TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Surfaktan
Surfaktan atau surface active agent adalah molekul-molekul yang
mengandung gugus hidrofilik (suka air) dan lipofilik (suka minyak/lemak) pada
molekul yang sama (Sheat dan Foster, 1997). Surfaktan terbagi menjadi dua
bagian yaitu kepala dan ekor. Gugus hidrofilik berada di bagian kepala (polar) dan
lipofilik di bagia ekor (non polar) (Gambar 1). Bagian polar molekul surfaktan
dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Umumnya bagian non polar (lipofilik)
adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar
(hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.
3
4
gugus hidrofobik dan akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. MES
memenuhi kondisi itu karena MES dari minyak nabati mengandung C10-C18.
Pengembangan surfaktan MES makin meningkat dengan terjadinya
peningkatan ketersediaan bahan baku MES berupa ME yang dihasilkan dari
produksi biodiesel (Ahmad et al, 2007). Beberapa industri telah mengadopsi MES
dengan pertimbangan :
1. Peningkatan jumlah produsen/pabrik biodiesel di Asia Tenggara akan
membuat ketersediaan bahan baku produksi MES dengan jumlah besar di
masa depan
2. Peningkatan harga surfaktan berbahan baku minyak bumi menyebabkan
penggunaan surfaktan MES semakin menarik secara ekonomi
3. Perkembangan teknologi yang dicapai pada proses MES telah mendorong
peningkatan kualitas MES keamanan proses produksi, dan pengurangan biaya
proses produksinya
Produksi MES skala pilot yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
menggunakan bahan baku yang beragam. Procter and Gamble (P&G)
menggunakan ME C12-14, Henkel dan Chengdu Nymph menggunakan ME C16-
18 dan Emery menggunakan methyl tallowate (MacArthur et al., 2000). Bahan
baku yang beraneka ragam menghasilkan produk berupa surfaktan MES dengan
kualitas dan kuantitas yang beraneka ragam pula (Tabel 2 dan Tabel 3).
10
Kualitas MES yang berbeda menyebabkan komposisi dari MES juga berbeda,
komposisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
berasal dari inti/biji (kernel) (Gambar 5). Minyak kelapa sawit yang dihasilkan
dari sabut dikenal dengan crude palm oil (CPO) dan dari biji disebut minyak inti
sawit atau palm kernel oil (PKO). Minyak inti sawit (PKO) memiliki karakteristik
yang sangat berbeda dengan minyak sawit (CPO).
CPO diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang telah
mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi. Minyak
ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai tambah sekitar
30% dari nilai tandan buah segar. Komponen asam lemak dominan pada CPO
adalah asam palmitat dan oleat. Palm Kernel Oil (PKO) diperoleh dari bagian
kernel buah kelapa sawit dengan cara pengepresan. Komponen asam lemak
dominan penyusun PKO adalah asam laurat, miristat dan oleat.
Minyak inti sawit memiliki kandungan asam laurat yang sangat tinggi dengan titik
leleh yang tinggi sedangkan minyak sawit didominasi asam palmitat (Tabel 4.)
dengan kisaran antara titik leleh dengan titik lunak (softening point) yang sangat
jauh (Brian, 2000).
12
sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan
dalam laboratorium kimia
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Natrium hidroksida bersifat
lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas.
Natrium hidroksida sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan. Natrium hidroksida juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun
kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH.
Natrium hidroksida tidak larut dalam dietil eter dan pelarut nonpolar lainnya.
Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.
Pada proses pembuatan surfaktan MES dari minyak kelapa sawit, natrium
hidroksida berfungi sebagai katalis pada proses transesterifikasi yang
mengkonversi minyak menjadi metil ester. Selain itu natrium hidroksida juga
berfungsi penetral MES hasil sulfonasi. Beberapa sifat natrium hidroksida antara
lain:
dengan suhu yang cukup tinggi untuk mengkonversi senyawa kimia yang
bertanggung jawab terhadap warna gelap dari methyl ester sulfonic acid
(MESA) dan secara efektif dapat mengurangi warna gelap tersebut. Setelah
bleaching, MESA yang sudah lebih terang warnanya dinetralisasi dengan
NaOH lalu dikeringkan dan alkoholnya di-recycle. Ciri khas dari metode ini
terdapatnya tahap pengeringan/ stripping untuk mengurangi kadar air dan
kadar metanol dari produk yang dihasilkan. Hasil akhirnya berupa padatan
berwarna lebih terang, biasanya dalam bentuk flakes atau needles yang dapat
diterapkan dalam pembuatan deterjen bubuk maupun batangan. Proses ini
paling rumit namun menghasilkan kadar MES tertinggi dalam produk
yang cukup besar selama proses netralisasi, maka residu alkohol yang
dihasilkan juga lebih besar dibandingkan dengan metode lain (Hovda, 1997).
4. Vessel Reaction Method
Ciri dari proses ini adalah pemakaian reaktor tangki berpengaduk dalam
proses sulfonasinya. Proses ini dilengkapi dengan penggunaan color
inhibitor sehingga produk yang dihasilkan memiliki warna yang sangat
terang, mendekati putih dan tahap deodorisasi yang menghasilkan produk
dengan kadar bau yang rendah. Residu metanol dan residu hidrogen
peroksida dalam produk sangat rendah sehingga tidak perlu dilakukan
recovery metanol. Hal ini membuat proses ini menjadi sederhana (Tano,
2003).
5. New Sulfonation Process
Proses sulfonasi dilakukan dalam double cylinder falling film. Pembentukan
lapisan tipis yang seragam dalam dinding reaktor menghasilkan reaksi yang
seragam dapat dilakukan. Produk sulfonasi dimasukkan ke dalam unit
esterifikasi dan bleaching setelah dilakukan digesting. \Produk yang telah
dikelantang lalu dinetralisasi dengan penambahan NaOH. Metanol dalam
pasta MES diuapkan dan di-recovery dalam metanol recovery unit untuk
dipakai kembali (Yamane et.al., 1990).
metanol, gliserol, dan sabun). Metil ester dapat dibuat dengan proses esterifikasi
dan transesterifikasi tergantung kandungan FFA yang terdapat pada CPO.
2.5.1.1 Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi untuk mengubah senyawa karboksilat menjadi
senyawa ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam
lemak bebas dengan alkohol membentuk ester dan air. Pada tahap ini merupakan
tahapan awal menggunakan katalis asam untuk menurunkan kadar asam lemak
bebas hingga ±3%. Asam sulfat (sulphuric acid) 0,7% berat reaktan dan alkohol
umumnya metanol dengan rasio molar antara alkohol dan minyak sebesar 4:1
terbukti memberikan hasil konversi yang baik. Selain untuk menurunkan kadar
asam, perlu dilakukan pengurangan kadar air. (Bouaid, dkk, 2005 : 65)
Pada proses esterifikasi katalis yang banyak digunakan pada awalnya
adalah katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organik, seperti H2SO4,
HF, H3PO4 dan RSO3H. Katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi adalah katalisator
positif karena berfungsi untuk mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan
lambat. H2SO4 juga merupakan katalisator homogen karena membentuk satu fase
dengan pereaksi (fase cair). Pemilihan penggunaan asam sulfat (H2SO4) sebagai
katalisator dalam reaksi esterifikasi dikarenakan beberapa faktor Menurut Anonim
(2007), diantaranya :
1. Asam Sulfat merupakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi;
2. Asam sulfat selain bersifat asam juga merupakan agen pengoksidasi yang
kuat;
3. Asam sulfat dapat larut dalam air pada semua kepekatan;
4. Reaksi antara asam sulfat dengan air adalah reaksi eksoterm yang kuat;
5. Jika air ditambahkan asam sulfat pekat maka ia mampu mendidih;
6. Karena afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan
bagian terbesar uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab;
7. Konsentrasi ion H+ berpengaruh terhadap kecepatan reaksi;
8. Asam sulfat pekat mampu mengikat air (higroskopis), jadi untuk reaksi
setimbang yang menghasilkan air dapat menggeser arah reaksi ke kanan
(ke arah produk).
18
… (1)
Molekul triglliserida pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan tiga
asam lemak. Transformasi kimia lemak menjadi biodiesel melibatkan
transesterifikasi spesies gliserida dengan alkohol membentuk alkil ester. Diantara
19
alkohol yang mungkin digunakan, metanol lebih banyak digunakan dalam proses
transesterifikasi, hal ini dikarenakan metanol mudah didapat dan harganya yang
lebih murah dibandingkan alkohol lain (Lotero et al., 2004; Meher et al., 2004)
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan
agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa
kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang kecil. Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari
air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis
menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar
tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1
mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat
menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin
banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga
akan semakin bertambah.
3. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
4. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida
(KOCH3). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang
maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis
20
yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium
metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
5. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah
dihilangkan getahnya dan disaring.
6. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik
didih metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.
Selain itu kualitas metil ester yang dihasilkan dipengaruhi oleh kualitas
bahan baku minyak (feedstock), komposisi asam lemak dari minyak, proses
produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-
produksi seperti kontaminan (Gerpen, 2004). Kontaminan tersebut diantaranya
adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserol bebas, gliserol terikat, alkohol, FFA,
sabun, residu katalis (Gerpen, 1996)
Menurut (Rahmadi, 2006) kondisi yang harus dipenuhi untuk reaksi
transesterifikasi yaitu :
1. Temperatur: 25-60°C
2. Kualitas metanol: mendekati 100%
3. Excess metanol dengan perbandingan 6:1 mol
4. Katalis basa: NaOH (98%), NaMethylate, KOH
5. Berat katalis: 3% berat minyak
6. Bahan penetral: asam sulfat 98% (2% berat minyak)
7. Lama reaksi: 2 jam untuk konversi 98%
1. Sulfonasi
2. Pengelentangan (bleaching)
3. Netralisasi
4. Pengeringan atau stripping
H H 2 H 1
Metil ester tidak jenuh
H H H H H H O
| | | | | | ||
H – C – C – C – C – C – C – CH2 – C – OCH3 …(3)
| | | | | |
H H H H H H 1
Metil ester jenuh
melakukan reaksi sulfonasi metil ester tidak jenuh dengan NaHSO3 sebagai agen
pensulfonasi (Alamanda, 2007) (Gambar 8).
O O
|| ||
R – CH – CH – C - OCH3 + NaHSO3 R – CH – CH – C - OCH3 …(4)
|
SO3Na
Metil Ester Natrium bisulfit Metil ester sulfonat
Hovda, (1996) melakukan reaksi pembuatan MES dengan gas SO3 sebagai
agen pensulfonasi terhadap metil ester RCH2COOCH3. Hovda, (1996) juga
menyatakan, bahwa keberadaan air pasti ada selama proses pembuatan MES dapat
menghidrolisis metil ester sulfonat menghasilkan asam karboksilat sulfonat.
Selain itu MES juga dapat disintesa dengan mereaksikan asam sulfat dengan
metil ester hasil transesterifikasi dengan produk samping berupa H2O atau air
(Gambar 9).
O O
|| ||
R – CH – CH – C - OCH3 + H2SO4 R – CH – CH – C - OCH3 + H2O
…(5)
|
SO3H
Metil Ester Metil Ester Sulfonat
Gambar 9. Reaksi Sulfonasi Metil Ester dengan Agen Pensulfonasi H2SO4
Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor yaitu karakteristik dan kualitas
produk akhir yang diinginkan, kapasitas produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia,
biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan
limbah hasil proses
2. Pengelentangan (Bleaching)
Setelah proses sulfonasi, metanol (30% berat basis MESA) dan hidrogen
23
peroksida (3% berat basis MESA) ditambahkan ke produk hasil sulfonasi yang
diatur pada 75ºC. (Sheats dan Foster, 1997). Penambahan metanol pada tahap ini
dapat meningkatkan perolehan MES dari umpan ME sebesar 15-20% (Hovda,
1997). Terdapat banyak reaksi yang terlibat dalam proses ini (Gambar 10).
Pengelantangan asam ini membutuhkan waktu sekitar 1,3 jam (78 menit) dengan
proses yang diatur secara independen pada tekanan minimal 100 kPa.
O O
|| ||
R – CH – (C – OCH3):SO3 + CH3OH R- CH – C – OCH3 + CH3SO3OH
…(6)
| |
SO3H SO3H
MESA metanol MESA hidrogen metil sulfat
3. Penetralan
MES hasil proses sulfonasi dan pengelentangan masih bersifat asam. Untuk
itu diperlukan proses penetralan. Proses penetralan dilakukan dengan
menggunakan NaOH (Gambar 8.) Pada proses netralisasi tersebut dapat diperoleh
produk sodium ά-sulfonilmetillester, MES yang mengandung Na+ yang terikat
pada grup sulfonat.
O O
|| ||
R - CH – C – OCH3 + NaOH R - CH – C – OCH3 + H2O …(8)
| |
SO3H SO3Na
24
O O
|| ph >9 ||
R - CH – C – OCH3:SO3 + 3NaOH R-CH–C–ONa+2H2O+CH3OSO3Na …(9)
| hidrolisis |
SO3H SO3Na
Metil ester sulfonat di-salt
4. Pengeringan
Pasta MES hasil netralisasi diproses pada sistem pemekat dan/atau
penghilangan metanol seperti stripper atau pengering, di mana air dan metanol
berlebih dibuang. Sedangkan untuk berat molekul yang lebih tinggi seperti metil
ester palm stearin, dilakukan pengeringan yang dapat menghilangkan air dan
metanol, menghasilkan produk berupa padatan ultra pekat.