Anda di halaman 1dari 6

Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis Bakteri

Diagnosis meningitis bakterial ditegakkan dengan pendekatan klinis (trias meningitis) dan
dibuktikan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal. Pendekatan diagnosis yang sistematis akan
sangat membantu dalam membuat keputusan klinis untuk memilih modalitas terapi yang sesuai.
Pemilihan antibiotik yang tepat masih menjadi modalitas terapi farmakologis utama, yang perlu
didukung dengan berbagai terapi non-farmakologis.

Diagnosis Meningitis Bakterial

Diagnosis meningitis bakterial sering kali tumpang tindih dengan meningitis viral. Dalam hal ini
pemeriksaan cairan serebrospinal menjadi kunci untuk membedakan meningitis bakterial atau
virus.

Anamnesis

Anamnesis pada kasus meningitis bakterial selain digunakan untuk menegakkan diagnosis, juga
penting untuk memilih terapi yang sesuai. Setidaknya ada 10 pertanyaan penting yang harus
digali sebelum pengobatan antibiotik meningitis bakterialis diberikan. Apakah pasien memiliki:

1. Riwayat alergi obat


2. Ada terpapar dengan seseorang dengan meningitis sebelumnya
3. Sedang mengalami infeksi (terutama pernapasan atau infeksi telinga)
4. Menggunakan antibiotik dalam beberapa hari
5. Baru melakukan perjalanan terutama ke daerah dengan penyakit mening-okokus endemik
sepert sub-Sahara Afrika
6. Riwayat penggunaan narkoba suntik
7. Petekie atau ekimosis progresif (kemungkinan mengarah ke infeksi menginokokus)
8. Riwayat trauma kepala
9. Otorea atau rinorea
10. Infeksi HIV atau memiliki faktor risiko terinfeksi HIV atau kondisi immuno-promised
lain

Pemeriksaan Fisik

Kecurigaan terhadap meningitis sangat bergantung pada penilaian awal sindrom meningitis.
Penelitian di Belanda pada orang dewasa, dikenal trias klasik untuk meningitis bakterialis yaitu
demam, kaku kuduk dan perubahan status mental. Hampir semua pasien (98-100%) dengan
meningitis bakterialis memiliki sedikitnya satu dari trias klasik tersebut.
Laboratorium

Tujuan utama pemeriksaan laboratorium pada meningitis bakterialis adalah untuk


mengidentifikasi bakteri penyebab. Beberapa pemeriksaan yang direkomendasikan pada pasien
yang diduga mengalami menigitis bakterialis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Hasil analisis cairan serebrospinal, dapat digunakan untuk membedakan meningitis bakterialis
atau meningitis virus atau meningitis bakterialis kronis. Sebagai perbandingan analisis varian
serebrospinal pasien meningitis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan LCS sangat pentig untuk mengkonfirmasi diagnosis dan pemberian antibiotik
secepat mungkin pada pasien yang dicurigai menderita meningitis. Pada kebanyakan pasien yang
mengalami meningitis bakterialis akut, LP dapat dilakukan dengan aman tanpa harus dilakukan
pemeriksaan radiologis terlebih dahulu.

Ada beberapa keadaan dimana pemeriksaan CT-scan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum
dilakukan LP yaitu:

1. Trauma kepala
2. Keadaan immunocompromised
3. Terdapat kejang (dalam 7 hari terakhir)
4. Tingkat kesadaran yang abnormal
5. Kelemahan fokal, berbicara abnormal
6. Abnormalitas lapangan pandang atau gaze paresis
7. Ketidakmampuan untuk mengikuti perintah atau menjawab pertanyaan dengan tepat
8. Ada riwayat satu dari keadaan berikut: lesi massa (SOL), infeksi fokal, atau stroke.

Tatalaksana Meningitis Bakteri

Tatalaksana meningitis bakterial secara sederhana dapat dibagi menjadi terapi non-farmakologik
(manajemen cairan, pengurangan tekanan intrakranial,

Terapi Non-Farmakologik

Manajemen Cairan

Manajemen cairan dan keseimbangan elektrolit sangat penting, karena baik kelebihan dan
kekurangan status hidrasi akan berpengaruh pada meningitis bakterialis.

Sebuah metanalisis mengevaluasi tiga penelitian randomized controlled trial, terapi dengan
menggunakan volume cairan yang berbeda pada cairan pemeliharaan (maintanance)
dibandingkan pembatasan cairan yang diberikan pada pengelolahan awal meningitis bakteri.
Disimpulkan bahwa penggunaan cairan intravena pemeliharaan lebih baik dibandingkan
pembatasan cairan dalam 48 jam pertama.
Pengurangan Tekanan Intrakranial (TIK)

Pasien meningitis bakterialis yang memiliki TIK yang tinggi, dan yang mengalami penurunan
kesadaran (stupor atau koma) dapat dipertimbangkan untuk penggunaan perangkat pemantauan
TIK (ICP monotoring device).

Tekanan TIK yang melebihi 20 mmHg harus segera diberikan terapi. Namun dapat juga
dipertimbangkan untuk diterapi pada TIK yang lebih rendah (diatas 15 mmHg) dengan alasan
untuk menghindari peningkatan tekanan TIK yng lebih tinggi yang dapat menyebabkan herniasi
otak dan kerusakan batang otak yang ireversibel.

Metode untuk mengurangi TIK meliputi elevasi kepala 30 derajat dan hiperventilasi untuk
mempertahankan PaCO2 antara 27 dan 30 mmHg. Metode lain yang telah dievaluasi untuk
mengurangi TIK adalah dengan pemberian agen hiperosmolar yaitu gliserol per oral.

Namun, penelitian secara acak pada pasien meningitis bakterialis dewasa di Malawi
menunjukkan angka kematian kelompok gliserol lebih tinggi dibandingkan kelimpok kontrol
dengan alasan yang belum jelas. Namun kemungkinan berhubungan dengan peningkatan insiden
terjadinya kejang pada pasien yang menyebabkan gliserol.

Alasan lain mungkin berupa peningkatan TIK yang mengalami rebound setelah gliserol
dihentikan. Penelitian lain pada pasien meningitis bakterialis anak-anak telah menunjukkan hasil
yang menjanjikan, meskipun data lebih lanjut diperlukan sebelum dapat direkomendasikan.

Analisis Liquor Serebro Spinal (LCS) Ulangan

Belum ada manfaat yang bermakna melakukan lumbal pungsi ulangan secara rutin untuk menilai
respon terhadap terapi pada meningitis bakterialis. Suatu penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi glukosa dan protein serta jumlah sel yang ditemukan pada akhir pengobatan pada
pasien yang terbukti sembuh sangat bervariasi.

Selain itu, pengulangan pemeriksaan LCS juga ditemukan masih abnormal pada pasien yang
memang sudah sembuh. Sehingga perbaikan tanda-tanda klinis adalah indikator yang lebih baik
untuk menilai respon terapi dibandingkan hasil analisis LCS setelah pengobatan.

Walaupun pemeriksaan LCS ulangan secara rutin tidak direkomendasikan, namun ada beberapa
keadaan pemeriksaan ulang LCS seharusnya dilakukan yaitu:

1. Ketika tidak ada bukti perbaikan dengan 48 jam setelah mulai terapi yang tepat.
2. Dua sampai tiga hari setelah mulai terapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri
resisten terhadap agen anti-mikroba standar (misalnya infeksi oleh pneumokokus
resisten-panisilin) terutama bagi pasien yang telah menerima terapi ajuvan deksametason
dan tidak ada respon seperti yang diharapkan atau untuk infeksi yang disebabkan oleh
basil Gram negatif sering menyebabkan infeksi nosokomial.
3. Demam persisten selama lebih dari delapan hari tanpa ada penyebab lain
Kultur LCS ulangan setelah terapi diharapkan steril. Pasien dengan kultur LCS ulang
masih positif meskipun terapi antibiotik parenteral sudah sesuai, maka pemberian
antibiotik intratekal (atau intraventrikular) dapat dipertimbangkan.

Terapi Farmakologis

Waktu Pemberian Antibiotik

Pada meningitis bakterialis terapi mikroba harus diberikan sesegera mungkin tanpa menunggu
hasil laboratorium. Pungsi lumbal harus dilakukan, bila mungkin sebaiknya sebelum pemberian
antibiotik. Pengobatan antibiotik pada kasus yang dicurigai meningokokus tidak boleh ditunda
ketika lumbal pungsi tidak dapat dilakukan pada saat awal.

Jika lumbal pungsi dan pemeriksaan darah tidak mendukung, tetapi gambaran klinis
menunjukkan meningitis, maka pengobatan anti-mikroba harus segera dimulai. Hal ini juga jika
LCS tidak mengarah ke meningitis bakterialis tetapi gejala dan tanda-tanda mengarah ke
meningokokus septikemia maka terapi antibiotik jangan ditunda untuk dapat menyelamatkan
jiwa pasien.

Lama Pemberian Antibiotik

European Federation of Neurological Societies (EFNS) merekomendasikan lama pemberian


antibiotik bergantung pada etiologi meningitis bakterialis, yaitu:

1. Meningitis bakterialis non-spesifik: 10-14 hari [Rekomendasi 4C].


2. Meningitis pneumokokus: 10-14 hari [4A].
3. Meningitis meningkokus: 5-7 hari [4A].
4. Meningitis Hib: 7-14 hari [4B].
5. Meningitis listerial: 21 hari [4B].
6. Meningitis Psudomonal dan Basil Gram-Negatif: 21-28 hari [4B]

Pilihan Antibiotik

Banyak antibiotik yang aktif terhadap meningkokus secara in vitro, tetapi hanya yang cukup
bagus menembus ruang serebrospinal dan terjangkau yang harus digunakan. Outcome klinis
pada meningitis bakterialis secara langsung berkaitan dengan konsentrasi bakteri dan antigen
bakteri pada cairan serebrospinal.

Selama 48 jam pertama terapi antibiotik yang tepat, kultur terhadap cairan serebrospinal selalu
menjadi akan steril pada meningitis piogenik. Penisilin dan ampisilin parenteral adalah antibiotik
terpilih. Kloramfenikol adalah alternatif yang baik dan murah. Sefalosporin generasi ketiga
seperti seftriakson dan sefotaksim merupakan alternatif yang sangat baik.

Meskipun kontrimoksazol oral (Trimetoprin-Sulfametoksazol) merupakan antibiotik murah dan


memiliki penetrasi yang baik ke cairan serebrospina, namun banyak bakteri yang telah resisten
sehingga antibiotik golongan ini tidak dianjurkan kecuali uji sensitivitas telah dilakukan.
Pada pedoman penanganan meningitis bakterialis terbaru, sefalosporin generasi ketiga secara
umum dianggap sebagai standar pengobatan meningitis bakterialis secara empiris pada kasus
dewasa dan anak-anak. Berbagai penelitian telah banyak dibandingkan Seftriakson atau
sefotaksim dengan meropenem pada orang dewasa dan anak-anak dan menunjukkan efikasi yang
sama. Oleh karena itu, sefriakson dan sefotaksim harus dipertimbangkan disamping penggunaan
vankomisin.

Jika telah dikonfirmasi atau diduga kuat (dengan ditemukannya ruam yang khas) adalah
meningitis meningokokus harus ditangani dengan benzil penisilin atau sefalosporin generasi
ketiga, atau kloramfenikol jika ada riwayat alergi terhadap betta-laktam.

Listeria resisten terhadap sefalosporin dan jika dicurigai meningitis yang terjadi disebabkan oleh
Liseria maka harus diobati dengan ampisilin IV dosis tinggi atau amoksilin yang bisanya
besamaan dengan gentamisin IV (1-2 mg/kg 8 jam) selama 7-10 hari pertama, atau dengan
konrimoksazol IV dosis tiggi bila ada riwayat alergi terhadap penisilin.

Hingga sekarang, belum ada uji coba acak terkontrol untuk pengobatan meningiitis Stafilokokal
yang biasa terjadi secara nosokomial (misalnya infeksi pada prosedur shunt).

Linezolid telah digunakan dalam sejumlah laporan kasus dengan sukses dan bisa menjadi pilihan
untuk pengobatan meningitis stafilokokus resisten-metisilin dan ventriculitis. Namun demikian
Lizezolid harus digunakan secara berhati-hati, karena efek samping dan interaksi obat, terutama
dalam perawatan intensif ketika agen vasoaktif juga digunakan.

Penggunaan antibiotik intrakranial atau intraventrikular harus dipertimbangkan pada pasien yang
gagal dengan pengobatan konvensional.

Vankomisin intraventricular dapat mencapai konsentrasi cairan serebrsopinal lebih baik jika
dibandingkan dengan rute intra-vena dan penambahan aminoglikosida intratekal atau
intraventrikular sebagai antibiotika tembahan merupakan pilihan yang harus dipertimbangkan
jika pada pasien meningitis bakterialis basil Gram-negatif yang tidak berespon baik dengan
penggunaan monoterapi.

Europan Federation of Neurological Societies (EFNS) mengeluarkan rekomendasi penggunaan


antibiotik pada meningitis bakterialis sebagai berikut:

1. Pemberian antibiotik inisial harus secara parenteral [1A].


2. Terapi antibiotik empirik pada kasus tersangka (suspected) adalah menggunakan
sefriakson 2 g setiap 12-24 jam atau sefotaksim 2 g tiap 6-8 jam [3B]. Terapi alternatif
adalah meropenem 2 g tiap 8 jam [3C] atau kloramfenikol 1 g tiap 6 jam. Jika
diperkirakan bakteri penyebabnya adalah penumokokus yang resisten dengan Penisilin
atau sefalosporin maka gunakan Seftriakson atau Sefotaksim ditambah dengan
Vankomisin loading dose 15 mg/kg dan 60 mg/kg/24 jam (dosis pemeliharaan
disesuaikan dengan fungsi ginjal pasien) [4A]. Pada diduga kasus listeria maka berikan
Ampisilin/Amoksisilin 2 g tiap 4 jam [4A].
3. Terapi Antibiotik Terhadap Patogen Spesifik
4. European Federation of Neurological Societies (EFNS) mengeluarkan rekomendasi
pemilihan antibiotik terhadap patogen spesifik penyebab meningitis bakterialis sebagai
berikut:
5. Meningitis pnumokokus yang sensitif penisilin (dan termasuk spesies Streptokokus yang
sensitif): Benzil Penisilin 250.000 U/kg/hari (setara dengan 2,4 g tiap 4 jam [4A] atau
Ampisilin/Amoksisilin 2 g tiap 4 jam atau Seftriakson 2g tiap 12 jam atau Sefotaksim 2 g
tiap 6-8 jam. Alternatif terapi: Meropenem 2 g tiap 8 jam [4C] atau vankomisin 60 mg/kg
24 jam per infus (disesuaikan dengan fungsi ginjal pasien) seteah loading dose 15 mg/kg
ditambah Rifampisin 600 mg tiap 12 [4C] atau Moksifloksasin 400 mg per 24 jam [4C].
6. Penumokokus yang kurang sensitif terhadap Penisilin atau Sefalosporin: Seftriakson atau
Sefotaksim ditambah Vancomycin ± Rifampicin [IV]. Alternatif terapi Moksifloksasin,
Meropenem atau Linezolid 600 mg dikombinasi dengan Rifampisin [4C]
7. Meningitis meningokokus: Benzil Penisilin atau Seftriakson atau Seftriakson [4]. Terapi
alternatif: Meropenem atau Kloramfenikol atau Meoksifloksasin [4C]
8. Haemophilius infuenzae tipe B (Hib): Seftriakson atau Sefotaksim [4C]. Terapi
alternatif: Kloramfenikol-Ampisilin/Amoksisilin [4C].
9. Meningitis listerial: Ampisilin atau Amoksisilin 2 g tiap 4 jam ± Gentamisin 1-2 mg tiap
8 jam pada 7-10 hari pertama [4C]. Terapi alternatif Trimetoprim Sulfametoksazol 10-20
mg/kg tiap 6-12 jam atau Moropenem [4].
10. Spesies Stafilokokus: Flucloxacillin 2 g tiap 4 jam [4] atau Vankomisin jika alergi [4].
Linezolid untuk meningitis yang disebabkan Stafilokokus resisten-metasilin [4C]
11. Enterobacteriaceae Gram-negatif: Seftriakson atau Sefotaksim atau Moropenem
12. Meningitis pseudumonal: Moropenem ± Gentamisin.

Terapi Ajuvan

Dari semua terapi ajuvan atau terapi tambahan pada meningitis bakterialis, hanya korikosteroid
sudah benar-benar dievaluasi dalam uji klinis. Alasan untuk menggunakan kortikosteroid dalam
pengobatan meningitis bakterialis adalah bahwa ruang sub-araknoid akan menyempit karena
adanya peradangan.

Edema vasogenik pada meningitis memiliki efek yang berpotensi merusak dan memperburuk
keadaan klinis pasien EFNS (2008) merekomendasikan beberapa hal mengenai pemberian
kortikosteroid pada meningitis bakterialis sebagai berikut:

1. Deksametason ajuvan dianjurkan bersamaan atau sesaat sebelum pemberian


antibiotik parenteral pertama pada semua pasien dewasa yang mengalami meningitis
pneumokokus yang sebelumnya dalam keadaan baik atau tidak dalam kondisi
imunosupresi dengan dosis 10 mg setiap 6 jam selama 4 hari [1A].
2. Semua pasien yang secara klinis dicurigai meningitis pneumokokus (atau Hib) (dengan
tanda neurologis fokal dini), disarankan menggunakan deksametason dengan dosis 10 mg
setiap 6 jam selama 4 hari [4C].

Anda mungkin juga menyukai