Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MASALAH MANAJEMEN MUTU DAN MANAJEMEN RESIKO

(REDUKSI KEJADIAN HEALTH ASSOCIATED INFECTIONS)

Disusun Oleh :
Rizka Wigati

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES BHAMADA SLAWI
2019-2020
BAB 1
LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

1.1 Latar Belakang


Healthcare Associated Infections (HAIs) merupakan masalah besar yang dihadapi rumah
sakit. HAIs adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien dirawat di
rumah sakit (WHO, 2016). Menurut Kemenkes (2017) infeksi merupakan suatu keadaan
yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, dengan / tanpa disertai gejala klinik.
Infeksi terkait pelayanan kesehatan yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi
yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi
karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Menurut data WHO tahun 2016 kejadian HAIs terjadi pada 15% dari semua pasien rawat
inap. Berdasarkan hasil survey HAIs tahun 2014 di rumah sakit Amerika Serikat
didapatkan angka kejadian HAIs mencapai 722.000 di unit perawatan akut dan 75.000
pasien dengan HAIs meninggal ketika dirawat di rumah sakit (CDC, 2016). Menurut
(Depkes, 2011) angka kejadian infeksi di rumah sakit sekitar 3 – 21% (rata – rata 9%)
atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Di Indonesia HAIs
mencapai 15,74% jauh diatas negara maju yang berkisar 4,8 – 15,5%.

Tingginya angka prevalensi kejadian HAIs tersebut merupakan ancaman bagi pelayanan
rumah sakit. Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) difasilitas pelayanan
kesehatan merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas
kesehatan maupun pengunjung. Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan
pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost effectiveness (Kemenkes,
2017). Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi menjadi tantangan terbesar
dalam tatanan pelayanan kesehatan karena infeksi dapat meningkatkan morbiditas
(kesakitan) dan mortalitas (kematian) serta meningkatkan biaya kesehatan disebabkan
terjadi penambahan waktu pengobatan dan perawatan di rumah sakit (Septiari, 2012).
Upaya rumah sakit dalam melakukan manajemen pencegahan dan pengendalian infeksi
terus dilakukan oleh pihak rumah sakit, karena pada dasarnya HAIs dapat dicegah bila
fasilitas pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI dan melakukan
tindakan sesuai prosedur (Depkes, 2011). Namun dilapangan masih ditemukan tindakan
yang belum sesuai dengan prosedur, hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk
membahas tindakan yang tidak susuai prosedur dengan kejadian HAIs.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis masalah tentang manajemen mutu dan manajemen
resiko (Health Associated Infections) yang ditemukan di rumah sakit.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menemukan masalah tentang manajemen mutu dan
manajemen resiko (Health Associated Infections) di rumah sakit.
2. Mahasiswa mampu menemukan cara penyelesaian masalah tentang manajemen
mutu dan manajemen resiko (Health Associated Infections) di rumah sakit.
3. Mahasiswa mampu mengaitkan masalah tentang manajemen mutu dan manajemen
resiko (Health Associated Infections) di rumah sakit dengan teori dan jurnal.
BAB 2
KASUS, CARA PENYELESAIAN MASALAH, DAN PEMBAHASAN

2.1 Kasus
Di sebuah ruang perawatan terdapat 7 pasien yang mendapatkan perawatan luka. Pasien
1,2, 3, dan 4 mendapatkan perawatan luka post operasi, pasien 5 dan 6 mendapatkan
perawatan gangren, dan pasien 7 mendapatkan perawatan luka bakar. Pada hari ini semua
pasien akan mendapatkan perawatan luka sesuai dengan jenis lukanya oleh dua perawat
yang sedang bertugas. Sebelum melakukan perawatan luka, perawat menyiapkan
beberapa alat yang dibutuhkan. Perawat juga mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan. Perawat melakukan tindakan sesuai dengan prosedur mulai dari tahap pra
interaksi, tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi. Namun, kedua perawat
tersebut hanya menyiapkan 3 set alat steril yang diambil dari bagian tempat alat
streilisasi. alat tersebut digunakan untuk perawatan luka dan masing - masing perawat
hanya menggunakan 1 handscoon bersih yang digunakan untuk semua pasien. Setelah
perawatan luka selesai,dilakukan kepada 7 pasien teersebut kedua perawat tersebut baru
mencuci tangan kembali sesuai dengan anjuran WHO (World Health Organization).
Pengkajian kasus menggunakan metode POSAC, sebagai berikut :
a. Planning:
Didalam ruangan tersebut memang sudah ada aturan terkait prinsip dan SOP
perawatan luka. SOP tersebut juga tentunya sudah disosialisakan sejak lama bahkan
disetiap ruangan rawat inap sudah tersedia hard file maupun soft file. Pada kasus
tersebut terlihat adanya pelanggaran prinsip tindakan perawatan luka yaitu cara
penggunaan handscoon, set alat steril, dan moment cuci tangan. set alat steril
memang sudah disediakan di bagian ruangan khusus penyediaan alat steril. Jadi
apabila ada ruangan yang membutuhkan maka harus mengebon alat ke tempat
tersebut. Jadi ruangan memang tidak memiliki alat set steril sendiri. Memag dibagian
sterilisasi alat sudah tersedia alat yang cukup banyak, namun tidak dapat dipungkiri
bahwa jumlah pasien yang juga tak kalah banyaknya pada setiap bangsal. Hal
tersebut yang melatarbelakangi perawat hanya dapat menggunakan 3 set alat steril
untuk 7 pasien. Untuk mengajukan pengadaan alat steril per ruangan juga tidak
mudah, membutuhkan waktu yang lama, karena baru-baru ini RS baru membeli alat-
alat seperti brankar dan meja pada setiap bangsalnya dan ini pasti membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. SOP tentang pembagian alat steril per pasien juga sepertinya belum
ada di ruangan tersebut.
b. Organizing
Dalam ruang rawat tersebut sudah ada yang bertanggung jawab untuk memberikan
perawatan luka yaitu 2 perawat senior. Perawatan luka selalu dilakukan setiap hari
pada shift pagi. Untuk ketersediaan alat tentu yang bertanggungjawab adalah pihak
sterilisasi alat. Pada saat perawat mengajukan permintaan alat, selalu ditanya untuk
berapa pasien?. Disinilah menunjukan bahwa secara tidak langsung peminjaman alat
dibatasi, kemungkinan karena untuk menekan biaya pengeluaran RS karena RS
tersebut dikabarkan sedang bermasalah dengan BPJS.
c. Staffing:
Dalam ruang rawat tersebut terdapat 8 orang yang dinas pada shift pagi. Perawat
senior kurang lebih 4/5 orang, dan sisanya perawat junior. Kebetulan RS tersebut
adalah RS berbasis pendidikan jadi di ruang rawat tersebut selalu ada mahasiswa dan
pada hari tertentu dengan jumlah yang banyak. Karena jumlah mahasiswanya terlalu
banyak pada pelaksanaan perawatan luka, mahasiswa diberi tanggung jawab untuk
menjadi asisten, seperti menggunting plester dan memeras kasa.
d. Actuating:
Pada ruang rawat tersebut Katim maupun Karu tidak pernah mendampingi tindakan
perawatan luka, semua diserahkan pada perawat yang sudah diberi tanggung jawab.
Karu dan Katim tentunya sudah membagi tugas sesuai dengan porisnya masing-
masing dengan adil. Namun, terkadang karena solidaritas antar sejawat terkadang
perawat turut serta untuk membantu yang bukan tanggung jawabnya dan tidak lepas
dari jumlah pasien yang banyak.
e. Controlling:
Pada ruang rawat tersebut setiap pasien pulang (namun tidak semua) diberi sebuah
lembaran untuk mengisi kepuasan pelayanan selama dirawat di ruangan tersebut.
Setiap RS maupun ruangan pasti memiliki catatan kejadian IDO, namun saya tidak
tahu persis berapa jumlahnya.
2.2 Penyelesaian Masalah
Sebelum menyelesaikan masalah, kita harus mengindentifikasi kasus dalam ruangan tersebut
menggunakan analisa SWOT :
S W O T
(Kekuatan) (Kelemahan) (Kesempatan (Hambatan)
)
Kepatuhan 1. Setiap pagi 1. kedisimplinan 1. Tuntutan 1. tidak ada
melaksanak Karu/ Katim perawat akreditasi perawat
an prosedur membacakan masih kurang RS untuk yang
tindakan ulang terkait dalam melakuka melakukan
prosedur melakukan n tindakan supervisi
tindakan yang tindakan sesuai terkait
sering sesuai SOP pelaksanaa
dilakukan prosedur 2. Permenke n tindakan
2. Adanya poster karena jumlah s RI no.27 sesuai
5 moment dan pasien yang tahun prosedur
6 langkah cuci banyak 2017
tangan 2. Banyaknya tentang
3. Tersedianya tugas dan pedoman
wastafel program yang pencegaha
disetiap kamar dilakukan n dan
4. Terdapat 1 box perawat pengendal
handscoon 3. Jumlah alat ian infeksi
pada troly medis di RS di fasilitas
5. Tim PPI terbatas pelayanan
mengingatkan 4. Belum ada kesehatan
dan mereview SOP terkait 3. Adanya
pada saat pembagian mahasisw
upacara alat steril per a yang
pasien sedang
praktek

Dari analisa kasus diatas menggunakan SWOT maka penyelesaian masalah yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut dengan Planning Of Action (POA):
No. Kegiatan Tujuan Sasaran Metode Waktu PJ
1. Melakukan Mengetahui Perawat Observasi - -
supervisi oleh kepatuhan Pelaksana
Katim kepada perawat
perawat dalam
pelaksana melaksanakan
tindakan
sesuai
prosedur
2. Kolaborasi Karu Meningkatkan Perawat Ceramah, - -
dengan Katim kepatuhan Pelaksana diskusi
dalam perawat untuk
memotivasi melaksanakan
perawat tindakan
pelaksana agar sesuai
selalu prosedur
melaksanakan
tindakan sesuai
prosedur
3. Melakukan Mencegah Karu - -
pengajuan kejadian
pengadaan alat HAIs
sterilisasi dan
alat medis pada
setiap
ruangannya
beserta SOP
terkait
pembagian alat
steril per pasien

2.3 Pembahasan
Pada kasus diatas disebutkan bahwa terdapat 7 pasien yang akan dilakukan perawatan
luka. Dimana perawat sudah menyiapkan 3 set alat steril yang akan digunakan pada ke 7
pasien tersebut. Menurut saya hal tersebut terjadi mungkin karena untuk menekan biaya
pengeluaran rumah sakit dan setiap bangsal sudah mendapatkan jatah set alat steril
masing-masing. Namun tetap hal ini tidak bisa dibenarkan karena dapat melanggar etik
keperawatan, bahwa perawat dalam melakukan tindakan tidak merugikan pasiennya yaitu
dengan mencegah terjadinya HAIs. Menurut SOP perawatan luka, 1 set alat steril
digunakan hanya untuk 1 pasien. Dengan tujuan untuk menekan angka kejadian HAIs di
rumah sakit dan menjamin mutu pelayanan. Begitupun dengan APD seperti handscoon
yang sebaiknya harus selalu diganti untuk tiap pasiennya dan setelah membalut luka atau
terkena benda yang kotor (Nursalam, 2014). Namun, pada kasus diatas perawat tersebut
hanya menggunakan 1 handscoon yang digunakan untuk semua pasien. Kesalahan ini
tentunya dapat meningkatkan kejadian HAIs. Hal tersebut didukung oleh Nursalam
(2014) bahwa HAIs dapat berasal luar tubuh yang disebabkan oleh mikroorganisme yang
berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. Sumber penularan dan
cara penularan terutama melalui tangan personel kesehatan, jarum injeksi, kateter IV,
kateter urine, kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka.

Kesalahan yang terjadi lainnya adalah tentang 5 moment cuci tangan. Pada kasus diatas
perawat hanya melakukan cuci tangan 2 kali yaitu sebelum dan sesudah melakukan
perawatan luka kepada 7 pasien tersebut. Menurut SOP perawatan luka bahwa setiap
sebelum dan sesudah melakukan tindakan harus mencuci tangan. Sesuai dengan 5
moment cuci tangan yang sudah berlaku disetiap rumah sakit yaitu sebelum kontak
dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptic, setelah kontak dengan pasien,
setelah kontak dengan cairan tubuh, dan setelah kontak dengan lingkungan pasien.
Menurut pengamatan saya hal tersebut terjadi karena dalam 1 bangsal terdiri dari banyak
pasien dan tindakan dengan jumlah tenaga perawat yang terbatas demi keefektifan waktu.
Seharusnya kebutuhan tenaga perawat dalam 1 bangsal sudah ditentukan sebelumnya.
Selain itu, masih kurangnya kedisplinan tenaga perawat dalam melaksanakan pencegahan
dan pengendalian HAIs. Menurut Sapardi, Machmud, dan Gusty (2018) setiap pihak
manajemen rumah sakit sudah sering mengikut sertakan perawat dalam berbagai
pelatihan dan memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan. Perilaku petugas
kesehatan yang tidak disiplin dan tidak patuh menunjukan bahwa PPI belum maksimal
dilakukan.

Pemberian motivasi kepada perawat pelaksana menjadi unsur penting dalam mutu
pelayanan. Rendahnya kepatuhan kinerja perawatan akan mempengaruhi mutu pelayanan
keperawatan, begitupun sebaliknya Hal ini didukung oleh Nursalam (2014) yang
menyatakan bahwa motivasi merupakan kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan
perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta ketahanan (persistence) pada tingkah laku
tertentu. Seorang manajer perawat harus mengenali motivasi dan kebutuhan staf supaya
dapat memicu kepatuhan kinerja perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan
yang efisien dan efektif sesuai prosedur (Mugianti, 2016). Begitupun dengan supervisi,
dilakukan untuk pemenuhan dan peningkatan pelayanan pada klien yang berfokus pada
ketrampilan dan kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan dalam melakukan
tindakan keperawatan yang sesuai prosedur belum maksimal. Salah satunya adalah belum
melaksanakan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak ke pasien dan pemakaian APD
yang belum tepat. Serta keterbatasan alat dapat menjadi faktor utama dalam terjadinya
HAIs.

3.2 Saran
Bagi perawat diharapkan bisa lebih memberikan pelayanan yang maksimal dan sesuai
prosedur tanpa melupakan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meminimalkan
kejadian HAIs.
Lampiran SOP
SOP SUPERVISI
A. Pelaksana Supervisi:
1. Kepala Ruang:
a. Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada klien di ruang
perawatan
b. Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan pelayanan kesehatan
di rumah sakit.
c. Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik keperawatan di ruang
perawatan sesuai dengan yang didelegasikan.
2. Pengawas keperawatan, bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan kepada kepala
ruangan yang ada di instalasinya.
3. Kepala seksi keperawatan, mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara
langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.

B. Alur Supervisi

Kepala Bidang Perawatan

Menetapakan kegiatan dan Kepala Per IRNA


PRA tujuan serta instrument/alat
ukur
Kepala Per IRNA

Menilai kerja perawat:


Resposibility- Kepala Ruangan
PELAKSANAAN Accountability-Authority
Supervisi
RAA
PP 1 PP 2

PASCA Pembinaan (3-F)


PA PP A
1. Penyampaian penilaian
(fair)
2. Umpan balik (Feed
Kinerja perawat dan kualitas
back)
pelayanan
3. Tindak lanjut,
pemecahan masalah, dan
reward (Follow up)
C. Langkah Supervisi
1. Prasupervisi
a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi.
b. Supervisor menetapkan tujuan dan kompetensi yang akan dinilai.
2. Pelaksanaan Supervisi
a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen yang
telah disiapkan.
b. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.
c. Supervisor memanggil PP dan PA untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi
permasalahan.
d. Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara, dan memvalidasi data
sekunder (supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada. dan melakukan
tanya jawab dengan perawat).
3. Pascasupervisi–3F
a. Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair).
b. Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi (sesuai hasil laporan supervisi).
c. Supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan.
SOP PENGADAAN ALAT

Pengertian Penambahan alat medis baru dalam pelayanan medis


Tujuan Sebagai acuan dalam langkah - langkah pengadaan alat medis
Kebijakan Staf medik fungsional harus berperan besar dalam perencanaan kebutuhan
alat medis sampai dengan pengadaan alat medis dan fasilitas yang diperlukan
Prosedur 1. SMF mengusulkan pengadaan alat medis baru dalam rapat Komite Medik
2. Ketua Komite Medik mengajukan surat usulan pengadaan alat medis baru
kepada Direktur Rumah Sakit , melaui Kepala Bidang Pelayanan dan
Penunjang Medik . Dalam surat usulan tersebut memuat jumlah , merk ,
dan spesifikasi alat yang diusulkan
3. Kepala Bidang Pelayanan dan Penunjnag Medis melakukan pemilihan
terhadap usulan pengadaan
4. Direktur menyetujui dilakukannya pengadaan alat
5. Usulan diteruskan ke Bidang Perencanaan, dimasukkan dalam usulan
pengadaan
6. Selanjutnya Bidang perencanaan dapat mengundang beberapa Source
Agent untuk mendemonstrasikan alat yang dimaksud
7. Panita pengadaan Barang bersama PPK memproses pengadaan barang
dimaksud
8. Penunjukan rekanan dan dilakukan pemesanan alat
9. Pihak ketiga atau rekanan mengirim alat yang dipesan sesuai spesifikasi
alat yang diinginkan , selanjutnya dilakukan uji fungsi alat dengan
disaksikan oleh SMF yang mengajukan pengadaan alat / User
10. Dilakukan sosialisasi cara penggunaan alat kepada User atau pengguna
alat
Unit 1. Komite Medik
terkait 2. Pelayanan Medis

DAFTAR PUSTAKA
CDC. (2016). National and State Healthcare Associated Infections Progress Report. Jakarta :
Salemba Medika.
Depkes. (2011). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
Kemenkes. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, 17.
Mugianti, S. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Praktek Keperawatan. Jakarta:
Kemenkes RI.
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Medika Salemba.
Sapardi, S.V., Machmud, R., & Gusty, P.R. (2018). Analisis Pelaksanaan Manajemen
Pencegahan Dan Pengendalian Healthcare Associated Infections Di Rsi Ibnusina. Jurnal
Endurance 3(2) Juni 2018 (358-366).
Septiari. (2012). Infeksi Nosokomial. Yogyakarta Nuhu Medika.
WHO. (2016). The Burden of Health CareAssociated Infection Worldwide A Summary.

Anda mungkin juga menyukai