Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Cerebro Vascular Accident

2.1.1 Definisi Cerebro Vascular Accident

Cerebro Vascular Accident atau disebut juga dengan Stroke, menurut Depkes RI

(2013) didefinisikan sebagai kerusakan neurologi otak yang terjadi secara mendadak

dengan tanda dan gejala klinis fokal maupun global yang berlangsung 24 jam ataupun

lebih, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler. (Misbach dkk, 2011)

Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Stroke merupakan penyakit gangguan

kerusakaan neurologi yang terjadi mendadak disebabkan karena kurangnya atau

terputusnya aliran darah yang mengalir ke otak karena adanya gumpalan darah,

endapan, plak atau karena pecahnya pembuluh darah akibat darah yang tinggi secara

tiba-tiba ke otak. Hal ini yang mengakibatkan sel-sel otak mengalami kekurangan

oksigen serta energi dan menyebabkan kerusakan otak permanen yang

mengakibatkan kecacatan sampai kematian dini ( Depkes RI, 2013)

Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Stroke menurut WHO 2014 adalah

terputusnya aliran darah ke otak, umumnya akibat pecahnya pembuluh darah ke otak

atau tersumbatnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan nutrisi dan oksigen ke

otak berkurang. Stroke menyebabkan gangguan fisik atau distabilitas.

Cerebo Vasculr Accident (CVA) atau Stroke adalah gangguan peredaran darah otak

yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau

hemoragi sirkulasi saraf otak (Amin Huda Nurarif, 2015)


2.1.2 Klasifikasi Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Stroke

Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Stroke diklasifikasikan menjadi 2 golongan

sesuai gejala klinisnya menurut (Wijaya dan 0ariza, 2013dalam santoso, L.E, 2018:

44-5)

Yaitu :

a. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah jenis Stroke yang terjadi akibat adanya perdarahan dalam

otak serebral atau subaranoid, sehingga terjadi pecah pembuluh darah pada otak.

Biasanya terjadi pada saat melakukan aktifitas aktif ataupun saat sedang beristirahat.

Pada umumnya Stroke hemoragik akan menyebabkan kesadaran menurun (Wijaya

dan Mariza, 2013 dalam Santoso,L.E, 2018)

Stroke hemoragik dibagi menjadi 2, yaitu

(1) Perdarahan intraserebral (PIS) : perdarahan primer yang berasal dari pembuluh

darah dalam parenkim otak.

(2) Perdarahan subaraknoid (PSA) : suatu keadaan terdapatnya atau masuknya darah

ke dalam ruangan subaraknoid karena pecahnya aneurisma atau sekunder dari

perdarahan intra serebral.(Junaidi, 2011)

b. Stroke Iskemik / Non Hemoragik

Stroke iskemik/non hemoragik adalah Stroke yang terjadi akibat adanya emboli dan

thrombosis serebral, pada Stroke non hemoragik tidak terjadi perdarahan namun

terjadi iskemia sehingga dapat menimbulkan hipoksia yang memicu edema sekunder

tetapi kesadaran umum pasien tidak mengalami penurunan atau bisa dikatakan baik

(Wijaya dan Mariza, 2013 dalan santoso, L.E, 2018). Klasifikasi Cerebro Vascular

Accident iskemik menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu :

(1) Transient Iskemic Attack (TIA)


Serangan iskemik transient sering disebut TIA : Gangguan neurologi lokal yang

terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul

akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam (La

Ode, 2012)

(2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) terjadi selama lebih dari 24 jam,

tetapi dapat sembuh setelah 2 minggu tanpa ada gejala cerebro vascular accident

yang tertinggal (La Ode, 2012)

2.1.3 Etiologi Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Stroke.

Menurut Smeltzer dan Bare (2012) Stroke diakibatkan oleh salah satu dari empat

kejadian dibawah ini, yaitu :

1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang adalah penyebab

paling umum dari Stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara tiba-tiba,

dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parasthesia pada setengah

badan dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.

2) Emboli serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari

bagian tubuh yang lain. Emboli biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau

cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral (Valante et al, 2015)

3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena

konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak (Valante et al,

2015).

4) Hemoragik serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan

ke dalam jaringan otak. Pasien dengan perdarahan otak mengalami penurunan

nyata pada tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.
2.1.4 Faktor Resiko Cerebro Vascular Accdent (CVA) atau Stroke.

Faktor-faktor yang menyebabkan Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Stroke

1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)

a. Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita Stroke dibanding wanita

b. Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena Stroke

c. Keturunan : adanya riwayat keluargayang terkena Stroke

2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)

a. Hipertensi

b. Penyakit jantung

c. Kolesterol tinggi

d. Obesitas

e. Polisetemia

f. Stress emosional

3. Kebiasaan hidup

a. Merokok

b. Peminum alcohol

c. Obat-obatan terlarang

d. Aktivitas yang tidak sehat : kurang olahraga, makanan kolesterol

(Huda Amin & Hardhi, 2015


2.1.5 Gejala Klinis Cerebro Vascular Accident (CVA)

Menurut Smeltzer dan Bare (2012) dan Misbach (2007) tanda dan gejala dari Stroke

adalah gangguan motorik yang berupa hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegia

(kelumpuhan salah satu sisi tubuh), gangguan sensorik, gangguan visual, gangguan

keseimbangan, nyeri kepala (migran atau vertigo), mual muntah, disatria (kesulitan

berbicara), perubahan mendadak status mental, dan hilangnya pengendalian terhadap

kandung kemih.

2.1.6 Patofisiologi Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Stroke

Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi pada

Stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan

permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (AHA, 2015). Pembuluh

darah yang paling sering terkena adalah arteri serebral dan arteri karotis interna yang

ada di leher (Guyton & Hall, 2012).

Adanya gangguan pada peredaran darah otak dapat mengakibatkan cedera pada otak

melalui beberapa mekanisme, yaitu

1) penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan

penyembitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang selanjutnya akan terjadi

iskemik.

2) Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan hemoragik.

3) Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.

4) Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang interstitial

jaringan otak (Smeltzer dan Bare, 2012).

Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula menyebabkan perubahan pada aliran

darah dan setelah terjadi stenosis cukup hebat dan melampaui batas krisis terjadi
pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obtruksi suatu pembuluh darah arteri di

otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya

masih mempunyai peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai darah

melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang terjadi pada kortek akibat

oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya warna darah vena, penurunan

kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan arteriola (AHA, 2015).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Cerebro Vascular Accident (CVA)

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukandalam membantu menegakkan diagnosis

pasien Cerebro Vasular Accident (CVA) meliputi :

1) Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab Cerebro Vascular Accident secara spesifik

seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneorisma atau malformasi vaskuler (Muttaqin, 2011)

2) Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

meunjukkan adanya hemoragik pada subaraknoid atau perdarahan pada intra

kranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil

pemeriksaan liquor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,

sedangkan yang kecil biasanya warna liquor masih normal (Muttaqin, 2011).

3) Computer Tomografi Scan (CT-Scan)

Mengetahuiadanya tekanan normal dan adanya tromboasis, emboli, serebral, dan

tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah

menunjukkan adanya perdarahan subaraknoid dan perdarahan intrakranial

(Batticaca, 2008)

4) Magnetic Resonance Image (MRI)


Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar /

luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang

mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik (Muttaqin, 2011).

5) USG Doppler

Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem karotis aliran darah atau

timbulnya plak) dan arterosklerosis (Batticaca, 2008)

6) EEG ( electroencephalogram)

Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi

yang spesifik (Batticaca, 2008)

7) Pemeriksaan laboratorium menrut Muttaqin (2011)antara lain :

a. Pemeriksaan darah rutin

b. Pemeriksaan kimia darah : pada Cerebro Vascular Accident serangan akut dapat

terjadi krena hiperglikemi. Gula darah dapat mencapai 250 mg/dl dan kemudian

berangsur-angsur turun kembali.

c. Pemeriksaan urine rutin

d. Pemeriksaan analisa gas darah

e. Pemeriksaan serum elektrolit.

2.1.8 Komplikasi Cerebro Vascular Accident (CVA)

Setelah mengalami Stroke pasien mungkin akan mengalami :

1. Berhubungan dengan immobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tekanan,

konstipasi, dan trombo plebitis

2. Berhubungan dengan adanya paralisis : nyeri pada daerah punggung, deformitas,

dan terjatuh

3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala

4. Hidrosefalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak (Putri, 2013)

Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015) klien yang mengalami Cerebro

Vascular Accident rentan terhadap komplikasi seperti :

a. Peningkatan tekanan intracranial

b. Disritmia jantung

c. Kontraktur

d. Immobilisasi yang dapat menyebabkan infeksi pernapasan, decubitus dan

konstipasi

e. Paralisis yang dapat menyebabkan nyeri kronis, risiko jatuh, atropi.

f. Kejang akibat kerusakan/ gangguan pada listrik otak.

g. Nyeri kepala kronis seperti migraine

h. Malnutrisi

2.1.9 Penatalaksanaan Cerebro Vascular Accident (CVA)

1). Penatalaksanaan umum

a. Posisi kepala 30 derajat, posisi lateral dekubitus bila disertai muntah. Boleh

dimulai mobilisasi bila hemodinamik stabil.

b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2

liter/menit.

c. Kandung kemih yang penh dikosongkn dengan dipasang kateter.

d. Suhu tubuh harus dipertahankan normal.

e. Nutrisi peroral tidak boleh diberikan bila ada gangguan menelan atau pasien

dengan kesadaran menurun, dianjurkan pasang NGT.

f. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi.

2). Penatalaksanaan medis


a. Trombolik (streptokinase)

b. Anti platelet atau anti trombolitik (asetosol, ticlopidin, dipridamil,

cilostazol)

c. Antikpagulan (pentoxyfilin)

d. Antagonis serotonim (noftidrofuyl)

e. Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)

3. Penatalaksanaan khusus

a. Atasi kejang (antikolvusan)

b. Atasi tekanan intrakranial yang meninggi dengan manitol,

gliserol, furosemid, intubasi steroid, dan lain-lain

c. Atasi dekompresi (kraniotomi)

d. Untuk penatalaksanaan faktor resiko :

a) Atasi hipertensi (anti hipertensi)

b) Atasi hiperglikemia (anti hiperhilkemia)

(Wijaya dan Putri, 2013)

Anda mungkin juga menyukai