Anda di halaman 1dari 15

SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Surveilans Kesehatan Masyarakat


Dosen Pengampu: dr. Mahalul Azam

Oleh :
Nurul Mushthafiyah
6411418088
Kelas 4B

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
1. Definisi Surveilans
Surveilans adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi data terkait
kesehatan yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis yang kemudian
didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yag bertanggung jawab
untuk digunakan dalam pencegahan penyakit (mengurangi morbiditas dan
mortallitas) dan memerbaiki masalah kesehatan lainnya.
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan
penyakit,mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-
perubahan biologis pada agen, vector, dan reservoir. Selanjutnya surveilans
menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat
dilakukan lankah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit. Surveilans
harus cukup akurat dengan analisis data yang lengkap.
Surveilans akan berjalan dengan baik apabila terintegrasi antara petugas
puskesmas hingga dinas kesehatan provinsi bahkan sampai kementerian
kesehatan. Secara singkat surveilans disebut juga pencatatan yang dilakukan
secara terus menerus. Dalam pelaksanaannya surveilans banyak mengalami
kendala, seperti ketidaktepatan waktu pengumpulan yang dipengaruhi oleh
tidak pahamnya petugas kesehatan terkait kompoonenkomponen surveilans.

2. Sejarah Surveilans
Ada enam masa perkembangan surveilans
a. Abad Ke Empat Belas dan Lima Belas
Dimulainya beberapa tindakan yang dianggap sebagai tindakan surveilans
antara lain pada tahun 1348 saat terjadi wabah penyakit pneumonia
(Pneumonia plague) diangkatlah pengawas kesehatan di negara republik
Venesia yang tugasnya mendeteksi dan menolak penumpang yang terkena
penyakit ini. Lalu tahun 1377 di Marseilles dan di Venise tahun 1403
dilakukan tindakan penahanan atau dikenal sebagai tindakan karantina
yang pertama kali dilakukan bagi penderita dan yang diduga sebagai
penyebar penyakit ini.
b. Abad Ke Enam belas
Undang – undang kematian di London atau lebih dikenal dengan “London
Bills of Mortality” pada tahun 1532, namun untuk bidang kesehatan
masyarakat beberapa abad kemudian manfaat ilmiahnya baru dirasakan,
dan di perkenalkan oleh Jhon Graunt
c. Abad Ke Tujuh Belas
Pada abad ini pencatatan dilakukan secara sporadis dan hanya dilakukan
bila ada wabah pes, yang dilaporkan setip minggunya tentang orang –
orang yang dikubur dan penyebab kematiannya, lalu di susun laporan
statistik kematian dari beberapa paroki dan interpretasikan bagaimana
keadaan wabah pes di kota london. Laporan ilmiah pertama disusun oleh
Jhon Graunt pada tahun 1662, beliau memperlajari konsep jumlah dan
pola penyakit secara epidemiolagis, dalam buku yang berjudul Natural and
Political Observation on the Bills of Moryality
d. Abad Ke Delapan Belas
Tahun 1776 Johan Peter Frank Melaksanakan tindakan surveilans dengan
mengangkat polisi kesehatan di Jerman, yang tugasnya berkaitan dengan
pengawasan kesehatan anak sekolah, pencegahan Kecelakaan, pengawasan
kesehatan ibu dan Anak, pemeliharaan sanitasi air dan limbah. Yang
dikemudian disusun menjadi buku yang menyajikan secara jelas dan rinci
tentang kebijaksanaan dalam kesehatan.
e. Abad ke Sembilan Belas
Dalam buku “ Superintendant of statistical Departement of the General
Registrar’s Office” pada tahun 1839 – 1879 di Inggris William Farr
mengumpulkan, mengolah, menganalisa, dan menginterpretasikan statistik
Vital serta menyebarluaskan hasilnya dalam bentuk laporan mingguan,
bulanan, da tahunan. Karena Wiliian Farr dikenal sebagai pendiri Konsep
Surveilans secara modern
f. Abad Dua Puluh
Peningkatan pemakaian konsep surveilans untuk pendekatan epidemi dan
pencegahan penyakit mulai dikenal pada abad dua puluh. Sebenarnya
beberapa negara sudah mulai dari tahun 1878, dan tahun 1925 di amerika
semua negara bagaian harus melaporkan beberapa penyakit seperti
penyakit – penyakit infeksi, demam kuning, pes dan cacar air. Dan untuk
saat ini penyakit yang dilaporkan bertambah banyak termasuk HIV dan
AIDS.

3. Prinsip Surveilans
Prinsip-prinsip surveilans antara lain :
a. Pengumpulan data penyakit dan faktor risiko.
b. Pengolahan dan analisis data.
c. Interpretasi dan rekomendasi.
d. Penyebarluasan hasil interpretasi & rekomendasi.
Surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat
keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan
pengendalian penyakit. Surveilans memungkinkan pengambil keputusan
untuk memimpin dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan
masyarakat dapat memberikan informasi kewaspadaan dini bagi para
pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-masalah kesehatan yang
perlu diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans juga merupakan
instrumen penting utntuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan
respons segera ketika penyakit mulai menyebar.

4. Tujuan Surveilans
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah
kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini
dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Tujuan khusus surveilans:
a. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
b. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini outbreak;
c. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit
(disease burden) pada populasi;
d. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
e. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
f. Mengidentifikasi kebutuhan riset

5. Jenis dan Macam Surveilans


Dikenal beberapa jenis surveilans:
a. Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan
memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit
serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.
Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional
segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat
dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional
yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat
tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode
menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama
masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001).
Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS
1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina, yaitu :
1) Karantina total. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua
orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk
mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar.
2) Karantina parsial. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak
kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan
tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh  : anak sekolah diliburkan
untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa
diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos
tertentu dicutikan, sedang di pos-pos lainnya tetap bekerja.
b. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan
terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit,
melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-
laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus
perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di banyak
negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui
program vertical (pusat-daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis,
program surveilans malaria.
Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif,
tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya
kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program surveilans
penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan
penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing,
mengeluarkan biaya untuk sumber daya masing-masing, dan memberikan
informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
c. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)
penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik
mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun
populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans
sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola
perilaku, gejala-gejala, tanda, atau  temuan laboratorium, yang dapat
ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium
tentang suatu penyakit. Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada
level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans
sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip
influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di
AS.
Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi
melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam
dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang
jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis
kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut
berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza,
termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan
dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang
tengah berlangsung.
d. Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan
menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang
ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah
laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu
memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan
lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari
klinik-klinik (DCP2, 2008).
e. Surveilans terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan
semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/
kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans
terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama,
melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan
pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap
memperhatikan perbedaan  kebutuhan data khusus penyakit-penyakit
tertentu. Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:
1) Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services).
2) Menggunakan pendekatan solusi majemuk.
3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan structural.
4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan,
pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans
(yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi,
manajemen sumber daya).
5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit.
Meskipun mengguna-kan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap
memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans
yang berbeda.
f. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi
manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit
infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan
bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut
dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang
manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi
internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang
melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak
pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-
emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (new
emerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda
surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru,
termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi .

Berdasarkan cara pengumpulan data, sistem surveilans dapat dibagi menjadi :


a. Surveilans aktif
Pada sistem surveilans ini dituntut keaktivan dari petugas
surveilans dalam mengumpulkan data, baik dari masyarakat
maupun ke unit-unit pelayanan kesehatan. Sistem surveilans ini
memberikan data yang paling akurat serta sesuai dengan kondisi waktu
saat itu. Namun kekurangannya, sistem ini memerlukan biaya lebih besar
dibandingkan surveilans pasif.
b. Surveilans pasif
Dasar dari sistem surveilans ini adalah pelaporan. Dimana dalam suatu
sistem kesehatan ada sistem pelaporan yang dibangun dari unit pelayanan
kesehatan di masyarakat sampai ke pusat, ke pemegang kebijakan.
Pelaporan ini meliputi pelaporan laporan rutin program serta laporan rutin
manajerial yang meliputi logistik, administrasi dan finansial program
(laporan manajerial program).
Penyakit menular fungsi surveilans yang paling mendasar ada 2 yaitu:
deteksi dini kejadian luar biasa dan fungsi monitoring program untuk
penyakit-penyakit spesifik maupun penyakit yang umum di masyarakat.
Sistem surveilans tidak saja konsentrasi dengan penyakit-penyakit
menular saja melaikan menaruh perhatian yang besar terhadap penyakit-
penyakit tidak menular.
Dasar operasional system surveilans meliputi keputusan mentri Kesehatan
yaitu (KepMenKes No 1479/Menkes/SK/X/2003 dan KepMenKes No.
1116/Menkes/SK/VIII/2003). KepMenkes menjadi petunjuk teknis
operasional di lapangan.
Operasional KepMenkes, menekankan mengenai keaktifan daerah dalam
melakukan surveilans. Pada SK MenKes tersebut dijabarkan bahwa
tujuan dibentuknya sistem surveilans epidemiologi adalah tersedianya
data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan
untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan
serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara nasional,
propinsi dan kabupaten/kota dalam menuju Indonesia Sehat.

6. Fungsi Surveilans
Pada dasarnya data yang dihasilkan dalam suatu sistem surveilans, digunakan
untuk :
a. Mengetahui gambaran kesehatan suatu populasi masyarakat
b. Mengambil kebijakan yang dapat diterapkan dalam populasi tersebut, baik
mengenai pola perilaku maupun pencegahan suatu penyakit.
c. Monitor dan evaluasi program kesehatan yang dijalankan dimasyarakat
d. Melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan data surveilans
e. Identifikasi masalah yang ada di populasi
7. Metode-Metode Surveilas
a. Sistem Pelaporan Rutin
Pada laporan ini data didasarkan pada kontak langsung dengan individu
yang sakit, bahkan meninggal, dan dalam beberapa kasus informasi
merupakan perpanjangan tangan dari suatu hubungan.
b. Sistem Pelaporan Sentinel
Sistem pelaporan sentinel digunakan untuk melaporkan kasus penyakit dan
kematian yang terlihat dan diagnosa dari fasilitas yang dimiliki unit
pelayanan.
c. Survei dan Studi – studi khusus
Survei dapat di gunakan untuk berbagai hal seperti untuk memberikan
perkiraan tentang kejadian atau prevalensi dari suatu penyakit, dapat juga
digunakan untuk memperkirakan mortality rate. Juga bisa digunakan untuk
mengevaluasi reliabilitas dari sistem pelaporan rutin, dan sebagai suatu
metode yang lebih akurat dan praktis untuk mengukur pola penyakit yang
ada pada fasilitas – fasilitas kesehatan serta hendaknya diulang secara
periodik guna mengembangkan data trend.
d. Investivigasi kasus/Wabah
Ditujukan untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu kematian atau
penyakit.
e. Sistem Registrasi Vital
f. Sensus

8. Komponen Sistem Surveilans


Komponen Surveilans Terpadu Penyakit meliputi proses kegiatan surveilans
yang terdiri dari cara mendapatkan data, cara mengolah dan menyajikan data,
cara analisis, distribusi data, mekanisme umpan balik, jejaring surveilans dan
manajemen surveilans.
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas dan tepat dan
ada hubungan dengan penyakit yang bersangkutan. Hal yang penting
dilakukan sebelum melakukan pengumpulan data adalah menetapkan
prioritas data mana yang diperlukan. Apa yang menjadi prioritas masalah
kesehatan dalam program tersebut. Prioritas masalah ini bisa ditetapkan
dengan menimbang frekuensi kejadian (insidensi, prevalensi, mortalitas),
tingkat keparahan (case-fatality rate, hospitalization rate, disability rate,
years of potential rate, qualityadjusted life year lost), biaya yang
dikeluarkan terkait dengan masalah tersebut (baik langsung maupun tidak
langsung), kemungkinan pencegahan dan penularan penyakit tersebut serta
perhatian publik terhadap masalah kesehatan tersebut.
1) Pengumpulan dan substansi data di tingkat puskesmas
Pengumpulan data ditingkat puskesmas melibatkan bidan atau bidan
desa, masyarakat (posyandu lansia, balita) data dikumpulkan ke bidan
diwilayah kerjanya, dokter praktek, petugas imunisasi, dan petugas
program di P2PL puskesmas (penyakit kolera, tipus perut klinis,
disentri, diare, TBC paru BTA +, Tersangka TBC Paru, Kusta PB,
Kusta MB, Tetanus, Difteri, Batuk rejan, Sifilis, Gonorhoe, Frambusia,
DBD, Demam Dengue, Campak, Hepatitis Klinis, Malaria Falsiparum,
Malaria Vivax, Malaria Mix, Malaria klinis, Filariasis, Diabetes Milites,
Hipertensi, Influensa, Pneumonia).
2) Pengumpulan data dan substansi di tingkat Dinas Kesehatan Kota /
Kabupaten
Kegiatan pengumpulan data selama ini dilakukan pada masing-masing
program. Data yang dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota adalah data yang berasal dari Puskesmas, Poliklinik,
Rumah Bersalin, Rumah Sakit.
b. Pengolahan, Analisis
Pengolahan data dimaksudkan untuk menyiapkan data agar mudah dalam
melakukan analisa data, analisa data di tujukan untuk melihat variabel –
variabel yang menggambarkan suatu permasalahan dan faktor – faktor
yang mempengaruhinya.
Kegiatan analisis dilakukan di puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan.
1) Kegiatan analisis di puskesmas meliputi :
Unit surveilans puskesmas melakukan analisis mingguan terhadap
penyakit potensial wabah di daerahnya dalam bentuk tabel menurut
desa/kelurahan dan grafik kecenderungan mingguan, kemudian
menginformasikan hasil analisis kepada kepala puskesmas, sebagai
pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sisem
kewaspadaan dini penyakit potensial wabah di puskesmas. Jika
ditemukan peningkatan penyakit tertentu maka kepala puskesmas
melakukan penyelidikan epidemiologi dan menginformasikan ke dinas
kesehatan kabupaten/kota.
Unit surveilans puskesmas melakukan analisis tahunan
perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan fakor risiko,
perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan program.
2) Kegiatan analisis di rumah sakit
Unit surveilans rumah sakit melakukan analisis
mingguan terhadap penyakit potensial wabah di daerahnya dalam
bentuk tabel menurut desa/kelurahan atau puskesmas (kecamatan) dan
grafik kecenderungan mingguan, kemudian menginformasikan hasil
analisis kepada kepala rumah sakit, sebagai pelaksanaan pemantauan
wilayah setempat (PWS) atau sisem kewaspadaan dini penyakit
potensial wabah di rumah sakit. Jika ditemukan peningkatan penyakit
tertentu maka kepala rumah sakit menginformasikan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Unit surveilans rumah sakit melakukan analisis tahunan
perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan fakor risiko,
perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan program di
rumah sakit.
3) Kegiatan analisis di dinas kesehatan
Unit surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan analisis
mingguan terhadap penyakit potensial wabah di daerahnya dalam
bentuk tabel dan peta menurut puskesmas (kecamatan) dan grafik
kecenderungan mingguan, kemudian menginformasikan hasil analisis
kepada puskesmas, rumah saki dan program terkait dilingkungan dinas
kesehatan sebagai pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS)
atau sisem kewaspadaan dini penyakit potensial wabah di dinas
kesehatan kabupaten/kota. Jika ditemukan peningkatan penyakit
tertentu maka kepala rumah sakit menginformasikan ke dinas kesehatan
provinsi.
Unit surveilans kabupaten/kota melakukan analisis tahunan
perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan fakor risiko,
perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan program di
dinas kesehatan kabupaten/kota.
4) Kegiatan analisis di dinas kesehatan provinsi
Unit surveilans dinas kesehatan provinsi melakukan analisis
bulanan terhadap penyakit potensial wabah di daerahnya dalam bentuk
tabel dan peta menurut kabupaten atau kota dan grafik kecenderungan
bulanan, kemudian menginformasikan hasil analisis kepada lingkungan
dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota serta dinas
kesehatan propinsi di daerah perbatasanya sebagai pelaksanaan
pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sisem kewaspadaan dini
penyakit potensial wabah di dinas kesehatan provinsi.
Unit surveilans dinkes kesehatan provinsi melakukan analisis
tahunan perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan fakor
risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program di dinas kesehatan provinsi.
c. Interpretasi Data
Interpretasi data merupakan hal penting yang tidak boleh
dilupakan dalam suatu sistem surveilans. Data yang sudah dianalisis
memerlukan interpretasi dari orang-orang yang paham mengenai masalah
yang berlangsung sehingga dapat ditetapkan apakah data itu valid, bukan
hanya secara statistik namun secara keilmuan dapat diterima.
Interpretasi hasil analisis data menentukan langkah dan kebijakan apa
yang akan diambil untuk menindak lanjuti apa yang ada, baik deteksi
wabah maupun kegiatan monitoring. Interpretasi data harus difokuskan
pada aspek yang merupakan titik berat suatu masalah. Sehingga dengan
interpretasi data tersebut dapat ditetapkan prioritas kegiatan yang
dilakukan untuk mengontrol ataupun memperbaiki kondisi yang ada. Hasil
interpretasi data inilah yang nantinya didiseminasikan kepada para
pemegang kebijakan maupun sebagai umpan balik kepada pelaksana di
lapangan.
d. Penyebarluasan (Diseminasi) Informasi
Agar data yang sudah terkumpul dapat memberikan informasi yang
dapat di mengerti dan bisa digunakan dalam menentukan arah kebijakan,
serta upaya pengendalian dan evaluasi yang baik.
Tujuan dari proses ini adalah memungkinkan pengambil kebijakan
untuk melihat dan mengerti implikasi dari informasi yang didapatkan
sehingga keputusan yang diambil tepat untuk dijalankan di populasi
tersebut. Lebih lanjut, para penentu kebijakan juga dapat mengevaluasi
efektifitas, keuntungan dan kerugian dari intervensi kesehatan masyarakat
tersebut.
e. Pentingnya umpan balik dalam surveilans
Data yang telah dilakukan analisis kemudian hasil analisis disebarkan
kemasyarakat dan dilakukan umpan balik kepada wilayah kerja di level
bawahnya. Kegiatan umpan balik dapat dilakukan dari dinas kesehatan
pusat ke dinas kesehatan propinsi, dari dinas kesehatan provinsi ke dinas
kesehatan Kabupaten/Kota, dari dinas kesehaan kabupaten/kota ke
puskesmas dan dari puskesmas ke wilayah kerja puskesmas tersebut.
Kegiatan umpan balik dapat berupa pertemuan berkala, pelatihan atau
yang lainya Unit surveilans puskesmas mengirim umpan balik laporan ke
puskesmas pembantu diwilayahnya. Kegiatan umpan balik diharapkan
dapat memperbaiki data yang dikumpulkan dan menjadi informasi pada
level bawahnya.
f. Evaluasi Sistem Surveilans

9.

Anda mungkin juga menyukai