Anda di halaman 1dari 4

Nama : Beatrecia Flaviana

Nim : 183313010051

Artikel kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia tentang “ Gizi Buruk pada remaja dan
anak-anak.
Di satu sisi Indonesia menghadapi masalah gizi kurang (pendek/stunting, dan kurus), di sisi
lain Indonesia telah dihadapkan pada masalah obesitas  atau kegemukan. Dalam kasus gizi
buruk, WHO memperkirakan, lebih dari 46 juta orang di seluruh dunia mengalami
kekurangan gizi dan 15 juta anak di seluruh dunia mengalami perkembangan yang terhambat
akibat pola makan yang buruk..Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan
prevalensi stunting menurun menjadi 30,8 persen dari 37,2 persen di 2013, prevalensi gizi
kurang (underweigth) juga membaik dari 19,6 persen pada 2013 menjadi 17,7 persen (2018),
sedangkan prevalensi kurus (wasting) turun ke posisi 10,2 persen (2018) dari 12,1 (2013).
Meskipun angka stunting menurun, masih belum memenuhi syarat yang ditetapkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu di ambang batas 20 persen.
Hasanudin sebenarnya sudah berusia 18 tahun. Namun, lantaran menderita busung lapar,
tubuhnya terlihat seperti anak kecil berusia 10 tahun. Meski mampu berdiri dan berjalan,
tubuh Hasanudin tampak sangat rapuh dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan tidur-
tiduran. Hasanudin sebenarnya bukan orang desa Cadasmekar, selama ini dia tinggal bersama
ibunya yang bernama Emah dan ayahnya yang bernama Ujib di kampung Nagrag, Desa
Sukasari, salah satu desa terpencil di Kabupaten Purwakarta. “Saya sudah enggak sekolah,
cuma sampai kelas 6 SD. Kalau bapak nelayan ikan di waduk Jatiluhur. Ibu di rumah saja,”
kata Hasanudin saat ditemui langsung di rumahnya, Jumat (11/5/2018). Ditanya soal asupan
makanan sehari-hari, Hasanudin mengakui jika dirinya memang kurang memakan daging-
dagingan. Setiap harinya, Hasanudin hanya memakan ikan-ikan hasil tangkapan ayahnya.
“Enggak pernah (makan daging) seringnya ikan,” ujarnya, singkat. Sementara itu, Bayu
Suryana , paman dari Hasanudin mengatakan, kondisi gizi buruk dan busung lapar yang
diderita keponakannya baru diketahui sejak tiga tahun lalu. Hasanudin baru satu pekan ini
berada di rumah Bayu di desa Cadasmekar, dengan harapan untuk mempermudah akses
pengobatan di pusat kabupaten Purwakarta. “Sampai saat ini belum ada respon dari
pemerintah. Saya bawa kesini biar bisa berobat. Soalnya kalau dari Sukasari harus nyebrang
pakai perahu satu jam, kemudian ke pusat kota Purwakarta satu jam lagi perjalanan,”
ucapnya. Bayu mengatakan, Hasanudin berasal dari keluarga yang terbilang miskin di
Kampung Nagrak. Karena kondisi kemiskinan tersebut, lanjutnya, asupan gizi yang diterima
Hasanudin terbilang sangat kurang sejak kecil. “Memang karena faktor ekonomi keluarga
selama ini. Keluarga sih berharap ada penanganan untuk Hasanudin. Kasihan melihatnya
kalau seperti ini terus,” tandasnya. Semetara itu, Reza Rinaldi, dokter yang datang untuk
memeriksa Hasanudin memastikan remaja itu menderita marasmus. Marasmus adalah satu
bentuk kekurangan gizi. Penyebabnya antara lain karena asupan makanan yang sangat
kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan
lingkungan. “Jelas ini busung lapar dikarenakan malnutrisi dan kekurangan energi menahun.
Seharusnya diberi asupan makanan bergizi sejak kecil,” jelasnya Reza menambahkan, dengan
usia Hasanudin saat ini, berat badan yang dimilikinya dapat dikatakan tidak sesuai untuk
remaja seusianya. “Beratnya sekarang 20 kilogram. Idealnya usia 18 tahun itu beratnya 45
sampai 50 kilogram,” ungkapnya. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, 1 dari
10 orang di dunia sakit setelah menyantap makanan yang terkontaminasi. Dari jumlah itu
sekira 420 ribu orang meninggal setiap tahunnya. Jadi keamanan pangan memang tak bisa
diabaikan.
Lima kunci keamanan pangan versi WHO adalah: Menjaga kebersihan (mencuci tangan
sebelum makan atau memegang makanan), pisahkan makanan matang dan mentah agar tak
terjadi kontaminasi silang, masaklah dengan benar, jaga pangan pada suhu yang benar dan
gunakan air dan bahan baku yang aman. “Bahan pangan tidak bisa disebut sebagai makanan
jika mengabaikan aspek keamanan. Oleh karena itu, pengawasan keamanan pangan harus
dimulai bukan sejak pangan diolah, namun sejak diproduksi,” kata Prof Purwiyatno.
Hal ini disampaikan oleh Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Pattiselano
Robert Johan, MARS. Ia mengungkapkan, bahwa ada empat masalah kesehatan yang
mengintai remaja di negara kita. Berikut adalah pokok-pokok penting empat masalah
kesehatan remaja :
1. Anemia
Salah satu masalah yang dihadapi remaja Indonesia, menurut dr Johan adalah masalah
gizi mikro nutrien, yakni sekitar 12 persen remaja laki-laki dan 23 persen remaja
perempuan mengalami anemia, yang sebagian besar diakibatkan kekurangan zat besi.
Anemia di kalangan remaja perempuan lebih tinggi dibanding remaja laki-laki.
Kondisi ini, kata dia, dapat berdampak buruk terhadap penurunan imunitas,
konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan produktivitas. "Selain itu, secara
khusus anemia yang dialami remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat
mereka adalah para calon ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga
memperbesar risiko kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir
rendah (BBLR)," paparnya. Kabar baiknya, anemia dapat dihindari dengan konsumsi
makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan zink, dan pemberian
tablet tambah darah (TTD). Pemerintah memiliki program rutin terkait pendistribusian
TTD bagi wanita usia subur (WUS), termasuk remaja dan ibu hamil.
2. Stunting
Remaja Indonesia banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki tinggi badan
yang pendek atau disebut stunting. Rata-rata tinggi anak Indonesia, kata dr Johan,
lebih pendek dibandingkan standar WHO, yaitu lebih pendek 12,5 cm pada laki-laki
dan lebih pendek 9,8 cm pada perempuan. Stunting sendiri dapat menimbulkan
dampak jangka pendek, di antaranya penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi
kekebalan tubuh, dan gangguan sistem metabolisme tubuh yang akhirnya bisa
menimbulkan risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner,
hipertensi, dan obesitas. "Pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu
prioritas nasional guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu menciptakan manusia
Indonesia yang tinggi, sehat, cerdas, dan berkualitas," imbuh dia.
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
Remaja yang kurus atau kurang energi kronis bisa disebabkan karena kurang asupan
zat gizi, baik karena alasan ekonomi maupun alasan psikososial seperti misalnya
penampilan. Kondisi remaja KEK meningkatkan risiko berbagai penyakit infeksi dan
gangguan hormonal yang berdampak buruk di kesehatan. Kabar baiknya, kondisi ini
sebenarnya dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang.
4. Kegemukan atau Obesitas
Dari data Global School Health Survey 2015 ditemukan bahwa 93,6 persen remaja
kurang mengonsumsi sayur dan buah, dan 75,7 persen diantaranya sering
mengonsumsi makanan berpenyedap. Tak hanya itu, 42,5 persen remaja juga
cenderung menerapkan pola sedentary life, sehingga kurang melakukan aktivitas fisik.
Hal-hal ini meningkatkan risiko remaja menjadi gemuk, overweight, bahkan obesitas.
"Obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi,
penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis dan lain-lain yang
berimplikasi pada penurunan produktivitas dan usia harapan hidup," ujar Johan. Ia
menambahkan, sebenarnya obesitas pada remaja dapat dicegah dengan mengatur pola
dan porsi makan dan minum, perbanyak konsumsi buah dan sayur, banyak melakukan
aktivitas fisik, hindari stres dan cukup tidur.
Sementara itu, lebih dari dua miliar orang dewasa dan anak-anak, kelebihan berat badan atau
obesitas. Gizi buruk dapat disebabkan oleh berbagai kondisi lingkungan maupun medis.
Berikut ini penyebab gizi buruk yang dapat terjadi pada anak.
1. Rendahnya asupan makanan
Kurangnya asupan makanan yang cukup, dapat menyebabkan anak tidak mendapat nutrisi
yang diperlukan. Selain itu, bahan makanan yang sulit dicerna pun, dapat membuat anak
kehilangan nafsu makan, sehingga tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup.
Tak hanya itu, pola makan yang buruk, dapat membuat anak mengalami gizi buruk karena
makan secara tidak teratur.
2. Masalah kesehatan mental
Kondisi seperti depresi, bulimia, dan anoreksia, dapat menyebabkan anak kekurangan gizi.
Anak dengan kondisi kesehatan mental seperti itu, tidak dapat mengikuti kebiasaan makan
yang benar. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menyebabkan anak terkena gizi buruk. Masalah
sosial dan mobilitas Jika Anda tidak dapat meninggalkan rumah untuk membeli makanan
atau sulit menyiapkan makanan, maka anak dapat mengalami gizi buruk. Tidak tersedianya
makanan, tentu akan membuat anak tidak mendapat nutrisi penting bagi tubuhnya.
3. Gangguan pencernaan dan kondisi lambung
Jika tubuh anak tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik, maka ia berisiko mengalami gizi
buruk. Gangguan pencernaan seperti penyakit Crohn, diare atau muntah, dapat menyebabkan
hilangnya nutrisi penting. Tak hanya itu, kondisi lambung yang bermasalah seperti maag
kronis, dapat mengakibatkan anak kesulitan makan, hingga mengalami gizi buruk.
4. Kurangnya asupan ASI
Kurang atau bahkan tidak adanya asupan ASI, dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk pada
bayi dan anak. ASI merupakan nutrisi penting bagi anak, karena baik bagi pertumbuhan, dan
membantu sistem kekebalan tubuh tetap kuat.
5. Kurangnya aktivitas fisik
Anak yang tidak melakukan cukup aktivitas fisik, bisa mengalami gizi buruk. Sebab,
kurangnya aktivitas fisik dapat memperlambat proses pencernaan, dan menyebabkan
kelebihan berat badan atau obesitas, yang mengarah pada gizi buruk.
6. Sanitasi dan kebersihan air yang buruk
Sanitasi dan kebersihan air yang tidak baik, dapat menyebabkan penyebaran penyakit
menular, seperti diare pada anak-anak, yang merupakan penyebab utama gizi buruk.
Berdasarkan data UNICEF, dehidrasi diare merenggut 2,2 juta nyawa anak balita di negara-
negara berkembang, setiap tahun.
7. Kemiskinan
Anak yang hidup dalam kemiskinan atau keluarga berpenghasilan rendah, tentu kurang atau
bahkan tidak dapat menyediakan cukup asupan makanan bergizi. Akibatnya, anak berisiko
mengalami gizi buruk. Yang harus selalu diperhatikan, anak-anak mengalami peningkatan
kebutuhan nutrisi. Sehinga jika kebutuhan tersebut tidak dipenuhi, anak berisiko lebih tinggi
terhadap gizi buruk
Ada pun Gejala dari gizi buruk pada anak adalah:
 Pucat, kurus, perut cembung, dan kehilangan massa otot pada keempat anggota
geraknya
 Anak terlihat sering gelisah
 Terjadi gangguan pertumbuhan meliputi berat badan dan tinggi badan
 Rambutnya menjadi mudah tercabut, tampak kusam, kering, dan sering terjadi
perubahan warna
 Dapat pula terjadi perubahan pada kulit, kulit menjadi bersisik, terdapat bercak-bercak
putih dan merah muda dengan tepi kehitaman
 Anak juga akan menderita anemia akibat kekurangan nutrien seperti zat besi dan
vitamin B kompleks.

Anda mungkin juga menyukai