Anda di halaman 1dari 10

Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika

Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

Judul
Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Ditinjau Dari Self Esteem

Ibud Mahani1, Budiyono2, Hasih Pratiwi3


1,2,3
Departement of mathematics Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret
University, Jl. Ir. Sutarmi No. 36A, Kentingan, Jebres, Surakarta, Indonesia
Corresponding author:
1
ribut.mahanani@gmail.com
2
budiyono@staff.uns.id
3
hasihpratiwi@staff.uns.ac.id

Abstract
Students’ mathematical communication is influenced by several factors, both cognitively and
affectively factors. Self-esteem is one of the affective factors which influence students’
mathematical communication. The research is set to find out better mathematical
communication among students with high, medium, and low self-esteem. This is a
quantitative descriptive research. In collecting the data in the form of students’
mathematical communication, the researcher uses students’ score of mathematical
communication test. Meanwhile, self-esteem data is obtained from questionnaire. The
subjects of this research are Junior High School students at the seventh grade of the
whole Junior High School in Ponorogo district. In deciding the school, the researcher
used school category, namely high, medium, and low. The findings reveal that students
with high self- esteem have better mathematical communication than students with
medium self-esteem, and students with medium self-esteem have the same learning
achievement with low self-esteem students.
Keywords: Eight Grade; Mathematical Communication; Self-esteem;

PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas
sumber daya manusia sampai kapan pun (Nurul et al, 2017). Hal ini sejalan dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat guna
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam dunia pendidikan, Matematika merupakan salah satu
mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan baik tingkat Sekolah Dasar,
Menegah, maupun sekolah tingkat atas, dan bahkan di perguruan tinggi (Rahayu et al, 2017).
Sejalan dengan hal tersebut, Matematika merupakan kebutuhan yang dipakai untuk
meningkatkan kredibilitas dan pengendali ilmu pengetahuan (Yakin et al, 2017).
Matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir tetapi matematika dapat diterapkan
sebagai ajang untuk komunikasi antar siswa ataupun siswa dengan guru. Dalam hal ini,
matematika dapat digunakan sebagai salah satu bahasa simbolik yang memungkinkan
terwujudnya komunikasi secara cermat dan tepat. Oleh sebab itu, kemampuan untuk
memahami suatu permasalahan matematis kemudian mengubahnya kedalam simbol-simbol
1
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

matematika merupakan kemampuan yang diperlukan dalam komunikasi matematis (Zahara et


al, 2014). Hal ini menjadikan bahwa kemampuan komunikasi matematis pada siswa sangat
penting untuk ditingkatkan. Walaupun pada kenyataanya kemampuan komunikasi matematis
siswa dalam menyatakan ide berbentuk sajian data kedalam bentuk tabel dan diagram masih
rendah (Adesty et al, 2014). Hal serupa juga ditemukan bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa dalam menyatakan gagasannya berupa soal cerita menggunakan tabel,
bentuk kalimat sehari-hari dan diagram masih rendah (Zuhrotunnisa, 2015).
Di sisi lain, rendahnya kemampuan komunikasi matematika dapat dilihat dari survei
TIMSS (Trend In Methematics and Science Study) dan PISA (Programme for International
Student Assessment), yang dilaksanakan oleh IEA (International Organization for Evaluation
of Educational Achievement) setiap 4 (empat) tahun sekali, menghasilkan bahwa Republik
Indonesia menempati posisi 45 dari 50 negara.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada survei PISA, yaitu suatu penilaian secara
internasional terhadap keterampilan dan kemampuan siswa usia 15 tahun, yang dilakukan
oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) setiap 3 (tiga) tahun
sekali tidak berbeda jauh hasilnya dengan survei TIMSS di atas. Dalam survei PISA tahun
2015, Indonesia menempati posisi 69 dari 76 negara.
Terkait rendahnya kemampuan komunikasi matematis pada siswa, selain aspek kognitif,
aspek afektif siswa juga perlu mendapat perhatian. Pembelajaran lebih efektif jika guru tidak
hanya dapat mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif, khususnya self
esteem siswa (Happy et al, 2014). Self esteem adalah sikap atau evaluasi terhadap konsep diri.
Self esteem yang rendah membatasi kemampuan untuk berprestasi dalam proses belajar,
hubungan antar manusia dan bidang produktif lainnya (Clemes, et al, 2001). Self esteem
mempunyai hubungan dengan sejumlah faktor kehidupan diantaranya adalah kesuksesan
siswa di sekolah (Young, E.L & Hoffman, 2004). Hasil penelitian lain menyatakan bahwa
siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika adalah siswa yang memiliki self
esteem rendah (Christian, et al, 1999).. Hal ini mengakibatkan bahwa self esteem yang rendah
memiliki efek yang merugikan terhadap prestasi belajar siswa (Muijis, D. & Reynold, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah pada artikel ini adalah manakah
kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik antara siswa dengan self esteem tinggi,
sedang, atau rendah.

Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi matematis adalah suatu cara untuk menyampaikan ide,
pendapat atau perilaku baik secara langsung, tak langsung maupun melalui media.
Kemampuan Komunikasi matematis dapat dibedakan menjadi kemampuan komunikasi
matematis lisan dan tertulis (Rachmayani, D, 2014). Komunikasi matematis merupakan salah
satu yang diharapkan dapat ditumbuh kembangkan dengan baik sehingga siswa dapat
menyampaikan ide-ide matematika baik secara tertulis maupun secara lisan ( Mayasari, et al,
2014). komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam; 1) menyatakan ide
matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe
yang berbeda; 2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan,
lisan, atau dalam bentuk visual; 3) mengkonstruksi, menafsirkan dan menghubungkan
bermacam-macam representasi ide dan hubungannya (Brenner, M.E, 1998).
Komunikasi matematis dapat diterapkan pada lima aspek yaitu; 1) representasi
(representating), mendengar (listening), membaca (reading), diskusi (discussing), dan
menulis (writing) (Ansari B, 1998). Sejalan dengan hal tersebut indikator komunikasi
2
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

matematis dapat diterapkan melalui; 1) menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau
benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika; 2) menjelaskan ide,
situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; 3) mendengarkan, berdiskusi, dan
menulis tentang matematika; 4) membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika
tertulis; 5) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa
sendiri (Sumarmo, & Surya, 2013).
Berdasarkan uraian tentang komunikasi matematis menurut beberapa ahli, yang
dimaksud komunikasi matematis pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam
menyampaikan ide/ gagasan matematika, yaitu mengekspresikan matematika dalam bentuk
model matematika maupun gambar, dan menuliskan jawaban dengan menggunakan bahasa
sendiri. Adapun indikator komunikasi matematis pada penelitian ini adalah memberi
penjelasan terhadap model matematika dan atau pola yang dijabarkan ke dalam tiga aspek; 1)
Mengidentifikasi konsep dan proses matematika yang termuat dalam model matematika/ pola
yang diberikan; 2) Mengidentifikasi kaitan antar konsep dan proses matematika yang termuat
dalam model matematika/pola yang diberikan secara tertulis; 3) Memberi penjelasan tertulis
terhadap kaitan antar konsep dan proses matematika yang termuat dalam model
matematika/pola yang diberikan. Berdasarkan indikator tersebut dikembangkan ke dalam
bentuk soal tes uraian, untuk dikerjakan siswa. Selanjutnya, pengkategorian skor kemampuan
komunikasi matematis siswa menggunakan acuan norma yaitu dengan perhitungan rataan
kelas dan simpangan baku menjadi tiga tingkatan skor komunikasi matematis yaitu tinggi,
sedang, dan rendah.

Self Esteem
Self esteem adalah penilaian (judgement) individu tentang worthiness (kebaikan/
kelayakan/ kepantasan), succesfulness (kesuksesan/ keberhasilan), significance (keberartian/
kemanfaatan) dan capability (kemampuan) dirinya yang diekspresikan dalam bentuk sikap
yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri (Fadillah, 2012). Self esteem ditinjau dari
kondisinya dibedakan dalam dua kondisi yaitu kuat dan lemah. Orang yang mempunyai self
esteem yang lemah memiliki citra diri negatif dan konsep diri yang buruk. Sebaliknya orang
yang memiliki self esteem kuat akan mampu membina relasi yang lebih baik dan sehat dengan
orang lain, bersikap sopan dan menjadikan dirinya menjadi orang yang berhasil.
Karakteristik siswa yang memiliki self esteem kuat diantaranya adalah lebih sering
merasa bahagia, tidak mudah depresi, lebih sukses dalam pekerjaan, mudah disukai dan
cenderung populer, berusaha meningkatkan kemampuan, tidak memiliki feedback negatif,
bahkan mencari feedback untuk mengembangkan potensinya, berusaha untuk maju dan
berkembang, cara berfikir lebih fleksibel, lebih spontan, aktif dan tidak merasa kesepian,
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi atau mengontrol orang lain, mendapat
penerimaan dan penghargaan dari orang lain, memiliki ketaatan terhadap norma, sukses dalam
mencapai tujuan-tujuannya, memiliki kepercayaan diri terhadap penilaiannya dan yakin dia
dapat memecahkan permasalahanya sendiri (Sarandria, 2012). Adapun indikator self esteem
diantaranya; 1) menunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuannya; 2) menunjukkan
keyakinan terhadap dirinya dalam memecahkan masalah matematik; 3) menunjukkan
keyakinan bahwa dirinya mampu berkomunikasi matematik; 4) menunjukkan kesadaran
terhadap kekuatan dan kelemahan dirinya; 5) menunjukkan rasa bangga terhadap hasil yang
dicapainya; 6) menunjukkan rasa percaya diri bahwa dirinya dibutuhkan oleh orang lain; 7).
Menunjukkan kepada dirinya bahwa dirinya layak (Sumarmo, 2010).

3
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

Dari beberapa indikator self esteem diatas, pada penelitian ini indikator self esteem
dikelompokkan ke dalam empat aspek meliputi: 1) sosial; 2) teman sebaya; 3) orang tua; 4)
akademis. Aspek tersebut dikembangkan menjadi beberapa indikator-indikator yang akan
dituangkan dalam beberapa pernyataan dan empat respon jawaban menggunakan skala likert.
Selanjutnya pengkategorian self esteem siswa menggunakan acuan norma yaitu dengan
perhitungan rataan kelas dan simpangan baku menjadi tiga tingkatan self esteem yaitu tinggi,
sedang, dan rendah.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah
siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Ponorogo, Provinsi
Jawa timur, Indonesia, sedangkan subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP
Negeri dari tiga sekolah di kabupaten Ponorogo. Tiga kategori sekolah diambil berdasarkan
data PAMER tahun 2017 dengan menggunakan stratified cluster random sampling. Masing-
masing sekolah mewakili tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil
pengkategorian, diperoleh sekolah dengan kategori tinggi adalah SMP Negeri 2 Ponorogo,
SMP Negeri 5 Ponorogo dengan kategori sedang, dan SMP Negeri 2 Babadan dengan
kategori rendah. Subyek pada penelitian ini adalah 249 siswa yang terbagi pada sekolah
kategori tinggi 96 siswa, sekolah dengan kategori sedang 85 siswa, dan sekolah kategori
rendah 68 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2017/ 2018.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini, terlebih dahulu diawali dengan menentukan subyek penelitian.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di
Kabupaten Ponorogo yang berjumlah 54 Sekolah. Subyek penelitian ini adalah mengambil
sampel siswa kelas VIII dari tiga sekolah di kabupaten Ponorogo. Tiga kategori sekolah
diperoleh berdasarkan analisis nilai ujian nasional pada tahun 2017. Adapun hasil analisis
pengkategorian sekolah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengkategorian Sekolah

Kategori Sekolah Nama Sekolah

Tinggi SMP Negeri 2 Ponorogo

Sedang SMP Negeri 5 Ponorogo

Rendah SMP Negeri 2 kecamatan Babadan

Berdasarkan Tabel 1, diperoleh tiga sekolah yang dikategorikan menjadi sekolah


dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Sekolah dengan kategori tinggi adalah SMP
Negeri 2 Ponorogo, sekolah dengan kategori sedang adalah SMP Negeri 5 Ponorogo dan
sekolah dengan kategori rendah adalah SMP Negeri 2 Babadan. Subyek pada penelitian ini

4
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

mengambil sampel sejumlah siswa, diantaranya siswa dari sekolah dengan kategori tinggi,
85 siswa dari sekolah kategori sedang, 68 siswa dari sekolah kategori rendah.
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data komunikasi matematis siswa
menggunakan metode tes berupa soal uraian yang telah di validasi oleh ahli, untuk kemudian
diteskan kepada siswa di tiga sekolah. Data komunikasi matematis digunakan untuk
mengetahui jumlah siswa dengan tiga kategori yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah.
Berikut hasil analisis komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Komunikasi Matematis Siswa

Kategori Kategori Sekolah Jumlah Siswa


Komunikasi Matematis
Tinggi Sedang Rendah

Tinggi 42 28 29 99

Sedang 34 32 28 94

Rendah 20 25 11 56

Jumlah Siswa 96 85 68 249

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh data komunikasi matematis siswa kategori tinggi adalah
99 siswa, siswa dengan komunikasi matematis siswa kategori sedang adalah 94 siswa, dan
komunikasi matematis siswa kategori rendah adalah 56 siswa. Dari hasil analisis ini terlihat
bahwa komunikasi matematis siswa kategori tinggi lebih banyak dibandingkan kategori
sedang, dan rendah, walaupun dari segi jumlah selisihnya tidak terlalu signifikan. Hal ini
dapat diartikan bahwa hasil komunikasi matematis siswa belum memuaskan.
Selanjutnya, pengambilan data self esteem pada penelitian ini, menggunakan metode
angket. Instrumen angket yang telah di validasi oleh ahli, untuk kemudian diberikan kepada
subyek penelitian di tiga sekolah dengan jumlah 249 siswa. Angket self esteem digunakan
untuk mengetahui jumlah siswa dengan self esteem kategori tinggi, sedang, dan rendah pada
masing-masing sekolah. Berikut hasil analisis angket self esteem siswa dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Self Esteem

Kategori Kategori Sekolah Jumlah Siswa


Self Esteem
Tinggi Sedang Rendah

Tinggi 28 32 21 81

Sedang 44 33 31 108

Rendah 24 20 16 60

Jumlah Siswa 96 85 68 249

5
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh siswa dengan self esteem kategori tinggi sejumlah 81
siswa, kategori sedang 108 siswa, dan kategori rendah 60 siswa. Dari hasil analisis ini terlihat
bahwa siswa dengan self esteem kategori sedang lebih banyak dibandingkan kategori tinggi
dan rendah dengan jumlah siswa dari masing-masing kategori memiliki selisih yang tidak
terlalu signifikan. Selain itu, berdasarkan tabel 3 juga dapat diartikan bahwa siswa dengan self
esteem tinggi lebih sedikit dibandingkan self esteem siswa secara keseluruhan. Artinya pada
diri siswa masih banyak yang memberikan penilaian negatif terhadap diri sendiri, sehingga
berpengaruh terhadap rendahnya komunikasi matematis siswa. Selanjutnya, hasil analisis
pengelompokkan data komunikasi matematis siswa dan self esteem siswa dapat dilihat pada
Tabel 4.

Tabel 4. Pengelompokan antara Komunikasi Matematis dan Self Esteem siswa

Kategori Kategori Self Esteem Siswa Jumlah Siswa


Komunikasi Matematis
Tinggi Sedang Rendah

Tinggi 38 31 18 87

Sedang 23 40 19 82

Rendah 24 35 21 80

Jumlah Siswa 85 106 58 249

Berdasarkan Tabel 4, pengelompokan antara komunikasi matematis dan self esteem


siswa diperoleh komunikasi matematis siswa kategori tinggi lebih dominan dimiliki oleh
siswa dengan self esteem kategori tinggi. Siswa dengan self esteem kategori tinggi memiliki
kepribadian yang positif, mampu memacu diri sendiri, selalu bersemangat dalam mengerjakan
tugas dan tidak mudah mundur ketika mengalami kegagalan, mampu menyelesaikan
permasalahan-permasalahan dalam mempelajari mata pelajaran matematika, sehingga
mempengaruhi hasil komunikasi matematis. Kategori sedang pada pengelompokan
komunikasi matematis dominan dimiliki oleh siswa dengan self esteem kategori sedang yang
memiliki karakter tidak terlalu menyukai tantangan, sehingga dalam belajar kurang percaya
pada kemampuan sendiri. Siswa yang termasuk kategori rendah dalam komunikasi matematis
dominan dimiliki oleh siswa dengan self esteem kategori rendah. Siswa dengan self esteem
kategori rendah memiliki karakter kepribadian yang cenderung negatif, tidak percaya diri,
tidak adanya motivasi untuk mengerjakan tugas dengan baik, tidak mampu memacu pada diri
sendiri, sehingga mempengaruhi komunikasi matematis.
Untuk mengetahui mana yang memberikan komunikasi matematis yang lebih baik
antara siswa dengan self esteem tinggi, sedang, atau rendah, pada penelitian ini digunakan
Analisis Variansi satu jalan dengan sel tak sama karena ukuran masing-masing sampel pada
tiap sekolah tidak sama. Adapun data-data hasil analisis yang akan digunakan pada uji
statistik ANAVA satu jalan dengan sel tak sama dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Descriptive of students’ of Self Esteem

6
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

Kategori Std.
self esteem N Mean Deviation Std. Error Minimum Maximum

Tinggi 86 50,19 14,126 1,523 22 73

Sedang 105 44,13 15,204 1,484 9 76

Rendah 58 40,34 15,604 2,049 9 65

Total 249 45,34 15,359 ,973 9 76

Berdasarkan Tabel 5, diperoleh data-data yang digunakan untuk uji statistik. Data
pengkategorian siswa dengan ketiga kategori komunikasi matematis siswa, selanjutnya
dikelompokkan berdasarkan kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap skor angket self
esteem. Setelah data skor komunikasi matematis siswa pada siswa dengan self esteem kategori
tinggi, sedang, dan rendah dikelompokkan, kemudian diuji dengan menggunakan uji statistik
ANAVA satu jalan dengan sel tak sama. Pertanyaannya adalah apakah ketiga kategori self
esteem memberikan efek yang sama terhadap komunikasi matematis siswa (sebagai H 0), atau
paling sedikit ada dua kategori yang tidak memiliki efek sama terhadap komunikasi
matematis siswa (sebagai H1). Adapun asil uji statistik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rangkuman Analisis Variansi


Sum of Mean p
Squares df Square Fobs Sig.

Between 3619,724 2 1809,862 8,113 ,000


Groups

Within 54880,260 246 223,090 - - -


Groups

Total 58499,984 248 - - -

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa dengan , maka H0 ditolak. Kesimpulannya, tidak


benar bahwa ketiga kategori self esteem siswa memberikan efek yang sama terhadap
komunikasi matematis siswa. Selanjutnya, pada penelitian ini dilakukan uji lanjut dengan
metode scheffe untuk mengetahui mana yang memberikan komunikasi matematis yang lebih
baik antara siswa dengan self esteem kategori tinggi, sedang, atau rendah. Adapun hasil
analisis uji lanjut dengan metode scheffe sebagai berikut:
Table 7. Multiple Comparisons with Scheffe Methode

7
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

Mean Sig p
Difference (I-J)
(I) Self esteem (J) Self esteem

Scheffe Tinggi Sedang 6,053* ,022

Rendah * ,001
9,841

Sedang Tinggi -6,053* ,022

Rendah 3,789 ,302

Rendah Tinggi -9,841* ,001

Sedang -3,789 ,302

Berdasarkan Tabel 7, perbandingan komunikasi matematis antara siswa dengan self


esteem tinggi dan sedang memiliki p(sig) = ,022 < 0,05, maka ditolak. Artinya siswa dengan
self esteem tinggi tidak memiliki komunikasi matematis yang sama dengan self esteem siswa
kategori sedang. Dengan melihat reratanya, dapat disimpulkan bahwa siswa dengan self
esteem tinggi mempunyai komunikasi matematis yang lebih baik daripada siswa dengan self
esteem sedang.
Berdasarjan Tabel 8, perbandingan komunikasi matematis antara siswa dengan self
esteem tinggi dan rendah memiliki p(sig) = ,001 < 0,05. Dengan melihat reratanya, dapat
disimpulkan bahwa siswa dengan self esteem tinggi memiliki komunikasi matematis yang
lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan self esteem rendah.
Berdasarkan Tabel 8, perbandingan komunikasi matematis antara siswa dengan self
esteem sedang dan rendah memiliki p(sig) = ,302 > 0,05. Ini berarti, siswa dengan self esteem
sedang memiliki komunikasi matematis yang sama baiknya dengan siswa dengan self esteem
rendah.
Berdasarkan analisis statistik uji tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dengan
self esteem tinggi memiliki komunikasi matematis lebih baik daripada siswa dengan self
esteem sedang dan rendah. Siswa dengan self esteem kategori sedang memiliki komunikasi
matematis yang sama siswa dengan self esteem rendah.

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa siswa dengan
self esteem tinggi memiliki komunikasi matematis lebih baik dari pada siswa dengan self
esteem sedang dan rendah, dan siswa dengan self esteem sedang memiliki komunikasi
matematis yang sama dengan siswa dengan self esteem rendah.
Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah pendidik dan calon pendidik dalam
mengajar hendaknya memperhatikan self esteem siswa karena berpengaruh pada kemampuan
komunikasi matematis siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Adesty, M., Nurhanurawati., & Widyastuti. (2014). Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT
terhadap kemampuan komunikasi matematis dan belief. Jurnal pendidikan Matematika Unila, Vol 2, No. 2.

8
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

Ansari, B. (2009). Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan Pena.

Brenner, M.E. (1998). Development of mathematical communication in problem solving group By


language Minority Students. Bilingual Research Journal, 22: 2, 3, & 4 Spring, Summer, & Fall.

Christian, et al. (1999). Mathematics attitudes and global self-concept: an investigation of the relationship.

Clemes, H. & R. Bean. (2001). Membangkitkan Harga Diri Anak. Translated by adiwiyoto, Anton. Jakarta
Mitra Umum.

Fadillah, S. (2012). Meningkatkan Self Esteem siswa SMP dalam matematika melalui pembelajaran dengan
pendekatan open ended. Jurnal pendidikan MIPA. Vol. 13.

Happy, N. & D. B. Widjajanti. (2014). Keefektifan PBL ditinjau dari kemampuan Berfikir kritis dan kreatif
matematis, serta self esteem siswa SMP. Jurnal Riset Pendidikan Matematika Vol. 1 No. 1: 48-57.

Mayasari, Y.,Irwan, Mirna. (2014). Penerapan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran


Matematika Siswa Kelas VIII M Lubuk Buaya Padang. Jurnal Pendidikan Matematika,3(1).

Muijis, D. dan Reynold, D. (2008). Effective Teaching: evidence and practice. Terjemahan: soetjipto, H.P.
dan soejjipto, S.M. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurul, Munawarah., dan Surya, E. (2017). An Analysis of the Difficulties in Learning Mathematics by
Using Scientific Approach at SMA Negeri 3 Manyak Payed, dalam Jurnal IJSBAR Volume 33 No 3, ISSN
2307-4531.

Rachmayani, D. (2014). Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk meningkatkan kemampuan


komunikasi matematis siswa. Jurnal pendidikan UNISKA. Vol. 2 No. 1 : 13-23.

Rahayu, Riska dan Surya, E. (2017). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa SMP Ar-Rahman Percut Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievment (STAD). Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol. 7 Nomor 1.

Sarandria. (2012). Efektifitas Cognitive Behavioural Therapy (CBT) untuk meningkatkan self esteem pada
dewasa muda. Tesis S2 Universitas Indonesia. Depok.

Sumarmo, U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan
pada Peserta Didik. FPMIPA UPI.

Sumarmo, dan Surya, E. (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa SMP Ar-Rahman Percut Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Achievment
(STAD,. Jurnal Paradikma Pendidikan Matematika Volume 7 no 1 (2013).

Yakin, Niat, dkk. (2017). Development of Mathematics Module Based on Metacognitive Strategy in
Improving Students' Mathematical Problem Solving Ability at High School, dalam Jurnal IJSBAR Volume
8 no 19, ISSN 2222-1735.

9
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. x, No. x, 20xx, Hal x - x

Young, E.L. dan Hoffmann. (2004). Self Esteem in Children: strategis for parents and educatos. Helping
childrean at home and school II Handouts for Families and Educator. National association on school
psycologist (NASP).

Zahara, Siti., dkk. (2014). Peningkatan Kemampuan Penalaran Logis dan Komunikasi Matematis Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) di SMP Negeri 24 Medan, dalam Jurnal
Pendidikan Matematika Paradikma Vol 7 no 3, FMIPA UNIMED.

Zuhrotunnisa. (2015). Deskripsi kemampuan komunikasi matematis siswa MTs. Negeri Bojong pada
materi statistika. Jurnalnasional.ump.ac.id.

Daftar pustaka menggunakan management reference (zotero atau mendeley) dengan


gaya APA 6 (American Psychological Assosiation version 6). Daftar pustaka ditulis dengan
spasi 1,15 antar barisnya.

Contoh penulisan sitasi, sitasi 1 (Fry, Ketteridge, & Marshall, 2009), sitasi 2 (Supriadi, 2015), sitasi
3 (Rahmawati, 2013) , sitasi 4 (University of Portsmouth, 2001)

Fry, H., Ketteridge, S., & Marshall, S. (2009). A Handbook for Teaching and Learning in
Higher Education. A Handbook for Teaching and Learning in Higher Education.
https://doi.org/10.1080/03075079312331382498
Rahmawati, F. (2013). Pengaruh Pendekatan Pendidikan Realistik Matematika dalam
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Prosiding
SEMIRATA 2013, 1(1), 225–238. Retrieved from
http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/index.php/semirata/article/view/882
Supriadi, N. (2015). Mengembangkan Kemampuan Koneksi Matematis Melalui Buku Ajar
Elektronik Interaktif (Baei) Yang Terintegrasi Nilai-Nilai Keislaman. Al-Jabar, 6(1), 1–
15. Retrieved from http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/al-jabar
University of Portsmouth. (2001). A vision of Britain through time (webpage). Retrieved
from http://www.visionofbritain.org.uk

10

Anda mungkin juga menyukai