PERDA PemkoMedan PajakDaerah
PERDA PemkoMedan PajakDaerah
TENTANG
WALIKOTA MEDAN
Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Pajak Daerah Kota Medan selama ini
telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No.
4 tahun 2002.
b. bahwa dengan berkembangnya situasi dan kondisi Kota Medan
serta dinamisasi perekonomian masyarakat, khususnya
perusahaan industri yang menggunakan tenaga listrik,
dipandang perlu merevisi Peraturan Daerah No. 4 tahun 2002
dimaksud khusus yang berkaitan dengan Pajak Penerangan
Jalan.
c. bahwa untuk memenuhi maksud tersebut diatas, perlu
meningkatkan satu Persatuan Daerah.
Dengan Persetujuan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PAJAK HOTEL
Pasal 2
Pasal 3
(1) Objek Pajak Hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran
di hotel termasuk :
a. fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk
pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggarahan (hostel) losmen
dan rumah penginapan. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah
kos dengan jumlah kamar minimal 10 (sepuluh) atau lebih yang menyediakan
fasilitas seperti rumah penginapan.
b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atautinggal
jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan antara
lain telepon, faksimili, teleks, fitocopy, pelayanan cuci, setrika, taksi dan
pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.
c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel,
bukan untuk umum antara lain pusat kebugaran, pub, diskotic, yang
disediakan atau dikelola hotel
d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel
e. Penjualan makanan dan atau minuman ditempat yang disetai dengan fasilitas
penyantapannya di Hotel.
(2) Dikecualikan dari Objek Pajak Hotel adalah :
a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal
lainnya baik bangunan, pekarangan dan menagementnya yang tidak menyatu
dengan hotel.
b. Pelayanan tinggal d Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil i asrama dan pondok pesantren
c. Fasilitas olahraga dan hiburan disediakan di Hotal yang dipergunakan oleh
bukan tamu Hotel dengan pembayaran.
d. Pertokoan, perbankan, perkantoran, salon yang dipakai oleh umum di Hotel
e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat
dimanfaatkan oleh umum.
Pasal 4
(1) Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas
pelayanan
(2) Wajib Pajak Hotel adalah Pengusaha Hotel sebagaimana tersebut pada pasal 3
ayat (1)
Pasal 5
Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada
Hotel
Pasal 6
Pasal 7
Besarnya Pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung cara mengalikan tarif pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud
pada pasal 5.
Pasal 8
BAB III
PAJAK RESTORAN
Pasal 9
Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajaka atas setiap pelayanan di Restoran
Pasal 10
(1) Objek Pajak restoran adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan
pembayaran di Restoran termaduk bar, café, rumah makan, Buffet, kantin, kedai
nasi/kopi dan meliputi penjualan makanan / minumandi tempat yang disertai
tempat penyantapan mapun yang diantar / dibawa pulang (take away).
(2) Dikecualikan dari objek Pajak restoran adalah :
a. Pelayanan jasa boga / ketering
b. Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau Rumah makan yang pendapatan
brutonya tidak melebihi batas Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan
c. Penjualan makanan dan atau minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas
penyantapan di Hotel.
Pasal 11
(1) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran atas pelayanan Restoran.
(2) Wajib pajak restoran adalah pengusaha restoran sebagaimana tersebut pada
pasal 10 ayat (1)
Pasal 12
Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada
restoran
Pasal 13
Pasal 14
Besarnya Pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 13 dengan dasar pengenaan sebagaimana
dimaksud pada pasal 12.
Pasal 15
BAB IV
PAJAK HIBURAN
Pasal 16
Dengan nama Pajak Hiburan, dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan Hiburan.
Objek Pajak Hiburan adalah setiap penyelenggarakan hiburan berupa :
a. Pertunjukkan Film
b. Pertunjukan kesenian, sirkus, pameran seni, Busana, Kecantikan dan sejenisnya
c. Pertunjukan musik dan tari
d. Discotik
e. Karaoke
f. Klab malam
g. Permainan Billayard
h. Permainan Ketangkasan, taman hiburan keluarga, permainan anak – anak, vidio
game, play station dan sejenisnya.
i. Pantai pijat, salon kecantikan dan wisma pangkas.
j. Mandi uap dan sejenisnya
k. Pertandingan olahraga
l. Taman rekreasi, kolam renang, kolam pemancingan dan sejenisnya
m. Persewaan permainan Internet
Pasal 18
(1) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau
menikmati hiburan
(2) Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
hiburan.
Pasal 19
Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan sebagaimana ditetapkan dalam
HTM.
Pasal 20
Tarif pajak hiburan adalah untuk setiap jenis hiburan yang ditetapkan sebagai berikut :
a. Pertunjukkan di Bioskop
b. Ketentuan klasmen dan besarnya harga tanda masuk untuk masing – masing
Bioskop di Kota Medan akan ditetapkan lebih lanjtu dengan Surat Keputusan
Kepala Dinas
c. Tata cara pengadaan / perforsi tanda masuk / karcis tontonan dan pembayaran
dimuka (PDM) Pajak Hiburan Tetap dan insidentil dakan ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala Daerah.
d. Untuk pertunjukan keseniian, antara lain kesenian tradisional, pertunjukan sirkus,
pameran seni:
1. Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 15 % (lima belas
perseratus) dari HTM
2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 10 % (sepuluh perseratus)
dari HTM.
e. Untuk pameran Busana, Konteks kecantikan, pertunjukan / pagelaran musik dan
tari
1. Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 25 % (dua puluh
lima perseratus) dari HTM
2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 20 % (dua puluh
perseratus) dari HTM.
f. Untuk discotik, disco, bar, karaoke, klab malam dan sejenisnya ditetapkan sebesar
30 % (tiga puluh perseratus) dari HTM atau jumlah pembayaran untuk menonton
dan atau menikmati hiburan di luar harga makanan / minuman yang telah
dikenakan Pajak Hotel dan atau Pajak Restoran.
g. Untuk diskotiq, Disco, Bar, Klab malam yang tidak menggunakan tanda masuk
dan atau tidak membayar untuk menonton atau menikmati hiburan dipungut pajak
sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) untuk setiap pengunjung diluar harga
makanan / minuman yang telah dikenakan Pajak Hotel dan atau Pajak Restoran.
h. Untuk permainan Billayard
1. Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh
perseratus) dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan
2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 15 % (lima belas
perseratus) dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan.
i. Untuk permainan ketangkasan, Taman Hiburan Keluarga, Permainan anak – anak
antara lain Vidio game, play station, mini train, kuda pusing, sampan pusing,
speed boat, bom-bom car dan sejenisnya dipungut sebesar 20 % (dua puluh
perseratus) dari HTM atau harga koin
j. Usaha jasa panti pijat, mandi uap dan sejenisnya dipungut pajak sebesar 20 %
(dua puluh perseratus) dari HTM per jam, salon kecantikan dipungut pajak
sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari jumlah pembayaran
k. Pertunjukan pertandingan olah raga antar klub dalam negeri dipungut pajak
sebesar 15 % (lima belas perseratus) dari HTM, sedangkan pertandingan olahraga
dengan dukungan antar bangsa dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh perseratus
) dari HTM.
l. Taman rekreasi, kolam renang, pancintg dan sejenisnya dipungut pajak sebesar 10
(sepuluh perseratus ) dari HTM.
m. Untuk jenis Hiburan yang tidak menggunakan Tanda Masuk dipungut pajak
sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari jumlah pembayaran.
n. Untuk persewaan permainan internet dipungut sebesar 10 % (sepuluh perseratus)
dari nilai sewa perjam
Pasal 21
Besarnya pokok pajak Hiburan yang tertuang dengan cara mengalikan tarif pajak
sebagaimana dimaksud pada pasal 20 masing – masing dari setiap jenis dengan dasar
pengenaan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 19.
Pasal 22
BAB V
PAJAK REKLAME
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
(1) Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan
atau memesan reklame .
(2) Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
reklame
(3) Setiap penyelenggaraan reklame harus mendapat izin dari Kepala Daerah
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Besarnya pokok pajak reklame yang tertuang dihitung dengan cara mengalikan pajak
sebagaimana dimaksud pada pasal 27 dengan dasar pengenaan sebagaimana
dimaksud pada pasal 26.
Pasal 29
BAB VI
PAJAK PENERANGAN JALAN
Pasal 30
Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak kepada penggunaan tenaga
listrik
Pasal 31
(1) Objek pajak penerangan jalan adalah setiap penggunaan tenaga listrik dan PLN
dan bukuan PLN
(2) Dikecualikan dari objek penerangan jalan adalah :
a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah
daerah,
b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat – tempat yang digunakan oleh
keduataan, konsulat, perwakilan Asing dan lembaga – lembaga Internasional
dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara.
c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas
tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknik terkait.
d. Penggunaan tenaga listrik yang khusus digunakan oleh badan sosial untuk
kegiatan yang bersifat sosial.
Pasal 32
(1) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN
(2) Wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atua badan yang menjadi
pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik.
Pasal 33
(1) Dasar pengenaan Pajak Penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik
(2) Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan :
a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dan bukan PLN dengan
pembayaran nilai jual tenaga listrik adalah besarnya tagihan biaya
penggunaan listrik / rekening lsitrik
b. Dalam hal kapasitas listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak dipungut
bayaran, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia dan
penggunaan listrik atau taksiran penggunaan listrik dan harga satuan listrik
yang berlaku di Daerah.
(3) Harga satuan listrik sebagaimana dimaksudkan ayat 2 huruf b ditetapkan olh
Kepala Daerah dengan perpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku untuk
PLN.
Pasal 34
Pasal 35
Besarnya Pokok pajak penerangan jalan yang tertuang dihitung dengan cara
mengalihkan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 34 dengan dasar
pengenaan sebagaimana dimaksud pada pasal 33.
Pasal 36
(1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah tempat penggunaan tenaga listrik
(2) Masa pajak penerangan jalan adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu
(3) Pajak penerangan Jalan terutama masa pajak terjadi atau timbul pada saat
diterbitkannya SKPD.
BAB VII
PAJAK PARKIR
Pasal 37
Dengan nama pajak parkir dipungut pajak atas penyelenggaraan tempat parkir.
Pasal 28
(1) Objek Pajak parkir adalah setiap penyelengaraan tempat parkir diluar badan
jalan dan tempat khusus parkir oleh orang pribadi atau badan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termaduk penyediaan tempat penit9pan kendaraan bermotor dan garasi
kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
(2) Dikecualikan dari objek pajak parkir adalah
a. Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Daerah
b. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsultasi, perwakilan warga negara
asing dan lembaga – lembaga internasional dengan azas timbal balik
sebagaimana berlaku untuk pajak negara.
Pasal 39
(1) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran
atas tempat parkir
(2) Wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
tempat parkir
(3) Setiap penyelenggaraan tempat parkir harus mendapat izin dari Kepal Daerah
(4) Ketentuan tentang izin yang tersebut pada ayat 1 diatas diatur lebih lanjut dalam
satu peraturan Daerah tentang perizinan dan atau keputusan Kepala Daerah yang
mengaru untuk itu.
Pasal 40
Pasal 41
Tarif pajak parkir adalah sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dario HTP.
Pasal 42
Besarnya Pokok Pajak parkir yang tertuang dihitung dengan cara mengalihkan tarif
pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 41 dengan dasar pengenaan sebagaimana
dimaksud pada pasal 40.
Pasal 43
BAB VIII
PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
Pasal 44
(1) Pendaftaran dilakukan terhadap wajib pajak yang berdomisili di dalam maupun
di luar Wilayah Daerah memiliki objek pajak di daerah.
(2) Kegiatan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diawali dengan
mempersiapkan formulir pendafataran dan diberikan kepada wajib pajak
(3) Wajib pajak wajib mengisi formulir pendaftaran dengan jelas, lengkap danbenar
serta mengembalikannya ke Dinas Pendapatan Daerah.
(4) Formulir pendaftaran yang dikembalikan oleh Wajib Pajak secara berurutan
yang digunakan sebagai nomor pokok wajib pajak Daerah (NPWPD) bagi wajib
Pajak.
Pasal 45
(1) setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD dan formulir lain yang disamakan
dengan itu.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat 1 harus diisi dengan jelas, benar dan
lengkap serta ditanda tangani oleh wajib pajak kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat 1 harus disampaikan kepada Daerah atau
pejabat selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa
pajak
(4) Bentuk isi dan pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan oleh kepala
Daerah.
BAB IX
PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 46
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) Kepala
Daerah atau pejabat menetapkan pajak tertuang dengan menerbitkan SKPD
atau yang dipersamakan dengan itu.
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau bayar setelah
lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dan
ditagih dengan menerbitkan SKPD
Pasal 47
(1) Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam
pasal 35 ayat 1 digunakan untuk menghitung memperhitungkan dan menetapkan
pajak sendiri yang tertuang
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima ) tahun sesudah saat tertuangnya pajak, Kepala
Daerah dapat menerbitkan
a. SKPDKB
b. SKPDKBT
c. SKPDN
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf a diterbitkan :
a. Apbila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
tertuang tidak atau kraung bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2 %(dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat di bayar untuk jangka waktu lama 24 (dua puluh empat) bulan
sejak saat tertuangnya pajak.
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan
dantelah di tegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau
terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan sejak saat tertuangkannya pajak
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang tertuang
dithitung secara jabatan dan kenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus)dari pokok pajak ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2 %(dua perseratus) sebulan dihitung
dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat tertuangkannya pajak
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf b diterbitkan apabila
ditemukan data baru yang semula terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang tertuang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100 % (seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut.
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila
jumlah pajak tertuang sama besarnya dengan jumlah pajak yang telah distorkan.
(6) Apabila kewajiban membayar pajak tertuang dalam SKPDKB dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf a dan b atau tidak sepuhnya dibayar
dalam jangka waktu yang ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus)
sebulan.
(7) Penambahan jumlah pajak yang tertuang sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak
dieknakan pada wajib pajak apabila melaporkan sendiri sebelum dilakukan
pemeriksaan
BAB X
TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 48
(1) pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh
Kepala Daerah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPTPD,
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD .
(2) Apabila pembayaran pajak diditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat – lambatnya 1 x 24 jam atau dalam
waktu yang ditentukan oleh Kepala Daerah.
(3) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud apda ayat (1) dan (2) dilakukan
dengan menggunakan SSPI
(4) Pembayaran pajak dengan sistem pembayaran sendiri, dilakukan di Kas Daerah
atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah pada tanggal 7, 14, 21 dan
28 berdasarkan SPTPD atau pajak yang telah dipungut dalam masa pajak,
bilamana tanggal tersebut jatuh pada hari libur maka jadwal pembayaran
dimundurkan pada tanggal berikutnya
Pasal 49
Pasal 50
BAB XI
TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN
Pasal 51
(1) SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD dicatat buku menurut jenis
pajak sesuai dengan NPWPD
(2) Besarnya penetapan dan penerimaan pajak dihimpun dalam buku janis pajak
dan atas dasar buku jenis dibuat daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan
perjenis pajak
(3) Berdasarkan daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan dibuat laporan
realisasi penerimaan dan tunggakan per jenis pajak sesuai dengan masa pajak.
BAB XII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 52
(1) Surat teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal
tindak pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau Surat lain yang sejenisnya, wajib pajak harus melunasi pajak
yang terutang.
(3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat.
Pasal 53
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka
waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenisnya, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat
paksa.
(2) Pejabat menerbitakan Surat paksa segara setalah lewat 21 (dua puluh satu) hari
sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis
Pasal 54
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam
sesudah tanggal pemberitahuan Surat paksa, pejabat segara menerbitkan surat perintah
melaskanakan penyitaan.
Pasal 55
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya,
setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah
melaksanakan Penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal
pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 56
Setalah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan
lelang, juru sita memberitahukan dengan segara secara tertulis kepada Wajib pajak
Pasal 57
Bentuk , jenis dan formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak
daerah ditetapkan oleh kepala Daerah.
BAB XIII
PENGURANGAN KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 58
(1) Kepala Daerah atau Pejabat berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat
memberikan pengurangan keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangannya, keringanan dan pembebasan pajak
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XIV
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN
PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 59
(1) Kepala Daerah atau Pejabat karena jabatannya atas permohonan wajib pajak
dapat
a. Menerbitkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam
penerbitanya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung danatau kekeliruan
dalam penerapan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah .
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar
c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda
dan kenaikan pajak yang tertuang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena
kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan
atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT
atau STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara
tertulis oleh wajib pajak kepada Kepala Daerah atau pejabat selambat –
lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal diterima SKPD atau SKPDKB atau
SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas
(3) Kepala Daerah atau Pejabat paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan
keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3)
Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan
pembentulan, pembatalan pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XV
KEBERATAN DAN BANDUNG
Pasal 60
(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatannya hanya kepada Kepala Daerah atau
Pejabat atas suatu :
a. SKPD
b. SKPDKB
c. SKPDKBT
d. SKPDLB
e. SKPDN
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima
oleh wajib Pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan.
(3) Kepala Daerah atau pejabat dalam rangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) Kepala Daerah atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan
keberatan dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini tidak
menunda kewajiban membayar pajak
Pasal 61
(1) Wajib pajak padapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya Keputusan
Keberatan.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda
kewajiban membayar pajak.
Pasal 62
BAB XVI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 63
Pasal 64
BAB XVII
KADALUARSA
Pasal 65
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluarsa setalah melampaui jangka
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila
wajib pajak melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan daerah :
(2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh
apabila :
a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau
b. Ada pengakuan hutang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak
langsung.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 66
(1) Wajib pajak yang karena tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak yang terutang.
(2) Wajib pajak yang dengan menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana kurungan paling lama 2
(dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang
tertuang.
Pasal 67
BAB XIX
PENYIDIKAN
Pasal 68
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kota Medan
No. 4 Tahun 2002 tentang Pajak Daerah Kota Medan dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku lgi.
(2) Apabila wajib pajak belum membayar atau melunasi pajak terutang yang telah
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah yang sebelumnya telah ada maka pajak
tersebut ditagih berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(3) Hal – hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur
kemudian dengan Keputusan Kepala Daerah sepanjang menyangkut tehnis
pelaksanaannya.
(4) Terhadap petugas pemungut atau Dinas Pengelola Pajak Daerah diberikan upah
pungut, yang besar dan atat caranya akan ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
(5) Peraturan Daerah ini disebut Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah Kota
Medan.
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, agar supaya setiap
orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Medan.
Ditetapkan di Medan
Pada tanggal 23 Desember 2003
WALIKOTA MEDAN
Dto.
Drs. H. ABILLAH, AK, MBA
Drs. H. RAMLI, MM
PEMBINA UTAMA MUDA
NIP. 400023264