Anda di halaman 1dari 16

ANALISA KASUS MANEJEMEN MUTU DAN MENEJEMEN RESIKO

(PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH)

Disusun oleh
ANGGIT DWI PRASETYO

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2019-2020

1
BAB 1
LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

1.1 Latar belakang


Tenaga keperawatan merupakan salah satu bagian dari tenaga kesehatan
secara umum. Tenaga kesehatan secara umum, terdiri dari: tenaga medis,
tenaga keperawatan, tenaga paramedis non-keperawatan dan tenaga non
medis. Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, dari semua katagori,
tenaga perawatan merupakan tenaga terbanyak dan waktu kontak lebih
lama dengan pasien dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang lain,
serta berada pada semua setting pelayanan kesehatan sehingga tenaga
perawatan mempunyai peranan penting terhadap mutu pelayanan di rumah
sakit. Kerja keras perawat tidak dapat mencapai level optimal jika tidak
didukung dengan sarana prasarana, manajemen rumah sakit dan tenaga
kesehatan lainnya.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk
rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di
rumah sakit yaitu keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja
atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah
sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan
kelangsungan hidup rumah sakit.
Oleh karna itu diperlukan adanya suatu sasaran dari keselamatan pasien
yang mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien.

2
1.2 TUJUAN PENULIS
1. Untuk mengetahui upaya mengurangi resiko pasien jatuh
2. Untuk mengetahui pengertian jatuh
3. Untuk mengetahui faktor resiko yang menyebabkan pasien jatuh
4. Untuk mengetahui pencegahan jatuh pada pasien
5. Untuk mengetahui SOP penanganan pasien jatuh

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengurangan Resiko Pasien Jatuh


Keselamatan Pasien merupakan hal utama dalam pelayanan di Rumah
Sakit. Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera
pasien rawat inap. Rumah Sakit perlu mengevaluasi resiko pasien jatuh
dan mengambil tindakan untuk mengurangi resiko cedera jika sampai
jatuh. Evaluasi resiko jatuh menggunakan skala resiko jatuh. Pasien yang
dirawat di RS akan selalu memiliki resiko jatuh terkait dengan kondisi dan
penyakit yang diderita, contohnya pada pasien dengan kelemahan fisik
akibat dehidrasi, status nutrisi yang buruk, perubahan kimia darah
(hipoglikemi, hipokalemi); perubahan gaya berjalan pada pasien usia tua
dengan gaya jalan berayun/tidak aman, langkah kaki pendek-pendek atau
menghentak; pasien bingung atau gelisah yang mencoba untuk turun atau
melompati pagar tempat tidur yang dipasang; pada pasien dengan diare
atau inkontinensia.
Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pasien jatuh,
contohnya lantai kamar mandi yang licin, tempat tidur yang terlalu tinggi,
pencahayaan yang kurang. Sedangkan dampak dari insiden jatuh yang
dialami pasien secara fisik adalah cidera ringan, sampai dengan kematian,
secara financial memperpanjang waktu rawat dan tambahan biaya
pemeriksaan penunjang (CT Scan kepala, rontgen, dll) yang seharusnya
tidak perlu dilakukan, dan dari segi hukum berisiko untuk timbulnya
tuntutan hukum bagi rumah sakit.
Meski demikian, resiko jatuh dapat dicegah dan banyak hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah pasien jatuh dan meminimalkan cidera akibat
jatuh. Dengan mengenali resiko jatuh maka akan dapat diprediksi resiko
jatuh seseorang, dan dilakukan tindakan pencegahan yang sesuai. Oleh
karena itu, memahami resiko jatuh, melakukan tindakan pencegahan, dan

4
penanganan pasien jatuh, merupakan langkah yang harus dilakukan untuk
menurunkan resiko jatuh dan cidera pada pasien yang dirawat. Resiko
jatuh dapat dicegah, namun mencegah resiko jatuh bukan berarti pasien
harus membatasi mobilitas dan aktivitasnya (contohnya berjalan, mandi,
BAB, BAK, dsb) dan mengharuskan pasien untuk berada di tempat tidur
saja. Oleh karena itu pencegahan resiko jatuh membutuhkan intervensi dan
modifikasi sesuai kebutuhan individual pasien berdasarkan hasil
pengkajian terhadap faktor resiko jatuh pasien.
Dalam upaya mengurangi resiko pasien cedera karna jatuh kita perlu
memperhatikan beberapa hal seperti usia, riwayat jatuh, aktivitas, defisit
(penglihatan, pendengaran), kognitif, pola BAB dan BAK,
mobilitas/motori. Kita harus memperhatikan usia karena resiko jatuh orang
yang lanjut usia misal 65 tahun akan lebih tinggi dibanding pada usia
dewasa, biasanya semakin bertambah tua usia seseorang tingkat
penglihatannya akan menurun, penurunan ini pun harus kita perhatikan
karna penurunan penglihatan jelas dapat mengganggu orang tersebut
beraktivitas dan dapat menyebabkan suatu cedera.
Pengurangan resiko pasien jatuh memerlukan komitmen yang tinggi
dari pimpinan dan seluruh staf. Rumah sakit harus memiliki budaya aman
agar setiap orang sadar dan memiliki tanggung jawab terhadap
keselamatan pasien karena pencegahan pasien jatuh merupakan tanggung
jawab seluruh staf di RS baik medik maupun non medik, tetap dan tidak
tetap. Seluruh karyawan harus waspada terhadap risiko jatuh pasien dan
berpartisipasi dalam melakukan tindakan pencegahan diseluruh area rumah
sakit dimana pasien berada, baik area klinis/perawatan maupun area non
klinis (contohnya: area parkir, ruang tunggu, koridor RS, ruang
administrasi, dll).
2.2 Pengertian Jatuh
       Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak

5
terbaring/terduduk dilantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).
       Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang
sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak
termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang.
Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab spesifik yang jenis dan
konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar
mengalami jatuh (Stanley, 2006)
       Jatuh merupakan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk
terjadinya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja pada seseorang pada
saat istirahat yang dapat dilihat/dirasakan atau kejadian jatuh yang tidak
dapat dilihat karena suatu kondisi adanya penyakit seperti stroke, pingsan,
dan lainnya.
2.3 Faktor Resiko
1. Faktor intrinsi
Faktor  instrinsik  adalah  variabel-variabel yang menetukan mengapa
seseorang  dapat  jatuh  pada  waktu  tertentu  dan  orang  lain dalam
kondisi yang sama mungkin tidak jatuh (Stanley,  2006). Faktor
intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan muskuloskeletal
misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas
bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu kehilangan  kesadaran  secara  tiba-
tiba yang disebabkan oleh berkurangnya  aliran darah ke otak dengan
gejala lemah,  penglihatan  gelap,  keringat  dingin,  pucat  dan  pusing
(Lumbantobing, 2004).
2. Faktor ekstrinsik
       Faktor  ekstrinsik  merupakan  faktor  dari  luar  (lingkungan
sekitarnya) diantaranya cahaya ruangan yang kurang terang, lantai
yang licin,  tersandung  benda-benda  (Nugroho,  2000).  Faktor-faktor
ekstrinsik  tersebut  antara  lain  lingkungan  yang  tidak  mendukung
meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat
berpegangan yang tidak kuat,  tidak stabil,  atau tergeletak di  bawah,

6
tempat  tidur  atau  WC yang  rendah  atau  jongkok,  obat-obatan 
yang diminum dan alat-alat bantu berjalan (Darmojo, 2004).
2.4 Akibat Jatuh
Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera,  kerusakan fisik
dan psikologis.  Kerusakan fisik yang paling ditakuti  dari  kejadian jatuh
adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat
jatuh  adalah  fraktur  pergelangan  tangan,  lengan  atas  dan  pelvis  serta
kerusakan  jaringan  lunak.  Dampak  psikologis  adalah  walaupun  cedera
fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat
memiliki banyak konsekuensi  termasuk ansietas,  hilangnya rasa percaya
diri,  penbatasan  dalam aktivitas  sehari-hari,  falafobia  atau  fobia  jatuh
(Stanley, 2006).
2.5 Pencegahan
Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004), ada 3
usaha pokok untuk pencegahan jatuh yaitu :
1. Identifikasi faktor resiko
       Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari
adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan
sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang
sering menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang
berbahaya dan  dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.
Penerangan rumah harus cukup tetapi  tidak menyilaukan. Lantai 
rumah datar,  tidak licin,  bersih dari benda-benda  kecil  yang  susah 
dilihat,  peralatan  rumah  tangga  yang sudah tidak aman (lapuk,
dapat  bergerser  sendiri)  sebaiknya  diganti, peralatan rumah ini 
sebaiknya  diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak  mengganggu 
jalan/tempat  aktivitas  lanjut  usia.  Kamar  mandi dibuat  tidak licin
sebaiknya diberi   pegangan pada dindingnya,  pintu yang mudah
dibuka.  WC sebaiknya  dengan kloset  duduk dan diberi pegangan di
dinding.
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)

7
      Setiap  lanjut  usia  harus  dievaluasi  bagaimana  keseimbangan
badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila
goyangan  badan  pada  saat  berjalan  sangat  berisiko  jatuh,  maka
diperlukan  bantuan  latihan  oleh  rehabilitasi  medis.  Penilaian  gaya
berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya menapak
dengan baik, tidak mudah goyah,  apakah penderita mengangkat  kaki
dengan  benar  pada  saat  berjalan,  apakah  kekuatan  otot  ekstremits
bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu
harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
3. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.
       Faktor situasional  yang  bersifat  serangan  akut  yang  diderita
lanjut  usia dapat  dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut
usia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat
dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor
situasional  yang  berupa  aktifitas  fisik  dapat  dibatasi  sesuai  dengan
kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui
batasan yang diperbolehgkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi
fisik. Maka di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang
sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
2.6 Upaya Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
1. Mengenali faktor resiko jatuh dan melakukan penilaian risiko melalui
pengkajian awal dan pengkajian ulang
2. ·Melakukan intervensi pencegahan reisiko jatuh
3. ·Memonitor resiko jatuh Penilaian resiko jatuh menggunakan skala
Morse untuk pasien dewasa dan skala Humpty Dumpty untuk pasien
anak - anak.
2.7 Contoh Penerapannya Dalam Pelayanan Keperawatan
1. Penambahan tempat tidur yang mempunyai penghalang disamping
tempat tidur.
2. Tersedia restrain dan alat dressing yang sesuai dengan jumlah pasien.

8
3. Obat-obatan (perawat melihat efek samping obat yang memungkinkan
terjadinya jatuh)
4. Penglihatan menurun ( perawat dapat tetap menjaga daerah yang dapat
menyebabkan jatuh menggunakan kacamata, sehingga pasien dapat
berjalan sendiri, misalnya pada malam hari.
5. Perawat tanggap terhadap perubahan perilaku pasien.
6. Perawat mengecek seluruh daerah yang dapat menyebabkan jatuh
misalnya sepatu atau tali sepatu yang tidak pada tempatnya.
7. (Jatuh dilantai) perawat mengecek penyebab sering terjadinya jatuh,
misalnya terlalu banyak furniture, daerah yang gelap, dan sedikit
hidarasi ( perawat menganjutkan untuk minum 6-8 gelas perhari ).
8. Mengorientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan
sistem komunikasi yang ada
9. Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak
10. Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
11. Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
12. Berikan alas kaki yang tidak licin
13. Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin. 
2.8 Panduan Pengkajian Resiko Jatuh
Penilaian meliputi berbagai aspek seperti riwayat jatuh,
menggunaan alat bantu jalan, kebiasaan berjalan, kebiasaan berkemih,
penyakit dan obat yang dikonsumsi, dan lain - lain.  Penilaian terhadap
resiko jatuh diharapkan dapat mengurangi resiko jatuh dan meningkatkan
kewaspadaan terhadap pasien beresiko jatuh. Dengan mengenali resiko
jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh seseorang, dan dilakukan
tindakan pencegahan yang sesuai.
Dalam mencapai sasaran tersebut, maka pada umumnya rumah
sakit diharapkan untuk:
1. Mampu melakukan pengkajian (penilaian = assessment) sedini
mungkin risiko jatuh pasien, dan melakukan pengkajian ulang jika

9
diindikasikan demikian, misalnya jika terjadi perubahan kondisi, atau
mendapatkan obat yang bisa meningkatkan risiko jatuh si pasien.
2. Pada pasien yang diidentifikasi memiliki risiko jatuh, maka dinilai
apakah perlu dilakukan intervensi atau tidak, jika seandainya perlu,
maka ada prosedur untuk hal tersebut yang dikenal sebagai pencegahan
jatuh pada pasien.
3. Saat intervensi atau prosedur tersebut dilakukan, maka perlu dilakukan
pengawasan, tentu saja juga melalui pendokumentasian; apakah cara
yang dilakukan berhasil, dan apakah cukup efektif.
4. Rumah sakit juga perlu menetapkan kebijakan serta panduan dalam
mendukung pencapaian sasaran ini. Terutama dalam hal melindungi
pasien yang ada di lingkungan rumah sakit.

2.9 Standar Operasional Prosedur Pencegahan Cedera Pada Pasien


Jatuh
A. Peralatan
1. Walker
2. Tongkat (Cane) 
3. Wedge (bantalan) 
4. Dudukan toilet yang ditinggikan 
5. Karpet / tikar anti-licin 
6. Alarm tempat tidur 
7. Lap buddy 
8. Gait belt 
9. Tempat tidur rendah / khusus 
10. Gelang identifikasi resiko jatuh 
B. Prosedur Pencegahan Jatuh Untuk Semua Pasien 
1. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien 
2. Posisikan bel panggilan, pispot dan pegangan tempat tidur berada
dalam jangkauan 
3. Jalur untuk pasien berjalan harus bebas obstruksi dan tidak licin 

10
4. Jauhkan kabel-kabel dari jalur berjalan pasien 
5. Posisikan tempat tidur rendah (tinggi tempat tidur sebaiknya   
63,5 cm) dan pastikan roda terkunci 
6. Tentukan penggunaan paling aman untuk pegangan di sisi tempat
tidur. Ingat bahwa menggunakan 4 sisi pegangan tempat tidur
dianggap membatasi gerak ( mehanical restraint) 
7. Menggunakan sandal anti licin 
8. Pastikan pencahayaan adekuat 
9. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan 
10. Bantu pasien ke kamar mandi jika diperlukan 
11. Evaluasi efektifitas obat-obatan yang meningkatkan predisposisi
jatuh (sedasi, antihipertensi, diuretic, benzodiazepine, dan
sebagainya) konsultasikan dengan dokter atau petugas farmasi jika
perlu 
12. Konsultasikan dengan dokter mengenai kebutuhan fisioterapi pada
pasien dengan gangguan keseimbangan / gaya berjalan / penurunan
fungsional 
13. Nilai ulang status kemandirian pasien setiap hari 
14. Pantau adanya hipertensi ortostatik jika pasien mengeluh pusing
atau vertigo dan ajari pasien untuk bangun dari tempat tidur secara
perlahan 
15. Gunakan peninggi tempat dudukan toilet, jika diperlukan 
16. Penggunaan alat bantu (tongkat, penopang), jika perlu 
17. Berikan edukasi mengenai teknik pencegahan jatuh kepada pasien
dan keluarganya 
C. Prosedur Pencegahan Jatuh pada Pasien Resiko Sedang dan
Tinggi 
1. Langsung diterapkan pada saat pasien memasuki ruang perawatan 
a. Berikan tanda didepan kamar pasien untuk identifikasi pasien
resiko jatuh 
b. Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat 

11
c. Kunjungi pasien setiap jam oleh petugas medis dan lakukan
pengawasan ketat 
d. Pastikan sepanjang waktu bahwa posisi tempat tidur rendah dan
kedua sisi pegangan tempat tidur terpasang dengan baik 
e. Tawarkan bantuan ke kamar mandi setiap 2 jam 
f. Batasi aktivitas pasien dan berikan tindakan pencegahan pada
pasien dan keluarga 
g. Perawat mengingatkan keluarga untuk membawa alas kaki dan
alat bantu dari rumah (seperti tongkat, alat penopang) 
h. Nilai kebutuhan akan fisioterapi 
i. Nilai gaya berjalan pasien dan catat 
j. Pastikan pasien menggunakan

2.10 Penyelesaian masalah


Sebelum menyelesaikan masalah, kita harus mengidentifikasi kasus dalam
ruangan tersebut menggunakan analisa SWOT :
Sebelum menyelesaikan masalah, kita harus mengindentifikasi kasus dalam
ruangan tersebut menggunakan analisa SWOT :
S W O T
(Kekuatan) (Kelemahan) (Kesempatan) (Hambatan)
Kepatuhan 1. Setiap pagi 1. kedisimplinan 1. Tuntutan 1. tidak ada
melaksanak Karu/ Katim perawat akreditasi perawat
an prosedur membacakan masih kurang RS untuk yang
tindakan ulang terkait dalam melakukan melakuka
prosedur melakukan tindakan n
tindakan yang tindakan sesuai SOP supervisi
sering sesuai 2. Permenkes terkait
dilakukan prosedur RI no.27 pelaksana
2. Adanya poster karena jumlah tahun 2017 an
5 moment dan pasien yang tentang tindakan
6 langkah cuci banyak pedoman sesuai
tangan 2. Banyaknya pencegahan prosedur
3. Tersedianya tugas dan dan
wastafel program yang pengendalia

12
disetiap kamar dilakukan n infeksi di
4. Terdapat 1 box perawat fasilitas
handscoon 3. Jumlah alat pelayanan
pada troly medis di RS kesehatan
5. Tim PPI terbatas 3. Adanya
mengingatkan mahasiswa
dan mereview yang
pada saat sedang
upacara praktek

Dari analisa kasus diatas menggunakan SWOT maka penyelesaian masalah


yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut dengan Planning Of Action
(POA):
No. Kegiatan Tujuan Sasaran Metode Waktu PJ
1. Melakukan Mengetahui Perawat Observasi - -
supervisi oleh kepatuhan Pelaksana
Katim kepada perawat
perawat dalam
pelaksana melaksanakan
tindakan
sesuai
prosedur
2. Kolaborasi Meningkatkan Perawat Ceramah, - -
Karu dengan kepatuhan Pelaksana diskusi
Katim dalam perawat untuk
memotivasi melaksanakan
perawat tindakan
pelaksana sesuai
agar selalu prosedur
melaksanakan
tindakan
sesuai
prosedur
3. Melakukan Mencegah Karu - -
pengajuan kejadian

13
pengadaan HAIs
alat sterilisasi
dan alat medis
pada setiap
ruangannya

BAB III
PENUTUP

14
3.1 Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Memberikan
keselamatan kepada pasien merupakan hal yang sangat penting. Dan untuk
mencapai keselamatan pasien diperlukan sasaran-sasaran keselamatan
pasien, salah satunya adalah mengurangi resiko pasien cedera karena jatuh.
Bila resiko pasien cedera karna jatuh ini bisa dikurangi, maka proses
penyembuhan klien akan lebih cepat. Tanggung jawab sasaran ini terutama
ada pada rumah sakit selaku penyedia fasilitas, namun segala komponen
yang terkait juga punya tanggung jawab yang besar terhadap keselamatan
pasien
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan yakni sebagai seorang
mahasiswa harus lebih banyak lagi belajar dan bertanya agar lebih bisa
mengerti dan memahami tentang keselamatan pasien ini. Karena ini
merupakan salah satu hal pokok yang harus dikuasai.

DAFTAR PUSTAKA

15
Depkes RI. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta.

DR. dr. Andry, M. M. (2011). Keselamatan Pasien Versi Standar Internasional


IPSG     (International Patient Safety Goal). Yogyakarta.

http://id.scribd.com/doc/23021116/makalah-patient-safety diakses 30 Oktober


2018

http://www.scribd.com/doc/78242448/Jtptunimus-Gdl-Ariastikai-5515-3-diakses
30 Oktober 2018.

Wikipedia. Cedera. http://id.wikipedia.org/wiki/Cedera diakses 30 Oktober 2018.

http://dokter.legawa.com/?p=144 diakses 30 Oktober 2018

16

Anda mungkin juga menyukai