Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
“KEMISKINAN”
Dr. Rer. Nat Savira Ekawardhani, M.Si.

Kelompok 6 :
Hidayat Gustama Ramadhan 210410180001
Monica Ruth 120210180031
Noviadita Rahma Putri Suwondo 210104180085
Oktavianus Benardi 200110180218
Rafika Kamila 170204180153

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan
Anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KEMISKINAN” tepat
pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia. Isi dari makalah ini adalah pemaparan pengetahuan tentang kemiskinan di
Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berperan
dalam penyusunan makalah ini.

Bandung, November 2018

Tim Penyusun
Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang mendasar yang dihadapi oleh

Bangsa Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan adanya berbagai kekurangan dan

ketidakberdayaan masyarakat dalam perekonomian. Berbagai kekurangan dan ketidakberdayaan

tersebut disebabkan baik faktor internal maupun eksternal, seperti adanya keterbatasan untuk

memelihara dirinya sendiri, tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya untuk

memenuhi kebutuhan dan lain- lain. Dengan begitu, segala aktivitas yang mereka lakukan untuk

meningkatkan hidupnya sangat sulit. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin

bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi.

Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan,

pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern. Di

indonesia kemiskinan sudah terjadi sejak jaman dahulu dimana pemerintah di indonesia tidak

dapat menekan angka kemiskinan dari tahun ke tahun bahkan kemiskinan sudah menjadi

pekerjaan yang serius untuk pemerintah kita. Banyak cara yang telah dilakukan oleh pemerintah,

tapi untuk menekan atau bahkan mengurangi angka kemiskinan sangatlah sulit. Indonesia

sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya, ternyata tidak sedikit penduduk yang

tergolong miskin. Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari gabungan penduduk di perkotaan

dan di perdesaan. Akibatnya krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan semakin bertambah.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kemiskinan


 Menurut Para Ahli :

1. Menurut BAPPENAS, kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena keadaan yang tidak
dapat dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang dimilikinya.

2. Menurut Reitsma dan Kleinpenning, kemiskinan adalah ketidakmampuan individu untuk


memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non-material.

3. Menurut Suparlan, kemiskinan adalah standar tingkat hidup yang rendah karena kekurangan
materi pada sejumlah atau golongan orang bila dibandingkan dengan standar kehidupan yang
berlaku di masyarakat sekitarnya.

4. Menurut Friedman, kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan


kekuasaan sosial berupa asset, sumber keuangan, organisasi sosial politik, jaringan sosial, barang
atau jasa, pengetahuan dan keterampilan, serta informasi.

 Menurut Pribadi :
Kemisikinan adalah suatu kondisi dimana seseorang atau keluarga mengalami kekurangan dalam
segi ekonomi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan,

2.2 Penyebab Kemiskinan


 Nasikun menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:

a. Proses Induksi Kebijakan: proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui


pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti
kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

b. Dualisme Sosial Ekonomi: negara eks koloni mengalami kemiskinan karena pola produksi
kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani
skala besar dan berorientasi ekspor.

c. Pertumbuhan Populasi: perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan
penduduk seperti deret ukur sedang pertambahan pangan seperti deret hitung.

d. Manajemen Sumber Daya dan Lingkungan Hidup: adanya unsur mismanagement sumber daya
alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan
produktivitas.

e. Siklus Alam: kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis, di mana
lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan
air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.

f. Pembatasan Terhadap Perempuan: peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih


dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang
diberikan lebih rendah dari laki-laki.

g. Faktor Etnik dan Budaya: bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan.
Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat
istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.

h. Intermedisi Eksfoliatif: keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah
darat).

i. Pemecahan Politik Internal dan Ancaman Penduduk: suatu kebijakan yang diterapkan pada
suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.
j. Proses-Proses Internasional: bekerjanya sistem- sistem internasional (kolonialisme dan
kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin. Selain beberapa faktor di
atas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan oleh
keterbatasan aset yang dimiliki, yaitu:

a. Aset Alam: seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat desa hanya
menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya.
b. Aset Manusia: menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif masih rendah
dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan
maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi).
c. Aset Fisik: minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan,
listrik, dan komunikasi di pedesaan.
d. Aset Finansial: berupa tabungan (saving), serta akses untuk memperoleh modal
usaha.
e. Aset Sosial: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan
bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.

 Menurut Pribadi
Ada 2 faktor penyebab terjadinya kemiskinan.
1. Faktor Internal
a. Malas
Masih banyak manusia yang malas dalam mengejar pendidikan dan mencari
pekerjaan.
b. Kualitas SDM Rendah
Kurangnya kualitas SDM di Indonesia karena banyak dari mereka yang putus
pendidikan atau tidak melanjutkan karena masalah ekonomi.
c. Usia
Banyak dari mereka yang sudah berumur dan tidak dapat mencari pekerjaan.

2. Faktor Eksternal
a. Bencana Alam
Akibat dari bencana yang menyebabkan manusia kehilangan harta kekayaan dan
pekerjaan.
b. Perang
c. Pemerintah
Tidak meratanya pemberian subsidi.

2.3 Macam-Macam Kemiskinan


Menurut Arsyad (2010) kemiskinan dibagi menjadi dua yaitu:

a. Kemiskinan absolut
Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat untuk
mencukupi kebutuhan pokok minimun. Apabila dia tidak mampu memenuhi kebutuhan
pokok minimum dengan pendapatan yang diterimanya maka dia dikatakan miskin.

b. Kemiskinan relatif
Kemiskinan ini disebabkan oleh ketimpangan distribusi pendapatan. Beberapa pakar
berpendapat bahwa meskipun pendapatan seseorang sudah mencapai tingkat kebutuhan
dasar minimum, namun ternyata pendapatan orang tersebut masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya, maka orang tersebut masih
berada dalam kategori miskin.

Dalam sumber lain juga disebutkan bahwa dalam proses pembangunan suatu negara ada tiga
macam kemiskinan antara lain :
a. Miskin karena miskin, kemiskinan ini disebabkan kemiskinan yang merupakan akibat
rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan kurang memadai, dan kurang terolahnya
potensi ekonomi dan seterusnya.
b. Kemiskinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi di tengah-tengah kelimpahan,
kemiskinan yang disebabkan oleh buruknya daya beli dan system yang ber;aku.
c. Kemiskinan yang disebabkan kerena tidak meratanya serta buruknya pendistribusian
produk nasional total (Syahrir, 1986).
Kemiskinan Keluarga di Tangerang, Tinggal di
Gubuk Hingga Minum Air Comberan
Ditengah mewahnya gedung-gedung pencakar langit ibu kota, masih
tersimpan potret kemiskinan di Ibu Kota.
Kamis, 3 Mei 2018 15:58 WIB

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Ditengah mewahnya gedung-gedung pencakar langit


ibu kota, masih tersimpan potret kemiskinan di Ibu Kota.Pasalnya terdapat sebuah keluarga yang
tinggal di rumah yang disebut krang layak dan tak teraliri listrik.Mereka memiliki enam buah
hati yang hidup dibawah angka kemiskinan.Keluarga Aras dan Yulianti tinggal didaerah
Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.Keluarga tersebut mempunyai tempat
tinggal di gubuk sederhana berdinding triplek yang susunannya tak berarturan.

Dilansir Tribun-Video dari Warta Kota, Aras bekerja sebagai petani, sedangkan istrinya hanya
seorang ibu rumah tangga.

"Saya di rumah aja ngurus anak - anak. Bapaknya petani kapas deket gubuk," ucapnya
Yulianti.Mirisnya keluarga tersebut bahkan sempat mengalami kesulitan ekonomi samapai tidak
bisa membeli air untuk minum.

"Sempat enggak ada air, minta air ke tetangga enggak dikasih. Jadinya minum air comberan,"
papar Yulianti. Bahkan Keenam anaknya pun harus terpaksa putus sekolah.

Melansir Tribun Jakarta, menanggapi hal tersebut Camat Pinang, M. Agun, mengatakan aparatur
setempat akan membantu memperbaiki kehidupan keluarga tersebut.

"Kami pastikan akan membantu keluarga bapak Aras agar anak-anaknya bisa sekolah, oleh
karenanya hari ini saya juga mengundang UPT Pendidikan Sekolah Dasar agar bisa diproses,"
ujar Agun dalan keterangannya di Tangerang, Rabu (2/5/2018).

Ia melanjutkan, staf camat dan kelurahan tidak hanya berhenti disitu, mereka pun akan
membantu menyejahterakan sisi gizi keenam buah hatinya.
Penulis: Ramadhan Aji Prakoso
Editor: Samuel Febrianto
Sumber: Tribun Video
Pariwisata dan Kemiskinan
Masyarakat NTT
Kemiskinan sepertinya selalu terdengar klasik di bumi flobamora NTT.
Seakan tak pernah pudar, berbagai solusi soal masalah ini selalu menjadi
janji pa
Selasa, 17 Juli 2018 10:53 WIB

TRIBUNNEWS.COM, NTT - Kemiskinan sepertinya selalu terdengar klasik di bumi


flobamora NTT. Seakan tak pernah pudar, berbagai solusi soal masalah ini selalu menjadi janji
para calon pemimpin daerah ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur baru saja merilis data kemiskinan
Provinsi NTT dalam tajuk berita resmi statistik (brs).

Menurut laporan tersebut, jumlah penduduk miskin di bumi flobamora pada bulan Maret 2018
mencapai 21,35% dari total penduduk atau sekitar 1,142 juta jiwa.

Jumlah ini meningkat dari bulan September 2017 yang “hanya” 1,134 juta jiwa atau naik
sebanyak 7400-an jiwa.

Dari jumlah tersebut, 1,02 juta penduduk miskin tinggal di perdesaan dan sisanya sebanyak 122
ribu penduduk miskin tinggal di perkotaan.

Meskipun begitu, rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan
dan intensitas kemiskinan dinilai “membaik”.

Hal ini ditunjukkan penurunan angka indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan
kemiskinan (P2) pada periode yang sama.

Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari semula 4,158 pada September 2017 menjadi 3,908
pada Maret 2018. Demikian halnya Indeks Keparahan Kemiskinan yang turun dari 1,174
menjadi 1,026.
Masalah kemiskinan memang melibatkan dimensi sosial-ekonomi yang kompleks. Suatu hal
yang diyakini dapat mengentaskan masalah kemiskinan adalah mengoptimalkan potensi yang
ada agar dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Saat ini, wilayah Bali-Nusra melalui MP3EI dimana Provinsi NTT ada didalamnya tengah
difokuskan pada suatu sistem perekonomian yang bertumpu pada pariwisata.

Hal ini tentu berdasar pada potensi yang dimiliki wilayah tersebut.

Terlebih, NTT memiliki potensi pariwisata yang mendunia. Sebut saja Taman Nasional Komodo
di Labuan Bajo, Taman Laut Pantar di Alor, dan sebagainya.

Pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata pun gencar dilakukan, diantaranya yaitu


naiknya status Bandara Komodo menjadi bandara internasional, rencana perpanjangan landasan
pacu di beberapa bandara, pembangunan pelabuhan, promosi pariwisata, hingga optimalisasi
daya tarik wisata.

Terbukti, jumlah wisatawan baik domestik maupun mancanegara melonjak dari 332 ribu orang
pada tahun 2011 menjadi 496 ribu orang pada tahun 2016.

Tak hanya itu, unsur penunjang pariwisata juga semakin banyak seperti jumlah rumah makan
atau restoran yang meningkat dari 704 pada 2011 menjadi 960 pada tahun 2016. Sama halnya
dengan usaha akomodasi dimana pada tahun 2013 terdapat sebanyak 272 usaha meningkat
menjadi 384 usaha pada tahun 2016.

Gambaran ini menunjukkan adanya perbandingan yang lurus antara permintaan dan penawaran.
Lantas kenapa kemiskinan masih menjadi masalah akut yang tak kunjung sembuh? Bukankah
pariwisata seharusnya memberi dampak yang positif bagi masyarakat menengah kebawah?

Menurut hemat penulis, multiplier effect dari menggeliatnya pariwisata hanya akan dirasakan


oleh masyarakat menengah-bawah apabila pengembangan pariwisata didasarkan pada asas
pariwisata berkelanjutan.
UNWTO mendefinisikan pariwisata berkelanjutan sebagai pariwisata yang melibatkan semua
pihak, memperhitungkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dimasa kini maupun masa
mendatang.

Pariwisata berkelanjutan juga harus menangani kebutuhan wisatawan, industri, bahkan


masyarakat sekitar agar selaras.

Dalam kaitannya dengan pariwisata bumi flobamora, hal yang harus pertama diperhatikan oleh
pemerintah adalah kesiapan dan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Sehingga
masyarakat lokal tidak tergusur oleh pendatang.

Saat ini, rata-rata lama sekolah penduduk NTT hanya sekitar 7-8 tahun (sumber BPS) atau setara
kelas 1-2 SMP. Keadaaan ini tentu menjadikan masyarakat NTT rentan kalah bersaing.

Terlebih apabila pembangunan pariwisata yang bertumpu pada investor yang cenderung
kapitalis. Sudah saatnya pemerintah baik pusat maupun daerah untuk lebih memperhatikan
pemerataan dibanding mengejar devisa semata. Agar target 1,5 juta wisatawan dapat berdampak
pada pengentasan kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini.

Penulis: Muhammad Amir Ma'ruf, S.ST


Editor: Samuel Febrianto
Kisah Laminten, 10 Tahun Tinggal di
Bekas Kamar Mandi Umum
Jember - Selama 10 tahun, Laminten (74) tinggal di bangunan bekas kamar mandi umum di
Lingkungan Krajan Barat, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember. Nenek malang
ini terpaksa tinggal di sana karena tak memiliki rumah untuk ditempati.

Nenek yang akrab dipanggil Mbah Rakim itu, awalnya memiliki rumah yang letaknya tak jauh
dari tempat tinggalnya sekarang. Namun rumah itu dijual oleh sang anak.

"Saya sudah 10 tahun di sini, anak saya Mimin, menjual rumah dengan harga murah ke orang
lain. Uang hasil penjualan rumah, saya juga tidak dapat. Saat itu saya bingung, dan menemukan
kamar mandi dekat sumur ini untuk saya tinggali," cerita Laminten kepada detikcom, Selasa
(2/10/2018).
Perempuan yang kini pendengarannya berkurang itu mengaku saat pertama kali menempati
kamar mandi itu, bentuknya tidak seperti sekarang ini. 

"Namanya juga kamar mandi umum, bisa dibayangkan, mulai dari bau, bentuk ataupun atapnya
yang tidak layak. Tetapi karena bingung mau tinggal di mana, terpaksa tinggal di sini. Namun
kemudian dibantu warga sekitar, dibangun dan lumayan untuk ditempati," ungkapnya.

Kamar mandi bekas itu sendiri hanya berukuran sekitar 2 x 1,5 meter.

"Jadi saya kalau tidur harus melungker (menekuk, red). Tapi bagaimana lagi, ini saya syukuri.
Daripada tidak punya tempat tinggal. Alhamdulillah warga sekitar, dengan keterbatasannya,
masih mau membantu saya. Cukup sudah menurut saya. Saya berterima kasih," tuturnya dengan
mata berkaca-kaca.
Untuk bertahan hidup, Laminten berjualan nasi. Pembelinya biasanya tukang becak atau
pedagang yang berjualan di dekat tempat tinggalnya. Dengan harga per porsi makanan Rp 5 ribu,
pembeli sudah bisa mendapatkan makanan nasi dengan lauk sayur lodeh ontong, tempe dan tahu.

"Biasanya pembeli datang 1 atau 2 orang, ya tukang becak, penjual tape di pinggir jalan itu,
ataupun orang lewat yang tahu saya jualan. Penghasilan paling banyak Rp 25 ribu per hari, tapi
tidak mesti. Dulu pernah jualan rujak, saat hari raya, malah rugi. Karena modalnya habis, yang
beli juga malah hutang," ucapnya dengan tertawa kecil, mengingat pengalamannya.

Laminten menambahkan, kemampuan memasaknya diperoleh saat masih muda. Saat itu ia
bekerja sebagai staf dapur di sebuah pabrik rokok yang ia lupa di mana lokasinya.

"Dulu saya punya pengalaman (menjadi) tukang masak di pabrik rokok. Jadi kemampuan itu
saya manfaatkan untuk berjualan. Pabriknya lupa dimana. Dulu pokoknya," tuturnya.

Lokasi rumah Laminten tak jauh dari jalan raya dekat perempatan lampu merah Gladak Kembar.
Posisinya persis di belakang kios jamu tradisional. Akses satu-satunya hanyalah sebuah gang
sempit yang hanya cukup dilalui satu motor dengan jarak kurang lebih 50 meter dari jalanan
utama.
SUMBER-SUMBER

https://www.sepengetahuan.co.id/2016/06/9-pengertian-kemiskinan-menurut-para-ahli-dan-
penyebabnya-lengkap.html

http://m.tribunnews.com/metropolitan/2018/05/03/kemiskinan-keluarga-di-
tangerang-tinggal-di-gubuk-hingga-minum-air-comberan

http://m.tribunnews.com/tribunners/2018/07/17/pariwisata-dan-kemiskinan-
masyarakat-ntt

https://news.detik.com/read/2018/10/02/090904/4237939/475/kisah-laminten-10-
tahun-tinggal-di-bekas-kamar-mandi-umum

http://eprints.ums.ac.id/31685/15/Naskah_Publikasi.pdf

Suryawati, C. (2005). Memahami kemiskinan secara multidimensional. Jurnal Manajemen Pelayanan


Kesehatan, 8(03).

Cica Sartika, M. Yani Balaka, Wali Aya Rumbia. (2016). Studi Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Jurnal Ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai