengan air panas.Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut
dinamakan amilopektin. Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa
sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5 dari
berat total (Winarno, 1991).Apabila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula
patinya akanmenyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan
pembengkakannya terbatas.Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai 30%. Peningkatan
volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55oC sampai 65oC merupakan
pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali
pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak
dapat kembali lagi pada kondisi semula.Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi.Suhu
gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati.Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat
tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun.Suhu
gelatinisasi berbeda-beda tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran.Dengan viscometer suhu
gelatinisasi ditentukan, misalnya pada tapioka yaitu 52oC – 64 oC(Winarno, 1991).Selain
konsentrasi, pembentukan gel ini dipengaruhi pula oleh pH larutan.Pembentukan gel optimum
pada Ph 4-7. Bila pH terlalu tinggi, pembentukan gel makin cepat tercapai tapi cepat turun lagi,
sedangkan bila ph terlalu rendah terbentuknya gel lambat dan bila pemanasan diteruskan,
viskositas akan turun lagi (Winarno, 1991).
Salah satu jenis pati yang berasal dari ubi yaitu tepung tapioka.Tepung tapioka yang
berasal dari ubi kayu (singkong) merupakan sumber karbohidrat yang cukup baik, kandungan
pati dari ubi kayu (singkong) yaitu 34,6% (Winarno, 1991).Tapioka banyak digunakan dalam
berbagai industri karena kandungan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah
membengkak dalam air panasdengan membentuk kekentalan yang dikehendaki.Selain itu
pemakaian tapiokadisukai karena memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang
netral,warna yang terang (Somaatmadja, 1984).

7
Tanaman singkong mudah dijumpai di Indonesia, karena dapat tumbuh di dataran rendah
dan tinggi (10-1.500 m dpl). Selain itu singkong juga dapat dikembangbiakkan dilahan-lahan
marginal, kurang subur dan kekurangan air (Abidin, 2009). Ditinjau dari segikarakteristiknya,
Komponen pati dari tapioka secara umum terdiri dari 29,9% amilosadan 70,1% amilopektin
(Richana et al. 2000 dalam Yulianti dan Herlina 2012).Amilose dalam pati akan membentuk
tekstur dan permukaan yang teratur, serta meningkatkan elastisitas dan kelekatan pada produk
berbasis pati (De la Guerivier , 1976 dalam Kumoro 2014). Artinya, pati yang mempunyai
kadar amilosa yang tinggi akan membentuk gel yang lebih keras (Novelo-Cen dan Betancur-
Ancona, 2005dalam Kumoro 2014). Oleh karena itu, tepung tapioka merupakan bahan yang
sangat diperlukan untuk menghasilkan produk yang memerlukan tekstur yang kuat.Penggunaan
tepung tapioka karena tepung ini mempunyai kelebihan antara lain: ekstraksi yang relatif mudah,
sifat patinya yang unik dengan warna dan flavor netral menyebabkan tapioka banyak
dimanfaatkan, kandungan karbohidrattepung tapioka cukup tinggi yaitu sekitar 86,9%, mudah
didapat, harga relatif murah dibanding jenispati yang lain, kandungan karbohidrat tepung
tapioka cukup tinggi (Feryanto, 2007). Kandungan tepung tapioka secara lengkap disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi dalam 100 gram tepung tapioka
Zat makanan Tepung Tapioka
Kalori (kal) 362
Protein (gr) 0,5
Lemak (gr) 0,3
Karbohidrat (gr) 88,2
Air (g) 12,00
Zat kapur (mg) 84
Phospor (mg) 125
Zat besi (mg) 1,0
Vitamin A (S.I) 0
Thiamine (mg) 0,4
Vitamin C (mg) 0
Direktorat Gizi Dep. Kes. RI dalam Feryanto 2007

Tepung tapioka adalah tepung yang dibuat dari umbi ubi kayu (singkong), melalui
penepungan dengan mengindahkan ketentuan – ketentuan keamanan pangan.Singkong yang
digunakan untuk menghasilkan tepung tapioka berkualitas baik yaitu berusia antara 7-9
bulan.Dengan kualitas singkong yang baik, dapat menghasilkan tepung tapioka sebanyak 40%
dari jumlah keseluruhan singkong yang digunakan (Feryanto, 2007).Tepung tapioka harus sesuai
dengan syarat mutu yaitu bebas dari serangga dan bendaasing, kadar pati minimal 75% (b/b),
kadar abu maksimal 1,5%, kadar air maksimal12% (b/b), berwarna putih, bau dan rasa khas

8
singkong, kehalusan (lolos ayakan 80mesh) minimal 90%, serat kasar maksimal 4% (SNI 01-
2997-1996).

2.4 Plasticizer
Plastisizer (bahan pelembut) adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang
ditambahkan pada suatu produk dengan tujuan untuk menurunkan kekakuan dari polimer,
sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer (Puramawati, 2011). McHugh
dan Krochta (1994), menyatakan bahwa poliol seperti sorbitol dan gliserol adalah plasticizer
yang cukup baik untuk mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan
jarak intermolekul.
Plasticizer didefinisikan sebagai bahan organik dengan berat molekul rendah, bahan non
volatil, bertitik didih tinggi jika ditambahkan pada material lain sehingga dapat merubah sifat
material tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan intermolekuler dan
meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film. Gliserol dan sorbitol
merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan
hidrogen internal pada ikatan intermolekuler, plasticizer ditambahkan pada pembuatan plastik
untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan plastik terutama jika
disimpan pada suhu rendah (Chandra, 2011).

2.5 Sorbitol
Sorbitol adalah senyawa monosakarida polyhidric alcohol. Nama kimia lain dari sorbitol
adalah hexitol atau glusitol dengan rumus kimia C6H14O6.Struktur molekulnya mirip dengan
struktur molekul glukosa hanya yang berbedagugus aldehid pada glukosa diganti menjadi gugus
alkohol. Sorbitol pertama kali ditemukan dari juice Ash berry (Sorbus auncuparia L) di tahun
1872. Setelah itu,sorbitol banyak ditemukan pada buah-buahan seperti apel, plums, pears,
cherris, kurma, peaches, dan apricots. Zat ini berupa bubuk kristal berwarna putih yang
higroskopis, tidak berbau dan berasa manis, sorbitol larut dalam air, gliserol, propylene glycol,
serta sedikit larut dalam metanol, etanol, asam asetat, phenol dan acetamida. Namun tidak larut
hampir dalam semua pelarut organik. Sorbitol dapat dibuat dari glukosa dengan proses
hidrogenasi katalitik bertekanan tinggi. Sorbitol umumnya digunakan sebagai bahan baku
industry barang konsumsi dan makanan seperti pasta gigi, permen, kosmetik, farmasi,vitamin C,
dan termasuk industri textil dan kulit (Othmer, 1960).
Sorbitol yang dikenal juga sebagai glusitol, adalah suatu gula alkohol yang
dimetabolisme lambat di dalam tubuh.Sorbitol diperoleh dari reduksi glukosa, mengubah gugus
9
aldehid menjadi gugus hidroksil, sehingga dinamakan gula alkohol. Glukosa dinamakan juga
dekstrosa atau gula pasir yang terdapat dalam :sayur, buah, sirup jagung, sari pohon dan
bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Glukosa merupakan hasil akhir pencernaan pati,
sukrosa, maltose dan laktosa pada hewan dan manusia.(Faith,keyes, fourth edition, 1975 ).
Nama sorbitol diturunkan dari nama ilmuwan dari pegunungan Ash, Sorbus Aucuparia
L. Buah Rosaceae yang kaya akan kandungan sorbitol, antara lain : plums 1.7 - 4.5 % berat, pear
1.2 – 2.8 % berat kering, peache 0.5 – 1.3 % berat dan apel 0.2 – 1 % berat. Didalam buah dan
daun–daun, sorbitol dibentuksebagai bahan kimia intermediet di dalam sintesa pati, selulosa,
sorbuse, atau vitamin C. Di dalam hewan, sorbitol dapat diketahui sebagai intermediet dalam
absorbsi glukosa (Wikipedia.org).
Sorbitol merupakan plastizer yang efektif karena memiliki kelebihan mampu untuk
mengurangi ikatan hydrogen internal pada ikatan intermolekuler sehingga baik untuk
menghambat penguapan air dari produk, dapat larut dalam tiap-tiap rantaipolimer sehingga akan
mempermudah gerakan molekul polimer, tersedia dalamjumlah yang banyak, harganya murah
dan bersifat non toksik (Sulaiman, 1996).Berikut ini sifat fisik dan kimia dari sorbitol (Perry,
1950 dalam anonym…)
a. Sifat-sifat Fisika :
- Specific gravity : 1.472 (-5o C)
- Titik lebur : 93o C (Metasable form) 97,5o C (Stable form)
- Titik didih : 296o C
- Kelarutan dalam air : 235 gr/100 gr H2O
- Panas Pelarutan dalam air : 20.2 KJ/mol
- Panas pembakaran : -3025.5 KJ/mol
b. Sifat-sifat Kimia :
- Berbentuk kristal pada suhu kamar
- Berwarna putih tidak berbau dan berasa manis
- Larut dalam air,glycerol dan propylene glycol
- Sedikit larut dalam metanol, etanol, asam asetat dan phenol
- Tidak larut dalam sebagian besar pelarut organik

2.6 Gliserol
Gliserol dengan nama lain propana-1,2,3-triol, atau gliserin, pada temperature kamar
berbentuk cairan memiliki warna bening seperti air, kental, higroskopis dengan rasa yang manis.
Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat (polyol) dengan 3 buah gugus hidroksil dalam satu
10
molekul atau disebut alcohol trivalent. Gliserol terdapat secara alami dalam persenyawaaan
sebagai gliserida didalam semua jenis minyak dan lemak baik dari tumbuhan maupunhewan, dan
gliserol didapatkan dari proses saponifikasi minyak pada pembuatansabun, atau pemisahan
secara langsung dari lemak pada pemroduksian asam lemak.Sejak 1949 gliserol juga diproduksi
secara sintetis dari propilen. Dan proses secarasintetis tercatat kurang lebih sekitar 50% dari
total gliserol di pasaran. Kegunaan dari gliserol sangatlah banyak tetapi kebutuhan yang paling
besarpada pembuatan resin sintetis dan ester gums, obat - obatan, kosmetika, dan pasta gigi.
Pemrosesan tembakau dan makanan juga membutuhkan gliserol dalam jumlah yang besar.Sifat-
sifat fisika dan kimia Gliserol adalah sebagai berikut (Winarno, 1992) :
a. Sifat Fisika :
- berat molekul : 92,09 kg/kmol
- titik beku : 17,9 0 C
- titik didh : 2040 C
- spesifik gravity : 1,260
- densitas : 0.847 g/cm 3 70 °C
- viskositas : 34 cP
- Fasa : Cair ( 30 0 C, 1 atm )
- sempurna dalam air
- mudah terhidrogenasi
- merupakan asam lemak tak jenuh
b. Sifat Kimia :
- Larut dalam air
- Merupakan senyawa hidroskopis
- tidak stabil pada suhu kamar
- Rumus Kimia Gliserol :C3H8O3
Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang banyakdigunakan karena cukup efektif
mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekuler. Gliserol
merupakanplastizicer yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan pembentuk plastic
yang bersifat hidrofilik seperti pati.Ia dapat meningkatkan sorpsi molekul polar seperti air. Peran
gliserol sebagai plasticizer dan konsentrasinya meningkatkan fleksibilitas plastik.Molekul
plastizicer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekuler dan
meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya mengakibatkan peningkatan elongation dan
penurunan tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Penurunan interaksi

11
intermolekuler dan peningkatan mobilitas molekul akan memfasilitasi migrasi molekul uap air
(Gontard et al, 1993).

2.7 Sifat Mekanik Plastik


Sifat mekanik plastik terdiri dari kekuatan tarik (Tensile Strength), perpanjang (elong at
break) dan keelastisannya (Krochta, 1994).Tensile Strength (MPa) adalah ukuran untuk
kekuatan film secara spesifik,merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film
tetap bertahansebelum putus/sobek (Krochta and Mulder-johnston, 1997). Pengukuran ini untuk
mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas
area film.Kekuatan tarik (%) dipengaruhi oleh bahan pemplastis yang ditambahkan dalam proses
pembuatan film.
Persen pemanjangan saat putus merupakan perubahan panjang maksimum film sebelum
terputus.Perpanjangan didefinisikan sebagai persentase perubahan panjang film pada saat film
ditarik sampai putus. Kekuatan regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai
sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kekuatan regang
putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum
pada setiap satuan luas film untuk merenggang atau memanjang. Perbandingan antara kuat putus
dan perpanjangan saat putus dikenal dengan modulus elastisitas.Modulus elasitas bahan disebut
modulus Young. Moduluds Young memiliki satuan sama seperti kuat putus karena unuit
regangan merupakan bilangan tanpa dimensi (Ricky Kristyanto dkk, 2011 dalam Anonim..).
Standar Plastik Internasional (ASTM5336) besarnya kuat tarik untuk plastik PLA dari Jepang
mencapai 2050 MPa dan plastik PCL dari Inggris mencapai 190 MPa, persentase pemanjangan
(elongasi) untuk plastik PLA dari Jepang mencapai 9% dan plastik PCL dari Inggris mencapai
>500 % (Aveorus, 2009 dalam Utomo dkk, 2013).

2.8 Biodegradasi
Biodegradasi didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi senyawa organic oleh
mikroorganisme, baik di tanah, perairan, atau pada instalasi pengolahan limbah (Paramita, dkk
2012). Biodegradasi terjadi karena bakteri dapat melakukan metabolismezat organik melalui
sistem enzim untuk menghasilkan karbon dioksida, air dan energi.Energi digunakan untuk
sintesis, motilitas dan respirasi (Husin, 2008).

12
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Roadmap Penelitian


Tahun

2015 2016
Indikator capaian

intermediet/hilir)
(Produk

Bioplastik Bioplastik

Pengujian Karakteristik Pengujian Karakteristik


bioplastik bioplastik
Penelitian dan Pengembangan Bioplastik

Pengoven pada suhu 50o C Pengoven dengan variasi suhu


selama 24 jam pengovenan

Pencetakan pada Plat kaca Pencetakan pada Plat kaca

Pemanasan dengan suhu 60oC Pemanasan dg variasi berbagai


sampai membentuk gel suhu gelatinisasi)

Pencampuran dengan pemlastis


(penentuan perbandingan Pencampuran dengan pemlastis
konsentrasi campuran) Sesuai perlakuan terbaik th I

Pati Singkong (Tapioka) Pati Singkong (Tapioka)


(Dicobakan dalam berbagai (Konsentrasi pati sesuai dg
Konsentrasi) perlakuan terbaik th I)

= Penelitian yang akan dilakukan

3.2 Alat dan Bahan


Water bath, oven, cetakan plat kaca ukuran 20 x 15 cm, gelas beaker, pipet tetes, batang
pengaduk dan alat uji mekanik plastik yaitu autograph-sidmazu berdasarkan ASTM D638 dan
scanning electron microscopy (SEM). Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah tepung Tapioka, Asam asetat (CH3COOH), Sorbitol, Gliserol, dan Aquades.

3.3 Rancangan Percobaan


Rancangan percobaan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Kelompok Faktorial.
Faktor I adalah konsentrasi pati tapioca yang terdiri dari 3 taraf 4%, 5% dan 6% (b/b). Factor II
adalah perbandingan campuran pemlastis gliserol dengan sorbitol yang terdiri dari 5 taraf yaitu
(100:0)%, (95:5)%, (90:10)%, (85:15)%, (80:20)% b/b. Masing-masing kombinasi perlakuan
dikelompokan menjadi 2 berdasarkan waktu proses pembuatan bioplastik, sehingga terdapat 30

13
unit percobaan. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati maka
dilanjutkan dengan uji Dunchan.

3.4 Pembuatan Plastik Dari Tepung Tapioka


Tepung tapioka dengan konsentrasi sesuai perlakuan dimasukkan kedalam beaker glass,
kemudian ditambahkan 100 ml aquades. Campuran kemudian ditambahkan 0,2 gr asam asetat.
Setelah itu ditambahkan campuran plasticizer (pemlastis) 1 gr dengan perbandingan sesuai
perlakuan. Kemudian campuran tersebut diaduk dengan batang pengaduk selama 5 menit agar
campuran homogen dan dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60oC sampai membentuk gel.
Gel yang terbentuk kemudian dicetak diatas plat cetakan kaca. Setelah itu dipanaskan pada oven
dengan suhu 50oC selama 24 jam. Lapisan plastik yang terbentuk diangkat perlahan dan
didinginkan pada suhu ruang. Diagram alir pembuatan plastik dari tepung tapioka dapat dilihat
pada Gambar 1.

3.5 Variabel Yang Diamati


Uji mekanik yang terdiri dari uji kekuatan tarik (Tensile strength), uji perpanjangan
(elongation at break) dan uji Modulus young (Elastisitas) dengan menggunakan alat ASTM
D638, kemampuan atau lama waktu degradasi dari bioplastik yang dihasilkan dan morfologi dari
bioplastik dengan menggunakan scanning electron microscopy (SEM).

3.5.1 Uji Kekuatan Tarik


Uji kekuatan tarik atau tensile strength dilakukan dengan menggunakan alat ASTM D68
Dengan mengikuti prosedur kerja alat maka akan didapatkan data untuk tensile strength. Dari
alat tersebut akan didapatkan data untuk gaya (force) yang diperlukan untuk memutuskan
plastik. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tensile strength :
𝐺𝑎𝑦𝑎 (𝑁)
Tensile strength (N/cm2) =
𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐿𝑢𝑎𝑠 (𝑐𝑚 2 )

3.5.2 Uji Perpanjangan (elongation at break)


Uji perpanjangan atau elongation dilakukan dengan menggunakan alat ASTM D68
Dengan mengikuti prosedur kerja alat maka akan didapatkan data untuk elongasi plasik. Dari
alat tersebut akan didapatkan data untuk gaya (force) yang diperlukan untuk memutuskan
plastik.
Perpanjangan edible film (cm) x 100%
Elongasi (%) =
Panjang awal edible film(cm)
14
Tepung tapioka sesuai perlakuan
dan 100 ml aquades

Asam
Asetat Pencampuran
0,2gr
Penambahan plasticer sesuai
perlakuan

Pengadukan 10 menit

Pemanasan dengan suhu


60oC sampai membentuk gel

Pencetakan pada Plat kaca

Pengoven pada suhu 50o C


selama 24 jam

Didinginkan pada suhu


ruang selama 24 jam

Bioplastik

Gambar 1. Proses pembuatan bioplastik (modifikasi Jaya dan Sulistyawati, 2010)

3.5.3 Uji Modulus young (Elastisitas)


Modulus young (Elastisitas) diperoleh dari perbandingan antara kuat tarik dengan
elongasi.
𝐾𝑢𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑘 (𝑀𝑃𝑎 )
Elastisitas =
𝑒𝑙𝑜𝑛𝑔𝑎𝑠𝑖 (%)

3.5.4 Uji Kemampuan Biodegradasi


Sifat biodegradable film diuji dengan cara mengubur plastik dalam tanah. Pengujian
biodegradable dilakukan dengan menimbang plastik sebelum dan sesudah penguburan dalam

15
tanah untuk diketahui berat susut film dan diamati perubahan pada plastik tersebut serta lama
waktu yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan pada bioplastik tersebut.

3.5.5 Uji Morfologi


Uji morfologi bioplastik dari tepung tapioka dilakukan dengan menggunakan scanning
electron microscopy (SEM). Dengan mengkuti prosedur alat, hasil gambar yang diperoleh dari
mikroskop kemudian dilakukan pemotretan sehingga diketahui morfologi dari bioplastik
tersebut.

16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kadar Air Bioplastis


Analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi pati dan perbandingan campuran
pemlastis gliserol : sorbitol tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air bioplastis. Tabel 2
memperlihatkan bahwa rerata kadar air bioplastik tidak ada perbedaan yang nyata, dengan
kisaran 3,72 – 4,21%. Hal ini disebabkan penambahan air dari kandungan bahan baku bioplastik
baik itu pati, gliserol dan sorbitol sangat rendah dibanding total bahan, apalagi dalam pembuatan
bioplastis melalui proses pengeringan sehingga sebagian besar air dalam campuran bahan baku
plastik teruapkan. Menurut Anonymous (2013), dalam pengeringan terjadi proses pindah panas
dan pindah massa uap air yang terjadi secara simultan.

Tabel 2. Kadar air (%) bioplastik


Perlakuan Rerata Kadar
Air (%)

Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 4,21a


Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 3,98a
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 3.95a
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 3.89a
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 3.79a
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 4.16a
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 3.92a
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 3.90a
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 3,87a
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 3.76a
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 3,98a
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 3,94a
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 3,89a
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 3,80a
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 3,72a

4.2. Elongation at Break, Kuat Tarik dan Modulus Young Bioplastik


Analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi pati dan perbandingan campuran
pemlastis gliserol : sorbitol serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
elongation at break, kuat tarik dan Modulus Young dari bioplastik. Tabel 3 memperlihatkan
adanya beberapa perbedaan rerata elongation at break, kuat tarik dan Modulus Young. Rerata
elongation at break berkisar 18,75 – 65,31%, kuat tarik berkisar 0,51 – 0,93 MPa, Modulus
Young berkisar 0,01 – 0,05 MPa.

17
Tabel 3. Elongation at break, kuat tarik dan Modulus Young bioplastik
Perlakuan Rerata Rerata kuat Rerata
Elongation at tarik Modulus
break (%) (x1000 Young
MPa) (x1000
MPa)
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 34,38cd 0,66bc 0,02bc
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 38,75bc 0,55c 0,01c
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 50,63ab 0,53c 0,01c
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 68,75a 0,52c 0,01c
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 69,88a 0,51c 0,01c
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 26,56d 0,78b 0,03b
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 30,63cd 0,63bc 0,02bc
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 41,19bc 0,62bc 0,02bc
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 63,75a 0,56c 0,01c
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 65,31a 0,55c 0,01c
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 18,75e 0,93a 0,05a
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 23,75d 0,79b 0,03b
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 34,69cd 0,78b 0,03b
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 48,13ab 0,65bc 0,02bc
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 51,88ab 0,64bc 0,02bc

Tabel 2 memperlihatkan bahwa bioplastik yang dibuat dengan konsentrasi pati 6%,
pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% mempunyai elongation at break (18,75%) terendah
dibanding lainnya. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding hasil penelitian Setiani et al. (2013)
yang menggunakan pati sukun pada konsentrasi 6% yang ditambahkan 30% sorbitol sebagai
pemlastis dengan karakteristik nilai elongation at break sebesar 6,00 %.
Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa bioplastik yang dibuat dengan konsentrasi pati 6%,
pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% mempunyai kuat tarik (930 MPa) tertinggi dibanding
lainnya. Nilai ini lebih tinggi dibanding hasil penelitian Kumoro dan Purbasari (2014) yang
menggunakan penambahan gliserol 2% (b/b) yang menghasilkan kuat tarik 17 MPa dan juga
hasil penelitian Romadloniyah (2012) yang menggunakan penambahan sorbitol 1,5 ml yang
menghasilkan nilai kuat tarik 126,87 MPa.
Bioplastik yang dibuat dengan konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 :
0)% mempunyai nilai Modulus Young (50 MPa) tertinggi dibanding lainnya. Nilai ini juga lebih
tinggi dibanding hasil penelitian Kumoro dan Purbasari (2014) yang menggunakan penambahan
gliserol 2% (b/b) yang menghasilkan nilai modulus young 40,5 MPa.

18
4.3. Penyusutan Bioplastik
Analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi pati dan perbandingan campuran
pemlastis gliserol : sorbitol serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap penyusutan
bioplastik pada pengujian biodegradasi. Tabel 4 memperlihatkan bahwa penguburan bioplastik
pada hari ke-3, 6 dan 9 menunjukkan perbedaan penyusutan dan semakin lama penguburan
bioplastik dalam tanah, semakin besar persen penyusutan yang terjadi. Penguburan pada hari
ke-3 terjadi penyusutan berkisar antara 10,00 – 19,85%, pada hari ke-6 terjadi penyusutan
17,82 – 30,94% dan pada hari ke-9 terjadi penyusutan 19,36 – 44,78%. Penyusutan ini terjadi
karena pati, gliserol dan sorbitol yang digunakan sebagai bahan baku sifatnya hidrofilik
(Gontard et al, 1993). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sifat ini cenderung suka air atau menyerap
air sehingga mudah ditumbuhi mikroorganisme pengurai yang menyebabkan biodegradasi.

Tabel 4. Penyusutan (%) bioplastik dalam pengujian biodegradable


Perlakuan Rerata Rerata Rerata
Penyusutan Penyusutan Penyusutan
(%) pada (%) pada (%) pada
hari ke-3 hari ke-6 hari ke-9
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 17,94a 20,89b 42,86a
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 13,34b 17,82c 19,36f
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 16.92ab 19,33b 21,88ef
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 18.76a 20,30b 24,80de
Konsentrasi pati 4%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 19.85a 25,81ab 27,83cd
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 14.36b 27,78a 37,77ab
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 10.00c 25,62ab 32,42bc
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 13.21b 26,22ab 34,66bc
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 14,69b 29,24 a 35,97ab
Konsentrasi pati 5%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 14.70b 29,82 a 36,05ab
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (100 : 0)% 13,93b 29,61a 34,68bc
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (95 : 5)% 10,34c 27,65ab 29,06cd
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (90 : 10)% 12,15bc 30,33 a 36,63ab
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (85 : 15)% 13,16b 30,63 a 40,21a
Konsentrasi pati 6%, pemlastis gliserol : sorbitol (80 : 20)% 13,67b 30,94a 44,78a

BAB V. KESIMPULAN

1. Konsentrasi pati dan perbandingan campuran pemlastis gliserol : sorbitol serta


interaksinya berpengaruh tidak berpengaruh terhadap kadar air tetapi berpengaruh
terhadap nilai elongation at break, kuat tarik dan Modulus Young dari bioplastik.

19
2. Konsentrasi pati 6% dengan perbandingan campuran pemlastis gliserol : sorbitol
(100 : 0) menghasilkan karakteristik bioplastik terbaik dengan kadar air 3,98%,
elongation at break 18,75%, kekuatan tarik 930 MPa dan Modulus Young 50 MPa.

FOTO BIOPLASTIK SESUAI PERLAKUAN

20
21
22
23
24
FOTO HASIL SEM PADA BIOPLASTIS
KONSENTRASI PATI 6%, PEMLASTIS GLISEROL :
SORBITOL (100 : 0)%

DAFTAR PUSTAKA

25
Anonymous, 2013. Pengertian dan prinsip dasar pengeringan.
http://coretanmbon.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-dan-prinsip-dasar-pengeringan.html

Abidin, Rusdy. 2009. Membuat Bensin Dari Singkong. Bentara Cipta Prima, Jakarta.
Abadi, R. dan N. Nuryati. 2007. Bahan-bahan Penolong Kita. Pakar Raya. Bandung
Averous, L., 2004.Biodegradable Multiphase System Based on Plasticized Starch : A Review,
Journal of Macromolecular Science, United Kingdom.
Ban, W. 2006. Influence of natural biomaterials on the elastic properties of starch-derived
films: An optimization study, Journal of Applied Polymer Science, 15, 30-38.
Chandra, L.H. 2011.Plasticizer ChapterII.pdf. respository.usu.ac.id/…/ chapter%20II.pdf Akses
Tanggal 1 Desember 2014
Darni, Yuli., Chici A., Sri Ismiyati D. 2008. Sintesa Bioplastik dari Pati Pisang dan Gelatin
dengan Plasticizer Gliserol. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Lampung: Universitas Lampung.
Darni, Y., dan H. Utami. 2010. Studi Pembuatan dan Karakteristik Sifat Mekanik dan
Hidrofobisitas Bioplastik dari Pati Sorgum.Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan
Vol. 7, No. 4, hal.88-93, 2010 ISSN 1412-5064. Universitas Lampung
Firdaus, F., dan C. Anwar. 2014. Potensi Limbah Padat Cair Industri Tepung Tapioka Sebagai
Bahan Baku Film Plastik Biodegradable. Jurnal Logika Volume I No 2, 2014.
Feryanto, A. 2007.Membuat Tepung Secara Sederhana. Saka Mitra Kompetensi, Klaten.
Gontard, N.S., Guilbert, & J.L., Cuq. 1993. Water and Glycerol as Plasticizer effect mechanical
and Water Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Gluten Film. J.Food Sci., Vol.
58, No. 1, 206-211.
Husin.2006. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob dalam Reaktor
Fixed-Bed. Universitas Sunatera Utara, Medan.
Hasan, M. 2006. Pembuatan Bioplastik Untuk Kemasan Antara Polikaprolaton (PCL) dan Pati
Tapioka Dengan Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit Sebagai Pemlastis Alami. Banda
Aceh.
Kumoro, A.C. dan A. Purbasari.2014. Sifat Mekanik Dan Morfologi Plastik Biodegradable Dari
Limbah Tepung Nasi Aking Dan Tepung Tapioka Menggunakan Gliserol Sebagai
Plasticizer. Jurnal Teknik Kimia ISSN 0852-1697, Universitas Diponegoro.
Kramer, H. dan J. Scharnagl. 1994. Pengetahuan Bahan Untuk Industri. Penebar Swadaya,
Jakarta.
McHugh, T.H. & J.M., Krochta, 1994.Sorbitol vs Glycerol Plasticed Whey Protein Edible Film :
Integrated Oxygen Permeability and Tensite Property Evaluation. J.Agic and food
Chem, Vol. 2,No.4, 841-845.

26
Maghifiroh, W. Sumarni, dan E. B. Susatyo.2013. Sintesis Dan Karakterisasi Edible Film
Kitosan Termodifikasi PVA Dan Sorbitol.Indonesian Journal of Chemical Science.
Universitas Negeri Semarang
Paramita., M.Shovitri, dan N.D. Kuswytasari. 2012. Biodegradasi Limbah Organik Pasar
dengan Menggunakan Mikroorganisme Alami Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni
Vol. 1 ISSN :2301-928X. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).

Romadloniyah, F. 2012. Pembuatan Dan Karakterisasi Plastik Biodegradable Dari Onggok


Singkong Dengan Plasticizer Sorbitol.Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta
Utomo, A. W., B.D. Argo., dan M.B. Hermanto. 2013. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan
Terhadap Karakteristik Fisikokimiawi Plastik Biodegradable Dari Komposit Pati
Lidah Buaya (Aloe Vera)-Kitosan. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 1 No. 1
Yulianti, R. dan Erlina, G. 2012.Perbedaan Karakteristik Fisik Edible Film dari Umbi-umbian
yang Dibuat dengan Penambahan Plasticizer.Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian. Malang
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT. Gramedia Pusaka Utama,
Jakarta.
Whyman, K. Seri Life Skill Lingkungan hidup plastik dan lingkungan. Pakar Raya Pustaka,
Bandung.

27
28

Anda mungkin juga menyukai