Anda di halaman 1dari 23

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi

dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA

meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan

pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme

ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala

penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli

beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang

dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran

pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah

organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti

sinus, ruang telinga tengah, dan pleura.

2.2. Epidemiologi

Setiap anak balita diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap

tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan ISPA mencakup 20-30% .

Untuk meningkatkan upaya perbaikan kesehatan masyarakat, Departemen

Kesehatan RI menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang

ditemukan di masyarakat guna mencapai tujuan Indonesia Sehat, dimana salah

1
2

satu diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular termasuk

penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

Angka mortalitas ISPA mencapai 4,25 juta setiap tahun di dunia. ISPA

juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-

60%) dan rumah sakit (15%-30%). Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi,

anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan

perkapita rendah dan menengah. Salah satu negara berkembang dengan kasus

ISPA yang tinggi adalah Indonesia. Indonesia selalu menempati urutan pertama

penyebab kematian ISPA pada kelompok bayi dan balita. Di Indonesia, kejadian

ISPA tertinggi berada pada Provinsi Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua

(31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%).

Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah masih tergolong tinggi dibandingkan dengan

provinsi lain, yaitu sebanyak 15,7%.

Di Sulawesi Selatan kejadian ISPA mencapai 11,9 % dengan angka

kejadian terbanyak pada kelompok usia 1 – 4 tahun, kemudian mulai meningkat

pada usia 45 – 54 tahun dan terus meningkat pada kelompok usia berikutnya.

2.3 Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Staphylococcus,

Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebabnya

antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,

Micoplasma, Herpesvirus.

2
3

Penyebab lainnya, yaitu :

a. Agent

Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa

secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis,

tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai

selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling

sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie,

dan Echo. Berdasarkan hasil penelitian, bakteri Streptococcus pneumonie

adalah bakteri yang menyebabkan sebagian besar kematian 4 juta balita setiap

tahun di negara berkembang dan bakteri ini telah resisten terhadap antibiotik.

3
4

b. Manusia

1. Umur

Anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali

lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi

karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen

saluran nafasnya masih sempit.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan. Namun menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering

didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama

anak usia muda, dibawah 6 tahun. Menurut Glenzen dan Deeny, anak laki-

laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat, dibandingkan dengan anak

perempuan.

3. Status Gizi

Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan

penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan

tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya

didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan

tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat

berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh

Suatu penelitian dengan desain cross sectional, hasil analisis

bivariat antara penyakit ISPA dengan status gizi anak balita menunjukkan

4
5

bahwa anak balita yang menderita penyakit ISPA didapatkan 2,19 kali

mempunyai status gizi tidak baik dibandingkan dengan anak balita yang

tidak menderita penyakit ISPA (p = 0.038).

4. Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat

lahir <2.500 gram. Bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih

tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun

pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar

akibat infeksi pada bayi baru lahir.

5. Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang

bayi karena faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan

virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan

menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan

(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit)

yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.

Bayi (0-12 bulan) memerlukan jenis makanan ASI, susu formula,

dan makanan padat. Pada enam bulan pertama, bayi lebih baik hanya

mendapatkan ASI saja (ASI Eksklusif) tanpa diberikan susu formula. Usia

lebih dari enam bulan baru diberikan makanan pendamping ASI atau susu

formula, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika anak tidak bisa

mendapatkan ASI, seperti ibu dengan komplikas postnatal.

5
6

6. Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap

penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi

tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa

pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan

kesehatan anak.

Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit

seperti, POLIO, TBC, difteri, hepatitis, tetanus, dan pertusis.

c. Lingkungan

1. Kelembaban Ruangan

Kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40- 70%,

optimum 60%.

2. Suhu Ruangan

Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu

optimum 18- 30 0C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 18
0
C atau diatas 30 0C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu

ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko

terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.

3. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah

menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini

berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut

tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di

6
7

dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya

menjadi meningkat. 30 Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan

mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal

10% dari luas lantai.

4. Penggunaan Anti Nyamuk

Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan

nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena

menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di

lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru

sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.

5. Bahan Bakar Untuk Memasak

Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat

menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74%

wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional, hal ini

menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini

telah menyebabkan 1,3 juta kematian.

6. Keberadaan Perokok

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok

pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya

merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan prevalensi

perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau

7
8

97.560.002 penduduk. Prevalensi perokok pasif pada laki-laki 32,67% atau

31.879.188 penduduk dan pada perempuan 67,33% atau 65.680.814

penduduk. Sedangkan prevalensi perokok aktif pada laki-laki umur 10

tahun ke atas adalah sebesar 54,5%, pada perempuan 1,2%.

Prevalensi perokok pasif pada balita sebesar 69,5%, pada

kelompok umur 5-9 tahun sebesar 70,6% dan kelompok umur muda 10-14

tahun sebesar 70,5%.

Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita dan umur muda

disebabkan karena mereka masih tinggal serumah dengan orang tua

ataupun saudaranya yang merokok dalam rumah.

7. Status Ekonomi dan Pendidikan

Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda

dari satu individu dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit,

persepsi terhadap penyakitnya merupakan hal yang penting dalam

menangani penyakit tersebut. Untuk bayi dan anak balita persepsi ibu

sangat menentukan tindakan pengobatan yang akan diterima oleh anaknya.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa bila rasio

pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar,

maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit

lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan

status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan

kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.

8
9

Ibu dengan pendidikan lebih tinggi, akan lebih banyak membawa

anak berobat ke fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan

rendah lebih banyak mengobati sendiri ketika anak sakit ataupun berobat

ke dukun. Ibu yang berpendidikan minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih

banyak membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika sakit

dibandingkan dengan ibu yang tidak bersekolah, hal ini disebabkan karena

ibu yang tamat SLTP ke atas lebih mengenal gejala penyakit yang diderita

oleh balitanya.

2.4. Patogenesis

Saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar

sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan

efisien. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi maupun partikel dan gas

yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada

orang sehat, yaitu:

1. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia.

2. Makrofag alveoli.

3. Antibodi.

Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi

pada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya rusak, akibat infeksi terdahulu.

Selain itu, hal-hal yang dapat menggangu keutuhan lapisan mukosa dan gerak sila

adalah:

9
10

1) Asap rokok dan gas SO₂ yang merupakan polutan utama dalam

pencemaran udara.

2) Sindrom immotil.

3) Pengobatan dengan O₂ konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

Makrofag banyak terdapat di alveolus dan akan dimobilisasikan ke tempat

lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag

membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.

Antibodi setempat yang ada pada saluran pernapasan ialah imunoglobulin

A (IgA). Antibodi ini banyak terdapat di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan

memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan, seperti yang sering terjadi

pada anak. Mereka dengan defisiensi IgA akan mengalami hal yang serupa

dengan penderita yang mengalami imunodefisiensi lain, seperti penderita yang

mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas

dan lain-lain (immunocompromised host). Gambaran klinik radang yang

disebabkan oleh infeksi sangat tergantung pada:

1) Karakteristik inokulum meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat

virulensi jasad renik yang masuk.

2) Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa,

gerak mukosilia, makrofag alveoli dan IgA.

3) Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi

akan memberikan gambaran klinis yang lebih buruk bila dibandingkan

dengan orang dewasa. Gambaran klinis yang buruk dan tampak lebih berat

10
11

tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang

belum memperoleh kekebalan alamiah.

2.5 Klasifikasi

a. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :

1) Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti

menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk

yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang,

mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah

35,5 ºC), pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan

dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi

abdomen dan abdomen tegang.

2) Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60

kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.

b. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :

1) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai

dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding

dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

2) Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding

dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.

3) Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa

penarikan dinding dada.

11
12

4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas)

tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

5) Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit

walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang

adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding

dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.

c. Klasifikasi Berdasarkan Anatomi

1) Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)

Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,

otitismedia, faringitis.

2) Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai

dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti

epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.

a. Pneumonia

Definisi : Penyakit peradangan parenkim paru yang meliputi

alveolus dan jaringan interstitial.

Patofisiologi : Pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi

mikroorganisme melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing,

transplasental atau selama persalinan pada neonatus.

Etiologi :

 Anak usia <3bln : Streptokokus grup B, Streptokokus Aureus,

C. Trakomatis, bakteri gram negatif.

12
13

 Anak usia 3bln-5th : S. Pneumonia, H. Influenzae

 Anak usia > 5th : M. Pneumonia, C. Pneumonia, S.pneumonia,

H.influenzae.

Gejala : Batuk, sesak nafas yang timbul mendadak, demam, nyeri dada

(pleuritik), espektorasi purulen.

Pemeriksaan fisik : demam (>39°c), dispneu, takipneu, nafas cuping

hidung, sianosis.

Pemeriksaan paru : retraksi dinding dada, perkusi sonor sampai redup.

Pemeriksaan penunjang :

 Darah tepi : lekositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri.

 Analisa gas darah : hipoksemia, Asidosis respiratorik.

 Foto thorax : infiltrat alveolar, konsolidasi (pneumonia lobaris),

penebalan pleura (pleuritis)

Penatalaksanaan :

 Kriteria MRS :

a. Ada kesukaran nafas

b. Sianosis

c. Usia <6bln

d. Ada penyulit ( muntah-muntah, dehidrasi, empiema)

e. Diduga infeksi Staphylococcus

f. Imunokompromis

g. Perawatan di rumah kurang baik

h. Tidak respon dengan pemberian antibiotik oral.

13
14

 Oksigenasi

 Pemberian cairan dan kalori yang cukup sesuai berat badan,

peningkatan suhu dan status dehidrasi.

 Sesak tidak terlalu hebat, diet enteral bertahap melalui selang

nasogastrik

 Sekresi lendir berlebihan inhalasi dengan salin normal

 Asidosis, koreksi Na-bicarbonat 1 meg/kgBB atau berdasarkan

hasil AGD dengan rumus BB (kg) x 0,3 x base excess

 Medikamentosa :

Berdasarkan kelompok usia :

< 3 bln : penisilin + Aminoglikosid

> 3 bln : Ampisilin + kloramfenikol

Dosis :

Ampisilin 100mg/kgBB/hari

Kloramfenikol : 100mg/kgBB/hari

Gentamisin 5mg/kgBB/hari

Sefalosporin ( Empiema) IV 48-72 jam setelah panas turun lalu

dilanjutkan per oral 7-10hari

Berdasarkan kuman penyebab :

Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral

Haemophylus influenzae/Streptococcus pneumonia : 10-14 hari

Diagnosis banding :

 Bronkiolitis

14
15

 Aspirasi benda asing

 Abses paru

b. Bronkiolitis

Definisi : infeksi akut pada bronkiolus ditandai dengan obstruksi

inflamasi pada saluran nafas. Sering pada anak < 2 tahun.

Etiologi : Respiratory syncytial virus, virus parainfluenzae,

adenovirus, mikoplasma, virus influenzae.

Patogenesis : invasi virus pada bronkiolus edema, akumulasi mukus

& debris seluler obstruksi saluran nafas kecil.

Anamnesis : pada anak usia < 2 th dengan sesak nafas, mengi ygang

timbul mengikuti ISPA

Pemeriksaan fisik : demam ringan, takipneu, sianosis, nafas cuping

hidung.

Pemeriksaan paru : suara vesikuler menurun, ekspirium di perpanjang,

wheezing.

Pemeriksaan penunjang

 Analisa gas darah : pCO2 tinggi

 Foto thorax AP-lateral : normal atau emfisematosa (hiperinflasi

paru), Atelektasis sekunder (obstruksi/inflamasi)

Diagnosis banding : Asma bronkiale, Aspirasi benda asing,

bronkopneumonia, Gagal jantung, Miokarditis.

Penatalaksanaan :

 Oksigenasi dengan konsentrasi 35-40%

15
16

 Posisi nyaman : supine dengan kepala tegak

 Cairan yang cukup

 Kortikosteroid : Dexamethsone 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5

mg/kgBB/hari di bagi 3-4 dosis.

 Antibiotik diberikan jika curiga infeksi sekunder (Pneumonia).

 Mukosilier klirens β-agonis (salbutamol 0,1 mg/kgBB/dosis,

sehari 4-6x diencerkan dengan saline normal) atau teofilin

inhalasi/per oral.

c. Bronkitis

Definisi : Proses keradangan pada bronkus

Etiologi :

 Infeksi : virus (Parainfluenza), bakteri (streptococcus), dan

fungi (monilia)

 Alergi : Asma

 Kimiawi : Aspirasi susu, aspirasi isi lambung, Asap rokok,

uap/gas yang merangsang.

Gejala klinis :

 Didahului ISPaA (virus)

 Batuk pilek 3-4 hari

 Sifat batuk : kering yang disertai nyeri/panas subternal, riak

jernih purulen setelah 10 hari menjadi encer lalu hilang, dapat

disertai muntah-muntah.

Pemeriksaan fisik :

16
17

 Keadaan umum baik, anak tidak tampak sakit.

 Panas sub febris

 Sesak tidak ada, rhonki basah kasar / rhonki kering ada.

 Dapat di temukan nasofaringitis dan conjungtivitis

Pemeriksaan penunjang :

 Foto thorax : peningkatan corak bronkovaskuler / bisa juga

normal.

 Laboratorium : Leukosit meningkat / normal

Penatalaksanaan :

 kontrol batuk agar sekret encer dengan perbanyak minum,

pemberian uap/mukolitik bila perlu diikuiti dengan fisioterafi

dada.

 Antibiotik diberikan jika ada kecurigaan infeksi sekunder

(Ampicilline, Cloxacilline, Chloramphenichole, Erythomycine)

 Pemberian antitusif dan antihistamin harus diawasi, karena

dapat mengakibatkan sekret menjadi kental sehingga dapat

menimbulkan atelektasis/pneumonia.

2.6. Gejala klinis

Penyakit saluran pernapasan atas dapat memberikan gejala klinik yang

beragam, antara lain:

1) Gejala koriza (coryzal syndrome), yaitu pengeluaran cairan (discharge)

nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis

17
18

ringan. Sakit tenggorokan (sore throat), rasa kering pada bagian posterior

palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu serta rasa

kedinginan (chilliness), demam jarang terjadi.

2) Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat.

Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang

dapat menyebabkan obstruksi nasal, batuk sering terjadi, tetapi gejala

koriza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit di

seluruh badan, sakit kepala, demam ringan, dan parau (hoarseness).

3) Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari gejala faringeal.

Gejala faringeal sering disusul oleh konjungtivitis yang disertai fotofobia

dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang

konjungtivitis timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai

dua minggu, dan setelah gejala lain hilang, sering terjadi epidemi.

4) Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam,

menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise, anoreksia

yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri retrosternal.

Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemi yang hebat dan

ditumpangi oleh infeksi bakterial.

5) Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak, yaitu sakit

beberapa hari yang disebabkan oleh virus Coxsackie A. Sering

menimbulkan vesikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi

ulkus.

18
19

6) Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut (cruop), yaitu suatu

kondisi serius yang mengenai anak-anak ditandai dengan batuk, dispnea,

dan stridor inspirasi yang disertai sianosis.

2.7 Faktor resiko

Berdasarkan hasil penelitian, ISPA yang terjadi pada ibu dan anak

berhubungan dengan penggunaan bahan bakar untuk memasak dan kepadatan

penghuni rumah, demikian pula terdapat pengaruh pencemaran di dalam

rumah terhadap ISPA pada anak dan orang dewasa. Pembakaran pada kegiatan

rumah tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu,

grid (pasir halus) dan gas (CO dan NO). Demikian pula pembakaran obat

nyamuk, membakar kayu di dapur mempunyai efek terhadap kesehatan

manusia terutama Balita baik yang bersifat akut maupun kronis. Gangguan

akut misalnya iritasi saluran pernafasan dan iritasimata.

Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam

penularan ISPA, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi atmosphere yang

menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Suatu studi melaporkan

bahwa upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan sedang dapat

dilakukan di antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk

mengurangi polusi asap dapur dan mengurangi polusi udara lainnya termasuk

asap rokok. Anak yang tinggal di rumah yang padat (<10m2/orang) akan

mendapatkan risiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan dengan anak yang

tinggal dirumah yang tidak padat.

19
20

Faktor lain yang berperan dalam penanggulangan ISPA adalah masih

buruknya manajemen program penanggulangan ISPA seperti masih lemahnya

deteksi dini kasus ISPA terutama pneumoni, lemahnya manajemen kasus oleh

petugas kesehatan, serta pengetahuan yang kurang dari masyarakat akan gejala

dan upaya penanggulangannya, sehingga banyaknya kasus ISPA yang datang

ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam kategori berat.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksan ISPA ada tiga:

1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigen dan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol per oral. Bila penderita

tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik

pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan

di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat

batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat

penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila

pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)

disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai

20
21

radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik

(penisilin) selama 10 hari.

2.8.1. Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi

anaknya yang menderita ISPA:

1. Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan

memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2

bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol

diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara

pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian

digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan

menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

2. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan

tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap

atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

3. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi

berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika

muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap

diteruskan.

21
22

4. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)

lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan

dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang

diderita.

5. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu

tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek,

bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan

dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan

lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi

cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah

keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa

kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat

obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang

diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.

Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar

setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk

pemeriksaan ulang.

2.8.2 Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

2. Immunisasi.

22
23

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

23

Anda mungkin juga menyukai