Anda di halaman 1dari 23

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

NOMOR : 12 TAHUN 2003

TENTANG

PAJAK DAERAH KOTA MEDAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MEDAN

Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Pajak Daerah Kota Medan selama ini
telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No.
4 tahun 2002.
b. bahwa dengan berkembangnya situasi dan kondisi Kota Medan
serta dinamisasi perekonomian masyarakat, khususnya
perusahaan industri yang menggunakan tenaga listrik,
dipandang perlu merevisi Peraturan Daerah No. 4 tahun 2002
dimaksud khusus yang berkaitan dengan Pajak Penerangan
Jalan.
c. bahwa untuk memenuhi maksud tersebut diatas, perlu
meningkatkan satu Persatuan Daerah.

Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 8 Drt Tahun 1956 tentang


Pembentukan Daerah Otonom Kota – Kota Besar Dalam
Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara.
2. Undang – Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
3. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan
Penyelesaian sengketa Pajak ( Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor, 40 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3634).
4. Undang – Undang Nomo4 18 tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997
nomo4 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685 Juga
Undang – Undang nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan
Atas Undang – Undang nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
nomor 240)
5. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan
Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 No.
42 Tambahan Lembaran Negara No. 3685). Jo. Undang -
Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas
Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
6. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomo4 60)
7. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 199 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran negara Tahun 1999 Nomo4 77).
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1973 tentang
Perluasan Daerah Kotamadya Medan
9. Peraturan Pemerintah nomor 105 Tahun 2000 tentang
pengelolaan dan pertanggung jawaban Keuangan Daerah
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993
tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah
Perubahan.
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomo4 84 Tahun 1993
tentang Bentuk peraturan Daerah dan Peraturan Daerah
Perubahan.
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997
tentang Pedoman tata cara pemungutan Pajak daerah
13. Keputusan menteri dalam Negeri Nomor 172 Tahun 1997
tentang Kriteria Wajib pajak Yang Wajib Menyelengarakan
Pembukuan dan tata Cara Pembukuan.
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 173 Tahun 1997
tentang tata cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah
15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomo4 43 Tahun 1999
tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah serta Pendapatan Lainnya.

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN TENTANG PAJAK


DAERAH KOTA MEDAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


a. Daerah adalah Kota Medan
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Medan
c. Kepala Daerah adalah Walikota Medan
d. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan
e. Kepala Dinas Pendapatan Daerah adalah Kepala Dnas Pendapatan Daerah Kota
Medan
f. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang perpajakan
Daerah dan atau Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan Perundang –
Undangan yang berlaku.
g. Kas Daerah adalah kas Daerah Kota Medan
h. Wajiba Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Ketentuan
Peraturan Daerah ini ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan
i. Badan adalah suatu bentuk Badan uswaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komoditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negera atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma,
kongsi, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun,
bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
j. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran
di Hotel
k. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap / istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan
dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan
dimiliki oleh pihak yang sama kecuali untuk pertokoaan dan perkantoran.
l. Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan
pembayaran di Restoran
m. Restoran atau Rumah Makan adalah tempat yang disediakan untuk menyatap
makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai
mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, tempat berdiscotiq
dan berkaroke usaha jasa katering dan usaha jasa boga.
n. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan
o. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan ketangkasan, dan atau
keramaian dengan nama bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh
setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk
berolah raga.
p. Penyelenggaraan Hiburan adalah orang pribadi atau badan Hukum yang
bertindak untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang
menjadi tanggung jawabnya menyelengarakan sesuatu hiburan.
q. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menhadiri sesuatu hiburan
untuk melihat dan atau mendengar atau menikmati atau mempergunakan
fasilitas yang disediakan oleh penyelengara hiburan kecuali penyelenggara,
karyawan, artis (para pemai) dan petugas yang menhadairi untuk melakukan
pengawasan.
r. Tanda masuk adalah suatu tanda atau alat yang sah dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dapat dipergunakan untuk menonton, menggunakan atau
menikmati hiburan
s. Harga Tanda Masuk yang selanjutnya disingkat HTM adalah harga atau nilai
nominal yang tertera atau tidak tertera pada tanda masuk yang digunakan untuk
menikmati / menggunakan fasilitas hiburan.
t. Pajak reklame adalah pungutan Daerah atas penyelenggaraan reklame
u. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk
susuanan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang,
atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang
yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat
oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
v. Panggung / lokasi reklame adalah suatu serana atau tempat pemasangan satu
atau beberapa buah rekalame
w. Izin adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin
kepada orang pribadi atau badan dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan ata kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
x. Penyelenggaraan reklame adalah perorangan atau badan hukum yang
menyelengarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan
atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
y. Kawasan / zone adalah batasan – batasan wilayah tertentu sesuai dengan
pemanfaatan wilayah tersebut yang dapat dipergunakan untuk pemasangan
reklame
z. Nilai jual objek pajaka reklame adalah keseluruhan pembayaran / pengeluaran
biaya yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame termasuk
dalam hal ini adalah biaya / harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi
listrik, pembayaran / ongkos perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan,
pengecatan, pemasangan dan transportasi pengangkutan, dan lain sebagainya
sampai dengan bangunan reklame rampung, dipancarkan, dipergerakan,
ditayangkan dan atau terpasang ditempat yang telah dizinkan :
å. Nila strategis lokasi reklame adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik
lokasi pemasangan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan
tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan dibidang usaha.
ä. Pajak penerangan jalan adalah pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga
listrik
ö. Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listri kuntuk menerangi jalan
umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah
aa. Penerangan Tenaga Listrik adalah setiap orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik dari PLN mapun bukan PLN
bb. Penggunaan Tenaga Listrik PLN yang selanjutnya disebut pelanggan PLN
adalah setiap orang pribadi atau badan yang menggunakan tenga listrik dari PLN
ff. Perusahaan Listrik Negera yang selanjutnya disebut PLN adalah PT. PLN
(Persero) Cabang Medan
dd. Kegiatan Industri adalah suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh Pelanggan
PLN dan orang atau badan Pengguna Tenaga Listrik yang berasal dari bukan
PLN dimana Tenaga Listrik tersebut dipergunakan untuk menggerakkan,
mengerjakan, mengolah, merubah barang mentah menjadi barang setengah jadi
atau barang jadi.
ee. Penggunaan Tenaga Listrik bukan PLN adalah tenaga listrik yang dihasilkan
dari / oleh pembangkit tenaga Listrik bukan PLN yang dimiliki dan atau dikelloa
oleh orang pribadi atau badan.
ff. Pajak Parkir adalah pajak yang dipungut atas penyelenggaraan tempat parkir
gg. Tempat Parkir adalah tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau
badan, baik yang disediakan berkatian dengan pokok usaha mapun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk tempat penyediaan penitipan
kendaraan bermotor dangarasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
hh. Harga Tanda Parkir yang selanjutnya disingkat dengan HTP adalah harga atau
nilai nominal yang digunakan atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian
tempat parkir.
ii. Pembayaran adalah jumlah dieterima sebagai imbalan atas penyerahan barang
atau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik Hotel, Restoran, penyelenggara
Hiburan atas penggunakan tenaga listrik PLN dan atau Penyelenggara Tempat
Parkir.
jj. Pajak yang tertuang adalah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada
suatu saat, dalam masa pajak, dalam Tahunan atau dalam bagian Tahun Pajak
menurut Peraturan perundang – Undangan perpajakan daerah.
kk. Yang seharusnya dibayar adalah termasuk pemberian potongan harga dan tiket
Cuma – Cuma
ll. Pemungutan adalah suatu rangkaian mulai dari penghimpunan data objek dan
subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang
tertuang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau
wajib Retribusi serta pengawasan penyetoran.
mm. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat
yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang tertuang menurut peraturan perundang – undangan
perpajakan daerah.
nn. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat
yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang tertuang ke Kas Daerah atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah.
oo. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang dapat disingkat SKPD, adalah surat
keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang tertuang.
pp. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak yang
tertuang, jumlah kredit pajak. Jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
qq. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat singkat
SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan.
rr. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat singkat SKPDLB adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang tertuang atau tidak
seharusnya tertuang.
ss. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah pajak yang tertuang sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak tertuang dan tidak ada kredit pajak.
tt. Surat Tagihan Daerah, yang dapat disingkat STPD adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
xx. Surat Keputusan Pembentulan adalah surat keputusan untuk membentulkan
kesalahan tulis. Kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan
peraturan perundang – undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat
Ketetapan pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang bayar, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan
Pajak Daerah.
yy. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap
Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
zz. Putusan Banding adalah Badan penyelesaian Sengketa pajak atas banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
aaa. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukansecara teratura untuk
mengumpulkan data dan informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau
utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan perhitungan rugi laba setiap Tahun Pajak Berakhir.
bbb. Penyidikan Tindak Pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi daerah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah
dan retribusi daerah yang terjadi serta menentukan tersangkanya.

BAB II
PAJAK HOTEL

Pasal 2

Dengan nama Pajak Hotel dipungut Pajak atas pelayanan di Hotel

Pasal 3

(1) Objek Pajak Hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran
di hotel termasuk :
a. fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk
pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggarahan (hostel) losmen
dan rumah penginapan. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah
kos dengan jumlah kamar minimal 10 (sepuluh) atau lebih yang menyediakan
fasilitas seperti rumah penginapan.
b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atautinggal
jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan antara
lain telepon, faksimili, teleks, fitocopy, pelayanan cuci, setrika, taksi dan
pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.
c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel,
bukan untuk umum antara lain pusat kebugaran, pub, diskotic, yang
disediakan atau dikelola hotel
d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel
e. Penjualan makanan dan atau minuman ditempat yang disetai dengan fasilitas
penyantapannya di Hotel.
(2) Dikecualikan dari Objek Pajak Hotel adalah :
a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal
lainnya baik bangunan, pekarangan dan menagementnya yang tidak menyatu
dengan hotel.
b. Pelayanan tinggal d Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil i asrama dan pondok pesantren
c. Fasilitas olahraga dan hiburan disediakan di Hotal yang dipergunakan oleh
bukan tamu Hotel dengan pembayaran.
d. Pertokoan, perbankan, perkantoran, salon yang dipakai oleh umum di Hotel
e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat
dimanfaatkan oleh umum.

Pasal 4

(1) Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas
pelayanan
(2) Wajib Pajak Hotel adalah Pengusaha Hotel sebagaimana tersebut pada pasal 3
ayat (1)
Pasal 5

Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada
Hotel

Pasal 6

Tarif Pajak Hotel adalah sebesar 10 % (sepuluh persen)

Pasal 7

Besarnya Pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung cara mengalikan tarif pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud
pada pasal 5.

Pasal 8

(1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah


(2) Masa Pajak Hotel adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwim
(3) Pajak Hotel tertuang dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan
pelayanan Hotel dilakukan.

BAB III
PAJAK RESTORAN

Pasal 9

Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajaka atas setiap pelayanan di Restoran

Pasal 10

(1) Objek Pajak restoran adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan
pembayaran di Restoran termaduk bar, café, rumah makan, Buffet, kantin, kedai
nasi/kopi dan meliputi penjualan makanan / minumandi tempat yang disertai
tempat penyantapan mapun yang diantar / dibawa pulang (take away).
(2) Dikecualikan dari objek Pajak restoran adalah :
a. Pelayanan jasa boga / ketering
b. Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau Rumah makan yang pendapatan
brutonya tidak melebihi batas Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan
c. Penjualan makanan dan atau minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas
penyantapan di Hotel.

Pasal 11

(1) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran atas pelayanan Restoran.
(2) Wajib pajak restoran adalah pengusaha restoran sebagaimana tersebut pada
pasal 10 ayat (1)
Pasal 12

Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada
restoran

Pasal 13

Tarif Pajak Restoran adalah sebesar 10 % (sepuluh persen)

Pasal 14

Besarnya Pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 13 dengan dasar pengenaan sebagaimana
dimaksud pada pasal 12.
Pasal 15

(1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah


(2) Masa pajak restoran adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwim
(3) Pajak restoran tertuang dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan
pelayanan restoran dilakukan.

BAB IV
PAJAK HIBURAN

Pasal 16

Dengan nama Pajak Hiburan, dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan Hiburan.
Objek Pajak Hiburan adalah setiap penyelenggarakan hiburan berupa :
a. Pertunjukkan Film
b. Pertunjukan kesenian, sirkus, pameran seni, Busana, Kecantikan dan sejenisnya
c. Pertunjukan musik dan tari
d. Discotik
e. Karaoke
f. Klab malam
g. Permainan Billayard
h. Permainan Ketangkasan, taman hiburan keluarga, permainan anak – anak, vidio
game, play station dan sejenisnya.
i. Pantai pijat, salon kecantikan dan wisma pangkas.
j. Mandi uap dan sejenisnya
k. Pertandingan olahraga
l. Taman rekreasi, kolam renang, kolam pemancingan dan sejenisnya
m. Persewaan permainan Internet

Pasal 18

(1) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau
menikmati hiburan
(2) Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
hiburan.
Pasal 19

Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan sebagaimana ditetapkan dalam
HTM.

Pasal 20

Tarif pajak hiburan adalah untuk setiap jenis hiburan yang ditetapkan sebagai berikut :

a. Pertunjukkan di Bioskop

Klasmen Bioskop Besar pajak


AH Utama 30 % dari HTM
AH 28 % dari HTM
AI 26 % dari HTM
BH 24 % dari HTM
BI 20 % dari HTM
C 17 % dari HTM
D 13 % dari HTM
Keliling 10 % dari HTM

b. Ketentuan klasmen dan besarnya harga tanda masuk untuk masing – masing
Bioskop di Kota Medan akan ditetapkan lebih lanjtu dengan Surat Keputusan
Kepala Dinas
c. Tata cara pengadaan / perforsi tanda masuk / karcis tontonan dan pembayaran
dimuka (PDM) Pajak Hiburan Tetap dan insidentil dakan ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala Daerah.
d. Untuk pertunjukan keseniian, antara lain kesenian tradisional, pertunjukan sirkus,
pameran seni:
1. Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 15 % (lima belas
perseratus) dari HTM
2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 10 % (sepuluh perseratus)
dari HTM.
e. Untuk pameran Busana, Konteks kecantikan, pertunjukan / pagelaran musik dan
tari
1. Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 25 % (dua puluh
lima perseratus) dari HTM
2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 20 % (dua puluh
perseratus) dari HTM.
f. Untuk discotik, disco, bar, karaoke, klab malam dan sejenisnya ditetapkan sebesar
30 % (tiga puluh perseratus) dari HTM atau jumlah pembayaran untuk menonton
dan atau menikmati hiburan di luar harga makanan / minuman yang telah
dikenakan Pajak Hotel dan atau Pajak Restoran.
g. Untuk diskotiq, Disco, Bar, Klab malam yang tidak menggunakan tanda masuk
dan atau tidak membayar untuk menonton atau menikmati hiburan dipungut pajak
sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) untuk setiap pengunjung diluar harga
makanan / minuman yang telah dikenakan Pajak Hotel dan atau Pajak Restoran.
h. Untuk permainan Billayard
1. Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh
perseratus) dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan
2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 15 % (lima belas
perseratus) dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan.
i. Untuk permainan ketangkasan, Taman Hiburan Keluarga, Permainan anak – anak
antara lain Vidio game, play station, mini train, kuda pusing, sampan pusing,
speed boat, bom-bom car dan sejenisnya dipungut sebesar 20 % (dua puluh
perseratus) dari HTM atau harga koin
j. Usaha jasa panti pijat, mandi uap dan sejenisnya dipungut pajak sebesar 20 %
(dua puluh perseratus) dari HTM per jam, salon kecantikan dipungut pajak
sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari jumlah pembayaran
k. Pertunjukan pertandingan olah raga antar klub dalam negeri dipungut pajak
sebesar 15 % (lima belas perseratus) dari HTM, sedangkan pertandingan olahraga
dengan dukungan antar bangsa dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh perseratus
) dari HTM.
l. Taman rekreasi, kolam renang, pancintg dan sejenisnya dipungut pajak sebesar 10
(sepuluh perseratus ) dari HTM.
m. Untuk jenis Hiburan yang tidak menggunakan Tanda Masuk dipungut pajak
sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari jumlah pembayaran.
n. Untuk persewaan permainan internet dipungut sebesar 10 % (sepuluh perseratus)
dari nilai sewa perjam

Pasal 21

Besarnya pokok pajak Hiburan yang tertuang dengan cara mengalikan tarif pajak
sebagaimana dimaksud pada pasal 20 masing – masing dari setiap jenis dengan dasar
pengenaan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 19.

Pasal 22

(1) pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah


(2) Masa pajak hiburan adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwim
(3) Pajak hiburan tentang dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan
penyelenggaraan Hiburan dilakukan.

BAB V
PAJAK REKLAME

Pasal 23

Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak setiap penyelenggaraan reklame

Pasal 24

(1) Objek pajak reklame adalah setiap penyelenggaraan reklame meliputi :


a. Reklame papan / Billboard / Megattron
b. Reklame Kain
c. Reklame Melekat (stiker)
d. Reklame Berjalan
e. Reklame Udara
f. Reklame Suara
g. Reklame Film / Slide
h. Reklame Peragaan
i. Reklame Peragaan
(2) Dikecualikan dari Objek Reklame adalah :
a. Penyelenggaraan reklame melalui Televisi, Radio, dan wartawan harian,
warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya
b. Dibuat atau diselenggarakan khusus untuk kepentingan umum dalam jangka
waktu yang ditentukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
c. Diselenggarakan oleh perwakilan diplomatik, perwakilan konsulat, perwailan
PBB, serta badan – badan khusus, badan – badan atau lembaga – lembaga
organisasi internasional pada lokasi badan – badan yang dimaksud.
d. Diselenggarakan oleh organisasi politik atau organisasi sosial politik yang
semata – mata mengenai politik
e. Diselenggarakan oleh suatu perusahaan pada kendaraan milik perusahaan
tersebut yang semata – mata dan atau sebutan umum perusahaan yang
bersangkutan dan luasnya tidak lebih dari ¼ M2, misalnya : Bus sekolah,
KPUM, Rahayu, PT. Inalum, Provri, lain – lain.
f. Ditempatkan pada suatu kendaraan yang berasal dari luar wilayah daerah dan
berada di luar wilayah tersebut tidak lebih dari 7 (tujuh) jam berturut – turut.
g. Khusus mengenai pemilikan dan atau peruntukan tanah, dengan ketentuan
luasnya tidak melebihi ¼ m2 dan diselenggarakan diatas tanah tersebut.
h. Khusus dan semata – mata memuat nama dan atau sebutan dari pekerjaan
atau perusahaan yang diselenggarakan diatas tanah atau bangunan dimana
reklame tersebut diselenggarakan dengan ketentuan luasnya tidak melebihi ¼
M2.
i. Merupakan reklame suara apabila menurut pendapat kepala Daerah
penyelenggaraan termasuk golongan penjaja atau pengusaha kecil.

Pasal 25

(1) Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan
atau memesan reklame .
(2) Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
reklame
(3) Setiap penyelenggaraan reklame harus mendapat izin dari Kepala Daerah

Pasal 26

(1) Dasar pengenaan reklame adalah nilai sewa reklame


(2) Nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
pemasangan, lama pemasangan, nilai strategis, lokasi dan reklame.
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, maka nilai sewa reklame
dihitung berdasarkan pemasangan, pemeliharaan nilai strategis, lokasi dan jenis
reklame.
(4) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga maka nilai sewa reklame
ditentukan berdasarkan jumlah pembayaran untuk suatu masa pajak / masa
penyelenggaraan reklame dengan memperhatikan biaya pemasangan,
pemeliharaan nilai strategis, lokasi dan jenis reklame.
(5) Hasil perhitungan nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud (2) dinyatakan
dalam bentuk tabel dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 27

Tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh perseratus).

Pasal 28

Besarnya pokok pajak reklame yang tertuang dihitung dengan cara mengalikan pajak
sebagaimana dimaksud pada pasal 27 dengan dasar pengenaan sebagaimana
dimaksud pada pasal 26.

Pasal 29

(1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah


(2) Masa Pajak reklame adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu tahun
takwim
(3) Pajak reklame, tertuang dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan
penyelengaraan reklame dilakukan.

BAB VI
PAJAK PENERANGAN JALAN

Pasal 30

Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak kepada penggunaan tenaga
listrik

Pasal 31

(1) Objek pajak penerangan jalan adalah setiap penggunaan tenaga listrik dan PLN
dan bukuan PLN
(2) Dikecualikan dari objek penerangan jalan adalah :
a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah
daerah,
b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat – tempat yang digunakan oleh
keduataan, konsulat, perwakilan Asing dan lembaga – lembaga Internasional
dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara.
c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas
tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknik terkait.
d. Penggunaan tenaga listrik yang khusus digunakan oleh badan sosial untuk
kegiatan yang bersifat sosial.

Pasal 32
(1) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN
(2) Wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atua badan yang menjadi
pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik.

Pasal 33

(1) Dasar pengenaan Pajak Penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik
(2) Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan :
a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dan bukan PLN dengan
pembayaran nilai jual tenaga listrik adalah besarnya tagihan biaya
penggunaan listrik / rekening lsitrik
b. Dalam hal kapasitas listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak dipungut
bayaran, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia dan
penggunaan listrik atau taksiran penggunaan listrik dan harga satuan listrik
yang berlaku di Daerah.
(3) Harga satuan listrik sebagaimana dimaksudkan ayat 2 huruf b ditetapkan olh
Kepala Daerah dengan perpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku untuk
PLN.

Pasal 34

Tarif Pajak penerangan jalan ditetapkan sebagai berikut :


a. Penggunaan tenaga listrik, yang berasal dari PLN, bukan untuk industri sebesar
10 % (sepuluh perseratus)
b. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN, untuk industri sebagai berikut :
1. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 450 VA s/d
13,9 KVA sebesar 8 % (delapan perseratus)
2. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 14 VA s/d
24.999 KVA sebesar 4 % (empat perseratus)
3. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 25.000 KVA
keatas sebesar 1,5 % (satu koma lima persen)
c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN, bukan untuk industri
ditetapkan 8 % (delapan perseratus).
d. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN, untuk industri
ditetapkan sebagai berikut :
1. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 450 VA s/d
13,9 KVA sebesar 8 % (delapan perseratus)
2. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 14 KVA s/d
24.999 KVA sebesar 4 % (empat perseratus)
3. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 25.000 KVA
keatas sebesar 1,5 % (satu koma lima persen)

Pasal 35

Besarnya Pokok pajak penerangan jalan yang tertuang dihitung dengan cara
mengalihkan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 34 dengan dasar
pengenaan sebagaimana dimaksud pada pasal 33.

Pasal 36
(1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah tempat penggunaan tenaga listrik
(2) Masa pajak penerangan jalan adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu
(3) Pajak penerangan Jalan terutama masa pajak terjadi atau timbul pada saat
diterbitkannya SKPD.

BAB VII
PAJAK PARKIR

Pasal 37

Dengan nama pajak parkir dipungut pajak atas penyelenggaraan tempat parkir.

Pasal 28

(1) Objek Pajak parkir adalah setiap penyelengaraan tempat parkir diluar badan
jalan dan tempat khusus parkir oleh orang pribadi atau badan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termaduk penyediaan tempat penit9pan kendaraan bermotor dan garasi
kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
(2) Dikecualikan dari objek pajak parkir adalah
a. Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Daerah
b. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsultasi, perwakilan warga negara
asing dan lembaga – lembaga internasional dengan azas timbal balik
sebagaimana berlaku untuk pajak negara.

Pasal 39

(1) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran
atas tempat parkir
(2) Wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
tempat parkir
(3) Setiap penyelenggaraan tempat parkir harus mendapat izin dari Kepal Daerah
(4) Ketentuan tentang izin yang tersebut pada ayat 1 diatas diatur lebih lanjut dalam
satu peraturan Daerah tentang perizinan dan atau keputusan Kepala Daerah yang
mengaru untuk itu.

Pasal 40

(1) Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah penerimaan penyelenggaraan


parkir yang berasal dari pembayaraan atas yang seharusnya dibayar untuk
pemakaian tempat parkir sebagaimana ditetapkan dalam HTP.
(2) Besarnya pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakain tempat
parkir yang disebut dengan HTP sebagaimana ayat (1) tersebut diatas ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 41
Tarif pajak parkir adalah sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dario HTP.

Pasal 42

Besarnya Pokok Pajak parkir yang tertuang dihitung dengan cara mengalihkan tarif
pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 41 dengan dasar pengenaan sebagaimana
dimaksud pada pasal 40.

Pasal 43

(1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam Daerah


(2) Masa pajak Parkir adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwim
(3) Pajak parkir terutama dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan
pembayaran penggunaan tempat parkir dilakukan.

BAB VIII
PENDAFTARAN DAN PENDATAAN

Pasal 44

(1) Pendaftaran dilakukan terhadap wajib pajak yang berdomisili di dalam maupun
di luar Wilayah Daerah memiliki objek pajak di daerah.
(2) Kegiatan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diawali dengan
mempersiapkan formulir pendafataran dan diberikan kepada wajib pajak
(3) Wajib pajak wajib mengisi formulir pendaftaran dengan jelas, lengkap danbenar
serta mengembalikannya ke Dinas Pendapatan Daerah.
(4) Formulir pendaftaran yang dikembalikan oleh Wajib Pajak secara berurutan
yang digunakan sebagai nomor pokok wajib pajak Daerah (NPWPD) bagi wajib
Pajak.

Pasal 45

(1) setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD dan formulir lain yang disamakan
dengan itu.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat 1 harus diisi dengan jelas, benar dan
lengkap serta ditanda tangani oleh wajib pajak kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat 1 harus disampaikan kepada Daerah atau
pejabat selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa
pajak
(4) Bentuk isi dan pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan oleh kepala
Daerah.

BAB IX
PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK

Pasal 46
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) Kepala
Daerah atau pejabat menetapkan pajak tertuang dengan menerbitkan SKPD
atau yang dipersamakan dengan itu.
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau bayar setelah
lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dan
ditagih dengan menerbitkan SKPD

Pasal 47

(1) Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam
pasal 35 ayat 1 digunakan untuk menghitung memperhitungkan dan menetapkan
pajak sendiri yang tertuang
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima ) tahun sesudah saat tertuangnya pajak, Kepala
Daerah dapat menerbitkan
a. SKPDKB
b. SKPDKBT
c. SKPDN
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf a diterbitkan :
a. Apbila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
tertuang tidak atau kraung bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2 %(dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat di bayar untuk jangka waktu lama 24 (dua puluh empat) bulan
sejak saat tertuangnya pajak.
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan
dantelah di tegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau
terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan sejak saat tertuangkannya pajak
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang tertuang
dithitung secara jabatan dan kenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus)dari pokok pajak ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2 %(dua perseratus) sebulan dihitung
dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat tertuangkannya pajak
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf b diterbitkan apabila
ditemukan data baru yang semula terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang tertuang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100 % (seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut.
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila
jumlah pajak tertuang sama besarnya dengan jumlah pajak yang telah distorkan.
(6) Apabila kewajiban membayar pajak tertuang dalam SKPDKB dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf a dan b atau tidak sepuhnya dibayar
dalam jangka waktu yang ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus)
sebulan.
(7) Penambahan jumlah pajak yang tertuang sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak
dieknakan pada wajib pajak apabila melaporkan sendiri sebelum dilakukan
pemeriksaan
BAB X
TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 48

(1) pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh
Kepala Daerah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPTPD,
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD .
(2) Apabila pembayaran pajak diditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat – lambatnya 1 x 24 jam atau dalam
waktu yang ditentukan oleh Kepala Daerah.
(3) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud apda ayat (1) dan (2) dilakukan
dengan menggunakan SSPI
(4) Pembayaran pajak dengan sistem pembayaran sendiri, dilakukan di Kas Daerah
atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah pada tanggal 7, 14, 21 dan
28 berdasarkan SPTPD atau pajak yang telah dipungut dalam masa pajak,
bilamana tanggal tersebut jatuh pada hari libur maka jadwal pembayaran
dimundurkan pada tanggal berikutnya

Pasal 49

(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas


(2) Kepala Daerah atau pejabat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
mengangsur pajak tertutang dalam kurun waktu terutama setelah memenuhi
persyaratan yang dtentukan.
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dilakukan secara teratur dan berturut – turut dengan kenakian bunga sebesar 2 %
(dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(4) Kepala Daerah atau pejabat dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak
untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah
memenuhi persayaratan yang dikenakan bunga sebesar 2 % (dua perseratus)
sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara
pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
danayat (4), ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat.

Pasal 50

(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diberikan


tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam bukti penerimaan.
(2) Bentuk jenis, isi dan ukuran tanda bukti pembayaran dan bukti penerimaan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB XI
TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN

Pasal 51
(1) SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD dicatat buku menurut jenis
pajak sesuai dengan NPWPD
(2) Besarnya penetapan dan penerimaan pajak dihimpun dalam buku janis pajak
dan atas dasar buku jenis dibuat daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan
perjenis pajak
(3) Berdasarkan daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan dibuat laporan
realisasi penerimaan dan tunggakan per jenis pajak sesuai dengan masa pajak.

BAB XII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 52

(1) Surat teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal
tindak pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau Surat lain yang sejenisnya, wajib pajak harus melunasi pajak
yang terutang.
(3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat.

Pasal 53

(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka
waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenisnya, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat
paksa.
(2) Pejabat menerbitakan Surat paksa segara setalah lewat 21 (dua puluh satu) hari
sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis

Pasal 54

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam
sesudah tanggal pemberitahuan Surat paksa, pejabat segara menerbitkan surat perintah
melaskanakan penyitaan.

Pasal 55

Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya,
setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah
melaksanakan Penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal
pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.

Pasal 56

Setalah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan
lelang, juru sita memberitahukan dengan segara secara tertulis kepada Wajib pajak
Pasal 57

Bentuk , jenis dan formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak
daerah ditetapkan oleh kepala Daerah.

BAB XIII
PENGURANGAN KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK

Pasal 58

(1) Kepala Daerah atau Pejabat berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat
memberikan pengurangan keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangannya, keringanan dan pembebasan pajak
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB XIV
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN
PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 59

(1) Kepala Daerah atau Pejabat karena jabatannya atas permohonan wajib pajak
dapat
a. Menerbitkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam
penerbitanya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung danatau kekeliruan
dalam penerapan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah .
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar
c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda
dan kenaikan pajak yang tertuang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena
kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan
atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT
atau STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara
tertulis oleh wajib pajak kepada Kepala Daerah atau pejabat selambat –
lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal diterima SKPD atau SKPDKB atau
SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas
(3) Kepala Daerah atau Pejabat paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan
keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3)
Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan
pembentulan, pembatalan pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.

BAB XV
KEBERATAN DAN BANDUNG
Pasal 60

(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatannya hanya kepada Kepala Daerah atau
Pejabat atas suatu :
a. SKPD
b. SKPDKB
c. SKPDKBT
d. SKPDLB
e. SKPDN
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima
oleh wajib Pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan.
(3) Kepala Daerah atau pejabat dalam rangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) Kepala Daerah atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan
keberatan dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini tidak
menunda kewajiban membayar pajak

Pasal 61

(1) Wajib pajak padapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya Keputusan
Keberatan.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda
kewajiban membayar pajak.

Pasal 62

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 atau banding


sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2
% (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB XVI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 63

(1) wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan


pembayaran kepada kepala Daerah atau pejabat secara tertulis dengan
menyebutkan sekurang – kurangnya :
a. nama dan alamat wajib pajak
b. Masa pajak
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak
d. Alasan yang jelas
(2) Kepala Daerah atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas )
bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan, pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui
Kepala Daerah atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB
harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan
(4) Apabila wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk
melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua)
bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
(6) Apabila Pengembangan kelebihan pembayaran pajak dilakukan stelah lewat 2
(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Kepala Daerah atau pejabat
memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.

Pasal 64

Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya,


sebagaiamana dimaksud dalam pasal 63 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara
pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XVII
KADALUARSA

Pasal 65

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluarsa setalah melampaui jangka
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila
wajib pajak melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan daerah :
(2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh
apabila :
a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau
b. Ada pengakuan hutang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak
langsung.

BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 66

(1) Wajib pajak yang karena tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak yang terutang.
(2) Wajib pajak yang dengan menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana kurungan paling lama 2
(dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang
tertuang.

Pasal 67

Tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 64 tidak dituntut setelah


melampau jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak.

BAB XIX
PENYIDIKAN

Pasal 68

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintahan Daerah


diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dibanding perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang -
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana perpajakan daerah tersebut
c. Meminta keternagan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebutr.
d. Memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah tersebut.
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen – dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap lahan bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang perpajakan daerah tersebut
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas seseorang dan atau dokumen yang dibawea sebagaimana dimaksud
pada huruf e.
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
j. Menghentikan penyidikan
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancartan panyidikan tindak
pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertangung
jawabkan
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan penyampaian hasil penyidikan kepada penuntut umum, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang No. 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 69

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kota Medan
No. 4 Tahun 2002 tentang Pajak Daerah Kota Medan dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku lgi.
(2) Apabila wajib pajak belum membayar atau melunasi pajak terutang yang telah
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah yang sebelumnya telah ada maka pajak
tersebut ditagih berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(3) Hal – hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur
kemudian dengan Keputusan Kepala Daerah sepanjang menyangkut tehnis
pelaksanaannya.
(4) Terhadap petugas pemungut atau Dinas Pengelola Pajak Daerah diberikan upah
pungut, yang besar dan atat caranya akan ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
(5) Peraturan Daerah ini disebut Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah Kota
Medan.

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, agar supaya setiap
orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Medan.

Ditetapkan di Medan
Pada tanggal 23 Desember 2003

WALIKOTA MEDAN

Dto.
Drs. H. ABILLAH, AK, MBA

Diundangkan dalam lembaran Daerah Kota Medan


Nomor : 1 seri : B
Tanggal : 23 Desember 2003

SEKRETARIS DAERAH KOTA MEDAN

Drs. H. RAMLI, MM
PEMBINA UTAMA MUDA
NIP. 400023264

Anda mungkin juga menyukai